26 research outputs found

    Analisis Strategi Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang Berbasis Resiliensi (Studi Kasus di Teluk Doreri, Kabupaten Manokwari)

    Get PDF
    Pengelolaan terumbu karang berbasis resiliensi merupakan paradigma baru dan telah menjadi konsep kunci untuk mendukung kemampuan sistem terumbu karang dalam menghadapi tekanan lokal dan dampak perubahan iklim. Pengelolaan berbasis resiliensi mencakup dua aspek penting, yaitu penilaian potensi resiliensi secara spasial dan perencanaan atau strategi pengelolaan yang sesuai dengan kondisi resiliensi sistem terumbu karang. Sejauh ini penelitian-penelitian untuk menentukan indikatorindikator penilaian resiliensi telah mengalami kemajuan yang berarti, namun masih terbatas dalam kerangka kerja untuk merumuskan strategi pengelolaan berdasarkan kondisi resiliensi ekosistem terumbu karang. Penelitian ini mengkombinasikan pendekatan-pendekatan yang berbeda dalam penilaian resiliensi ekosistem terumbu karang, yaitu penilaian potensi rezime/status terumbu karang, penilaian potensi resiliensi dan penilaian potensi tekanan/stres dalam satu kerangka kerja (framework) untuk menentukan tindakan dan strategi pengelolaan ekosistem terumbu karang di kawasan Teluk Doreri, Kabupaten Manokwari. Tujuan penelitian ini adalah: 1) menganalisis status dan potensi rezim-rezim terumbu yang ada di ekosistem terumbu karang; 2) menganalisis potensi resiliensi ekologi terumbu karang; 3) menganalisis potensi tekanan aktivitas manusia terhadap terumbu karang; 4) memodelkan skenario perubahan tekanan terhadap resiliensi dan status terumbu karang; 5) merumuskan strategi pengelolaan yang mendukung resiliensi dan keberlanjutan ekosistem terumbu karang. Penelitian ini akan berkontribusi dalam mengisi kekosongan basis data terumbu karang, menyediakan informasi tentang kondisi terkini resiliensi ekosistem terumbu karang, serta berkontribusi dalam penyempurnaan kerangka kerja yang mengakomodir aspek penilaian resiliensi dalam perencanaan pengelolaan terumbu karang. Penelitian ini menerapkan metode deskriptif dengan observasi lapangan, studi dokumentasi, studi pustaka dan pemodelan statistik sebagai sumber datanya. Variabelvariabel yang digunakan dikelompokkan dalam 3 kelompok variabel, yaitu variabel proses, variabel tekanan dan variabel habitat bentik. Data dikumpulkan dengan menerapkan pendekatan lapangan (observasi dan wawancara), analisis laboratorium dan analisis spasial. Potensi rezim terumbu karang dinilai dengan menerapkan statistik deskriptif (mean±SE), analisis PSI (phase shift index), korelasi PCA, hierarchical cluster, dan K-means cluster. Pola spasial perubahan terumbu karang diperoleh melalui pemrosesan citra satelit Landsat multisensor dan multitemporal. Analisis potensi resiliensi relatif dan potensi tekanan mengikuti metode perhitungan menurut Maynard et al. (2015) yang meliputi proses kompilasi, normalisasi, pengaturan skala satu arah, perhitungan nilai rata-rata, perhitungan nilai potensi relatif dan penentuan ranking lokasi/site. Penentuan tindakan pengelolaan dilakukan melalui kueri nilai potensi resiliensi dan tekanan terhadap kriteria pengelolaan. Analisis persepsi masyarakat dilakukan melalui penerapan metode tabulasi yang didahului proses editing dan coding. Metode hybrid A’WOT diterapkan untuk analisis prioritas strategi pengelolaan ekosistem terumbu karang. Hasil menunjukkan bahwa rata-rata persentase karang hidup di Teluk Doreri 46,75%, dimana tergolong cukup baik, namun demikian ada potensi perkembangan rezim abiotik dan alga yang diperkuat dengan pola spasial tren pengurangan tutupan karang hidup yang cukup tajam dalam kurun waktu 15 tahun terakhir. Potensi resiliensi ekosistem terumbu karang umumnya masih cukup baik berdasarkan indikator-indikator proses resiliensi, namun terdapat kelemahan pada aspek indikator biomassa dan kehadiran kelompok fungsional ikan herbivora. Hampir 50% lokasi yang disurvei menghadapi potensi tekanan atau stress yang tinggi, bahkan 70% lokasi mengalami tekanan tinggi khusus dalam bentuk tekanan penangkapan. Hasil queri terhadap kriteria-kriteria penentuan area target dan tindakan pengelolaan menunjukkan bahwa pengelolaan perikanan dan penegakan hukum adalah prioritas yang utama, disamping juga pemantauan pemutihan karang (bleaching) dan dukungan pemulihan. Prioritas strategi utama adalah meningkatkan keterpaduan antar sektor dan stakeholder dalam pengelolaan terumbu karang, membangun perilaku dan partisipasi aktif masyakat dalam pelestarian dan pengelolaan ekosistem terumbu karang, dan meningkatkan pemantauan kondisi terumbu karang dan efektifitas penegakan hukum. Berdasarkan hasil disarankan program pemantauan jangka panjang juga perlu dilakukan untuk memperoleh tren indikator-indikator proses resiliensi dan tantangan resiliensi. Disamping itu perlu upaya untuk meningkatkan kesadaran, pemahaman, serta dukungan dan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan ekosistem terumbu karang mulai dari proses perencanaan sampai pengawasan dan evaluasi

    Analisis Karakteristik Pasang Surut Perairan Pelabuhan Serui Menggunakan Metode Admiralty Dan Naotide

    No full text
    Penelitian tentang analisi pasang surut perlu dilakukan karena pasang surut merupakan fenomena alam yang dapat mempengaruhi wilayah pesisir, transportasi laut, keselamatan pelayaran, dan sebagainya. Pasang Surut itu sendiri dapat diartikan sebagai pergerakan naik turunnya situasi laut secara periodik dalam skala yang luas. Istilah pasut umumnya dikaitkan dengan proses naik turunnya posisi laut secara periodik yang disebabkan oleh magnet benda- benda luar angkasa, terutama matahari dan bulan, terhadap jutaan air di bumi. Pelabuhan Serui merupakan salah satu pelabuhan yang padat akan tranportasi laut dimana banyak kapal laut yang akan bersandar di pelabuhan tersebut. Sedangkan untuk Perairan Serui berada pada sisi selatan pelabuhan serui dimana data pasang surut perairan tersebut sangat dibutuhkan untuk transportasi kapal yang ingin bersandar. Penelitian ini dilakukan dengan dua tahap yaitu pengambilan data lapang dan pengolahan data pasut tersebut. Pengambilan data lapang dilakukan di Perairan Pelabuhan Serui, Papua pada tanggal 14 April hingga 12 Mei 2017. Pada pengambilan data, peneliti tidak melakukan pengambilan data secara langsung melainkan diperoleh dari Pusat Hidrografi dan Oceanografi TNI- AL (PUSHIDROSAL). Selain itu peneliti juga menambahkan data sekunder dari website opensource dari Badan Informasi dan Geospasial (BIG) sebagai pembanding dari kedua metode. Pada pengolahan data pasang surut digunakan software untuk menjalankan perhitungan pasang surut yaitu Microsoft Excel. Sedangkan metode yang digunakan untuk menghitung prediksi pasang surut adalah NaoTide. Pada perhitungan admiralty menghasilkan komponen-komponen pasut untuk mengetahui jenis dan karakteristik dengan menggunakan rumus formzahl. Hasil yang diperoleh dari perhitungan Admiralty dan NaoTide menunjukkan hasil yang sama bahwa perairan di Pelabuhan Serui dikategorikan pasang surut condong harian ganda. Sedangkan pada pengolahan data BIG pada tahun 2017-2020 pada bulan yang sama didapatkan hasil pasut campuran condong harian ganda. Hal itu menunjukkan kecocokan dari berbagai metode dan data yang digunakan pada penelitian. Selain itu, dari berbagai metode dan data yang digunakan memiliki keunggulan dan kekurangan masing-masin

    Analisis Spasial Daerah Tergenang Banjir Rob dan Dampaknya Terhadap Penggunaan Lahan di Wilayah Kota Tegal Jawa Tengah

    No full text
    Kota Tegal merupakan salah satu kota yang terdapat di Provinsi Jawa Tengah, di mana letaknya berbatasan langsung dengan Pantai Utara Pulau Jawa. Wilayah utara Kota Tegal memiliki nilai elevasi yang rendah, yaitu 0-3 mdpl. Hal tersebut menyebabkan wilayah Kota Tegal berpotensi terdampak banjir rob. Tingginya potensi banjir rob di wilayah pesisir Kota Tegal menyebabkan perlu adanya upaya mitigasi. Pembuatan peta model genangan banjir rob dan dampaknya terhadap penggunaan lahan merupakan salah satu upaya untuk membantu memberikan informasi mengenai besar dampak yang ditimbulkan dari fenomena banjir rob yang selanjutnya dapat digunakan sebagai salah satu informasi dasar dalam membentuk rencana mitigasi. Penelitian tentang daerah tergenang banjir rob dan dampaknya terhadap penggunaan lahan di wilayah Kota Tegal, Jawa Tengah dilakukan pada bulan Juli - Desember 2022. Pemodelan genangan banjir rob menggunakan metode Raster Calculator yang membutuhkan data DEM sebagai parameter elevasi dataran dan data pasang surut sebagai parameter ketinggian banjir rob. Perhitungan luas genangan rob menggunakan tools Calculate Geometry yang terdapat pada software ArcGIS 10.3. Prediksi genangan banjir rob dihitung dengan nilai tren kenaikan muka air laut Kota Tegal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketinggian banjir rob pada tahun 2021 dengan nilai tertinggi terjadi pada bulan November, yaitu dengan nilai 0,83 meter dan total luas wilayah Kota Tegal yang terdampak banjir rob adalah 678,31 ha. Wilayah yang berpotensi tinggi terdampak genangan banjir rob di Kota Tegal adalah wilayah pesisir meliputi Kecamatan Margadana, Kecamatan Tegal Barat, dan Kecamatan Tegal Timur. Kecamatan Tegal Selatan tidak berpotensi terdampak banjir rob disebabkan wilayahnya memiliki elevasi yang lebih tinggi. Penggunaan lahan di Kota Tegal yang dominan terdampak banjir rob adalah area tambak, yaitu seluas 372,82 ha atau 78,69% dari total luas penggunaan lahan tambak di Kota Tegal. Faktor utama kawasan tambak berpotensi tinggi terdampak banjir rob karena terletak di wilayah pesisir yang memiliki nilai elevasi rendah. Hasil analisis ketinggian banjir rob pada prediksi 5 tahun (tahun 2026) adalah 0,96 meter, sedangkan pada prediksi 10 tahun (tahun 2031) adalah 1,08 meter. Diketahui luas genangan banjir rob akan semakin meningkat setiap tahunnya. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor terutama kenaikan muka air laut yang disebabkan oleh pemanasan global

    Pemanfaatan Citra Sentinel-2 untuk Mendeteksi Kesehatan Mangrove di Resort Bama, Taman Nasional Baluran

    No full text
    Hutan mangrove merupakan komunitas tumbuhan yang berada di daerah intertidal, dengan kemampuannya untuk beradaptasi, hutan ini mampu hidup di wilayah yang ekstrem. Hutan mangrove merupakan salah satu ekosistem yang paling produktif, dengan memiliki fungsi ekologi, ekonomi, dan budaya yang tinggi. Namun, dari tahun ke tahun luasan hutan mangrove semakin berkurang, hal ini dikarenakan kegiatan antropogenik yang semakin tinggi. Pemantauan hutan mangrove bertujuan untuk memberikan informasi kepada pengelola kawasan untuk mengembangkan kebijakan dan mengatur pengelolaan berkelanjutan. Dengan adanya penginderaan jarak jauh, memudahkan kita untuk melakukan pemantauan dan analisis kesehatan hutan mangrove. Penelitian dilakukan di Resort Bama, Taman Nasional Baluran, Kecamatan Banyuputih, Kabupaten Situbondo, Jawa Timur pada bulan Mei 2022. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kemampuan citra sentinel-2 untuk analisis kesehatan mangrove di suatu wilayah. Pada penelitian ini, metode yang digunakan adalah Mangrove Health Index (MHI). MHI berfungsi untuk menentukan kesehatan mangrove disuatu wilayah dengan parameter penting tutupan mangrove (C), Diameter (DBH), dan Kerapatan pancang (Nsp). Dengan struktur komunitas yang baik akan mendukung kehidupan biotik maupun abiotik di sekitarnya. Kategori MHI antara lain kategori MHI Poor MHI 0 ≤ 33.33%, Moderate 33.33 66.67. Formulai MHI ini merupakan gabungan dari beberapa indeks vegetasi antara lain Normalized Burn Ratio (NBR), Green Chlorophyll Index (GCI), Structure Insensitive Pigment Index (SIPI), dan Atmospherically Resistant Vegetation Index (ARVI). Rumus MHI yang digunakan pada penelitian ini MHI = 102.12*NBR - 4.64*GCI + 178.15*SIPI + 159.53*ARVI - 252.39. Sampling data lapang menggunakan metode stratisfied random sampling dengan transek 10m x 10m. Pengolahan data citra dilakukan di Google Earth Engine (GEE) melalui proses pengunduhan citra, pemotongan citra, memunculkan false color untuk membedakan area mangrove dan non-mangrove, dan memasukkan formula pada GEE. Dari pengolahan data citra diperoleh luasan hutan mangrove sebesar 111,72 Ha. Dari total luasan hutan mangrove yang ada di Resort Bama kemudian dikelompokkan menjadi 3 kelas, yaitu: poor, moderate, dan excellent. Pengolahan data citra menghasilkan kategori poor sebesar 9,01 Ha, moderate sebesar 37,78 Ha, dan excellent sebesar 64,93 Ha. Berdasarkan pengolahan data, didapatkan nilai R² sebesar 87,7% yang berarti bahwa kemampuan nilai MHI citra dalam menjelaskan variasi nilai MHI lapang sebesar 87,7%. Didapatkan nilai R² > 0,67 yang berarti MHI citra dan MHI lapang memiliki hubungan yang kuat. 1. Asumsi normalitas data terpenuhi di mana nilai Asymp. Sig. (2-tailed) 0,2 > 0,05. Over atau under estimated nilai MHI bisa terjadi karena adanya perbedaan waktu dari pengambilan data citra dan pengambilan data lapang. Selain itu, faktor-faktor seperti kualitas citra, atmosfer, dan tutupan awan dapat mempengaruhi keakuratan hasil penginderaan

    Pemetaan Sebaran Mangrove menggunakan Citra Satelit Landsat 8 dan Unmanned Aerial Vehicle (UAV) di Kawasan Pengelolaan Clungup Mangrove Conservation (CMC) Tiga Warna, Kabupaten Malang, Jawa Timur.

    No full text
    Mangrove merupakan vegetasi khas yang ditemukan hidup di daerah pantai dan muara sungai yang kehidupannya dipengaruhi oleh arus dan pasang surut air laut. Inventarisasi yang dilakukan di areal hutan mangrove secara terestrial akan sangat sulit dan terkendala dari permasalahan waktu, biaya dan tenaga. Oleh karena itu, dibutuhkan alternatif dalam mengatasi hal tersebut. Alternatif yang dipandang sesuai dan mampu dalam mengamati hutan mangrove tanpa bersentuhan langsung dengan objek yaitu menggunakan teknologi penginderaan jauh. Kawasan Clungup Mangrove Conservation (CMC) Tiga Warna merupakan destinasi ekowisata di Kabupaten Malang yang memiliki luas area konservasi mangrove mencapai 71 hektar dan dikelola oleh kelompok masyarakat bernama ‘Bhakti Alam Sendang Biru’. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melanjutkan model dari studi kasus yang pernah dilakukan sebelumnya. Pemanfaatan citra resolusi menengah menggunakan citra satelit Landsat 8 dianggap mampu untuk mengidentifikasi keberadaaan sebaran mangrove, akan tetapi belum mampu mengidentifikasi hingga sebaran spesies mangrove. Oleh sebab itu, penelitian ini juga memanfaatkan citra resolusi tinggi menggunakan teknologi Unmanned Aerial Vehicle (UAV) drone untuk menganalisis sebaran jenis mangrove pada daerah Clungup Barat 1, yang berada di kawasan CMC Tiga Warna dengan metode pendekatan berbasis objek yaitu Object - Based Image Analysis (OBIA). Selanjutnya, akan dilakukan validasi dengan objek sampel di lapangan (uji akurasi). Penentuan titik referensi untuk pengambilan sampel di lapangan menggunakan metode purposive sampling kemudian sampel dianalisis untuk mengetahui komposisi jenis mangrove dan Indeks Nilai Penting (INP) jenis mangrove pada daerah tersebut. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa sebaran mangrove di kawasan CMC Tiga Warna memiliki luas distribusi sebesar 57,96 ha berdasarkan klasifikasi citra Landsat 8. Komposisi jenis mangrove yang ditemukan pada Clungup Barat 1 terdiri atas 8 (delapan) jenis komponen mangrove mayor, 2 (dua) jenis komponen mangrove minor dan 7 (tujuh) jenis komponen mangrove asosiasi. Struktur vegetasi mangrove menunjukkan Indeks Nilai Penting tertinggi dari jenis mangrove pada daerah Clungup Barat 1 berdasarkan kategori pertumbuan yaitu spesies Sonneratia alba (pohon) dan Ceriops tagal (belta dan semai). Dari hasil uji akurasi yang telah dilakukan, tingkat akurasi pemetaan mangrove menggunakan citra UAV cukup tinggi yaitu sebesar 86,05% (Akurasi Keseluruhan)

    Karakterisasi Mikroplastik via Spektroskopi Raman pada Kerang Hijau (Perna viridis) dan Air Laut di Perairan Cilincing, Jakarta

    No full text
    Selain bersifat non-biodegradable, mikroplastik dapat menjadi media untuk menyerap senyawa hidrofobik beracun di lingkungan sekitarnya seperti perairan laut. Mikroplastik menghadirkan risiko dan ancaman kontaminasi besar bagi biota filter feeder di ekosistem laut seperti kerang hijau (Perna viridis). Meskipun tren penelitian terkait mikroplastik di perairan laut dan kontaminasinya terhadap kerang hijau banyak dilakukan, namun tidak banyak data yang menyajikan hasil temuan mikroplastik di perairan Cilincing, Jakarta. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kontaminasi mikroplastik pada kerang hijau yang dibudidayakan di perairan Cilincing, Jakarta serta air laut di wilayah tersebut dari aspek karakteristik (jenis, ukuran, warna) serta jenis polimer mikroplastiknya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan dari ulasan literatur kuantitatif sistematis yang telah dilakukan dengan pendekatan PRISMA (Preferred Reporting Items for Systematic Reviews and Meta-analysis). Preparasi dan pengamatan sampel dilakukan di Laboratorium Terpadu Riset Oseanografi (Laterio). Penggunaan Spektroskopi Raman dalam analisis polimer mikroplastik menjadi studi pertama yang dilakukan di perairan Cilincing, Jakarta. Pengambilan sampel kerang hijau langsung menggunakan tangan dibantu oleh nelayan kerang dengan purposive sampling pada 15 sampel kerang hijau dan jaring plankton digunakan untuk mengambil sampel air sebanyak 250 ml. Pengambilan sampel dilakukan di 3 lokasi bagan tancap kerang. Pengukuran morfologi dilakukan pada kerang hijau terkait panjang, lebar, tinggi dan berat daging kerang, destruksi sampel menggunakan H2O2 30% dan NaCl jenuh, proses penyaringan sampel dilakukan sebelum penghitungan partikel mikroplastik dengan mikroskop digital. Sampel dianalisis polimernya menggunakan Spektroskopi Raman dengan parameter akuisisi yang disesuaikan pada alat. Hasil penelitian berhasil menunjukan bahwa kerang hijau (Perna viridis) dan air laut di seluruh stasiun pengambilan sampel perairan Cilincing terkontaminasi mikroplastik jenis fiber, fragmen, serta film dengan sepuluh variasi warna. Rata-rata kelimpahan total mikroplastik di kerang hijau sebesar 16,83 ± 1,320 partikel/g dengan fiber sebagai jenis dominan dan hitam sebagai warna dominan. Rata-rata kelimpahan total mikroplastik di air laut sebesar 2361,11 ± 869,46 partikel/m3 dengan film sebagai jenis dominan dan transparan sebagai warna dominan. Ukuran dominan pada kedua sampel adalah 100-500 μm. Jenis polimer mikroplastik yang ditemukan berjumlah 12 polimer dengan persentase 5,08% dari ukuran 1000-5000 μm. Kelimpahan mikroplastik tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan antar 3 lokasi pengambilan sampel dengan P-value > 0,05, F = 0,229 untuk kerang hijau dan P-value > 0,05, F = 0,368 untuk air laut. Hasil ini dapat memberikan informasi berharga tentang level urgensi yang sama di setiap stasiun dalam pengelolaan mikroplastik di perairan Cilincing, Jakarta

    Analisis Perubahan Garis Pantai di pesisir Kecamatan Bantur, Gedangan, dan Sumbermanjing Wetan Malang Jawa Timur Dengan Metode Digital Shoreline Analysis System

    No full text
    Kecamatan Bantur, Kecamatan Gedangan, dan Kecamatan Sumbermanjing Wetan merupakan kecamatan yang berada di Kabupaten Malang. Ketiga kecamatan ini memiliki banyak sekali daerah wisata, salah satunya merupakan wisata pantai. Letak geografis Pantai Selatan Malang berhadapan langsung dengan Samudra Indonesia, hal itu menyebabkan jarak fetch atau jarak angin konstan (tanpa rintangan) tinggi dan menimbulkan gelombang ekstrim. Gelombang bisa menimbulkan energi untuk proses terbentuknya pantai, menimbulkan arus dan transport sedimen dan menimbulkan gaya yang bekerja pada bangunan pantai. Oleh karena itu perlu diadakan penelitian untuk menjaga ekosistem Pantai Selatan Kabupaten Malang kedepannya, salah satunya ialah perubahan garis pantai. Peta perubahan garis pantai di Wilayah pesisir Kabupaten Malang dibutuhkan untuk mengetahui bagaimana perubahan garis pantai didaerah tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan garis pantai yang terjadi di Kecamatan Bantur, Kecamatan Gedangan, dan Kecamatan Sumbermanjing Wetan pada tahun 2010 – 2020 dengan selang waktu dua tahun. Penelitian ini menggunakan data citra satelit Landsat yang kemudian diolah pada aplikasi ENVI 5.2 untuk dilakukan koreksi radiometrik dan thresholding yang kemudian diolah di aplikasi ArcGIS 10.8 untuk dibuat peta. Perhitungan jarak perubahan garis pantai menggunakan Digital Shoreline Analysis System yang merupakan fitur tambahan pada ArcGIS. Selain itu penelitian ini juga menghitung tinggi signifikan gelombang dan arah dan kecepatan angin yang merupakan salah satu faktor penyebab perubahan garis pantai. Data tinggi gelombang signifikan dan data angin didapatkan dari Climate Data Store Copernicus yang kemudian akan diolah pada aplikasi Microsoft excel untuk dicari rata ratanya, dan data angin akan dibuat wind rose di aplikasi WRPLOT View. Hasil dari penelitian ini berupa peta perubahan garis pantai dalam rentang waktu 2010 – 2012, 2012 – 2014, 2014 – 2016, 2016 – 2018, dan 2018 – 2020. Berdasarkan hasil perhitungan DSAS pada lokasi penelitian dominan terjadi abrasi dengan sedikit akresi. Abrasi terbesar terjadi di Bantur dengan jarak perubahan - 253.01 meter dan laju perubahan -25.95 m/tahun. Hal ini diduga terjadi karena besarnya tinggi gelombang signifikan pada lokasi penelitian dimana setelah dilakukan pengolahan data didapat hasil rata rata tinggi gelombang signifikan pada lokasi penelitian berkisar antara 1,8 – 2 meter dan paling tinggi terjadi pada tahun 2012 dan 2020 dengan gelombang rata rata per tahun setinggi 1,97 meter. Tingginya gelombang tentu berhubungan dengan kecepatan dan arah angin pada lokasi penelitian, yang didapatkan hasil rata rata kecepatan angin yang terjadi berkisar antara 3 – 4,5 m/s dan rata rata paling tinggi terjadi pada tahun 2018 dengan rata rata kecepatan angin 4,11 m/s dengan dominannya arah angin berhembus dari arah timur

    Kesesuaian dan Daya Dukung Kawasan Ekowisata Mangrove Sicanang, Kecamatan Medan Belawan Sumatera Utara

    No full text
    Pemanfaatan ekosistem mangrove sebagai kawasan ekowisata diharapkan tetap terjaga kelestariannya dengan dilakukannya evaluasi kondisi Kawasan sebagai salah satu strategi pengelolaan mempelajari, memanfaatkan dan mengamankan ekosistem. Salah satu daerah yang telah menerapkannya adalah Kelurahan Belawan Sicanang yang terletak di Kota Medan, Sumatera Utara. Ekowisata mangrove Sicanang, Belawan telah ada sejak tahun 2015 dengan inisiasi yang dilakukan oleh POKDARWIS dan YAGASU (Yayasan Gajah Sumatera), dalam memanfaatkan ekosistem mangrove yang telah disepakati secara Bersama menjadi kawasan Ekowisata Mangrove Sicanang. Namun sejak YAGASU memberhentikan Kerjasama, beberapa permasalahan yang muncul menyebabkan kualitas dari kawasan tersebut semakin buruk sehingga wisatawan yang berkunjung semakin hari semakin sedikit. Maka dari itu, tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui apakah Kawasan ekowisata mangrove Sicanang, Belawan masih memiliki potensi yang dapat dikembangkan dan dilestarikan, serta untuk menganalisis indeks kesesuaian wisata dan daya daya dukung Kawasan wisata. Penelitian ini meliputi analisis jenis mangrove, analisis ketebalan mangrove, analisis kerapatan jenis mangrove, pasang surut dan objek biota. Pengumpulan data dilakukan secara observasi, wawancara dan studi Pustaka. Pengambilan data jenis mangrove dan kerapatan jenis mangrove menggunakan metode Line Transect Plot dan data pasang surut diperoleh dari BMKG stasiun Belawan yang kemudian nantinya data yang diperoleh dianalisa dan disajikan dalam bentuk grafik. Analisis kesesuaian wisata menggunakan Indeks Kesesuaian Wisata (IKW) yang digunakan untuk mennetukan tingkat kesesuaian suatu kawasan ekowisata dan analisis daya dukung kawasan dilakukan dengan cara perhitungan menggunakan rumus Daya Dukung Kawasan (DDK) berdasarkan jenis kegiatan dari penggunahan lahan di ekowisata mangrove Sicanang. Berdasarkan hasil yang diperoleh diketahui bahwa ekowisata mangrove Sicanang masih memiliki potensi yang dapat dikembangkan dan dilestarikan berupa Mangrove Education, Photography, Tracking, Memancing, Piknik dan Berperahu. Hasil analisis kesesuaian wisata menunjukkan bahwa kawasan ekowisata mangrove Sicanang termasuk ke dalam kategori Sesuai (S2) dengan nilai rata-rata 66,66%. Perhitungan daya dukung kawasan ekowisata mangrove Sicanang yang dilakukan memperoleh total nilai sebanyak 137. Nilai ini merupakan jumlah maksimal wisatawan yang dapat ditampung oleh kawasan ekowisata mangrove Sicanang dalam satu hari dengan estimasi waktu yang disediakan oleh pengelola adalah 10 jam terhitung mulai pukul 08:00-18:00 WIB

    Mikroplastik pada Jaringan Ikan Tembang (Sardinella fimbriata) dan Ikan Kembung (Rastrelliger brachysoma) dari Perairan Teluk Jakarta, DKI Jakarta

    No full text
    Mikroplastik yang melimpah di laut dapat masuk ke dalam jaringan tubuh ikan komersial. Mikroplastik (< 5 mm)—partikel plastik yang sudah terdegradasi hingga menjadi kecil—dapat dengan mudah termakan oleh biota laut, terutama ikan. Keberadaan mikroplastik pada tubuh ikan komersial telah diamati hampir di seluruh dunia. Hal tersebut membuatnya menjadi ancaman juga bagi masyarakat yang mengkonsumsi ikan komersial dari perairan yang tercemar limbah plastik. Oleh karena itu dalam skripsi ini, kelimpahan dan karakteristik mikroplastik yang ditemukan pada ikan komersial dan juga pada jaringan tubuhnya dari perairan Teluk Jakarta, yaitu ikan tembang (Sardinella fimbriata) dan ikan kembung (Rastrelliger brachysoma) diinvestigasi. Identifikasi karakteristik pada mikroplastik dari sampel ikan dilakukan menggunakan metode visual dan spektroskopi Raman. Sebanyak 15 ikan untuk tiap jenisnya (n=30) diambil dari perairan Teluk Jakarta secara random menggunakan jaring insang dengan bantuan nelayan setempat. Dari ikan tersebut, diambil tiga jaringan tubuhnya, yaitu insang, saluran pencernaan, dan otot, untuk dianalisis kandungan mikroplastiknya. Metode destruksi bahan organik menggunakan reagen H2O2 30% pada suhu 65°C selama 1-2 minggu. Mikroplastik yang ditemukan diidentifikasi secara visual menggunakan mikroskop berdasarkan klasifikasi ukuran, tipe, dan warna. Identifikasi polimer pada subsampel mikroplastik dilakukan dengan menggunakan spektrometer Raman untuk mengonfirmasi polimer plastik yang didapat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ditemukannya mikroplastik pada setiap individu ikan pada kedua jenisnya, dengan kelimpahan yang lebih tinggi pada ikan tembang. Kelimpahan mikroplastik pada ikan tembang mencapai 11,40 ± 1,81 partikel/individu, sementara pada ikan kembung adalah 8,8 ± 0,95 partikel /individu. Terlepas dari jenis ikan, karakteristik partikel mikroplastik yang didapatkan mayoritas berukuran 100-500 μm (50%), bertipe fiber (79%), dan berwarna hitam (34%). Identifikasi polimer menunjukkan lima jenis polimer didapatkan dari sub-sampel, yaitu polyethylene terephthalate (PET), polyethylene-co-vinyl acetate (PEVA), polyethylene-co-ethyl acrylate, polyamide (nylon), dan cellulose. Jaringan insang memiliki kelimpahan mikroplastik tertinggi di antara tiga jaringan pada kedua jenis ikan. Kelimpahan pada jaringan insang mencapai 7,17 ± 1,39 partikel/g untuk ikan tembang dan 2,01 ± 0,37 partikel/g untuk ikan kembung. Kelimpahan terendah didapatkan pada jaringan otot dengan jumlah 0,94 ± 0,25 partikel/g dan 0,46 ± 0,09 partikel/g secara berurutan pada kedua jenis ikan. Keberadaan mikroplastik pada otot ikan pada penelitian ini membuktikan bahwa proses translokasi (perpindahan) partikel mikroplastik ke dalam jaringan otot ikan tembang dan kembung telah terjadi

    Analisis Kerentanan Pesisir Dari Parameter Hidro- Oseanografi Menggunakan Metode Coastal Vulnerability Index (CVI) Di Pesisir Wilayah Kecamatan Gedangan, Kabupaten Malang

    No full text
    Kabupaten Malang terutama Kecamatan Gedangan merupakan wilayah yang rentan terhadap bencana hidrometeorologi sehingga perlu dilakukan suatu upaya untuk mencegah dampak akibat bencana maupun kerentanan yang berkelanjutan. Upaya mencegah dampak yang ditimbulkan akibat bencana di kawasan pesisir dapat dilakukan dengan melakukan analisis kerentanan wilayah. Salah satu metode yang dapat digunakan ialah Coastal Vulnerability Index (CVI). Penelitian mengenai analisis kerentanan pesisir menggunakan metode CVI telah banyak dilakukan terutama di Kabupaten Malang dalam periode yang berbeda, namun resiko kerentanan yang dialami oleh pesisir tidak hanya terjadi sekali. Hal ini dikarenakan kondisi pesisir mudah mendapatkan pengaruh (susceptibility) dari faktor alami maupun faktor aktivitas manusia. Oleh sebab itu penelitian sejenis perlu dilakukan secara berkala. Penelitian ini dilakukan dengan beberapa tujuan, pertama, untuk mengetahui nilai parameter fisik sebagai variabel oseanografi dan pengaruhnya terhadap kondisi ekosistem pesisir kecamatan Gedangan. Kedua, untuk mendapatkan nilai Coastal Vulnerability Index guna mengetahui sebaran tingkatan kerentanan di pesisir Kecamatan Gedangan. Ketiga, penelitian ini juga bertujuan untuk memetakan kerentanan pesisir pada pantai di Kecamatan Gedangan, Kabupaten Malang agar dapat digunakan sebagai pedoman mitigasi bencana di pesisir Kecamatan Gedangan. Parameter yang digunakan dalam pengolahan data kerentanan pesisir ini adalah Geomorfologi Pantai, Kemiringan Pantai, Perubahan Garis Pantai, Kenaikan Muka Air Laut, Tinggi Signifikan Gelombang, dan Tunggang Pasang Surut. Dari hasil pengolahan data yang telah disesuaikan berdasarkan Coastal Vulnerability Index didapatkan hasil bahwa kerentanan yang ada di kecamatan Gedangan memiliki nilai sebesar 15.9. Hal ini membuat tingkatan kerentanan kecamatan Gedangan berada pada kategori tinggi. Adapun apabila dilihat kerentanannya dari tingkat desa didapatkan bahwa tingkat kerentanan tertinggi berada pada desa Tumpakrejo dengan nilai 22.2 diikuti oleh desa Sindurejo dengan nilai 16.4 dan desa Gajahrejo dengan nilai 13.6. Tingkat kerentanan yang dimiliki desa Tumpakrejo termasuk dalam kategori sangat tinggi sementara tingkat kerentanan desa Sindurejo dan Gajahrejo termasuk kedalam kategori tinggi. Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan dengan rentang periode yang berbeda. Hal lain yang dapat dilakukan adalah dengan menambahkan parameter sosial, ekonomi, dan budaya kedalam penelitian
    corecore