10 research outputs found

    KEANEKARAGAMAN JENIS PLANKTON DI PERAIRAN BATU BELUBANG DAN PULAU PANJANG KABUPATEN BANGKA TENGAH SEBAGAI INDIKATOR KUALITAS PERAIRAN

    Get PDF
    Plankton adalah organisme mikroskopis yang memiliki peranan yang sangat penting yaitu sebagai dasar dari kehidupan, khususnya dalam kehidupan perairan pelagis. Plankton digolongkan menjadi dua jenis yaitu : fitoplankton dan zooplankton. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis plankton, mengidentifikasi hubungan keanekaragaman jenis plankton dengan parameter fisika dengan analisis statistik, dan mengidentifikasi indeks keanekaragaman jenis plankton di Perairan Pantai Batu Belubang dan Pulau Panjang. Waktu dan tempat penelitian ini dilaksanakan pada bulan Bulan Maret 2021 di Perairan Pantai Batu Belubang dan Pulau Panjang Kecamatan Pangkalan Baru Kabupaten Bangka Tengah. Pengambilan data dalam Penelitian ini menggunakan metode random sampling dimana berdasarkan hasil survei yang telah dilakukan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di perairan Pantai Batu Belubang dan Pulau Panjang ditemukan 30 spesies plankton yang terdiri dari 13 family dan total  berjumlah 286 spesies dengan indeks keanekaragaman tergolong sedang, indeks keseragaman tergolong tinggi dan untuk indeks dominansi tergolong rendah. Hasil korelasi menunjukkan bahwa memiliki hubungan korelasi yang berbeda-beda nilai dan arahnya.  Plankton adalah organisme mikroskopis yang memiliki peranan yang sangat penting yaitu sebagai dasar dari kehidupan, khususnya dalam kehidupan perairan pelagis. Plankton digolongkan menjadi dua jenis yaitu : fitoplankton dan zooplankton. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis plankton, mengidentifikasi hubungan keanekaragaman jenis plankton dengan parameter fisika dengan analisis statistik, dan mengidentifikasi indeks keanekaragaman jenis plankton di Perairan Pantai Batu Belubang dan Pulau Panjang. Waktu dan tempat penelitian ini dilaksanakan pada bulan Bulan Maret 2021 di Perairan Pantai Batu Belubang dan Pulau Panjang Kecamatan Pangkalan Baru Kabupaten Bangka Tengah. Pengambilan data dalam Penelitian ini menggunakan metode random sampling dimana berdasarkan hasil survei yang telah dilakukan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di perairan Pantai Batu Belubang dan Pulau Panjang ditemukan 30 spesies plankton yang terdiri dari 13 family dan total  berjumlah 286 spesies dengan indeks keanekaragaman tergolong sedang, indeks keseragaman tergolong tinggi dan untuk indeks dominansi tergolong rendah. Hasil korelasi menunjukkan bahwa memiliki hubungan korelasi yang berbeda-beda nilai dan arahnya

    Studi Keanekaragaman Bivalvia Pada Zona Intertidal Di Pantai Kota Pangkalpinang

    Get PDF
    The intertidal zone is an area that is located at the very edge of coastal and marine ecosystems and borders on land ecosystems. It is feared that continuous and environmentally unfriendly fishing will have an impact on the sustainability of bivalves. This research was conducted from February 2021 which aims to determine the diversity of bivalves and the relationship between diversity and environmental parameters. Bivalves data retrieval using a systematic random method consisting of live bivalves and dead shells. Data retrieval is divided into 4 stations, where each station consists of 3 substations. The results obtained 8 species of bivalves that are still alive from 3 families and a total of 143 individuals. Dead shells were obtained by 9 species from 7 families. The highest bivalves density was at station 1, which was 6.21 individual/m2, while the lowest was at station 3, which was 2.44 individual/m2. The highest bivalves diversity was found at station 2 with an H value of 2,05 and the lowest was at station 3 with a value of H'1,66. The index of bivalves diversity on the coast of Pangkalpinang City was in the moderate category due to excessive ecological pressure that could reduce the abundance of organisms and disturb the balance of the ecosystem. The results of principal component analysis (PCA) showed that the density of bivalves was positively correlated with clay, BOT, and TSS. While the diversity of bivalves is influenced by temperature, pH, and salinity.Zona intertidal merupakan daerah yang terletak paling tepi dari ekosistem pesisir dan laut serta berbatasan dengan ekosistem darat. Salah satu sumberdaya perairan yang melimpah di kawasan pesisir Kota Pangkalpinang adalah bivalvia. Penangkapan secara terus-menerus dan tidak ramah lingkungan dikhawatirkan akan berdampak terhadap kelestarian bivalvia. Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari 2021 yang bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman bivalvia serta menentukan hubungan keanekaragaman terhadap parameter lingkungannya. Pengambilan data bivalvia menggunakan metode acak sistematis yang terdiri dari bivalvia hidup maupun cangkang yang mati. Pengambilan data dibagi menjadi 4 stasiun, dimana masing-masing stasiun terdiri dari 3 substasiun. Hasil penelitian diperoleh 8 spesies bivalvia yang masih hidup dari 3 famili dan total individu berjumlah 143 individu. Cangkang mati diperoleh 9 spesies dari 7 famili. Kepadatan bivalvia tertinggi terdapat pada stasiun 1 yakni 6,21 ind/m2, sedangkan terendah terdapat pada stasiun 3 yakni 2,44 ind/m2. Keanekaragaman bivalvia tertinggi terdapat pada stasiun 2 dengan nilai H’2,05 dan terendah terdapat pada stasiun 3 dengan nilai H’1,66. Indeks keanekaragaman bivalvia di pesisir Kota Pangkalpinang termasuk kategori sedang dikarenakan adanya tekanan ekologis yang berlebihan dapat mengurangi kelimpahan organisme dan mengganggu keseimbangan ekosistem. Hasil analisis komponen utama (PCA) didapatkan kepadatan bivalvia berkorelasi positif dengan liat, BOT, dan TSS. Keanekaragaman bivalvia dipengaruhi oleh suhu, pH, dan salinitas

    Dampak Penambangan Timah di Laut Terhadap Ekosistem Terumbu Karang di Pulau Pemuja dan Malang Duyung, Kabupaten Bangka Barat, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

    Get PDF
    Provinsi Kepulauan Bangka Belitung memiliki luas lautan 79,9% yang memiliki potensi perikanan dan pariwisata serta penambangan timah di laut. Pengelolaan penambangan timah di laut belum optimal sehingga diestimasi berdampak pada kerusakan ekosistem terumbu karang di Perairan Pulau Bangka. Untuk melihat besaran dampak tersebut perlu dilakukan penelitian dampak penambangan timah di laut terhadap tutupan terumbu karang di lokasi yang berdekatan dengan pesisir dan cukup jauh dari pesisir. Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2020 di Ekosistem Terumbu Karang Pulau Pemuja (dekat dari pesisir) dan Karang Malang Duyung (jauh dari pesisir) Kabupaten Bangka Barat. Metode yang digunakan adalah Line Intercept Transect (LIT). Hasil Penelitian menunjukan bahwa kondisi terumbu karang di Pulau Pemuja masuk dalam kategori “Rusak” dengan tutupan karang hidup 16,50% yang diestimasi karena dampak penambangan timah di laut yang ditandai dengan tingginya komposisi tutupan lumpur (Silt) yaitu 48,698%. Nilai Indeks Mortalitas Karang (IMK) sebesar 0,75 yang mengindikasi banyaknya karang yang mati akibat tutupan lumpur. Kondisi terumbu karang di Malang Duyung masuk dalam kategori “Baik” dengan tutupan karang hidup sebesar 69,17%. Terumbu karang Malang Duyung masih terkena dampak penambangan yang ditandai dengan adanya tutupan lumpur sebesar 10,833% sementara nilai IMK sebesar 0,15 yang juga mengindikasi masih ditemukanya karang mati. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa komposisi tutupan karang yang mati tertutup lumpur merupakan indikasi dari dampak penambangan timah di laut. Lokasi yang berdekatan dengan pesisir mendapatkan dampak yang lebih besar dibandingkan yang jauh dari daerah pesisir.The Province of the Bangka Belitung Islands has an ocean area of 79.9% which has the potential for fisheries and tourism as well as tin mining in the sea. This research was conducted in October 2020 in the coral reef ecosystem of Pemuja Island (near to the coastal) and Malang Duyung Coral (far to the coastal), West Bangka Regency. The method used is Line Intercept Transect (LIT). The results showed that the condition of the coral reefs on Pulau Pemuja was categorized as "damaged" with a live coral cover of 16.50% which was estimated to be due to the impact of tin mining in the sea, which was marked by a high mud cover (silt) of 48.698%. Coral Mortality Index (IMK) value of 0.75 which indicates the number of corals that died due to mud cover. The condition of coral reefs in Malang Duyung is in the "Good" category with live coral cover of 69.17%. Malang Duyung coral reefs are still affected by mining, which is indicated by the presence of a mud cover of 10.833% while the IM value of 0.15 also indicates that dead coral is still being found. The results showed that the composition of dead coral covered with is an impact of offshore tin mining. Mining locations near the coastal area have a greater impact than those far from the coastal

    KEPADATAN DAN KEANEKARAGAMAN MAKROZOOBENTOS PADA EKOSISTEM MANGROVE DI DESA KURAU BARAT

    Get PDF
    Ekosistem mangrove berperan penting terhadap lingkungan seperti melindungi daerah pantai, menyediakan sumber makanan, menjadi tempat pemijahan (spawning ground), mencari makan (feeding ground) dan daerah asuhan (nursery ground) bagi biota yang hidup didalamnya seperti makrozoobentos. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui komposisi makrozoobentos yang ditemukan pada ekosistem mangrove, mengetahui kepadatan, indeks ekologi makrozoobentos serta pengaruh parameter sedimen dan kerapatan mangrove terhadap makrozoobentos. Penelitian ini dilakukan bulan Desember 2022 bertempat pada ekosistem mangrove Desa Kurau Barat. Pengambilan data mangrove menggunakan metode transek garis yang ditarik dari laut ke darat, kemudian dibuat tiga petak transek berukuran 10 x 10 m2. Pengambilan data makrozoobentos dilakukan menggunakan transek kuadran ukuran 1 x 1 m2. Hasil pengamatan ditemukan makrozoobentos sebanyak 742 individu terdiri dari 9 famili dan 14 spesies, didominasi oleh kelas gastropoda. Kepadatan makrozoobentos berkisar antara 33 – 51 ind/m2. Indeks keanekaragaman dengan nilai yaitu 1,224 – 1,631. Indeks keseragaman dengan nilai 0,436 – 0,544 dan indeks dominansi dengan nilai 0,399 - 0,475. Hasil analisis PCA (Principal Components Analysis) menunjukkan keanekaragaman makrozoobentos terhadap parameter sedimen yaitu fosfor dengan nilai 0,863 memiliki pengaruh yang sangat kuat, kerapatan mangrove terhadap keanekaragaman makrozoobentos dengan nilai 0,140 berarti tidak dominan berpengaruh. Hasil analisis CA (Correspondence Analysis) terbentuk 3 kelompok didapatkan bivalvia hanya ditemukan di stasiun 1, stasiun 2 dan 3 memiliki karakteristik habitat relatif sama, sedangkan stasiun 4 ditemukan makrozoobentos yang cenderung rendah.Ekosistem mangrove berperan penting terhadap lingkungan seperti melindungi daerah pantai, menyediakan sumber makanan, menjadi tempat pemijahan (spawning ground), mencari makan (feeding ground) dan daerah asuhan (nursery ground) bagi biota yang hidup didalamnya seperti makrozoobentos. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui komposisi makrozoobentos yang ditemukan pada ekosistem mangrove, mengetahui kepadatan, indeks ekologi makrozoobentos serta pengaruh parameter sedimen dan kerapatan mangrove terhadap makrozoobentos. Penelitian ini dilakukan bulan Desember 2022 bertempat pada ekosistem mangrove Desa Kurau Barat. Pengambilan data mangrove menggunakan metode transek garis yang ditarik dari laut ke darat, kemudian dibuat tiga petak transek berukuran 10 x 10 m2. Pengambilan data makrozoobentos dilakukan menggunakan transek kuadran ukuran 1 x 1 m2. Hasil pengamatan ditemukan makrozoobentos sebanyak 742 individu terdiri dari 9 famili dan 14 spesies, didominasi oleh kelas gastropoda. Kepadatan makrozoobentos berkisar antara 33 – 51 ind/m2. Indeks keanekaragaman dengan nilai yaitu 1,224 – 1,631. Indeks keseragaman dengan nilai 0,436 – 0,544 dan indeks dominansi dengan nilai 0,399 - 0,475. Hasil analisis PCA (Principal Components Analysis) menunjukkan keanekaragaman makrozoobentos terhadap parameter sedimen yaitu fosfor dengan nilai 0,863 memiliki pengaruh yang sangat kuat, kerapatan mangrove terhadap keanekaragaman makrozoobentos dengan nilai 0,140 berarti tidak dominan berpengaruh. Hasil analisis CA (Correspondence Analysis) terbentuk 3 kelompok didapatkan bivalvia hanya ditemukan di stasiun 1, stasiun 2 dan 3 memiliki karakteristik habitat relatif sama, sedangkan stasiun 4 ditemukan makrozoobentos yang cenderung rendah

    Improvement of Catfish (Claris sp.) Production on Limited Land in Bukit Dempo Village, Belinyu.

    Get PDF
    The potential of freshwater fisheries in Bangka Regency, Bangka Belitung Province, is sufficient to support fisheries activities in this area. An activity that is quite prominent is catfish farming using swamps and tarpaulin ponds on limited land. In this study, the analysis of cultivation activities was carried out on the Bukit Dempo community group who became partners in the national community service activities, in cooperation with Universitas Airlangga and Bangka Belitung University. Characteristics of the pond using a combination of fixed nets with a net diameter of 0.5 cm. In the pond also found water plants in the form of water hyacinth which is expected to be able to make a symbiotic use of the organic material that has been left behind from feed and catfish waste. The cultivation system is classified as semiintensive with a combination of commercial feed with high protein (31-33%). The main problem in this cultivation system is low productivity and the lack of technology applied in an effort to increase production efficiency Furthermore, high production yields are marketed to Pangkal Pinang City and also to local areas around the Belinyu sub-district. Technical constraints include Motile Aeromonas Septicemia (MAS) due to the bacterium Aeromonas hydrophila, which causes about 10% of mortality in commodities before harvest. There has been no treatment action in overcoming the disease, so it is necessary to be careful in avoiding death due to disease by observing catfish at the change of seasons

    Penilaian Pencemaran Logam Berat Cd, Pb, Cu, dan Zn pada Sedimen Permukaan Perairan Matras, Sungailiat, Bangka

    Get PDF
    Matras waters receive input of pollutants from tin mining activities. Heavy metals are toxic and carcinogenic to aquatic biota. Sediment is a carrier of heavy metal pollutants and can act as a “sink” and a “source”. Heavy metals in sediments can reflect the condition/quality of the aquatic system. The purpose of this study was to examine the contamination and ecological risk of heavy metals Cd, Pb, Cu, and Zn in the sediments of Matras waters, Sungailiat, Bangka Regency. Heavy metal test using atomic absorption spectrophotometer (AAS). The concentrations of heavy metals Cd, Pb, Cu, and Zn obtained ranged from 0.02-0.06 mg/kg (average 0.04 mg/kg), 0.12-0.18 mg/kg (mean- average 0.15 mg/kg), each station 0.01 mg/kg (mean 0.01 mg/kg), and 0.54-1.34 mg/kg (mean 0.92 mg/kg ). CF, I-Geo, PLI, and RI values for Cd, Pb, Cu, and Zn metals obtained in Matras water sediments showed low contamination levels (CF 1.5). The low ecological risk status which is reinforced by the low values of CF, I-Geo, and PLI indicates that the negative potential of metals to biota is also low.  Perairan Matras menerima masukan bahan pencemar dari aktivitas penambangan timah. Logam berat bersifat toksik dan karsinogenik terhadap biota akuatik. Sedimen merupakan pembawa polutan logam berat dan dapat berperan sebagai “sink” and “source”. Logam berat pada sedimen dapat merefleksikan kondisi/ kualitas sistem akuatik. Tujuan penelitian ini untuk mengkaji kontaminasi dan resiko ekologi logam berat Cd, Pb, Cu, dan Zn pada sedimen Perairan Matras, Sungailiat, Kabupaten Bangka. Uji logam berat menggunakan metode spektrofotometer serapan atom (SSA). Konsentrasi logam berat Cd, Pb, Cu, dan Zn yang diperoleh berkisar antara 0,02-0,06 mg/kg (rata-rata 0,04 mg/kg), 0,12-0,18 mg/kg (rata-rata 0,15 mg/kg), setiap stasiun 0,01 mg/kg (rata-rata 0,01 mg/kg), dan 0,54-1,34 mg/kg (rata-rata 0,92 mg/kg). Nilai CF, I-Geo, PLI, dan RI untuk logam Cd, Pb, Cu, dan Zn yang diperoleh pada sedimen Perairan Matras menunjukkan tingkat kontaminasi rendah (CF1,5). Rendahnya status resiko ekologi yang diperkuat dengan rendahnya nilai CF, I-Geo, dan PLI menunjukkan potensi negatif logam terhadap biota juga rendah

    Are Zooxanthellae Really Sensitive? Response of Zooxanthellae Size Exposed to Several Pollutants

    No full text
    Pollution is one of the important issues faced by marine resources including zooxanthellae, which is known to be very sensitive to environmental changes. Some pollutants have been reported to have adverse effects on zooxanthellae, however, their sensitivity in regards to changes on cell size of these algae has not been widely explored. This study examined the effects of pollutants on the sensitivity of zooxanthellae through changes in size. Zooxanthellae were isolated from corals Porites lutea, Acropora aspera, and Montipora digitata collected from Panjang Island, Jepara, Indonesia. These algae were exposed to pollutants i.e. heavy metals (Cu, Cd, Pb) and nutrients (ammonium and phosphate) at concentrations of 5,10,15 ppb and 5,10,15 μM, respectively. Zooxanthellae size were measured five hours after pollutants exposure. The results showed that all treatments reduced the size of zooxanthellae. Algae isolated from P. lutea are the least affected by pollutants and the highest percentage cell size reduction was found in phosphate treatment. However, reduction on the size of algae were not statistically significant. These results indicate that in relation to reduction in the size, zooxanthellae are not sensitive to pollutants.   Keywords: Zooxanthellae, pollutants, sensitivity, size reductio

    Coral Reef Community Changes in Karimunjawa National Park, Indonesia: Assessing the Efficacy of Management in the Face of Local and Global Stressors

    No full text
    Karimunjawa National Park is one of Indonesia's oldest established marine parks. Coral reefs across the park are being impacted by fishing, tourism and declining water quality (local stressors), as well as climate change (global pressures). In this study, we apply a multivariate statistical model to detailed benthic ecological datasets collected across Karimunjawa's coral reefs, to explore drivers of community change at the park level. Eighteen sites were surveyed in 2014 and 2018, before and after the 2016 global mass coral bleaching event. Analyses revealed that average coral cover declined slightly from 29.2 +/- 0.12% (Standard Deviation, SD) to 26.3 +/- 0.10% SD, with bleaching driving declines in most corals. Management zone was unrelated to coral decline, but shifts from massive morphologies toward more complex foliose and branching corals were apparent across all zones, reflecting a park-wide reduction in damaging fishing practises. A doubling of sponges and associated declines in massive corals could not be related to bleaching, suggesting another driver, likely declining water quality associated with tourism and mariculture. Further investigation of this potentially emerging threat is needed. Monitoring and management of water quality across Karimunjawa may be critical to improving resilience of reef communities to future coral bleaching
    corecore