65 research outputs found

    KOLONISASI BAKTERI PATOGEN POTENSIAL PENYEBAB INFEKSI DAERAH OPERASI PADA KULIT PASIEN PRAOPERATIF

    Get PDF
    Backgroud : Surgical Site Infection (SSI) is associated with mortality and morbidity in hospital. The most common pathogen that caused SSI are Staphylococcus aureus, Escherichia coli, Enterobacter sp, Pseudomonas sp. , and Klebsiella sp. Most SSIs are associated with the endogenous pathogen from patient normal flora, therefore skin colonization by pathogenic organisms a risk factor for SSI. Aim : To determine the prevalence of colonization by potential pathogen causing SSI and to analyze whether age, smoking habit, personal hygiene and pre-operative hospital stay were the risk factors. Methods : Observational analytic study with cross sectional data retrieval. Thirty eight pre-operative patient in the surgical ward of Dr Karidi hospital were taken their skin swab around the incision area within 2 hours before surgery. Patient personal data were taken using a questionnaire. Isolate from the skin swab specimen were identified in microbiology laboratory. The association between risk factors and skin colonization were analyzed using chi square/fischer exact test Result : The prevalence rate for S. aureus, Escherichia coli, Enterobacter sp, Pseudomonas sp. , and Klebsiella sp. skin colonization are 94.7%, 0%, 2.6%, 5.3% and 5.3% respectively. Bivariate analysis resulted that there were no significant value as risk factor for all variables. Conclusion : The prevalence of S. aureus skin colonization was high,that of Gram-negative bacilli was low. Age, smoking habit, personal hygiene and hospital stay were not risk factors for skin colonization by potential pathogenic bacteria causing SSI from pre-operative patient. Keyword : Risk factors, SSI, Staphylococcus aureus, Escherichia coli, Enterobacter sp, Pseudomonas sp. , Klebsiella sp., skin colonization, pre-operativ

    KOLONISASI BAKTERI PATOGEN POTENSIAL PENYEBAB INFEKSI DAERAH OPERASI PADA KULIT PASIEN PRAOPERATIF

    Get PDF
    Background : Surgical site infection (SSI) is associated with morbidity and mortality of postoperative patient. The most common pathogen bacteria that caused SSI were S. aureus, E. coli, Enterobacter sp, Pseudomonas aeruginosa, and Klebsiella sp. Skin colonization by potential pathogenic bacteria is risk factor for SSI. Aim : To determine the prevalence of skin colonization by potential pathogenic bacteria causing SSI and to analyze whether gender, diabetes mellitus, nutritional status, and history of using antibiotic within three days before surgery were the risk factors. Methods : Observational analytic study with cross sectional data retrieval was performed. Thirty-eight preoperative patients in the surgical ward of Dr Kariadi hospital were taken their skin swab around the incision area within 2 hours before the surgery. Patients’ data were taken from medical record. Nutritional status was measured based on Body Mass Index. Isolates from skin swab were identified in microbiology laboratory. The association between risk factors and skin colonization by potential pathogenic bacteria were analyzed using chi square/fischer exact test. Result : The prevalence rate for S. aureus, E. coli, Enterobacter sp, Pseudomonas sp., and Klebsiella sp. skin colonization were 94.7%, 0%, 2.6%, 5.3% and 5.3% respectively. Bivariate analysis resulted in no significant value for all variables. Conclusion : The prevalence of skin colonization by S. aureus was very high; That of Gram negative bacili was low. There was no significant difference of skin colonization prevalence with regard to gender, diabetes mellitus, nutritional status, and history of using antibiotic within three previous days. Keyword : SSI, Staphylococcus aureus, Escherichia coli, Enterobacter sp, Pseudomonas sp. , Klebsiella sp., colonization, preoperativ

    PERBANDINGAN PERTUMBUHAN Streptococcus pneumoniae PADA MEDIA AGAR DARAH DOMBA DENGAN AGAR DARAH MANUSIA : Pengaruh Preinkubasi dalam Suplemented Todd Hewitt Broth (STHB)

    Get PDF
    Latar Belakang Agar darah yang umum digunakan saat ini dan menjadi standar adalah dengan agar darah domba (ADD) sebagai media selektif untuk kultur Streptococcus pneumoniae. Namun di negara berkembang seperti Indonesia, penggunaan agar darah domba kurang ekonomis dan iklim tropis kurang cocok untuk pemeliharaan domba. ADM terdapat kekurangan dalam menumbuhkan bakteri karena adanya perbedaan morfologi dan komposisi darah. Penambahan prosedur kultur dengan preinkubasi dalam STHB (Suplemented Todd Hewitt Broth) diharapkan dapat meningkatkan jumlah bakteri yang tumbuh pada media kultur Tujuan Menguji efektifitas ADMG dan preinkubasi dalam STHB sebagai media untuk menumbuhkan Streptococcus pneumoniae dibandingkan dengan ADDG. Metode Penelitian ini menggunakan desain true experimental-post test only. Sampel penelitian adalah 16 swab nasofaring dari subjek sehat yang disimpan dalam media STGG pada temperatur -80OC (n=16). Pengamatan pada 18, 24, dan 48 jam meliputi kuantitas koloni,diameter koloni,diameter zona hemolisis,dan karakteristik koloni. Uji hipotesis yang digunakan adalah uji Student –T (skala numerik, distribusi normal) atau uji Mann Whitney (skala numerik, distribusi tidak normal) dan uji Chi Square (skala nominal dan ordinal). Hasil Pada penelitian didapatkan perbedaan namun tidak bermakna pada kuantitas koloni (p=0,590; 0,590; 0,590), diameter koloni (p=0,985;0,809;0,985), dan karakteristik koloni (p=0,446; 1,000; 1,000). Pada diameter zona hemolisis ditemukan perbedaan bermakna antar kedua media (p=0,014;0,002;0,002). Kesimpulan Terdapat perbedaan namun tidak bermakna pada pertumbuhan bakteri S.pneumoniae dilihat dari kuantitas koloni, diameter koloni, dan karakteristik koloni. Namun didapatkan perbedaan bermakna pada diameter zona hemolisis dengan hasil lebih baik pada media. Kata Kunci: Agar Darah Domba , Agar Darah Manusia, Streptococcus pneumoniae, Suplemented Todd Hewitt Broth

    PERBANDINGAN PERTUMBUHAN Streptococcus pneumoniae PADA MEDIA AGAR DARAH DOMBA MENGGUNAKAN TRYPTICASE SOY AGAR DENGAN COLUMBIA AGAR

    Get PDF
    Latar Belakang Columbia agar dengan suplementasi darah domba merupakan agar yang banyak digunakan sebagai media kultur S. pneumoniae. Namun kegagalan untuk menumbuhkan S. pneumoniae masih sering terjadi, karena bakteri ini hanya dapat tumbuh di lingkungan dan dengan nutrisi tertentu. Pada penelitian ini diharapkan penggunaan agar darah domba dengan Trypticase Soy Agar (TSA) dapat meningkatkan sensitivitas kultur S. pneumoniae dari spesimen klinis. Tujuan Membandingkan pertumbuhan S. pneumoniae dari spesimen klinis yang ditanam pada media agar darah domba dengan jenis agar yang berbeda. Metode Penelitian ini menggunakan desain true experimental-post test only. Sampel penelitian adalah 16 swab nasofaring dari subjek sehat yang disimpan dalam media Skim milk, Tryptone, Glucose, and Glycerin (STGG) pada suhu -80°C (n=16). Sampel ditanam pada media ADDG-COL dan ADDG-TSA dan dilakukan pengamatan pada 18, 24, dan 48 jam setelah inkubasi meliputi kuantitas koloni, diameter koloni, diameter zona hemolisis, dan karakteristik koloni. Uji hipotesis yang digunakan adalah uji Student –T (skala numerik, distribusi normal) atau uji Mann Whitney (skala numerik, distribusi tidak normal) dan uji Chi Square (skala nominal dan ordinal). Hasil Pada penelitian didapatkan perbedaan namun tidak bermakna pada kuantitas koloni (p=0,238; 0,238; 0,238), diameter koloni (p=0,985; 0,497; 0,939), diameter zona hemolisis (p=0,275; 0,104; 0,109) dan karakteristik (p=0,654; 1,000; 0,685). Kesimpulan Pertumbuhan S. pneumoniae pada media agar darah domba dengan TSA tidak lebih baik dibandingkan dengan pada media agar darah domba dengan Columbia agar. Kata Kunci: Agar Darah Domba, Columbia agar, Trypticase Soy Agar, Streptococcus pneumoniae

    PERBANDINGAN EFEKTIVITAS EKSTRAK JAHE MERAH (Zingiber officinale var. Rubrum ) DENGAN KETOKONAZOL 2% TERHADAP PERTUMBUHAN Malassezia sp. SECARA in vitro

    Get PDF
    LatarBelakang :Infeksi Malassezia sp. Sering terjadi di daerah tropis karena kurangnya efektivitas obat antijamur, sehingga perlu antijamur alternatif. Penelitian ini menguji efek antijamur jahe merah. Senyawa alami ekstrak jahe merah ini diharapkan mampu mengatasi infeksi Malassezia sp.. Tujuan :Menguji efektivitas ekstrak jahe merah disbanding ketokonazol 2% dalam menghambat pertumbuhan Malassezia sp. Metode :Penelitian eksperimental laboratorium dengan post test only control group design. Jumlah sampel 35 media MH yang dibagi menjadi 5 kelompok perlakuan. Tiga kelompok diantaranya diberikan ekstrak jahe merah dengan konsentrasi berturut 83%, 90%, 95%, 1 kelompok berupa MH dengan ketokonazol 2% dan 1 kelompok berupa media MH tanpa substansi antijamur (kontrol positif), dilanjutkan dengan menanam Malassezia sp. 0,5 McFarland. Sampel diinkubasi selama 24-48 jam pada suhu 34o C. Analisis statistic menggunakan uji Kruskal- wallis dan dilanjutkan dengan uji post hoct Mann-whitney. Hasil :Pertumbuhan Malassezia sp. didapatkan pada kelompok kontrol positif dan tidak didapatkan pada kelompok yang mengandung ekstrak jahe merah dan ketokonazol.Uji Kruskal-wallis dilanjutkan dengan Mann-whitney menunjukkan perbedaan bermakna (p= 0,000) antara kelompok kontrol positif dengan kelompok ekstrak jahe merah 83%,90%,dan 95% maupun kelompok ketokonazol 2% dan tidak ada perbedaan bermakna (p=1,000) diantara ekstrak jahe merah 83%, 90%, 95% dengan ketokonazol 2%. Kesimpulan :Ekstrak jahe merah memiliki efektivitas antijamur yang sama dengan ketokonazol 2%. Kata kunci :Ekstrak jahe merah, Ketokonazol 2%, Pitiriasis versicolor (PV), Malassezia sp

    Community-Acquired Pneumonia in Indonesia

    Get PDF
    __Abstract__ __Background:__ Knowledge about the etiology and management of community-acquired pneumonia (CAP) in Indonesia is lacking. __Methods:__ Hospital-based and a population-based cohort studies were carried out during 2007-2011 in Semarang, Indonesia. __Results:__ Among 148 consecutive CAP patents admitted to hospital, influenza virus (18%), Klebsiella pneumoniae (14%), and Streptococcus pneumoniae (13%) were the commonest etiologies. Mixed infection occured in 28%. Bacteria presented wild type antibiotic susceptibility profiles. The mortality (rate: 30%) was associated with disease severity (P<0.001), and with failure to establish an etiological diagnosis (P=0.027). Among a cohort of 496 healthy volunteers nasopharyngeal carriage of K. pneumoniae, other Gram-negative bacilli, and S. pneumoniae was 11%, 19%, and 27%, respectively. K. pneumoniae carriage in adults (15%) was higher than in children (7%, P=.004), and strains from adults were more virulent. Carriage of S. pneumoniae among children (43%) was higher compared to adults (11%, P<.001). Capsular typing revealed that current 13-valent conjugate vaccine covers only 45% of these strains. Determinants of K. pneumoniae and other GNB carriage were poor food and water hygiene. To evaluate the quality of management of patients with CAP , we applied a Delphi method to derive six indicators that are feasible and valid for the Indonesian setting. __Conclusions:__ The etiology of CAP and nasopharyngeal colonization in Indonesia differ from that of Western countries requiring adaptation of diagnosis, empiric treatments and prevention. Further multicenter studies are needed to delineate the full etiologic spectrum of CAP and to generate, implement and audit guidelines tailored for CAP management in Indonesia

    PREVALENSI DAN FAKTOR RESIKO TERJADINYA PITYRIASIS VERSICOLOR PADA POLISI LALU LINTAS KOTA SEMARANG

    Get PDF
    Latar belakang: Pitiriasis versikolor (PV) merupakan penyakit kulit dengan prevalensi yang tiggi di daerah tropis (40%). Profesi polisi lalu lintas (Polantas) diperkirakan memiliki resiko tinggi terkena PV. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui angka kejadian dan faktor resiko PV pada Polantas di Semarang. Metode: Penelitian ini bersifat belah lintang dengan subjek penelitian 57 Polantas di Semarang pada bulan Juni 2014. Diagnosis PV berdasarkan pemeriksaan klinis oleh residen penyakit kulit kelamin dan lampu wood. Data diambil dengan kuesioner meliputi durasi mengatur lalu lintas per hari, masa kerja di kepolisian lalu lintas, dan hygiene perorangan. Analisa data menggunakan uji regresi logistik dengan tingkat kemaknaan p < 0,05; Interval Kepercayaan 95%. Hasil: Angka kejadian PV pada Polantas di Semarang 17,5%. Hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa hygiene perorangan yang buruk merupakan faktor resiko PV RP = 4,4 (C.I. = 1,05 - 18,19), p = 0,042. Masa kerja dan durasi mengatur lalu lintas bukan merupakan faktor resiko PV. Simpulan: Tingkat hygiene perorangan yang buruk merupakan faktor resiko terjadinya infeksi PV. Kata kunci: pitiriasis versikolor, hygiene perorangan, durasi mengatur lalu lintas, masa kerja di kepolisian lalu lintas, faktor-faktor yang mempengaruhi

    Kolonisasi Bakteri Patogen Potensial Penyebab Infeksi Daerah Operasi Pada Kulit Pasien Praoperatif (Studi Faktor Risiko Usia, Kebiasaan Merokok, Higiene Personal Dan Lama Perawatan Praoperatif Di Rsup Dr Kariadi Semarang)

    Full text link
    Backgroud : Surgical Site Infection (SSI) is associated with mortality and morbidity in hospital. The most common pathogen that caused SSI are Staphylococcus aureus, Escherichia coli, Enterobacter sp, Pseudomonas sp. , and Klebsiella sp. Most SSIs are associated with the endogenous pathogen from patient normal flora, therefore skin colonization by pathogenic organisms a risk factor for SSI.Aim : To determine the prevalence of colonization by potential pathogen causing SSI and to analyze whether age, smoking habit, personal hygiene and pre-operative hospital stay were the risk factors.Methods : Observational analytic study with cross sectional data retrieval. Thirty eight pre-operative patient in the surgical ward of Dr Karidi hospital were taken their skin swab around the incision area within 2 hours before surgery. Patient personal data were taken using a questionnaire. Isolate from the skin swab specimen were identified in microbiology laboratory. The association between risk factors and skin colonization were analyzed using chi square/fischer exact testResult : The prevalence rate for S. aureus, Escherichia coli, Enterobacter sp, Pseudomonas sp. , and Klebsiella sp. skin colonization are 94.7%, 0%, 2.6%, 5.3% and 5.3% respectively. Bivariate analysis resulted that there were no significant value as risk factor for all variables.Conclusion : The prevalence of S. aureus skin colonization was high,that of Gram-negative bacilli was low. Age, smoking habit, personal hygiene and hospital stay were not risk factors for skin colonization by potential pathogenic bacteria causing SSI from pre-operative patie

    EFEKTIVITAS MINYAK ATSIRI DAUN KEMANGI (Ocimum basilicum) SEBAGAI ANTISEPTIK UNTUK HIGIENE TANGAN

    Get PDF
    Latar Belakang: Tangan yang bersih merupakan salah satu faktor paling penting dalam pencegahan penyebaran penyakit karena cuci tangan dapat menurunkan jumlah kuman pada telapak tangan. Oleh karena itu, higiene tangan tidak hanya menjaga tubuh tetap sehat tetapi juga memutus rantai penyebaran penyakit. Minyak atsiri daun kemangi memiliki kandungan utama linalool yang berpotensi sebagai antibakteri dan termasuk golongan turunan senyawa fenol yang bekerja merusak membran sel. Tujuan: Menguji efektivitas minyak atsiri daun kemangi (Ocimum basilicum) sebagai antiseptik untuk higiene tangan. Metode: Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimental dengan rancangan pre test and post test control group design. Penelitian ini menggunakan 5 kelompok, yaitu 3 kelompok eksperimental, 1 kontrol positif, dan 1 kontrol negatif. Penelitian dilakukan dengan menghitung penurunan jumlah bakteri dari pre test dan post test kemudian membandingkan dengan kontrol. Hasil: Setelah dilakukan uji hipotesis didapatkan adanya perbedaan bermakna dalam prosentase penurunan jumlah bakteri antara minyak atsiri pada semua konsentrasi yang diuji dengan kontrol negatif (alcohol handrub) yaitu p=0,008 (0,5% v/v), p=0,005 (0,25% v/v), dan p=0,005 (0,125% v/v). Sedangkan perbedaan tidak bermakna (p>0,05) ditunjukkan pada prosentase penurunan bakteri antara kontrol positif dengan semua konsentrasi minyak atsiri dan antara setiap peningkatan konsentrasi yang diuji. Kesimpulan: Efektivitas minyak atsiri daun kemangi sampai dengan konsentrasi 0,5% v/v sebagai antiseptik untuk higiene tangan tidak memiliki aktivitas antibakteri sebaik alcohol handrub dalam mengurangi jumlah bakteri di tangan. Peningkatan konsentrasi minyak atsiri yang lebih tinggi sampai dengan 0,5% v/v tidak memberikan efek yang lebih baik dalam mengurangi jumlah bakteri di tangan. Kata kunci: Minyak atsiri, daun kemangi, higiene tanga
    • …
    corecore