7 research outputs found

    Pemilihan food outlet sebagai faktor risiko berat badan lebih anak usia sekolah dasar di Kecamatan Tegalsari Surabaya

    Get PDF
    ABSTRACTIntroduction: Overweight and obesity are conditions resulting from an imbalance of calories in the body that occur in a long time and cause more deaths than underweight. One of factors related is food pattern, which also infl uenced the selection of food outlets. Surabaya is an urban area so it has many types and characteristic s of food outlet. Elementary school (4, 5, 6) do not really depend on their parents, so their food consumption and physical activity began to vary. Objectives: To identify the relationship between the selection of food outlets and overweight/obesity status of elementary school in Tegalsari district, Surabaya.Methods: This research used a case-control study design. Samples were 51 children for each group of cases and control and obtained from 11 primary school in the 5 subdistricts in Tegalsari district, Surabaya. Data were obtained by interview, direct observation of food outlets, and interview to select informants about the reasons of selecting food outlets . Quantitative data were processed by bivariate (chi-square) and multivariate (binomial regression) test. Results: Bivariate test results showed that there were signifi cant relationships between the frequency to the street vendors consumption (OR=4.09, 95% CI:1.60-10.75), frequency of fast food consumption (OR=2.86, 95% CI:1.19-6.94) and snacks (OR=6,05, 95% CI:2.20-17.62), physical activity (OR=3.09, 95% CI:1.28-7.51) and gender (OR=2.70, 95% CI:1.11-6.64) with overweight/obesity status, while frequency of stores (total, supermarket, market, mini-market), frequency of food service place (total, restaurants, fast food restaurants), frequency of vegetable and fruit consumption, and socio-economic status of respondents did not relate signifi cantly. In multivariate analysis, the variables that affected frequency of the street vendors were snack consumption, physical activity, sex and total expenditure. Conclusions: Frequency of the street vendors, fast food consumption, physical activity,gender, and total expenditure had relationship with overweight/obesity status.KEYWORDS: food outlet, obesity, overweightABSTRAKLatar belakang: Overweight dan obesitas adalah keadaan akibat ketidakseimbangan kalori dalam tubuh yang terjadi dalam waktu lama dan menjadi penyebab kematian lebih banyak dibanding underweight. Salah satu faktor yang berhubungan langsung adalah pola makan, yang juga dipengaruhi pemilihan food outlet. Surabaya merupakan daerah perkotaan sehingga memiliki jenis dan karakteristik food oulet lebih beragam. Anak usia SD kelas IV, V, VI sudah tidak terlalu bergantung pada orang tua, sehingga konsumsi pangan dan aktivitas fisiknya mulai beragam. Tujuan: Mengetahui hubungan antara pemilihan food outlet dan status berat badan lebih pada anak usia sekolah dasar di Kecamatan Tegalsari, Surabaya.Metode: Penelitian menggunakan desain studi kasus-kontrol. Sampel penelitian adalah 51 anak untuk masing-masing kelompok kasus dan kontrol dari 11 SD di 5 Kelurahan di Kecamatan Tegalsari, Surabaya. Data diperoleh dengan wawancara, observasi langsung ke food outlet dan wawancara alasan pemilihan food outlet pada informan terpilih. Data kuantitatif diolah dengan uji bivariat (chi-square) dan multivariariat (regresi binomial).Hasil: Uji bivariat menyatakan terdapat hubungan signifi kan antara frekuensi datang ke pedagang kaki lima (OR=4,09, 95% CI:1,60-10,75), frekuensi konsumsi fast food (OR=2,86, 95% CI:1,19-6,94) dan kudapan (OR=6,05, 95% CI:2,20-17,62), aktivitas fi sik (OR=3,09, 95% CI:1,28-7,51) serta jenis kelamin (OR=2,70, 95% CI:1,11-6,64) dengan berat badan lebih, sedangkan frekuensi ke food store (total, supermarket, pasar, mini-market), frekuensi ke food service place total, rumah makan, restoran fast food), pola konsumsi sayur buah, dan sosial ekonomi responden tidak berhubungan signifi kan. Pada analisis multivariat, variabel yang mempengaruhi frekuensi datang ke pedagang kaki lima adalah frekuensi konsumsi kudapan, aktivitas fisik, jenis kelamin, dan total pengeluaran.Kesimpulan: Frekuensi datang ke pedagang kaki lima, konsumsi kudapan, aktivitas fisik, jenis kelamin, dan total pengeluaran berhubungan dengan status berat badan lebih.KATA KUNCI: food outlet, overweight, obesita

    Pengaruh perbedaan proses pemekatan ekstrak buah anggur Probolinggo Biru terhadap aktivitas antibakteri pada Escherichia coli, Staphylococcus aureus dan Bacillus subtilis

    Get PDF
    Anggur Probolinggo Biru merupakan salah satu buah anggur lokal Indonesia yang produksinya cukup tinggi, tetapi kurang diminati karena rasanya yang asam dan sepat. Oleh karena itu perlu dieksplorasi lebih lanjut beberapa potensi yang dimiliki, salah satunya sebagai antibakteri. Beberapa penelitian melaporkan bahwa ekstrak anggur memiliki aktivitas antibakteri karena kandungan polifenolnya, namun hasil penelitian tersebut masih bervariasi tergantung pada varietas, pelarut dan bagian buah yang digunakan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui aktivitas antibakteri ekstrak anggur Probolinggo Biru tanpa pemekatan dan yang dipekatkan dengan kondisi vakum dan tidak vakum. Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap dengan satu faktor, yaitu ekstrak buah anggur tanpa pemekatan (P1) dan yang dipekatkan hingga volume akhir ekstrak 50% pada kondisi tidak vakum (70oC, 1031 mbar) (P2) dan vakum (50oC, 200 mbar) (P3) dengan ulangan sebanyak tiga kali. Aktivitas antibakteri diukur dengan uji difusi sumur menggunakan media Mueller-Hinton Agar (MHA) dengan bakteri Escherichia coli (EC), Staphylococcus aureus (SA) dan Bacillus subtilis (BS) sebagai bakteri indikator. Hasil pengujian berupa diameter penghambatan (cm) selanjutnya dilakukan uji ANOVA dan jika terdapat perbedaan dilanjutkan dengan uji DMRT. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses pemekatan memberikan pengaruh nyata terhadap aktivitas antibakteri pada ketiga bakteri. Proses pemekatan dapat meningkatkan aktivitas antibakteri dari ekstrak anggur Probolinggo Biru, tetapi diameter penghambatan pada ekstrak yang dipekatkan pada kondisi vakum lebih besar dibanding ekstrak yang dipekatkan pada kondisi tidak vakum. Perlakuan yang menghasilkan aktivitas antibakteri paling besar adalah pemekatan dengan kondisi tidak vakum, yaitu tergolong kuat (10-20 mm) pada SA dan BS (gram positif) serta sedang (5-10 mm) pada EC (gram negatif)

    Kajian pengaruh fermentasi oleh endogenous carboxipeptidase dan suhu penyangraian terhadap warna dan aroma biji kakao

    Get PDF
    Biji kakao yang siap diolah didapatkan dari buah kakao yang telah masak. Untuk mengolah biji kakao terdapat dua tahap penting, yakni fermentasi dan penyangraian yang mempengaruhi warna serta aroma. Selama 2-8 hari fermentasi, biji kakao mengalami degradasi protein oleh aktivitas enzim endogenous carboxypeptidase yang secara spontan akan muncul dan melepaskan asam amino yang memiliki gugus -COOH bebas pada ujung molekul protein. Hal ini mengakibatkan perubahan warna biji kakao menjadi merah kecoklatan seragam, munculnya aroma asam dan terbentuknya senyawa prekusor aroma cokelat. Waktu fermentasi yang kurang menyebabkan biji menjadi slaty, sedangkan waktu fermentasi berlebih menyebabkan biji berwarna coklat gelap, tidak mengkilap dan beraroma hangus. Tahap penting berikutnya adalah penyangraian dengan suhu 116– 121oC. Selama penyangraian, senyawa calon pembentuk aroma yang terbentuk selama fermentasi akan bereaksi satu sama lain melalui reaksi Maillard menghasilkan komponen mudah menguap dan beraroma cokelat, yakni sepeti roti bakar. Proses perubahan warna juga terjadi melalui reaksi Maillard, menghasilkan biji berwarna coklat gelap. Waktu penyangraian yang terlalu lama akan menyebabkan biji berwarna coklat kehitaman dan beraroma hangus. Pengolahan lebih lanjut dapat dilakukan pada biji kakao utnuk mendapatkan bubuk cokelat yang dapat langsung digunakan dalam proses pembuatan produk pangan. Bubuk cokelat merupakan salah satu produk setengah jadi hasil olahan biji kakao yang didapat dengan mengolah biji kakao menjadi pasta cokelat, lalu dipres hingga menghasilkan lemak cokelat dan bungkil cokelat yang kemudian digiling dan diayak

    Pengaruh perbedaan proses pemekatan ekstrak buah anggur Probolinggo Biru terhadap aktivitas antibakteri pada Escherichia coli, Staphylococcus aureus dan Bacillus subtilis (Proposal Skripsi)

    Get PDF
    Anggur Probolinggo Biru merupakan salah satu buah anggur lokal Indonesia yang produksinya cukup tinggi, tetapi kurang diminati karena rasanya yang asam dan sepat. Penelitian ini dilakukan untuk mengeksplorasi dan menginformasikan potensi buah anggur Probolinggo Biru, salah satunya potensi sebagai antibakteri. Beberapa penelitian melaporkan bahwa ekstrak buah anggur memiliki aktivitas antibakteri karena kandungan polifenolnya, namun hasil penelitian tersebut sangat bervariasi tergantung dari varietas bahan, metode ekstraksi serta pelarut yang digunakan. Pada penelitian ini, ekstrak buah anggur Probolinggo Biru diperoleh dari seluruh bagian buah dengan cara menghancurkan dengan blender dan disaring. Penggunaan seluruh bagian buah anggur ini umum dilakukan untuk preparasi buah anggur dalam pengolahan pangan. Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap dengan satu faktor, yaitu ekstrak buah anggur tanpa pemekatan dan yang dipekatkan hingga volume akhir ekstrak 50% pada kondisi vakum (50oC, 200 mbar) dan tidak vakum (70oC, 1031 mbar). Penelitian ini menggunakan ulangan sebanyak tiga kali. Aktivitas antibakteri dari ekstrak anggur diukur dengan uji difusi sumur menggunakan media Mueller-Hinton Agar (MHA) dengan bakteri Escherichia coli, Staphylococcus aureus dan Bacillus subtilis sebagai bakteri indikator. Ketiga bakteri tersebut memiliki sifat gram dan keberadaan spora yang berbeda sehingga menghasilkan ketahanan terhadap aktivitas antibakteri yang berbeda pula. Hasil pengujian berupa diameter penghambatan (cm) selanjutnya dilakukan uji ANAVA dan dilanjutkan dengan uji DMRT

    Perencanaan unit penyimpanan dan penggudangan teh cair wangi dengan kapasitas 72.000 kotak/hari (@ 200 ml)

    No full text
    Minuman merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang utama di samping makanan, sehingga banyak dijumpai industri yang memproduksi berbagai bentuk minuman dengan berbagai macam kemasan. Teh cair wangi merupakan produk minuman yang banyak dikonsumsi karena flavor yang khas dan potensi kesehatan yang dimilikinya. Salah satu faktor penentu mutu pada produk teh cair wangi adalah proses penyimpanan dan penggudangan. Perencanaan proyek ini bertujuan untuk mengevaluasi kelayakan dari unit penyimpanan dan penggudangan teh cair wangi kemasan tetrapack dengan kapasitas 72.000 kotak/hari (@ 200 mL) secara teknis maupun ekonomis. Teh cair wangi dibuat dari teh wangi kering, air dan gula yang melalui proses ekstraksi, penyaringan kasar dan halus, pencampuran, sterilisasi dan pengemasan. Produk yang telah dikemas disimpan dalam gudang penyimpanan yang memiliki desain black shaped dan bertingkat satu dengan luas sebesar 38,9 x 22,5 m. Aliran pemindahan produk dalam gudang menggunakan sistem arus garis lurus yang dapat menerapkan sistem First In First Out (FIFO). Bentuk organisasi pabrik teh cair wangi yang direncanakan dibangun di Jl. Raya Semarang–Kendal km.12, Semarang ini adalah Perseroan Terbatas (PT) dengan struktur organisasi garis. Jumlah karyawan yang dibutuhkan adalah 10 orang dan utilitas yang diperlukan meliputi air sebanyak 1.150 L/hari, listrik sebanyak 37,851 kWh/hari dan solar sebagai bahan bakar sebanyak 14,7 L/hari. Total biaya penyimpanan dan penggudangan per tahun dari teh cair wangi dengan kapasitas 72.000 kotak/hari (@ 200 mL) adalah sebesar Rp. 364.428.880,00. yang diperoleh dengan memperhitungkan depresiasi bangunan dan peralatan, biaya utilitas dan biaya gaji karyawan. Biaya tersebut masih dianggap layak, yaitu membebani harga jual produk sebesar 1,11%

    Perencanaan unit penyimpanan dan penggudangan teh cair wangi dengan kapasitas 72.000 kotak/hari (@ 200 ml)

    Get PDF
    Minuman merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang utama di samping makanan, sehingga banyak dijumpai industri yang memproduksi berbagai bentuk minuman dengan berbagai macam kemasan. Teh cair wangi merupakan produk minuman yang banyak dikonsumsi karena flavor yang khas dan potensi kesehatan yang dimilikinya. Salah satu faktor penentu mutu pada produk teh cair wangi adalah proses penyimpanan dan penggudangan. Perencanaan proyek ini bertujuan untuk mengevaluasi kelayakan dari unit penyimpanan dan penggudangan teh cair wangi kemasan tetrapack dengan kapasitas 72.000 kotak/hari (@ 200 mL) secara teknis maupun ekonomis. Teh cair wangi dibuat dari teh wangi kering, air dan gula yang melalui proses ekstraksi, penyaringan kasar dan halus, pencampuran, sterilisasi dan pengemasan. Produk yang telah dikemas disimpan dalam gudang penyimpanan yang memiliki desain black shaped dan bertingkat satu dengan luas sebesar 38,9 x 22,5 m. Aliran pemindahan produk dalam gudang menggunakan sistem arus garis lurus yang dapat menerapkan sistem First In First Out (FIFO). Bentuk organisasi pabrik teh cair wangi yang direncanakan dibangun di Jl. Raya Semarang–Kendal km.12, Semarang ini adalah Perseroan Terbatas (PT) dengan struktur organisasi garis. Jumlah karyawan yang dibutuhkan adalah 10 orang dan utilitas yang diperlukan meliputi air sebanyak 1.150 L/hari, listrik sebanyak 37,851 kWh/hari dan solar sebagai bahan bakar sebanyak 14,7 L/hari. Total biaya penyimpanan dan penggudangan per tahun dari teh cair wangi dengan kapasitas 72.000 kotak/hari (@ 200 mL) adalah sebesar Rp. 364.428.880,00. yang diperoleh dengan memperhitungkan depresiasi bangunan dan peralatan, biaya utilitas dan biaya gaji karyawan. Biaya tersebut masih dianggap layak, yaitu membebani harga jual produk sebesar 1,11%

    PEMILIHAN FOOD OUTLET SEBAGAI FAKTOR RESIKO BERAT BADAN LEBIH ANAK USIA SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN TEGALSARI SURABAYA

    No full text
    Introduction: Overweight and obesity is a condition resulting from an imbalance of calories in the body that occur in a long time and causes more deaths than underweight. One of factor that is directly related is food pattern, which also influenced the selection of food outlets. Surabaya is an urban area so it has many type and characteristic of food outlet. Elementary children (4th, 5th, 6th) has been not too dependent on their parents, so their food consumption and physical activity began to vary. Objection: To identify the relationship between the selection of food outlets and overweight/ obesity status of children elementary children in the Tegalsari district, Surabaya. Methods: Research using a case-control study design. The samples were 51 children for each group of cases and control and obtained from 11 primary school in the 5 subdistrict in Tegalsari district, Surabaya. Data obtained by interview, direct observation to food outlets and interviews to selected informants about the reasons for the selection of food outlets. Quantitative data processed by bivariate (chi-square) and multivariate (binomial regression) test. Result: Bivariate test results gained significant relationship exists between the frequency to the street vendors (OR=4,0
    corecore