Jurnal Hortikultura Indonesia
Not a member yet
    282 research outputs found

    Light Intensities Affect Canopy Architecture and Fruit Characteristics of Cayenne Pepper (Capsicum frutescens L.): Intensitas Cahaya Mempengaruhi Arsitektur Kanopi dan Karakteristik Buah Cabai Rawit (Capsicum frutescens L.)

    Get PDF
    Mechanical harvesting in cayenne pepper is developing, however, factors affecting canopy architecture and fruit characteristics are still lack. Study aimed to evaluate the effect of shade intensities on canopy architecture and fruit position in cayenne pepper to support developing smart harvesting tools. The experiment was conducted in Babakan Sawah Baru Experimental Farm, IPB from September 2021 to March 2022. The experiment used nested design with shade levels (no shade, 25%, 30%, 50%, 60%, 90%, and 100%) as the main plot and time of shading application (4, 6, 8, and 10 weeks after planting) as sub-plot. The canopy architecture and fruit position were affected by the shade level and its time application. Plant height increased and the canopy widened with increasing shade levels up to 50%. Thus, the shading level should be considered in the development of smart harvesting methodology. Keywords: cabai rawit, climate change, labor, low light intensity, plant architecturePemanenan cabai rawit secara mekanis sedang berkembang, namun faktor-faktor yang mempengaruhi arsitektur kanopi dan karakteristik buah masih kurang. Penelitian bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh intensitas naungan terhadap arsitektur kanopi dan posisi buah pada cabai rawit untuk mendukung pengembangan alat panen cerdas. Percobaan dilaksanakan di Kebun Percobaan Babakan Sawah Baru, IPB pada bulan September 2021 sampai Maret 2022. Percobaan menggunakan rancangan bertingkat dengan tingkat naungan (tanpa naungan, 25%, 30%, 50%, 60%, 90%, dan 100%) sebagai petak utama dan waktu pemberian naungan (4, 6, 8, dan 10 minggu setelah tanam) sebagai sub-plot. Arsitektur kanopi dan posisi buah dipengaruhi oleh tingkat naungan dan waktu penerapannya. Tinggi tanaman bertambah dan kanopi melebar seiring bertambahnya tingkat naungan hingga 50%. Oleh karena itu, tingkat naungan harus dipertimbangkan dalam pengembangan metodologi pemanenan cerdas. Kata kunci: cabai rawit, perubahan iklim, tenaga kerja, intensitas cahaya rendah, arsitektur tanama

    Respons Pertumbuhan dan Produksi Cabai Merah (Capsicum annuum L.) terhadap Aplikasi Pupuk NPK 16:16:16 dan Pupuk Organik Urin Kelinci: Response of Growth and Production of Red Chili (Capsicum annuum L.) to the Application of NPK 16:16:16 and Rabbit Urine Organic Fertilizer

    Get PDF
    Liquid organic fertilizer, known as POC, is a biological fertilizer acts as complementary to inorganic fertilizers due to its capacity to enhance the physical, chemical, and biological properties of the soil. This research aims to assess the growth and production response of red chilies (Capsicum annuum L.) to the application of NPK 16:16:16 fertilizer combined with rabbit urine-based POC. The experimental design employed a non-factorial Randomized Block Design (RAK) with five treatments and six replications. Chili cultivation took place in open fields using polybags. The results indicated that the application of NPK 16:16:16 fertilizer, rabbit urine-based POC, and a combination of both did not show significant differences during the vegetative phase of the plants but did impact yield components. Rabbit urine-based POC 50% (by water) potentially substitute 20% of NPK 16:16:16 fertilizer dossage application. The combination of NPK 4 g polybag-1 + POC 50% (P2) produced the highest yield component results and was equivalent to NPK 5 g polybag-1 + POC 50% (P3). Further research is necessary to determine the optimal concentration and dose of rabbit urine-based POC for chili cultivation in polybags. Keyword: red chilies, yield components, biological organic fertilizerPupuk organik cair yang disebut POC merupakan pupuk hayati yang berfungsi sebagai pelengkap pupuk anorganik karena mampu memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pertumbuhan dan respons produksi cabai merah (Capsicum annuum L.) terhadap pemberian pupuk NPK 16:16:16 yang dipadukan dengan POC berbahan urin kelinci. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) non faktorial dengan lima perlakuan dan enam ulangan. Budidaya cabai dilakukan di lahan terbuka dengan menggunakan polibag. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian pupuk NPK 16:16:16, POC berbahan urin kelinci, dan kombinasi keduanya tidak menunjukkan perbedaan nyata pada fase vegetatif tanaman namun berpengaruh terhadap komponen hasil. POC berbahan dasar urin kelinci 50% (dengan air) berpotensi mensubstitusi 20% dosis pupuk NPK 16:16:16. Kombinasi NPK 4 g polibag-1 + POC 50% (P2) memberikan hasil komponen rendemen tertinggi dan setara dengan NPK 5 g polibag-1 + POC 50% (P3). Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui konsentrasi dan dosis POC berbasis urin kelinci yang optimal untuk budidaya cabai di polibag. Kata kunci: cabai merah besar, komponen hasil, pupuk organik hayat

    Pengaruh Ketinggian AB Mix Terhadap Pertumbuhan Caisim Menggunakan Modifikasi Hidroponik Sistem Wick: The Effect of AB Mix Height on the Growth of Caisim Using the Modified Hydroponic Wick System

    Get PDF
    Salah satu faktor penting dalam budidaya tanaman secara hidroponik adalah pemberian nutrisi AB mix dengan konsentrasi dan debit yang sesuai. Pemberian dan pengontrolan ketinggian nutrisi tersebut dapat menggunakan modifikasi alat sistem wick yang dirancang berdasarkan beberapa tingkat ketinggian nutrisi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh tingkat ketinggian nutrisi AB mix terhadap pertumbuhan caisim. Penelitian dilaksanakan pada Agustus hingga September 2023 di rumah kaca BSIP Kementerian Pertanian, Cimanggu, Bogor. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan satu faktor yaitu tingkat ketinggian nutrisi AB mix dengan 3 taraf: 2 cm (N1), 3 cm (N2), dan 4 cm (N3) serta menggunakan 6 ulangan. Hasil uji ANOVA menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh ketinggian nutrisi terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, dan lebar daun pada semua umur pengamatan. Namun, ketinggian nutrisi berpengaruh nyata terhadap panjang akar tanaman caisim yaitu pada perlakuan N1 (18.26 cm) memiliki rerata panjang akar tertinggi dibandingkan perlakuan N2 (14.54 cm) dan N3 (13.77 cm). Hasil tersebut menjelaskan bahwa semakin rendah tingkat ketinggian nutrisi, maka akar tanaman semakin panjang. Kata kunci: brassicaceae, hidroponik statis, ketinggian air, konsentrasi nutrisi, pertumbuhan tanamanAn important factor in cultivating plants using the hydroponic system is providing AB mix nutrients with the appropriate concentration and solution discharge. Supplying and controlling the nutrient level can use a modified wick system tool designed based on several levels of nutrient height. This research aims to determine the effect of AB mix nutritional levels on choy sum growth. The study was carried out from August to September 2023 in the BSIP’s greenhouse of the Ministry of Agriculture, Cimanggu, Bogor. The design used was a completely randomized design (CRD) with one factor, namely the level of AB Mix nutrient solution in 3 height levels: 2 cm (N1), 3 cm (N2), and 4 cm (N3), and used six replications. The ANOVA test showed no effect of nutrient level on plant height, leaf number, and leaf width at all ages of observation. However, nutrient height had a significant effect on the root length of choy sum plants, which in treatment N1 (18.26 cm) had the highest average root length compared to treatments N2 (14.54 cm) and N3 (13.77 cm). The findings explain that the lower the AB mix height, the longer the choy sum roots. Keywords: brassicaceae, nutrient concentration, plant growth, static hydroponics, water height leve

    Pematahan Dormansi Benih Selada menggunakan Konsentrasi Benzyladenine dan Penyinaran yang Berbed: Lettuce Seed Dormancy Breaking using Different Radiation and Benzyladenine Concentration

    Get PDF
    Dormansi sekunder pada benih selada karena suhu tinggi dan gelap menyebabkan rendahnya perkecambahan di persemaian. Masalah dormansi pada benih selada harus diatasi untuk mendapatkan benih yang bermutu tinggi. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok faktorial, terdiri dari konsentrasi 6-benzyladenine (BA) (0, 0.05, 0.1, 0.5, 1 mM) dan perlakuan penyinaran (terang, gelap, cahaya merah 1 jam, cahaya merah 2 jam, cahaya merah 3 jam) dengan 3 ulangan. Varietas selada yang digunakan adalah Grand Rapids dan Ava Red. Parameter yang diamati adalah persentase daya berkecambah (DB), indeks vigor (IV), kecepatan tumbuh (KCT), dan benih segar tidak tumbuh (BSTT). Data dianalisis menggunakan ANOVA, perlakuan yang berpengaruh nyata diuji lanjut menggunakan Duncan Multiple Range Test pada taraf α = 5%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa benih selada Grand Rapids tanpa direndam BA menghasilkan %DB (39.20), IV (26.13), KCT (12.04) yang tinggi, serta BSTT yang rendah (6.13). Benih Grand Rapids yang dikecambahkan pada kondisi terang menghasilkan %IV tertinggi (26.93). Penyinaran cahaya merah selama satu jam tanpa direndam BA menghasilkan %DB (76.00) dan KCT (29.98) benih Ava Red yang tinggi. Persentase IV tertinggi pada benih Ava Red didapatkan dari benih tanpa direndam BA (53.33) dan dikecambahkan pada kondisi terang (34.93). Kata kunci: BAP, cahaya merah, fotodormansi, skotodormansiSecondary dormancy in lettuce seeds which is triggered by high temperatures and darkness is caused low germination in nurseries. This issue must be solved to obtain high-quality seeds. The experimental design used factorial randomized complete block design, i.e., 6-benzyladenine concentration (0, 0.05, 0.1, 0.5, 1 mM) and radiation treatment (light, dark, red light 1, 2, 3 hours) with 3 replicates. The lettuce varieties used Grand Rapids (GR) and Ava Red (AR). The parameters observed were the percentage of seed germination (SG), seed vigor index (SVI), seed growth rate (SGR), and fresh seed that did not grow (FSdnG). Data were analyzed using ANOVA, the treatment which showed significant effect further tested using Duncan Multiple Range Test at α = 5%. The result showed that GR seed without BA soaking resulted in higher SG (39.20%), SVI (26.13%), SGR (12.04%), also lower FSdnG (6.13%). The highest percentage of SVI in GR seed was reported on light treatment (26.93%). Radiation of red light for 1 hour without seed soaking in BA produced higher SG (76%) and SGR (29.98%) in Ava Red. The highest percentage of SVI in Ava Red was obtained from seeds without soaking in BA (53.33%) and germinated in light conditions (34.93%).Keywords: BAP, photodormancy, red light, skotodormanc

    Evaluasi Rizobakteri Indigenous Gayo Lues sebagai PGPR Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Nilam Aceh: Evaluation of Gayo Lues Indigenous Rhizobacteria as a PGPR on The Growth and Yield of Achenese Patchouli

    Get PDF
    Rizobakteri adalah kelompok mikroorganisme yang aktif dan agressif mengkolonisasi area rizosfir dan berperan sebagai pemacu pertumbuhan tanaman. Tanaman nilam (Pogostemon cablin Benth.) merupakan salah satu tanaman penghasil minyak atsiri yang dikenal dengan nama minyak nilam (Patchouly oil). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui interaksi antara perlakuan jenis isolat rizobakteri indigenous dengan varietas terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman nilam Aceh. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian dan Nino Park Universitas Syiah Kuala, Darussalam, Banda Aceh, Aceh. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) pola faktorial 7x3 dengan 3 ulangan. Faktor yang diteliti yaitu 7 jenis isolat rizobakteri (Tanpa Rizobakteri, PG 5/1, PG 5/3 P, PG 6/2, PG 7/3 C, PG 8/1, dan PG 9/2 C) dan 3 jenis varietas nilam (Sidikalang, Lhokseumawe, dan Tapak Tuan). Hasil penelitian menunjukkan interaksi yang sangat nyata antara perlakuan rizobakteri dengan jenis varietas terhadap parameter tinggi tanaman 8 dan 12 MSA, jumlah daun 4, 8, dan 12 MSA, jumlah cabang 8 dan 12 MSA, bobot biomassa basah, bobot biomassa kering angin, dan berpengaruh nyata terhadap parameter tinggi tanaman dan jumlah cabang 4 MSA. Pertumbuhan dan hasil varietas Sidikalang yang terbaik menggunakan isolat rizobakteri PG 9/2 C, varietas Lhokseumawe yang terbaik menggunakan isolat rizobakteri PG 6/2, dan varietas Tapak Tuan yang terbaik menggunakan isolat rizobakteri PG 8/1 berdasarkan parameter bobot biomassa kering angin. Kata Kunci: Biofertilizer, Biomassa Kering, BiostimulanRhizobacteria are a group of microorganisms that actively and aggressively colonize the rhizosphere area and act as plant growth promoters. Patchouli (Pogostemon cablin Benth.) is one of the essential oil producing plants known as patchouli oil. This study aims to determine the interaction between the treatment of indigenous rhizobacterial isolate types with varieties on the growth and yield of Aceh patchouli plants. This research was conducted at the Laboratory of Seed Science and Technology, Department of Agrotechnology, Faculty of Agriculture and Nino Park, Syiah Kuala University, Darussalam, Banda Aceh, Aceh. This study used a 7x3 factorial pattern Randomized Group Design (RGD) with 3 replications. The factors studied were 7 types of rhizobacterial isolates (Without Rizobacteria, PG 5/1, PG 5/3 P, PG 6/2, PG 7/3 C, PG 8/1, and PG 9/2 C) and 3 types of patchouli varieties (Sidikalang, Lhokseumawe, and Tapak Tuan). The results showed a very significant interaction between rhizobacteria treatment and type of variety on the parameters of plant height 8 and 12 WAA, number of leaves 4, 8, and 12 WAA, number of branches 8 and 12 MSA, wet biomass weight, wind dry biomass weight, and significantly influenced the parameters of plant height and number of branches 4 WAA. The best growth and yield of Sidikalang variety using rhizobacterial isolate PG 9/2 C, Lhokseumawe variety using rhizobacterial isolate PG 6/2, and Tapak Tuan variety using rhizobacterial isolate PG 8/1 based on wind-dry biomass weight parameter. Keywords: Biofertilizer, Dry Biomass, Biostimulan

    Karakterisasi Taoge dan Potensinya pada Galur-Galur Kacang Hijau IPB: Characterization of Bean Sprouts and Their Potential in IPB Mung Bean Strains

    Get PDF
    Taoge atau kecambah merupakan salah satu jenis sayuran yang banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia. Taoge salah satunya dihasilkan dari perkecambahan biji kacang hijau (Vigna radiata L.). Taoge mengandung beberapa zat yang berperan sebagai antioksidan di antaranya fitosterol, fenol, flavonoid, vitamin E, niasin, vitamin C, dan mineral. Taoge memiliki potensi produksi yang cukup menjanjikan mengingat banyaknya manfaat yang terkandung dalam sayuran tersebut. Penelitian ini bertujuan mendapatkan informasi karakter biji dan taoge, pendugaan potensi taoge serta mendapatkan galur potensial untuk dikembangkan menjadi taoge pada galur-galur kacang hijau IPB. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai Maret 2023 di Laboratorium Pemuliaan Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura. Materi genetik kacang hijau terdiri atas 17 galur kacang hijau IPB dan dua varietas nasional (Vima 1 dan Vimil 1) sebagai pembanding. Pengujian kecambah dilaksanakan berdasarkan rancangan kelompok lengkap teracak (RKLT) yaitu 19 genotipe dengan tiga ulangan. Penelitian menggunakan 30 butir kacang hijau per satuan percobaan. Pengamatan dilakukan terhadap karakter kuantitatif dan kualitatif taoge dan biji galur kacang hijau IPB. Hasil penelitian menunjukkan pengaruh nyata genotipe terhadap karakter panjang taoge, bobot satuan taoge, bobot total taoge dan bobot 100 butir. Galur kacang hijau IPB yang memiliki potensi unggul produksi taoge adalah F7-VR10/V1-49, F7-Lom2/129-37, F7-VR10/V1-27, F7-Lom2/129-34, F7-VR10/V1-13, F7-Lom2/129-49, dan F7-VR10/V1-29. Kata kunci: biji, kecambah, kualitatif, kuantitatif, potensi hasil, produksiBean sprouts are one type of vegetable that is widely consumed by Indonesians. One of them is produced from the germination of mung bean seeds (Vigna radiata L.). Bean sprouts contain several substances that act as antioxidants including phytosterols, phenols, flavonoids, vitamin E, niacin, vitamin C, and several minerals. Bean sprouts has quite promising production potential, given the many benefits contained in the vegetables. This study aims to obtain information on the character of seeds and bean sprouts, estimating the potential of bean sprouts and obtaining potential strains to be produced into bean sprouts in IPB mung bean strains. The research was conducted from February to March 2023 at the Plant Breeding Laboratory, Department of Agronomy and Horticulture. Mung bean genetic material consisted of 17 IPB mung bean strains and two national varieties (Vima 1 and Vimil 1) for comparison. Sprout testing was conducted based on a randomized complete block design (RCBD) of 19 genotypes with three replications. The study used 30 mung bean grains per unit of experiment. Observations were made on quantitative and qualitative characters of bean sprouts and seeds of IPB mung bean strains. The results showed a significant effect of genotype on the characters of bean sprout length, bean sprout unit weight, bean sprout total weight and 100-grain weight. IPB mung bean strains that have the potential to produce superior bean sprouts are F7-VR10/V1-49, F7-Lom2/129-37, F7-VR10/V1-27, F7-Lom2/129-34, F7-VR10/V1-13, F7-Lom2/129-49, and F7-VR10/V1-29. Keywords: production, qualitative, quantitative, seeds, sprouts, yield potentiia

    Pertumbuhan dan Produksi Bunga Marigold (Tagetes erecta L.) pada Berbagai Frekuensi Pinching dan Jenis Pupuk

    Get PDF
    The effect of pinching frequency and fertilizer type on the growth and production of the T. erecta variety (var.) Sudamala Oranye 1 should be studied, as the release of new varieties is often accompanied by cultivation systems that align with the plant characteristics. This research was conducted at CV. Benih Dramaga, Bogor, West Java from March to July 2023. The experiment used T. erecta var. Sudamala Orange 1 seedling from cutting, with pinching frequencies every 2 days (F1), 4 days (F2), and 6 days (F3) and fertilizer types, namely AB Mix 1000 ppm (J1) and NPK 16-16-16 5000 + Gandasil 2000 (J2) as factors. Results revealed that pinching frequency significantly affected the percentage of surviving plants, and the fresh weight of individual flowers also had a highly significant impact on flower size. The fertilizer type significantly affected the percentage of bacterial wilt-infected plants, and surviving plants also had a highly significant effect on the flower harvesting period for T. erecta var. Sudamala Orange 1. Qualitative observations showed variations in leaf and petal color due to the fertilizer type. Pinching every 2 days resulted in the highest yield components, although it was not significantly different from other frequencies. The highest T. erecta var. Sudamala Oranye 1 flower yield was found with the application of AB Mix fertilizer 1000 ppm.Keywords: AB Mix, disbudding, gandasil, NPK, shoot cuttingsPengaruh frekuensi pinching dan jenis pupuk terhadap pertumbuhan dan produksi T. erecta varietas (var.) Sudamala Oranye 1 perlu diketahui karena pelepasan varietas umumnya diiringi sistem budidaya yang sesuai dengan karakteristik tanaman. Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan CV. Benih Dramaga, Desa Sinar Sari, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat pada bulan Maret hingga Juli 2023. Percobaan dilakukan pada T. erecta var. Sudamala Oranye 1 dengan bahan tanam setek menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) faktorial dengan frekuensi pinching sebanyak 3 taraf, yaitu setiap 2 hari (F1), 4 hari (F2) dan 6 hari (F3) serta jenis pupuk sebanyak 2 taraf yaitu AB Mix 1000 ppm (J1) dan NPK 16-16-16 5000 + Gandasil 2000 (J2) sebagai faktor. Hasil penelitian menunjukkan frekuensi pinching berpengaruh nyata terhadap bobot kuntum serta sangat nyata terhadap diameter kuntum, sedangkan jenis pupuk berpengaruh nyata terhadap persentase tanaman terserang layu bakteri dan tanaman hidup, serta sangat nyata terhadap masa panen Sudamala Oranye 1 Pengamatan secara kualitatif pada kedua varietas menunjukkan adanya perbedaan warna daun dan mahkota bunga akibat jenis pupuk. Pinching setiap 2 hari memiliki komponen hasil tertinggi pada T. erecta varietas Sudamala Oranye 1 walaupun tidak berbeda nyata dengan frekuensi lainnya. Pemberian pupuk AB Mix 1000 ppm menghasilkan produksi tertinggi pada T. erecta varietas Sudamala Oranye 1.Kata kunci: AB Mix, gandasil, NPK, pembuangan kuncup, sete

    Penggunaan Indole Butirat Acid (IBA) untuk Induksi Akar Setek Amorphophallus titanum dan Amorphophallus gigas

    Get PDF
    Amorphophallus titanum dan Amorphophallus gigas merupakan flora endemik Sumatera yang terancam punah. Perbanyakan tanaman melalui setek dapat digunakan untuk menunjang kegiatan konservasi. Keberhasilan setek ditentukan oleh konsentrasi zat pengatur tumbuh (ZPT) untuk menginduksi terbentuknya akar, corm dan tunas, sehingga kajian tentang konsentrasi ZPT penting untuk dipelajari. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan konsentrasi IBA terbaik untuk menginduksi akar dan corm pada A. titanum dan A. gigas. Penelitian telah dilakukan dari bulan Juli-Oktober 2022. Penelitian disusun berdasarkan rancangan acak lengkap dengan perlakuan konsentrasi IBA yang terdiri dari 5 taraf yaitu: 5, 10, 15, 20 dan 25 mg L-1. Setek pada A. titanum menggunakan rachis dan petiole, sedangkan pada A. gigas hanya menggunakan rachis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa setek petiole menunjukkan respons yang lebih baik dibandingkan dengan rachis dalam menginduksi terbentuknya akar pada A. titanum. Konsentrasi IBA 15 mg L-1 menghasilkan persentase berakar sebesar 80% pada setek petiole A. titanum dan 20% pada setek rachis A. gigas.Kata Kunci : biodiversitas, endemik, konservasi, punah, zat pengatur tumbuhAmorphophallus titanum and Amorphophallus gigas are endemic flora of Sumatera that are threatened with extinction. Plant propagation by cuttings can be used to support plant conservation. The success of cuttings is determined by the concentration of plant growth regulators (PGR) required to stimulate root, corms and shoot formation. Therefore, study about PGR concentrations is crucial for research. This study aimed to obtain the best concentration of IBA to induce roots and corms in A. titanum andA. gigas. The study was conducted from July-October 2022. The study was arranged based on a completely randomized design with IBA concentration treatment consisting of 5 levels: 5, 10, 15, 20, and 25 mg L-1. Cuttings in A. titanum use rachis and petiole, whereas in A. gigas only use rachis. The results showed that petiole cuttings showed a better response than rachis in inducing root formation. IBA concentration of 15 mg L-1 resulted in a rooting percentage of 80% in petiole cutting of A. titanum and 20% in rachis cutting of A. gigas.Keywords: biodiversity, conservation, endemic, extinct, plant growth regulato

    Pengaruh Cekaman Air dan Interval Pemupukan Daun terhadap Pertumbuhan Tanaman Katuk (Sauropus androgynous (L.) Merr.)

    Get PDF
    Katuk merupakan sayuran indigenous tahunan yang banyak ditanam di berbagai agroekologi. Tanaman yang mengalami cekaman air memerlukan tambahan unsur hara dalam proses pertumbuhan, yaitu dengan cara pemupukan. Penelitian bertujuan mengetahui pengaruh cekaman air dan interval pemupukan daun terhadap pertumbuhan tanaman katuk. Penelitian dilakukan pada Agustus hingga November tahun 2021 di rumah kaca Kebun Percobaan Leuwikopo, IPB Dramaga, Bogor. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan split-plot dalam rancangan kelompok lengkap teracak (RKLT) yang terdiri atas dua faktor yaitu interval pemupukan daun sebagai petak utama dan cekaman air sebagai anak petak. Interval pemupukan daun terdiri dari tiga taraf, yaitu P0 (tanpa pemupukan), P1 (2 minggu sekali), dan P2 (4 minggu sekali). Faktor cekaman air terdiri dari empat taraf, yaitu C1 (40% kapasitas lapang (KL)), C2 (60% KL), C3 (80% KL), dan C4 (100% KL). Penelitian dilakukan dengan tiga ulangan dengan 12 kombinasi perlakuan, sehingga terdapat 36 satuan percobaan. Hasil menunjukkan bahwa cekaman air tidak mempengaruhi pertumbuhan tanaman katuk hingga umur 6 Minggu Setelah Transplan (MST). Pertumbuhan tanaman yang mendapatkan pengurangan pemberian air hingga 40% kapasistas lapang masih setara dengan tanaman dengan pemberian air kapasitas lapang (100%). Interval pemupukan daun 2 dan 4 minggu sekali meningkatkan jumlah cabang, jumlah daun, dan bobot panen daun katuk. Interaksi antara cekaman air dan pemupukan daun tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman katuk. Kata kunci: bobot panen, interval pemupukan, sayuran indigenous, stres airKatuk is vegetables which can fulfil human nutritional needs. Plants experiencing water stress require additional nutrients in the growth process, namely by means of fertilization. The study aimed to determine the effect of water stress and foliar fertilization interval on the growth of katuk plants. The experimental design used was a split-plot design in a completely randomized group design (RKLT) consisting of 2 factors: leaf fertilization interval as the main plot and water stress as a subplot. The foliar fertilization interval consisted of 3 levels, namely P0 (without fertilization), P1 (2 weeks), and P2 (4 weeks). The water stress factor consists of 4 levels, namely C1 (40% field capacity (KL)), C2 (60% KL), C3 (80% KL), and C4 (100% KL). The study was conducted with three replications obtained from 12 combinations so that there were 36 experimental units. Water stress did not significantly affect the growth of katuk plants. The growth of plants that received a reduction in water supply of up to 40 field capacity was still equivalent to plants with water supply of up to field capacity (100%). The time of foliar fertilization had a significant effect on the parameters of the number of branches, number of leaves, and harvest weight at intervals of 2 and 4 weeks. The interaction between water stress and foliar fertilization did not affect the growth of katuk plants. Keywords: effect, nutrients, nutrition, parameters, vegetable

    Pelilinan dan Penyimpanan Suhu Rendah pada Cabai Rawit Varietas Lokal Garut dan Ori 212

    No full text
    Cayenne pepper has a properly high moisture content so it makes fruit can’t be stored for too long and it is easily damaged. The cayenne pepper that has been harvested still carries out physiological and metabolic activities, until chili pepper has a stage of decay. Further postharvest handling is needed to extend the shelf life and maintain the quality of chili pepper, coating fruit with safe materials for consumption. The coating materials used such as bees wax, carnauba wax, and chitosan. This study aims to determine the concentration of each different coating material that is effective to extend the shelf life and maintain fruit quality with low-temperature storage. The study also used a single factor Randomized Block Design (RAK), namely the concentration of coating material. The parameters observed are destructive and non-destructive. Destructive parameters include moisture content and non-destructive parameter included fruit weight loss, visual quality of fruit, the appearance of disease symptoms, fruit rot, and dryness. The results showed that coatings in combination with low-temperature storage could reduce weight loss, maintain visual quality, and inhibit the appearance of disease symptoms. Local garut varietiy of cayenne pepper coated with 0.5% beeswax, 0.5% carnauba wax, and 1.5% chitosan, as well as ori 212 cayenne pepper with 0.5% beeswax, 1.5% carnauba wax, and chitosan 2% with low-temperature storage was able to maintain fruit quality for 30 days.  Keywords: cayenne pepper, edible coating, storage, postharvestCabai rawit memiliki kadar air cukup tinggi sehingga tidak dapat disimpan terlalu lama serta mudah mengalami kerusakan. Buah cabai yang sudah dipanen masih melangsungkan aktivitas fisiologis dan metabolisme sampai buah memasuki proses pembusukan. Perlu penanganan pasca panen yang dapat memperpanjang umur simpan dan mempertahankan mutu cabai rawit, diantaranya adalah dengan pelilinan menggunakan bahan yang aman dikonsumsi seperti lilin lebah, lilin karnauba, dan kitosan. Penelitian bertujuan mengetahui konsentrasi dari masing-masing bahan pelapis yang efektif memperpanjang masa simpan dan mempertahankan mutu buah dengan penyimpanan suhu rendah. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktor tunggal yaitu konsentrasi bahan pelapis. Pengamatan yang dilakukan terdiri dari pengamatan destruktif meliputi pengukuran kadar air pada awal sebelum perlakuan dan pengamatan non-destruktif meliputi pengukuran susut bobot, kualitas visual buah, kemunculan gejala penyakit, pembusukan  buah, dan buah kering. Hasil penelitian menunjukkan pelilinan dikombinasikan dengan penyimpanan pada suhu rendah dapat menekan susut bobot, mempertahankan kualitas visual, serta menghambat kemunculan gejala penyakit. Cabai rawit varietas lokal garut dengan pelilinan lilin lebah 0,5%, lilin karnauba 0,5%, dan kitosan 1,5% serta cabai rawit varietas ori 212 dengan lilin lebah 0,5%, lilin karnauba 1,5%, dan kitosan 2% dengan penyimpanan suhu rendah mampu mempertahankan kualitas buah selama 30 hari.    Kata kunci: cabai rawit, pasca panen, pelilinan, penyimpana

    188

    full texts

    208

    metadata records
    Updated in last 30 days.
    Jurnal Hortikultura Indonesia
    Access Repository Dashboard
    Do you manage Open Research Online? Become a CORE Member to access insider analytics, issue reports and manage access to outputs from your repository in the CORE Repository Dashboard! 👇