146 research outputs found
Green Materials Comparation of Sawdust and Coconut Fibre Acoustical Waffle Panel
Abstract. The natural wealth of Indonesia produces a wide range of natural resources. This research will discuss sawdust and coconut fibre for example from natural resources which can be processed into building materials. The use of the absorber as a facade is needed, especially for buildings located in noisy urban areas. Various research has studied the absorber made from sawdust and coconut fibre, but only a few studies that study the absorber material that has the texture of waffle on its surface. The research method used is the method comparisons of the value of the absorption coefficient, density and Sound Transmission Loss (STL) impedance tube with 1/3 octave filter. The result is that the waffle the panel from the sawdust has a higher density than waffle the panel from coconut fibre. The value of the coconut fibre panel STL ranged 46,134 β 51,312 dB. This value is lower than the STL material from sawdust that has a value between 47,301 β 62,688 STL. Absorption coefficient, coconut fibre panels between 0,432 β 0,511, while the value of the coefficient of absorption sawdust panel range 0,469 β 0,529. (max 200 words)
Pertimbangan Iklim Tropis Lembab Dalam Konsep Arsitektur Bangunan Modern
Pemahaman terhadap prinsip arsitektur tropis lembab di Indonesia, sangat perlu untuk menciptakan bangunan dengan ruang-ruang yang nyaman dan sehat. Selain itu dengan mengantisipasi permasalahan dan memanfaatkan potensi iklim tropis lembab, akan didapatkan hal yang sangat penting, yakni penghematan energi, pelestarian lingkungan dan penghematan sumberdaya alam. Nenek moyang bangsa Indonesia terbukti telah berhasil merencanakan banguan yang sesuai dengan iklim tropis lembab secara trial and error dalam kurun waktu yang sangat panjang. Oleh karena itu untuk mewujudkan arsitektur yang berkelanjutan dan sesuai dengan alam serta budaya Indonesia. Perlu dipelajari local wisdom atau kearifan lokal pada arsitektur Nusantara yang dapat dipadukan dengan teknologi dan ilmu pengetahuan modern yang bersifat global untuk mewujudkan arsitektur masadepan yang berkelanjutan
AQUATIC CENTER DI JAKARTA
Dewan Olimpiade Asia (OCA) meresmikan Indonesia menjadi tuan rumah Asian Games XVIII tahun 2018, yang rencananya akan digelar di Ibukota Indonesia, Jakarta. Kabar tersebut tentunya sangat menggembirakan karena sekali lagi Indonesia dapat menjadi tuan rumah Asian Games, mengulang peristiwa bersejarah 52 tahun yang lalu saat Indonesia pertama kali menjadi tuan rumah Asian Games. Berbagai persiapan mulai dilakukan setelah peresmian Indonesia sebagai tuan rumah Asian Games XVIII tahun 2018, namun terdapat beberapa venue yang sudah tidak memenuhi standar internasional untuk dapat dijadikan tempat pertandingan, salah satunya adalah Stadion Akuatik Senayan yang dulu digunakan sebagai arena perlombaan cabang olahraga air pada Asian Games IV tahun 1962.
Untuk memenuhi tanggung jawab sebagai tuan rumah Asian Games XVIII, Pemprov DKI Jakarta dan Kementerian Pemuda dan Olahraga akan segera membangun sebuah Stadion Akuatik baru yang memenuhi standar internasional sebagai venue olimpiade cabang olahraga air. Bermula dari fenomena-fenomena di atas maka dibutuhkan suatu desain yang dapat mewadahi kegiatan akuatik untuk kejuaraan skala nasional hingga internasional, pelatihan, olahraga rekreasi dan fungsi tambahan lainnya bagi masyarakat kota yang akan diwujudkan dalam desain Aquatic Center di Jakarta
The Improvement of Buildings and Infrastructure Condition to Anticipate Degradation Process of Fish-smoking Centre in Bandarharjo, Semarang
The fish-smoking area in Bandarharjo is one of the significant industrial centers that processes fish as coastal resources. Its existence is crucial to support the characteristic of Semarang as a coastal city. The fish-smoking area, located on the bank of Semarang River, has existed since 1986. Local people keep maintaining the activities of smoking fish regardless the poor physical condition of the buildings and environmental infrastructure as a result of the high tide. In order to maintain the sustainability of fish-smoking activities, a research on the convenience of working space, physical condition of the building, and environmental infrastructure is needed. Considering that fish-smoking industry can provide jobs for low educated people and produce alternative food for the people living in Semarang, therefore, the degrading condition of the buildings and environment in Bandarhardjo needs to be anticipated by applying the concept of space, building and environmental infrastructure quality improvement
Desain Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring Jakarta
Taman Puring Muhammadiyah Hospital has a fairly good and adequate service quality, this is proven by the number of the inpatient and the outpatient that have been increasing for every passing year. But, Taman Puring Muhammadiyah Hospital has some troubles in its building design, such as the lack of natural lighting in some rooms, the buildings layout disorder caused by the transformation and changes over the years, and the inefficiency of the space/room layout. With the increasing service that has to be given to the people in the future, of course Taman Puring Muhammadiyah Hospital has to consider some aspects such as the fuction aspect and even the investment aspect. This has to be done so the hospital could keep doing the appropriate service relating to the medical service standards, nursing, and paramedic profesionally. Other than that, the aesthetic value of a hospital is needed too in order to determine the image of a hospital. For a hospital, physical appearance is important as it determines the the comfort and trust of the people to the services that the hospital provides. The application of the Green Architecture to the hospital is hoped to reach those aspects
Bangunan Shopping Mall dengan Konsep City Walk Di Semarang
Kota Semarang saat ini adalah kota bisnis yang sedang berkembang menuju kota metropolitan. Kota Semarang sebagai pusat pengembangan wilayah menunjang peranan penting baik dalam kegiatan sosial ekonomi maupun pusat distribusi jasa yang melayani kegiatan lokal maupun regional. Karena peran tersebut maka kota Semarang menjadi kawasan komersial kota.. Seiring berkembangnya kegiatan perdagangan dan jasa di kota Semarang maka meningkat pula pembangunan fasilitas dan infrastruktur yang menunjang kegiatan tersebut, yakni berkembangnya pusat-pusat perbelanjaan / mall di kota Semarang.
Pada awal tahun 90-an mulai marak dibangun pusat-pusat perbelanjaan (shopping center) yang kemudian seiring perkembangannya dipadukan dengan konsep hiburan (entertaintment), Saat ini di kota Semarang tercatat ada lima mall terbesar untuk skala perkotaan yaitu Citraland mall, Matahari Dept. Store, Dp Mall, Paragon City, dan Java Mall. Dari semua pusat perbelanjaan tersebut konsep β konsep mall yang ditawarkan hampir semuanya mirip, yaitu sangat di dominasi oleh unsur-unsur bangunan mall-nya, walaupun mempunyai fasilitas-fasilitas yang berbeda beda.
Untuk mengatasi suatu kejenuhan publik akan sarana hiburan, dibutuhkan suatu sarana dengan konsep yang berbeda dari yang lain Yaitu dengan konsep City Walk, suatu konsep mall yang memadukan unsur-unsur city walk dengan ruang-ruang terbuka di dalamnya. . Hal ini juga dapat menjadi alternatif sarana hiburan dan pusat perbelanjaan bagi masyarakat kota Semarang di masa mendatang
MATERIAL BETON RENDAH EMISI YANG BERKELANJUTAN
Dunia konstruksi baik secara langsung maupun tidak langsung turut berperan dalam kerusakan lingkungan yang berakibat pada pemanasan global dan perubahan iklim. Salah satunya adalah penggunaan semen dalam pembangunan yang telah menyumbang emisi CO2 terbesar kedua setelah pembangkit tenaga listrik, yaitu sekitar sekitar 930 juta ton/tahun atau sekitar 7% dari total emisi gas CO2 yang berkisar13.470 juta ton/tahun (data Inter-Governmental Panel on climate Change/IPCC). Dalam mengatasi permasalahan ini, penerapan konsep hijau dalam pembangunan berkelanjutan atau yang sekarang ini dikenal dengan green construction harus dilakukan, salah satunya dengan modifikasi material penyusun beton. Isu lain tentang kenaikan harga minyak bumi mengakibatkan produk material konstruksi cenderung melambung tinggi termasuk material pengisi dinding jenis apapun dan sejumlah material konstruksi bangunan lainnya. Oleh karena itu rekayasa material hijau ini akan menjawab tantangan produk yang ekonomis dan berwawasan lingkungan.
Substitutor semen dalam rekayasa material ini digunakan untuk menghasilkan beton dengan bobot yang ringan, atau paling tidak lebih ringan daripada beton normal. Sedangkan penggunaan abu ampas tebu dalam rekayasa material ini dimaksudkan sebagai bahan substitusi semen, sehingga pemakaian semen dalam campuran beton dapat dikurangi. Penggunaan abu ampas tebu diambil dari Pabrik Gula Trangkil, Jawa Tengah. Dalam publikasi sebelumnya, penambahan abu ampas tebu terbukti mampu meningkatkan kuat tekan beton ringan yang dihasilkan karena sifatnya yang menyerupai fly ash. Namun demikian ada beberapa kelemahan, yaitu proses penghancuran sterofom dilakukan secara manual. Mix design beton yang dilakukan pada rekayasa material ini masih menggunakan metode DOE dengan penambahan abu ampas tebu komposisi 15% sebagaimana yang diterapkan pada kegiatan sebelumnya. Sterofom, polymer dan cangkang kerang digunakan sebagai pengganti agregat kasar sedangkan agregat halus yang digunakan adalah pasir muntilan. Metode yang sangat berbeda adalah disubstitusikannya sterofom dengan agregat polymer dan diaplikasikannya teknologi nano terhadap luaran produk material hijau ini sebagai upaya peningkatan mutu kualitas produk sehingga memiliki nilai jual dan nilai diseminasi massal ke masyarakat luas. Kebaharuan lain tentang material beton ini adalah dikembangkannya material pre-pack concrete sebagai bentuk perpaduan antara ilmu civil engineering dan architecture engineering sebagai produk material bangunan yang bernilai estetis sekaligus memiliki performa akustik yang dapat dipertimbangkan
Gedung Kuliah Program StudiSistemKomputer UniversitasDiponegoro
UntukmendukungvisiUniversitasDiponegorosebagaiUniversitasriset yang unggul, makapendidikan di tekniksistemkomputer UNDIP dituntutuntukdapatmenyediakansaranadanprasarana yang layaksehinggadapatmenghasilkanlulusan yang kompetendibidangnyasertalayaksaing di duniakerjasetelah lulus nantinya. Sistem Komputer adalah perangkat untuk pengolahan, penyimpanan, dan menampilkan informasi. Komputer berarti orang yang melakukan perhitungan, tetapi sekarang istilah hampir secara universal mengacu pada mesin elektronik otomatis. Bagian pertama dari artikel ini berfokus pada komputer modern digital elektronik dan desain mereka, bagian-bagian penyusunnya, dan aplikasi. Bagian kedua meliputi sejarah komputasi. Untuk rincian tentang arsitektur komputer, pernagkat lunak, dan teori melihat ilmu komputer.
Penekanan desain pada gedung kuliah ini adalah eko- arsitektur. Eko-arsitektur merupakan pembangunan berwawasan lingkungan, dimana memanfaatkan potensi alam semaksimal mungkin. Permasalahan yang timbul adalah bagaimana menyelaraskan lingkungan dengan bangunan yang membutuhkan teknologi yang tinggi dikarenakan gedung kuliah ini berkecipung dalam bidang teknologi. Oleh karena itu aspek teknologi menjadi salah satu aspek yang menjadi pertimbangan dalam mendesain gedung kuliah ini.
Kajian diawali dengan mempelajari pengertian serta sistem penyelenggaraan program studi sistem komputer, pedoman perencanaan kuliah, dan tinjauan arsitektur eko-arsitektur. Setelah itu dilakukan studi banding di beberapa program studi sistem komputer di Malang dan Depok untuk mengetahui secara langsung aspek-aspek yang perlu diperhatikan dalam merencanakan dan merancang sebuah gedung kuliah. Adapun tinjauan arsitektur eko-arsitektur diadaptasi dari lingkaran, bentuk dasar lingkaran merupakan bentuk penyelarasan terhadap lingkungan sekitar sehingga desain ini menjadi pusat dari bangunan sekitar desain.. Pada akhirnya seluruh kajian tersebut dituangkan ke dalam bentuk program ruang dan konsep-konsep perancangan yang diaplikasikan ke dalam desain yang dipresentasikan ke dalam bentuk gambar-gambar arsitektur
The Acoustical Properties of the Polyurethane Concrete Made of Oyster Shell Waste Comparing Other Concretes as Architectural Design Components
This research aims to determine the acoustical properties of concrete material made of polyurethane and oyster shell waste as both fine aggregate and coarse aggregate comparing to other concrete mortar. Architecture needs aesthetics materials, so the innovation in architectural material should be driven through the efforts of research on materials for build ing designs. The DOE methods was used by mixing cement, oyster shell, sands, and polyurethane by composition of 160 ml:40 ml:100 ml: 120 ml respectively. Refer to the results of previous research, then cement consumption is reduced up to 20% to keep the concept of green material. This study compared three different compositions of mortars, namely portland cement concrete with gravel (PCG), polyurethane concrete of oyster shell (PCO) and concrete with plastics aggregate (PCP). The methods of acoustical tests were conducted refer to the ASTM E413-04 standard. The research results showed that polyurethane concrete with oyster shell waste aggregate has absorption coeffic ient 0.52 and STL 63 dB and has a more beautiful appearance when it was pressed into moulding. It can be concluded that polyurethane concrete with oyster shell aggregate (PCO) is well
implemented in architectural acoustics-component
PENGARUH KARAKTERISTIK VENTILASI DAN LINGKUNGAN TERHADAP TINGKAT KENYAMANAN TERMAL RUANG KELAS SMPN DI JAKARTA SELATAN
Tulisan ini membahas mengenai kenyamanan termal di dalam ruang kelas yang dipengaruhi oleh ventilasi dan lingkungan alami di sekitar ruangan. Tujuan penelitian ini adalah untuk menjadi panduan bagi perancang bangunan dalam merancang bangunan sekolah yang mana ruang kelasnya memenuhi aspek kenyamanan termal tanpa sistem penghawaan buatan. Penelitian ini dilakukan di sekolah-sekolah negeri tingkat menengah pertama (SMPN) di Daerah Jakarta Selatan. Penelitian dilakukan dengan mengukur suhu, kelembaban udara, dan kecepatan angin di dalam ruangan untuk mendapatkan nilai temperatur efektif yang menjadi parameter kenyamanan termal. Tidak ketinggalan adalah, bentuk dan ukuran ventilasi yang ada di ruangan tersebut. Hasil penelitian ini menunjukan aspek ventilasi yang paling mempengaruhi kenyamanan termal
- β¦