12 research outputs found
Perbandingan Efektivitas Klorheksidin 2% dalam Isopropil Alkohol 70% dengan Antiseptik Sesuai Prosedur Operasional Standar pada Persiapan Pembedahan
Abstrak Untuk mencegah Infeksi daerah operasi, dilakukan persiapan kulit pasien sesaat sebelum pembedahan. Antiseptik preparasi pembedahan pada Prosedur Operasional Standar (POS) terdiri atas tiga rejimen yaitu sabun klorheksidin 4%, povidon iodin dan isopropil alkohol 70%. Oleh karena itu, perlu dilakukan penilaian efektivitas klorheksidin – isopropil alkohol sebagai kandidat bahan preparasi pembedahan yang lebih sederhana. Desain penelitian adalah studi potong lintang pada pasien operasi bersih terkontaminasi elektif <3 jam di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo selama periode Juni hingga Agustus 2014. Terdapat dua kelompok perlakuan persiapan kulit yaitu menggunakan klorheksidin 2% dalam isopropil alkohol 70% dan kelompok antiseptik sesuai POS. Spesimen swab kulit diambil sebelum dan sesudah persiapan kulit, kemudian dihitung dan dibandingkan jumlah koloni bakteri. Dari 40 pasien kelompok antiseptik uji dan 42 pasien kelompok antiseptik sesuai POS menunjukkan perbedaan bermakna pada hitung koloni sebelum dan sesudah pemberian klorheksidin 2% dalam isopropil alkohol 70% (p=0,45, uji Mann Withney) dan pemberian antiseptik sesuai POS (p=0,15). Tidak terdapat perbedaan efektivitas kelompok yang mendapat klorheksidin 2% dalam isopropil alkohol 70% dibandingkan kelompok yang mendapat antiseptik sesuai POS (p>0,05). Larutan klorheksidin 2% dalam isopropil alkohol 70% sama efektifnya dengan antiseptik sesuai POS dalam preparasi kulit sebelum operasi sehingga dapat menjadi pilihan karena penggunaannya lebih sederhana dan lebih murah.Kata kunci: klorheksidin 2%, isopropil alkohol 70%, preparasi kulit, antiseptik
Abstract To prevent Surgical Site Infection, skin preparation should be done before surgery. Antiseptic used in skin preparation according to Standard Operating Procedure (SOP) consists of three regimens consist of 4% chlorhexidine soap, povidone iodine and 70% isopropyl alcohol. Therefore, it is necessary to assess the effectiveness of chlorhexidine - isopropyl alcohol as a candidate for a simpler skin preparation material. The study design was a cross-sectional study in patients who were subjected to elective contaminated clean surgery <3 hours at RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo during June to August 2014. There were two groups of skin preparation treatments using chlorhexidine 2% in 70% isopropyl alcohol and the antiseptic group according to SOP. Skin swab specimens were taken before and after skin preparation, then bacterial colonies count were done. The results were analyzed using SPSS 20.0. Of the 82 patients who met the inclusion criteria, both SOPs antiseptic and tested antiseptic group consisted of 40 patients and 42 patients respectively. there was significant differences in colony count before and after administration of 2% chlorhexidine in 70% isopropyl alcohol (p = 0.45 and antiseptic administration according to POS (p = 0.15). There was no significant difference in the effectiveness of the group that received 2% chlorhexidine in 70% isopropyl alcohol compared to the group that received POS antiseptics (p> 0.5). It was concluded that a 2% chlorhexidine gluconate solution in 70% isopropyl alcohol was as effective as the use of three SOP regimens in skin preparation before surgery and can be an option because its use is simpler and cheaper.Keywords: 2% chlorhexidine, 70% isopropyl alcohol, skin preparation, antisepti
Pengalaman Klinik Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Tingkat V di Departemen Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta
Latar belakang. Evaluasi yang berkesinambungan mengenai komponen-komponen dalam proses pembelajaran
di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) mutlak dibutuhkan, yang berguna untuk
melakukan perbaikan dan pengembangan yang dianggap perlu.
Tujuan. Membahas tentang paparan mahasiswa FKUI klinik terhadap kasus dan prosedur inti bidang
pediatri selama menjalani rotasi di Departemen Ilmu Kesehatan Anak (IKA), serta mengetahui persepsi
mereka mengenai peran supervisor.
Metode. Penelitian merupakan survei, deskriptif, potong lintang pada mahasiswa FKUI tingkat V tahun
ajaran 2007–2008, yang telah melalui rotasi kepaniteraan IKA.
Hasil. Lebih 50% dari 160 mahasiswa pernah menghadapi 10 dari 55 kasus yang terdapat dalam daftar
kasus inti secara mandiri dan atau bersama-sama setidaknya satu kali. Lebih dari 50% mahasiswa pernah
melakukan 7 dari 17 prosedur inti secara mandiri dan atau asistensi setidaknya satu kali. Lebih dari 50%
mahasiswa setuju dengan cara mengajar supervisor, dan menilai bahwa hubungan supervisor dengan mahasiswa
adalah baik.
Kesimpulan. Paparan mahasiswa terhadap kasus dan prosedur inti bidang pediatri masih rendah. Ratarata
mahasiswa setuju dengan cara mengajar supervisor, dan menilai bahwa hubungan supervisor dengan
mahasiswa adalah baik
Gambaran Infeksi Acinetobacter baumannii dan Pola Sensitifitasnya terhadap Antibiotik
Latar belakang. Adanya peningkatan insiden infeksi Acinetobacter baumannii yang disertai peningkatan kejadian resistensi antibiotik, peningkatan morbiditas dan mortalitas, dan terbatasnya laporan kejadian infeksi bakteri ini pada pasien anak.
Tujuan. Mengetahui gambaran infeksi Acinetobacter baumannii dan pola sensitifitasnya terhadap antibiotik di Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo.
Metode. Merupakan penelitian deskriptif retrosfektif melalui penelusuran data hasil biakan darah di laboratorium dan rekam medis dari Januari-Desember 2012.
Hasil. Didapatkan 47 isolat darah Acinetobacter baumannii dari 32 pasien. Penelusuran rekam medis mendapatkan 24 data pasien lengkap. Semuanya merupakan pasien ruang NICU, sebagian besar laki-laki (18/24) dan neonatus kurang bulan (18/24). Gambaran klinis menunjukkan rerata frekuensi denyut jantung 148 kali/menit, frekuensi napas 55 kali/menit, suhu aksila 37,10C, kadar leukosit 12767,8/mm3, kadar trombosit 58491,3/mm3, kadar procalcitonin 17,6 ng/mL, dan CRP 88,5 mg/L. Rerata lama perawatan sebelum terjadi infeksi 23,9 hari. Sebagian besar pasien menggunakan alat medis seperti ventilator, CPAP, jalur vena sentral, jalur vena perifir, dan pipa nasogastrik dengan rerata lama pemakaian masing-masing 17,9, 4,5, 20,9, 13,3, dan 17,3 hari. Semua pasien mendapat antibiotik sebelum infeksi dengan rerata lama pemberian 22,5 hari. Uji kepekaan antibiotik mendapatkan 23 isolat (23/24) merupakan MDR. Resistensi antibiotik didapatkan pada golongan aminoglikosida, carbapenem, quinolon, sefalosporin, penisilin-beta lactamase inhibitor, dan tigesiklin. Sebagian besar penderita meninggal dalam perawatan (18/24).
Kesimpulan. Semua pasien yang menderita infeksi Acinetobacter baumannii dirawat di ruang NICU, sebagian besar pasien merupakan kasus MDR
Validitas Skor Royal College of Paediatrics and Child Health London untuk Mendeteksi Infeksi Bakteri Serius pada Anak
Latar belakang. Mengingat peningkatan angka kematian anak akibat peningkatan insiden penyakit infeksi bakteri serius (IBS) pada anak, serta faktor risiko IBS yang beragam di sarana pelayanan kesehatan yang terbatas, merupakan alasan untuk mempergunakan model skoring dalam mendeteksi IBS.
Tujuan. Mengetahui validitas Skor Royal College of Paediatrics and Child Health London (RCPCH) dalam mendeteksi IBS pada anak dengan demam dan mencari faktor prediktor IBS.
Metode. Dilakukan 2 jenis metode penelitian yaitu uji diagnostik untuk mengetahui validitas Skor RCPCH dalam mendeteksi IBS pada anak dengan demam, dan kohort prospektif untuk mencari faktor prediktor IBS. Baku emas adalah diagnosis akhir sesuai ICD-10.
Hasil. Didapatkan 260 subyek penelitian, analisis dilakukan pada 253 subyek (97,3%) karena 7 pasien tidak dapat dihubungi (loss of follow-up). Umur berkisar dari 1 bulan sampai 12 tahun. Proporsi laki-laki lebih banyak dari pada perempuan, dan kelompok umur terbanyak adalah > 36 bulan (51,4%). Diagnosis IBS didapatkan pada 28,9% subyek; dengan diagnosis terbanyak pneumonia (19%). Skor RCPCH mempunyai sensitifitas 58,9%, spesifisitas 86,7%, nilai duga positif 64,2%, nilai duga negatif 83,8%, rasio kemungkinan positif 4,42, rasio kemungkinan negatif 0,47, post tes probabilitas 64,23%, serta area under ROC curve 72,8%. Batuk, sesak napas, mencret, kejang, umur 1-36 bulan, suhu tubuh ≥ 37,50 C, hipoksia, dan takipnea merupakan faktor prediktor terjadinya IBS.
Kesimpulan. Skor RCPCH dapat digunakan untuk memprediksi IBS pada anak umur 1 bulan–12 tahun. Batuk, sesak napas, mencret, kejang, umur 1-36 bulan, suhu tubuh ≥ 37,50 C, hipoksia, dan takipnea merupakan faktor prediktor terjadinya IBS
Safety of a 2-dose primary series of 13-valent pneumococcal conjugate vaccine in Indonesian infants
BACKGROUND In 2017, the Indonesian Technical Advisory Group on Immunization recommended a safety monitoring demonstration program for the 13-valent pneumococcal conjugate vaccine (PCV13) in West Lombok and East Lombok, West Nusa Tenggara to evaluate the 2-dose primary series (2 and 3 months of age) for serious adverse events (SAEs), adverse events, systemic events, and local reactions.
METHODS A total of 1,083 infants from 10 primary healthcare centers were analyzed, with 687 receiving the first dose and 396 receiving the second dose. Based on the national immunization program, they received PCV13 + DTwP-HB-Hib + OPV (n = 544), PCV13 + DTwP-HB-Hib (n = 101), or PCV13 only (n = 403). They were monitored for 30 min after vaccination for any immediate SAEs, and parents were given a diary card to record safety information prospectively for 28 days.
RESULTS No immediate SAEs were observed, and no SAEs were reported during 28 days after vaccination. Reports of local reactions and systemic events predominated on days 1–3 post-vaccination. Severe fever (axillary temperature >39.0°C) was uncommon (<2% of all infants). Most irritability was mild to moderate. Local pain was more frequent after the first dose than after the second dose. It was distributed evenly across mild, moderate, and severe classifications, while redness and swelling were mostly mild to moderate.
CONCLUSIONS The PCV13 primary series demonstration program in Indonesia confirmed tolerable local and systemic reactions
Quaternary Ammonium Compound Disinfectant Efficacy Test on the Patients' Environment in Dr. Cipto Mangunkusumo General Hospital
The increasing prevalence of hospital-acquired infection continues to be a global concern until today. The purpose of this study is to determine the efficacies of Caviwipe® and 70% alcohol tissue in the prevention of hospital-acquired infection. This experimental study was conducted on 36 equipment samples in dr. Cipto Mangunkusumo Hospital during April–August 2015. A total of 144 surface samples were collected before and after the disinfection process by both the disinfectants. The sample equipment used and placed in the agar plate for a short period of time; the plates were then incubated. The colony numbers of grown bacteria and fungi were calculated. The data were numerically reported as the microbial colony count. Data were analyzed by using SPSS for Windows. Paired t-test was used for the statistical analysis. The mean colony counts before disinfection by 70% alcohol tissue and Caviwipe® were 11.75 and 17.58, respectively. Meanwhile, the average colony counts after disinfection with 70% alcohol tissue and Caviwipe® were 0.138 and 0.222, respectively. Statistical analysis showed no significant difference between the mean of the colony count before and after disinfection with both disinfectants (p>0.05). Separately, a significant difference of colony count between before and after the disinfection process for each disinfectant was seen (p<0.05). The mean reduction in the colony counts after disinfection by both disinfectants indicates that there is no significant difference (p>0.05) in the efficacies between the Caviwipe® and 70% alcohol tissue in reducing the amount of bacteria and fungi present on the surfaces of the equipment placed close to the patients in a hospital environment.  
Zika Virus Seropositivity in 1–4-Year-Old Children, Indonesia, 2014
We assessed Zika virus seroprevalence among healthy 1–4-year-old children using a serum sample collection assembled in 2014 representing 30 urban sites across Indonesia. Of 662 samples, 9.1% were Zika virus seropositive, suggesting widespread recent Zika virus transmission and immunity. Larger studies are needed to better determine endemicity in Indonesia