13 research outputs found

    The Harmony Concept between Government Program and Community Need to Achieve Sustainability

    Get PDF
    The background of research was conditions of settlement in slum area at Tallo which are most apprehensive; lack of facilities,\ud the houses made of flammable materials, and some criminal action occurred in the density settlement. Upgrading Programs has been\ud twice implemented in this area. However, those have the same aim, to improve street and drainage condition around the area. The\ud different between of them is the using of material which are the first program used asphalt as street cover material and the second one\ud used paving blok. Although the upgrading programs had done, the condition of the settlement did not improve significantly. The\ud problems in settlement were not only leak in infrastructure condition and needs, but also lake of community welfare, unemployment,\ud housing conditions, and the existence of the warehouses in the settlement. The flood problems also appeared in this area which closed\ud with the water channel to the city disposal channel so when rainy season, the area is always flooded and enter into the entrance of the\ud houses. The objective of this research was to find the root of the problems and find good solutions for the environment and how to meet\ud the major needs of the settlement upgrading program into the local community point of view. Field research and questioners was\ud conducted as research method to the research objectivities in the needs of community for good environment. Furthermore, the data from\ud the field research was analyzed by making synchronization with the theory of environmental sustainability. Results from this research\ud showed the comparison study between first and the last condition of the settlement area which had the upgrading program\ud implementation. These findings could provide a new guideline for the government in policy related to slum upgradin

    IMPROVING THE LAE-LAE ISLAND ENVIRONMENT AND SETTLEMENT QUALITY AS A MARINE TOURISM DESTINATION IN MAKASSAR CITY

    Get PDF
    Lae-Lae is an island in the city of Makassar, Indonesia. The island area of 0.04 sqkm, inhabited by 420 families or about 1780 inhabitants, is located 1.5 km from Makassar and accessible in 10 minutes with a fishing boat from the city of Kayu Bangkoa port. Lae-Lae island has excellent potential for tourist development of Makassar city, and a paradise for fans of sunset. In addition, there are also historical sites of war comprising an underground tunnel, which was said to connect to the fortress city of Makassar / Fort Rotterdam. Conditions of Lae-Lae island today feel less than comfortable because of the condition of the heat and lack of shade to enjoy the sunset. In addition, the attractions offered are also still very poor compared with its potential. Another thing deemed less supportive of Lae-Lae as a tourist destination in the past was the condition of facilities. To improve the quality of Lae-Lae island as a tourist destination, it would be necessary to arrange development of new tourist objects and improvement in the attractions that already exist. So the potential of the island as a travel destination can be optimized. The goal was to plan the arrangement of Lae-Lae island, both the environmental aspects and the settlement, so that Lae-Lae can be an optimal attraction for fans of nautical tourism, both locally and internationally. The method used was direct observation in the field through recordings, interviews, and of the conditions that exist today, which would then be linked to theories, concepts, and literature, also field trip to other tourist attractions that are more advanced. Results were in the form of settlement planning and Lae-Lae island environmental improvement that would be safe, comfortable and of tourism value

    HOUSING CHARACTER IN THE BORDER BEACH AREA OF CAMBAYYA

    Get PDF
    Cambayya is one of the areas in the Makassar city that has slum dwellings located on the water. The houses appears sporadically due to various community problems, such as the high price of land in the Makassar city and difficult to reach by the lower classes and the desire to live near the workplace. As a result, people are looking for low-cost dwellings, although not for rationing, poor sanitation conditions, and lacking facilities and infrastructure. The purpose of this research is to know the physical and non physical character of the residence located in the area starting directly adjacent to the water body up to  the Barukang road. The method used is the mix use method. In the housing study is divided into 3 zones, The first zone is in the dwelling above the water body, the 2nd zone in the dwelling above the coastal border and, the 3rd zone is in the dormitory adjacent to the main road of the area. The data is collected through the results of field observations in depth on the physical condition of the dwelling and the community. Medium data are measured through closed questionnaires submitted randomly to communities in each zone. The result obtained is the occupancy in each zone is different because of the influence of occupation, land ownership, and location of establishment

    PERMUKIMAN YANG AKOMODATIF DI WILAYAH PESISIR DALAM UPAYA PENINGKATAN KREATIFITAS DAN PRODUKTIFITAS NELAYAN (Studi Kasus Pesisir Jasirah Selatan. Sulawesi Selatan)

    Get PDF
    Permukiman yang akomodatif adalah hal penting yang dibutuhkan oleh nelayan dalam meningkatkan kesejahteraannya, sebab dengan hal tersebut nelayan akan dapat melaksanakan berbagai aktifitas dengan lancar, aman, dan nyaman sehingga kreatifitas dan produktifitas akan meningkat. Berdasarkan hasil penelitian pemukiman nelayan pada beberapa kantong-kantong permukiman permukiman nelayan dijasirah selatan Sulawesi Selatan ditemui jika kondisinya masih kurang akomodatif dalam menjawab berbagai kebutuhan dan aktifitas penghuni. Sehingga terjadi ketidaklancaran, ketidak nyamanan serta ketidak amanan dalam beraktifitas. Karena itu dibutuhkan suatu konsep permukiman yang akomodatif bagi nelayan terkait dengan kondisi lingkungan, sosial, budaya, ekonomi dan kepercayaan mereka sehingga hal-hal tersebut dapat dieliminir atau dihilangkan demi terciptanya suatu kondisi yang kondusif yang mampu meningkatkan kreatifitas dan produktifitas penghuni yang berujung kepada peningkatan kesejahteraan. Tujuan adalah untuk melihat bagaimana permukiman nelayan yang ada di daerah pesisir rural akomodatif bagi nelayan terkait dengan kondisi lingkungan, sosial, budaya, ekonomi dan kepercayaan mereka. Metode yang digunakan adalah kualitatif, dimana data-data yang ada, baik data yang diperoleh dari hasil wawancara secara purposive maupun hasil penyebaran kuesioner dikumpul dan dianalisa secara bersama dengan teori/konsep yang mendukung. Berdasarkan hasil penelitian, maka dibutuhkan suatu konsep termukiman yang akomodatif bagi nelayan terkait dengan kondisi lingkungan, sosial, budaya, ekonomi dan kepercayaan mereka sehingga hal-hal tersebut dapat dieliminir atau dihilangkan demi terciptanya suatu kondisi yang kondusif yang mampu meningkatkan kreatifitas dan produktifitas penghuni yang berujung kepada peningkatan kesejahteraan. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam mendesain sebuah permukiman yang akomodatif baik bagi keluarga nelayan maupun bagi lingkungannya yaitu : \ud 1. Akomodatif terhadap pekerjaan masyarakat, maka penempatan lokasi permukiman harus dekat dengan tempat kerja, yang bertujuan untuk memudahan akses dalam pencapaian dari dan ke tempat kerja, kemudahan dalam pengontrolan terhadap keluarga yang berangkat ketempat kerja dan terhadap property. Selain itu menghemat waktu, tenaga dan biaya. Selain lokasi, kehadiran fasilitas-fasilitas penunjang mestilah dapat mengakomodir kebutuhan nelayan. Seperti tempat pelelangan ikan, parkir dan perbaikan perahu, tempat penjemuran atau pemrosesan hasil tangkapan nelayan dan budidaya laut lainnya. Fasilitas-fasilitas penunjang permukiman ini harus disesuaikan jenisnya, jumlahnya, letaknya, luasannya dengan kebutuhan nelayan \ud 2. Akomodatif terhadap kondisi alam (iklim), Maka bentuk permukiman dan rumah harus disesuaikan dengan kondisi iklim local. Untuk rumah maka bentuk yang tepat adalah rumah panggung (tradisional) dengan material serta bukaan-bukaan yang dapat mengalirkan udara dengan baik dair luar ke dalam rumah atau sebaliknya. Menggunakan elemen-elemen rumah tinggal seperti atap yang tinggi dengan sudut kemiringan yang besar serta lobang ventilasi pada atap (susunan timpa laja) untuk mengelimir udara panas di bawah atap demikian pula dengan penggunaan plafon. Bukaan pada dinding yang lebar pada arah tertentu dan pengurangan lebar bukaan pada arah tententu untuk menciptakan kenyamanan dalam ruang. Material yang digunakan untuk dinding dan lantai adalah yang tahan lama namun dapat mengalirkan udara. Selain lain itu hal penting lainnya adalah penggunaan warna, karena warna dapat memberikan pengaruh terhadap kenyamanan penghuni kaitannya dengan radiasi matahari, dengan penggunan warna yang baik maka akan menciptakan kenyamanan ruang yang berkontrubusi teerhadap kebetahan penghuni beraktifitas di dalamnya. Bentuk rumah panggung adalah yang paling sesuai untuk daerah pesisir karena mempunyai keuntungan-keuntungan seperti aman terhadap dan lebih sehat Semenara itu permukiman sebaiknya diarahkan membelakangi laut, karena kondisi iklim.\ud 3. Akomodatif terhadap budaya. Bentuknya mengikuti budaya masyarakat Bugis Makassar dimana rumah mensimbolkan kepercayaan terhadap kosmologi dan falsafah hidup mereka yang bertujuan untuk mendapatkan kemanan, keselamatan, rejeki, dan kesehatan penghuni rumah. selain itu bentuk ini juga mensimbolkan tubuh manusia. Pada permukiman mengikuti budaya masyarakat dimana dibentuk oleh sistem kekeluargaan, keluarga terdekat berada dalam lingkaran terdekat dan semakin jauh semakin berkurang hubungan keluarganya (intimate society). Sistem ini pula membentuk adanya ruang-ruang bersama yang sifatnya semi public dan digunakan oleh keluarga besar atau rumah-rumah yang ada disekitarnya.\ud 4. Akomodatif terhadap kebutuhan masyarakat akan ruang untuk beraktifitas. Bentuk rumah panggung sangat sesuai untuk hal ini karena bentuknya yang diangkat keatas (berkolong) menyediakan ruang yang lapang dibawahnya selain teduh dan terlindung dari panas dan hujan. juga dapat dikembangkan karena lebih efisien, murah, dan mudah, tidak memerlukan ruang yang luas dan ini sangat sesuai untuk daerah pantai dimana ketersediaan lahan sangat terbatas.\ud 5. Akomodatif terhadap penambahan ruang. Dengan bentuk konstruksi yang menggunakan sistem lobang dan pasak pada sistem sambungan struktur memungkinkan penambahan dapat dilakukan dengan mudah tanpa merusak bagian lainnya. Dengan sistem ini pula mudah untuk membongkar rumah jika ingin dipindah ketempat lain, karena dipermukiman nelayan sering sekali mengalami erosi akibat banjir dan air pasang.\ud 6. Akomodatif terhadap keamanan, baik keamanan lingkungan kampung maupun keluarga. Untuk lingkungan didekati dengan penyediaan pos-pos ronda ditempat-tempat yang stregis, pola jalan yang jalan lurus yang kurang mempunyai percabangan, serta masyarakat yang homogeneus semua ini berkontribusi untuk menciptakan keamanan lingkungan. Untuk unit rumah tinggal didekati dengan penyediaan ruang atau tempat pengontrolan terhadap lingkungan tempat tinggal.\ud 7. Sistem drainase yang harus sesuai terhadap kondisi lingkungan pantai, kondisi masyarakat, ekonomis (terjangkau), dan ramah lingkungan. ada beberapa alternative, bisa dengan cubluk ganda, wc sistem pasang surut, sistem seri, dll. \ud 8. Akomodatif terhadap kemampuan ekonomi. Dengan kondisi ekonomi masyarakat nelayan yang umumnya rendah maka diperlukan rumah yang dapat dibangun secara bertahap, selain itu penggunaan material yang disesuaikan dengan kemampuan ekonomi. \ud 9. Akomodatif terhadap potensi yang ada baik alam maupun budaya. Mashyarakat dan pemerintah dapat dapat mengembangkan potensi alam dan budaya yang mereka miliki, sehingga mempunyai nilai jual terhadapat kepariwisataan yang sangat baik untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dan juga bagi PEMDA. Selain masyarakat bersangkutan akan mempunyai karakteristik lain yang akan membedakannya dengan kelompok yang lain dan hal ini akan meningkatkan kepercayaan diri dan identitas diri mereka dan penghargaan dari kelompok lain akan semakin baik. \ud Konsep yang akomodatif ini akan menyebakan penghuni akan betah berada di dalamnya, dengan suasana yang nyaman, aman. Suasana yang demikian akan dapat meningkatkan kreatifitas dan aktifitas nelayan yang akhirnya akan berkontribusi terhadap peningkatan kesejahteraan hidupny

    PERMUKIMAN YANG AKOMODATIF DI WILAYAH PESISIR DALAM UPAYA PENINGKATAN KREATIFITAS DAN PRODUKTIFITAS NELAYAN (Studi Kasus Pesisir Jasirah Selatan. Sulawesi Selatan)

    Get PDF
    Permukiman yang akomodatif adalah hal penting yang dibutuhkan oleh nelayan dalam meningkatkan kesejahteraannya, sebab dengan hal tersebut nelayan akan dapat melaksanakan berbagai aktifitas dengan lancar, aman, dan nyaman sehingga kreatifitas dan produktifitas akan meningkat. Berdasarkan hasil penelitian pemukiman nelayan pada beberapa kantong-kantong permukiman permukiman nelayan dijasirah selatan Sulawesi Selatan ditemui jika kondisinya masih kurang akomodatif dalam menjawab berbagai kebutuhan dan aktifitas penghuni. Sehingga terjadi ketidaklancaran, ketidak nyamanan serta ketidak amanan dalam beraktifitas. Karena itu dibutuhkan suatu konsep permukiman yang akomodatif bagi nelayan terkait dengan kondisi lingkungan, sosial, budaya, ekonomi dan kepercayaan mereka sehingga hal-hal tersebut dapat dieliminir atau dihilangkan demi terciptanya suatu kondisi yang kondusif yang mampu meningkatkan kreatifitas dan produktifitas penghuni yang berujung kepada peningkatan kesejahteraan. Tujuan adalah untuk melihat bagaimana permukiman nelayan yang ada di daerah pesisir rural akomodatif bagi nelayan terkait dengan kondisi lingkungan, sosial, budaya, ekonomi dan kepercayaan mereka. Metode yang digunakan adalah kualitatif, dimana data-data yang ada, baik data yang diperoleh dari hasil wawancara secara purposive maupun hasil penyebaran kuesioner dikumpul dan dianalisa secara bersama dengan teori/konsep yang mendukung. Berdasarkan hasil penelitian, maka dibutuhkan suatu konsep termukiman yang akomodatif bagi nelayan terkait dengan kondisi lingkungan, sosial, budaya, ekonomi dan kepercayaan mereka sehingga hal-hal tersebut dapat dieliminir atau dihilangkan demi terciptanya suatu kondisi yang kondusif yang mampu meningkatkan kreatifitas dan produktifitas penghuni yang berujung kepada peningkatan kesejahteraan. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam mendesain sebuah permukiman yang akomodatif baik bagi keluarga nelayan maupun bagi lingkungannya yaitu : \ud 1. Akomodatif terhadap pekerjaan masyarakat, maka penempatan lokasi permukiman harus dekat dengan tempat kerja, yang bertujuan untuk memudahan akses dalam pencapaian dari dan ke tempat kerja, kemudahan dalam pengontrolan terhadap keluarga yang berangkat ketempat kerja dan terhadap property. Selain itu menghemat waktu, tenaga dan biaya. Selain lokasi, kehadiran fasilitas-fasilitas penunjang mestilah dapat mengakomodir kebutuhan nelayan. Seperti tempat pelelangan ikan, parkir dan perbaikan perahu, tempat penjemuran atau pemrosesan hasil tangkapan nelayan dan budidaya laut lainnya. Fasilitas-fasilitas penunjang permukiman ini harus disesuaikan jenisnya, jumlahnya, letaknya, luasannya dengan kebutuhan nelayan \ud 2. Akomodatif terhadap kondisi alam (iklim), Maka bentuk permukiman dan rumah harus disesuaikan dengan kondisi iklim local. Untuk rumah maka bentuk yang tepat adalah rumah panggung (tradisional) dengan material serta bukaan-bukaan yang dapat mengalirkan udara dengan baik dair luar ke dalam rumah atau sebaliknya. Menggunakan elemen-elemen rumah tinggal seperti atap yang tinggi dengan sudut kemiringan yang besar serta lobang ventilasi pada atap (susunan timpa laja) untuk mengelimir udara panas di bawah atap demikian pula dengan penggunaan plafon. Bukaan pada dinding yang lebar pada arah tertentu dan pengurangan lebar bukaan pada arah tententu untuk menciptakan kenyamanan dalam ruang. Material yang digunakan untuk dinding dan lantai adalah yang tahan lama namun dapat mengalirkan udara. Selain lain itu hal penting lainnya adalah penggunaan warna, karena warna dapat memberikan pengaruh terhadap kenyamanan penghuni kaitannya dengan radiasi matahari, dengan penggunan warna yang baik maka akan menciptakan kenyamanan ruang yang berkontrubusi teerhadap kebetahan penghuni beraktifitas di dalamnya. Bentuk rumah panggung adalah yang paling sesuai untuk daerah pesisir karena mempunyai keuntungan-keuntungan seperti aman terhadap dan lebih sehat Semenara itu permukiman sebaiknya diarahkan membelakangi laut, karena kondisi iklim.\ud 3. Akomodatif terhadap budaya. Bentuknya mengikuti budaya masyarakat Bugis Makassar dimana rumah mensimbolkan kepercayaan terhadap kosmologi dan falsafah hidup mereka yang bertujuan untuk mendapatkan kemanan, keselamatan, rejeki, dan kesehatan penghuni rumah. selain itu bentuk ini juga mensimbolkan tubuh manusia. Pada permukiman mengikuti budaya masyarakat dimana dibentuk oleh sistem kekeluargaan, keluarga terdekat berada dalam lingkaran terdekat dan semakin jauh semakin berkurang hubungan keluarganya (intimate society). Sistem ini pula membentuk adanya ruang-ruang bersama yang sifatnya semi public dan digunakan oleh keluarga besar atau rumah-rumah yang ada disekitarnya.\ud 4. Akomodatif terhadap kebutuhan masyarakat akan ruang untuk beraktifitas. Bentuk rumah panggung sangat sesuai untuk hal ini karena bentuknya yang diangkat keatas (berkolong) menyediakan ruang yang lapang dibawahnya selain teduh dan terlindung dari panas dan hujan. juga dapat dikembangkan karena lebih efisien, murah, dan mudah, tidak memerlukan ruang yang luas dan ini sangat sesuai untuk daerah pantai dimana ketersediaan lahan sangat terbatas.\ud 5. Akomodatif terhadap penambahan ruang. Dengan bentuk konstruksi yang menggunakan sistem lobang dan pasak pada sistem sambungan struktur memungkinkan penambahan dapat dilakukan dengan mudah tanpa merusak bagian lainnya. Dengan sistem ini pula mudah untuk membongkar rumah jika ingin dipindah ketempat lain, karena dipermukiman nelayan sering sekali mengalami erosi akibat banjir dan air pasang.\ud 6. Akomodatif terhadap keamanan, baik keamanan lingkungan kampung maupun keluarga. Untuk lingkungan didekati dengan penyediaan pos-pos ronda ditempat-tempat yang stregis, pola jalan yang jalan lurus yang kurang mempunyai percabangan, serta masyarakat yang homogeneus semua ini berkontribusi untuk menciptakan keamanan lingkungan. Untuk unit rumah tinggal didekati dengan penyediaan ruang atau tempat pengontrolan terhadap lingkungan tempat tinggal.\ud 7. Sistem drainase yang harus sesuai terhadap kondisi lingkungan pantai, kondisi masyarakat, ekonomis (terjangkau), dan ramah lingkungan. ada beberapa alternative, bisa dengan cubluk ganda, wc sistem pasang surut, sistem seri, dll. \ud 8. Akomodatif terhadap kemampuan ekonomi. Dengan kondisi ekonomi masyarakat nelayan yang umumnya rendah maka diperlukan rumah yang dapat dibangun secara bertahap, selain itu penggunaan material yang disesuaikan dengan kemampuan ekonomi. \ud 9. Akomodatif terhadap potensi yang ada baik alam maupun budaya. Mashyarakat dan pemerintah dapat dapat mengembangkan potensi alam dan budaya yang mereka miliki, sehingga mempunyai nilai jual terhadapat kepariwisataan yang sangat baik untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dan juga bagi PEMDA. Selain masyarakat bersangkutan akan mempunyai karakteristik lain yang akan membedakannya dengan kelompok yang lain dan hal ini akan meningkatkan kepercayaan diri dan identitas diri mereka dan penghargaan dari kelompok lain akan semakin baik. \ud Konsep yang akomodatif ini akan menyebakan penghuni akan betah berada di dalamnya, dengan suasana yang nyaman, aman. Suasana yang demikian akan dapat meningkatkan kreatifitas dan aktifitas nelayan yang akhirnya akan berkontribusi terhadap peningkatan kesejahteraan hidupny

    LIGHTING DESIGN OF ENERGY EFFICIENT BUILDING IN OFFICE BUILDING

    Get PDF
    Climate change led to the issue of global warming and have an impact also on increasing energy load of the building. The designer Architect instrumental in designing buildings with attention to environmental impact, namely temperature, wind and light. Solar radiation causing the high load of electrical energy for air conditioning, so the Architects as the designer should be able to minimize the radiation of heat into the building. In addition, the sunlight will be able to enter into the building so that the load of the electrical energy for the artificial lighting can be minimized as well. Energy efficient building design is a great thing to note, with consideration of comfort in activities so that an increase in labor productivity. The purpose of this research is to analyze the lighting in the Office building of the Wisma Kalla in Makassar. Energy-efficient architecture is based on the idea of minimising energy use without limit or change the function of the building, comfort, and productivity of the user space. This research analyzes the energy load of electric lighting setting design appropriate spaces with attention to the standard level of illumination is recommended. Quantitative research methods using ecotect program to find out the values of illumination and energy consumption on used point lights. Results of the study concluded that the utilization of natural lighting can minimize the load on the building energy consumption but taking into account the recommendations of the standard illumination on the work space Office.Key words: Energyefficient , Office building, Lightin

    The Impact of the Environment and People’s Attitudes on Greywater Management in Slum Coastal Settlements

    Get PDF
    The rapid population growth in many countries will ultimately impact the provision of essential services and engender many challenges, such as inadequate sanitation. Indonesia has an extensive coastline and densely populated coastal areas that have grown sporadically, creating slums. These areas have long been associated with poor greywater management. Greywater is dumped into beaches, roads, and yards without pre-treatment, thus harming the environment and society. This study aims to identify various factors influencing community actions to manage and overcome greywater-related problems in coastal slum areas. Using methods by combining qualitative and quantitative approaches. The influential factors in the physical condition of the built environment, the natural environment, community activities, and government involvement related to greywater were analyzed qualitatively, while the public understanding of greywater management was assessed quantitatively. The results showed that these four factors significantly influenced people's attitudes towards wastewater treatment. The findings show that these four factors affect people's mind-set about handling greywater, which becomes an obstacle to changing their attitudes and views on greywater. The four factors have the same level and cannot be separated in dealing with greywater. Treatment strategies are in accordance with coastal nature, settlements physical conditions and communities are then chosen Treatment Horizontal Flow. Doi: 10.28991/CEJ-2022-08-12-05 Full Text: PD

    Fencing Kolong Area Relation with the Work Type

    Get PDF
    Work was an important aspect of people’s lives, as well ashomes. Both were two things that cannot be separated in the life of fishingcommunities. The work that people currently do as seaweed farmers andfishermen involve family and community members. In work, it takes spacethat was roomy, shady, and comfortable. During this phenomenon in arural community is no exception in the coastal areas that use the model ofthe house stage will do the development of space into under the body of thehouse (kolong) with various types of materials and purposes, generally thepurpose of fencing was adapted to the material used. The development ofseaweed cultivation work that requires space that was roomy, shady, andcomfortable in the process (especially sorting of seaweed) this affects thefencing form of the kolong. The purpose of the study was to know how farthe fencing area undertaken by the community associated with the work. The method used was a mixed-use method. The result obtained is thedecreasing of the undercover area as a whole due to the increase of socialrequirement to the room which was roomy, shady, and cool to work

    JUDUL PENELITIAN PERMUKIMAN YANG AKOMODATIF DI WILAYAH PESISIR DALAM UPAYA PENINGKATAN KREATIFITAS DAN PRODUKTIFITAS NELAYAN (Studi Kasus Pesisir Jasirah Selatan. Sulawesi Selatan)

    No full text
    ABSTRAK TEKNOSAINS 2009Permukiman yang akomodatif adalah hal penting yang dibutuhkan oleh nelayan dalam meningkatkan kesejahteraannya, sebab dengan hal tersebut nelayan akan dapat melaksanakan berbagai aktifitas dengan lancar, aman, dan nyaman sehingga kreatifitas dan produktifitas akan meningkat. Selama ini permukiman nelayan kurang akomodatif dalam menjawab berbagai kebutuhan dan aktifitas mereka. Sehingga terjadi ketidaklancaran, ketidak nyamanan serta ketidak amanan dalam beraktifitas, menyebabkan penurunan kreatifitas dan produktifitas. Karena itu dibutuhkan suatu model permukiman yang akomodatif bagi nelayan terkait dengan kondisi lingkungan, sosial, budaya, ekonomi dan kepercayaan mereka sehingga hal-hal tersebut dapat dieliminir atau dihilangkan demi terciptanya suatu kondisi yang kondusif yang mampu meningkatkan kreatifitas dan produktifitas penghuni yang berujung kepada peningkatan kesejahteraan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menemukan suatu model permukiman di wilayah pesisir yang mampu meningkatkan kreatifitas dan produktifitas nelayan dalam upaya meningkatkan kesejahteraannya Metode penelitian yang akan digunakan adalah kualitatif yang menghasilkan data deskriptif dan dikombinasi dengan kuantitatif sederhana. Luaran penelitian adalah Penemuan suatu konsep pra design model permukiman yang akomodatif bagi masyarakat nelayan yang bermukim di wilayah pesisir yang mampu meningkatkan kreatifitas dan produktifitas keluarga sebagai upaya peningkatan kesejahteraa

    Fencing Kolong Area Relation with the Work Type

    No full text
    Work was an important aspect of people’s lives, as well ashomes. Both were two things that cannot be separated in the life of fishingcommunities. The work that people currently do as seaweed farmers andfishermen involve family and community members. In work, it takes spacethat was roomy, shady, and comfortable. During this phenomenon in arural community is no exception in the coastal areas that use the model ofthe house stage will do the development of space into under the body of thehouse (kolong) with various types of materials and purposes, generally thepurpose of fencing was adapted to the material used. The development ofseaweed cultivation work that requires space that was roomy, shady, andcomfortable in the process (especially sorting of seaweed) this affects thefencing form of the kolong. The purpose of the study was to know how farthe fencing area undertaken by the community associated with the work. The method used was a mixed-use method. The result obtained is thedecreasing of the undercover area as a whole due to the increase of socialrequirement to the room which was roomy, shady, and cool to work
    corecore