1,048 research outputs found

    Rational solitons in deep nonlinear optical Bragg grating

    Get PDF
    We have examined the rational solitons in the Generalized Coupled Mode model for a deep nonlinear Bragg grating. These solitons are the degenerate forms of the ordinary solitons and appear at the transition lines in the parameter plane. A simple formulation is presented for the investigation of the bifurcations induced by detuning the carrier wave frequency. The analysis yields among others the appearance of in-gap dark and antidark rational solitons unknown in the nonlinear shallow grating. The exact expressions for the corresponding rational solitons are also derived in the process, which are characterized by rational algebraic functions. It is further demonstrated that certain effects in the soliton energy variations are to be expected when the frequency is varied across the values where the rational solitons appear

    Inter-cell Interference Management Technique for Multi-Cell LTE-A Network

    Get PDF
    In modern cellular system such as LTE Advanced (LTE-A), frequency reuse scheme is targeted to be applied to fulfill the requirement of high capacity broadband access and high spectrum efficiency. But this kind of frequency planning may lead to the worse inter-cell interference (ICI) level experienced especially by a user located at the cell edge. Soft Frequency Reuse (SFR) is considered as an effective way to mitigate inter-cell interference and maintain capacity. We propose a power division SFR, known as multi level SFR technique to minimize ICI in a designed LTE-A network for sub-urban environment. Service area of LTE-A network was first developed to deploy particular number of eNB by using LTE network planning tools in the frequency of 1800 MHz with the use of SISO (Single Input Single Output) antennas. Coverage dimensioning and propagation consideration determine LTE-A parameters which were used in the simulation. Monte carlo simulation is executed to examine the performance of SFR for LTE-A downlink transmission to address different power ratio and traffic loads problem. Both performance of cell edge users and overall cell performance are evaluated in terms of CINR, BLER, and throughput. Performance with SFR is also compared with the classical frequency reuse one and three

    Radiographic Evaluation of Osteoporosis Through Detection of Jaw Bone Changes: a Simplified Early Osteoporosis Detection Effort

    Full text link
    Osteoporosis has become a worldwide problem and has been known as a silence disease. Nowadays, there are a lot of diagnostic tools for detecting osteoporosis. Eighty eight postmenopausal were included and underwent digital panoramic, digital periapical, and conventional radiography. Ultrasound bone densitometry of os calcis used as gold standard. Correlation between stiffness index (SI) with a digital dental, digital panoramic and conventional dental radiography are 0.170 (p = 0.11), -0382 (p = 0.001) and 0.246 (p = 0.021) respectively. Significant relationship was found between the SI only with digital panoramic and conventional dental. The highest correlation was found between SI values with mandibular Inferior Cortex on digital panoramic (-0.382, Pearson Correlation Tests). Correlation between digital panoramic radiographs and the SI values was the highest of the three radiographic modalities in this study. This indicates that evaluation of cortical bone is more accurate than cancellous bone. Bone quality evaluation in patients at high risk for osteoporosis using panoramic and dental conventional radiograph by dentist, contributes in preventing further occurrence of osteoporosis which in turn could reduce mortality and morbidity of osteoporosis in Indonesia

    THE EMPOWERMENT OF YOUTH COMMUNITY MEMBERS IN KARANG ANYAR NEIGHBORHOOD OF MATARAM CITY THROUGH THE DEVELOPMENT OF KNOWLEDGE CAPACITY ON HYDROPONIC FARMING SYSTEMS

    Get PDF
    Abstrak: Program pengabdian kepada masyarakat ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas pengetahuan sistem bertani hidroponik bagi kelompok Karang Taruna Lingkungan Karang Anyar Kota Mataram. Penerapan sistem bertani hidroponik sangat cocok digunakan di daerah perkotaan karena memiliki beragam keunggulan, diantaranya adalah pertumbuhan tanaman dapat dikontrol, kuantitas dan kualitas hasil produksi tanaman tinggi dan yang paling utama adalah dapat diaplikasikan secara optimal pada lahan yang terbatas. Adapun metode pelaksanaan kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini dilakukan dengan melalui tiga tahapan, antara lain: (1) Tahapan Persiapan; survey pendahuluan yang merupakan tahapan untuk melihat kondisi awal mitra akan kebutuhan serta potensi yang ada, (2) Tahapan Pelaksanaan; sosialisasi dan pelatihan bertani dengan sistem hidroponik, dan (3) Tahap Akhir; pendampingan dan evaluasi kegiatan untuk menilai sejauh mana mereka memperoleh manfaat dari bertani dengan sistem hidroponik. Meningkatnya kapasitas pengetahuan mitra tentang sistem bertani hidroponik, keterampilan untuk mengaplikasikan serta wawasan saluran distribusi penjualan diharapkan dapat menjadi alternatif bagi mereka untuk memperoleh manfaat secara ekonomi dan sumber tambahan penghasilan.Abstract:  This community service program aims to increase the knowledge capacity about the hydroponic farming systems for the members of youth community in Karang Anyar neighbourhood of Mataram City. The application of hydroponic farming systems is very suitable in urban areas because it has many advantages such as controllable plant growth, high quantity and quality of crop production, and most importantly, applicable optimally on limited space and limited soil. The method of implementing the community service was carried out through three stages that included: (1) Preparation stage: conducting a preliminary survey to observe the initial conditions of partners regarding their needs and potentials, (2) Implementation stage: conducting socialization and training on hydroponic farming, and (3) Final stage: mentoring and evaluation to measure the extent to which the community service program has benefited our partners in using hydroponic farming systems. The increased capacity of partners' knowledge about hydroponic farming systems as well as skills to apply and insight into sales distribution channels is expected to be an alternative for them to gain economic benefits and additional sources of income

    Analisis Penanggulangan Kemiskinan melalui Pemberdayaan Masyarakat di Kota Palembang

    Full text link
    <p>Pada penulisan ini, penulis menemukan permasalahan tentang sudut pandang dari beberapa aspek pada permasalahan kemiskinan yang sebenarnya. Dengan konsep pembangunan mengatasi masalah kemiskinan, untuk menjalankan strategi penanggulangan kemiskinan nasional di Indonesia. Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan program pemberdayaan masyarakat melalui simpan pinjam, yang diharapkan berdampak pada penurunan angka kemiksinan. Pada penulisan ini menggunakan kajian yang dilakukan dengan pendekatan studi literatur. Sifat kajian eksploratif-deskriptif. Sumber data berasal dari pustaka primer melalui jurnal dan pustaka sekunder buku buku yang relevan, publikasi institusi, artikel populer yang sebagian diperoleh secara online. Penulisan ini memberikan hasil bahwa upaya upaya untuk mengatasi permasalahan kemiskinan melalui pemberdayaan masyarakat melalui simpan pinjam di Indonesia sangatlah mempunyai kelebihan atau kekuatan, dan kekurangan, mulai dari masalah internal dan masalah eksternal yang berujung pada lunturnya nilai nilai luhur kemanusiaan, rendahnya kepedulian dan ketrampilan sumber daya manusia. Sesuai dengan kondisi Indonesia sekarang sebagai upaya perbaikan dalam menanggulangi masalah kemiskinan, kemudian untuk menekan angka kemiskinan dapat di laksanakan program penanggulangan kemiskinan yang lebih pro poor planning and budgeting, sehingga dapat menuju kemandirian masyarakat yang madani. Keadaan Indonesia yang memiliki jumlah rumah tangga miskin yang tinggi harus dikurangi karena semakin banyak jumalah warga miskin akan menjadi beban dan permasalahan negara

    Wireless Sensor Network Exploiting High Altitude Platform in 5G Network

    Full text link
    Technology development and socio-economic transformation have increased the demand for 5G cellular networks. They are expected to send information quickly and support many use cases emerging from a variety of applications. One of the use cases on the 5G network is the massive MTC (Machine Type Communication), wherein wireless sensor network (WSN) is a typical application. Challenges faced by a 5G cellular network are how to model an architecture/topology to support WSN and to solve energy consumption efficiency problem in WSN. So, to overcome these challenges, a HAP system integrated with WSN which uses Low Energy Adaptive Hierarchy routing protocol is implemented. The HAP system is designed to be used at a 20-km altitude, and the topologies used are those with and without clustering. It uses 1,000 sensor nodes and Low Energy Adaptive Clustering Hierarchy protocol. This system was simulated using MATLAB. Simulations were performed to analyze the energy consumption, the number of dead nodes, and the average total packets which were sent to HAP for non-clustered topology and clustered topology. Simulation results showed that the clustered topology could reduce energy consumption and the number of dead nodes while increasing the total packet sent to HAP.*****Perkembangan teknologi dan transformasi sosial-ekonomi telah menyebabkan bisnis jaringan seluler 5G mengalami Perubahan, sehingga jaringan seluler 5G diharapkan dapat mengirim informasi dengan cepat dan mendukung kasus penggunaan yang banyak bermunculan dari berbagai aplikasi. Salah satu kasus penggunaan pada jaringan 5G adalah massive Machine Type Communication (MTC). Salah satu aplikasi massive MTC adalah jaringan sensor nirkabel (JSN). Tantangan bagi jaringan seluler 5G ini adalah bagaimana memodelkan arsitektur/topologi untuk mendukung JSN dan bagaimana mengatasi masalah efisiensi konsumsi energi di JSN. Untuk menjawab tantangan ini, maka diterapkan sistem HAP yang terintegrasi JSN dan menggunakan protokol routing Low Energy Adaptive Clustering Hierarchy. Sistem HAP dirancang untuk digunakan di ketinggian 20 km dengan topologi tanpa dan dengan clustering, menggunakan 1.000 node sensor. Sistem ini telah disimulasikan dengan menggunakan MATLAB. Simulasi dilakukan untuk melihat konsumsi energi, jumlah node yang mati dan rata-rata total paket yang dikirim ke HAP untuk topologi tanpa dan dengan clustering. Dari serangkaian simulasi, terlihat bahwa topologi dengan clustering dapat mengurangi konsumsi energi dan jumlah node yang mati, sekaligus meningkatkan total paket yang dikirimkan ke HAP

    Aplikasi Metode Saw dalam Pemilihan Jurusan Menggunakan Fuzzy Multiple Atribute Decision Making pada SMA N.1 Koto Baru Kabupaten Dharmasraya

    Full text link
     Education is one of the many areas that utilize technology to gain information. Selection of the majors on SMA N 1 Koto Baru still using manual processes using Microsoft office excel, this course requires a lot of time and energy. Therefore, to facilitate the school in the electoral process and to minimize majors operating costs, designing a decision support system for the selection of majors that can be used by the school to quickly and easily and can provide accurate information about the selection result graders majoring in SMA N 1 Koto Baru. Decision support system design election this department using fuzzy multiple attribute decision making with methods of saw. Using the model of the ASI (flow of information systems and the use of programing languages supported PHP MySQL database makes this system into a decision support system that can assist users in selecting majors in accordance with the wishes of student

    Kajian Sistem USAhatani Buah Kesemek (Diosphyros Kaki L.f) dan Permasalahannya di Kabupaten Garut – Jawa Barat

    Full text link
    The research was conducted at Barusuda and Giriawas Villages (Cikajang District), and Cisurupan Village(Cisurupan District), Garut Regency, West Java Province from September to October 2002. Data collection wascarried through a survey using semi-structure questionnaires from 50 respondents (producing-farmer, persimmonhome industry owners, intermediate sellers, local community, and agricultural officers). The research aimed toidentify the persimmon agribusiness system. Persimmon farming was carried out in a simple manner characteristizedby: (1) minimum maintenance (without fertilizer and plant protection effort), (2) manual harvest, and (3) diversifiedplants spacing, cultivars and ages of the tress. Yileds of persimmon varied from 25 –200 kg/tree, and yeild of Kapascultivar was higher than that of Reundeu. Average farmer's tree ownership was 101 trees/farmer. Post-harvestactivities were carried by local intermediate sellers. Benefits of the producing-farmers were 1/43 of thoseagroindustries'owners (Rp 2,283,300.00/year vs. Rp 98,942,500.00/year), and 1/34 times benefit of the localintermediatae-sellers (Rp 2,283,300.00/year vs. Rp 77,931,00.00/year). The producing-farmers were lack of extensionin plants practice. The intermediate sellers and owners of persimmon home industry were lack of knowledges onharvest and post-harvest processes, and processed-fruit products diversification.Key word : Diospyros kaki, farming system, post-harvest, home industry, GarutPenelitian ini di laksanakan di Desa Barusuda dan Desa Giriawas (Kecamatan Cikajang), serta DesaCisurupan (Kecamatan Cisurupan), Kabupaten Garut, Jawa Barat dari Bulan September sampai dengan Oktober 2002,dengan metode survai menggunakan kuesioner semi terstruktur pada 50 responden : (petani-produsen; pengrajinindustri pengolahan kesemek; pedagang-pengumpul; tokoh masyarakat; dan petugas pertanian) untuk dua kecamatan.Teknik pengambilan data dilakukan melalui wawancara; pengamatan langsung, dan pengukuran. Tujuanmengidentifikasi sistem budidaya pada tingkat petani dan sistem pemasarannya, serta permasalahan dan upayapenanggulangannya. Hasil penelitian menunjukan, bahwa budidaya kesemek di tingkat petani masih dilakukan secarasederhana, dengan karakteristik : (1) pemeliharaan minimum (tanpa pupuk dan upaya proteksi tanaman); (2)pemanenan dengan cara manual (dipetik), serta (3) jarak tanam, kultivar dan umur tanaman beragam. Hasil kesemek25-200 kg/ph, kultivar Kapas lebih tinggi dibandingkan kultivar Reundeu. Pemilikan pohon petani rata-rata 101,3ph/org, Penanganan fungsi pascapanen sudah ada, namun dilakukan oleh pedagang-pegumpul (Bandar Lokal) danpengrajin industri pengolahan bukan oleh petani-produsen. Keuntungan petani-produsen setara dengan 1/43keuntungan pengrajin industri pengolahan sale (Rp 2.283.300,00/th-B/C rasio 3,40 vs Rp 98.942.500,00/th-B/C rasio2,14), dan 1/34 dari keuntungan pedagang-pengumpul desa/kecamatan (Bandar Lokal) (Rp 2.283.300,00/th-B/C rasio3,40 vs Rp 77.931.000,00/th-B/C rasio 0,94). Permasalahan pada petani-produsen adalah kurangnya upaya pembinaanpetugas dalam teknik budidaya, terutama dalam rangka peningkatan kuantitas hasil panen dan produksi. Sedangkanpada pedagang-pengumpul dan pengrajin industri pengolahan umumnya mengharapkan bimbingan dan introduksiteknologi alat dan proses pada aspek panen dan pascapanen, serta diversifikasi produk olahan kesemek. Upayapelatihan tentang berbagai aspek dari sistem produksi kesemek juga diperlukan bagi petugas lingkup pertaniansetempat

    TINGKAT KERAMAHAN BUBU EKOR KUNING YANG DIOPERASIKAN NELAYAN DI PERAIRAN KEPULAUAN SERIBU

    Get PDF
    Bubu merupakan alat tangkap yang banyak digunakan untuk menangkap berbagai jenis ikan demersal dan ikan karang. Bubu memiliki keunggulan dan kelemahan dalam menangkap ikan. Adanya kelebihan dan kelemahan yang dimiliki oleh alat tangkap bubu maka penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menentukan keramahan bubu yang dioperasikan oleh nelayan di Perairan Kepulauan Seribu. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan bubu yang terbuat dari kawat dengan ukuran p x l x t : 87,5 x 62,5 x 27,5 cm. Data berupa ukuran, jumlah, bobot dan jenis ikan hasil tangkapan, dikumpulkan dari hasil penangkapan dan dianalisis untuk mencapai tujuan penelitian. Hasil penelitian menunjukan total jumlah hasil tangkapan yang diperoleh selama penelitian sebanyak 624 ekor terdiri dari 23 spesies. Spesies yang dominan tertangkap adalah ikan ekor kuning (Caesio cuning) sebanyak 213 ekor, ikan ini termasuk famili Caesionidae. Distribusi ukuran ikan yang dominan tertangkap pada bubu selama penelitian memiliki panjang cagak berkisar antara 10-34 cm. Hasil tangkapan utama yang tertangkap selama penelitian memiliki bobot 83,003 gram dengan persentase 71,35%, sedangkan hasil tangkapan sampingan memiliki bobot 33,334 gram dengan proporsi 28,65%. Proporsi hasil tangkapan utama berupa ikan ekor kuning yang berukuran layak tangkap dan tidak layak tangkap adalah 48,36% : 51,64%. Bubu Ekor Kuning merupakan alat tangkap yang ramah lingkungan ditinjau dari indikator alat tangkap ramah lingkungan.Kata kunci: Alat tangkap, bubu, ikan ekor kuning, Kepulauan Seribu, ramah lingkungan
    • …
    corecore