19 research outputs found

    Pendistribusian Data Numerical Weather Prediction (Nwp) dengan Grads Data Server

    Full text link
    Penggunaan software ‘Numerical Weather Prediction' (NWP) diperlukan untuk memberikan informasi cuaca harian secara spasial beresolusi tinggi. Data keluaran produk-produk NWP mempunyai ukuran yang sangat besar sehingga sulit dipertukarkan untuk dapat ditampilkan dalam bentuk peta cuaca maupun untuk analisis lebih lanjut. Pemanfaatan teknologi ‘online storage' menggunakan GrADS Data Server (GDS) merupakan salah satu solusi untuk mendistribusikan data-data NWP yang berukuran besar. Selain menyediakan koneksi yang stabil dan aman, GDS juga dapat membaca berbagai format data cuaca seperti GRIB, Binary, NetCDF, HDF, BUFR, dan GrADS station data. Walaupun diperlukan keahlian tambahan untuk mengakses data tersebut, tetapi penggunaannya sebanding dengan kemudahan akses serta kemungkinan analisa data untuk keperluan lebih lanjut

    PENDISTRIBUSIAN DATA NUMERICAL WEATHER PREDICTION (NWP) DENGAN GrADS DATA SERVER

    Get PDF
    Penggunaan software ‘Numerical Weather Prediction’ (NWP) diperlukan untuk memberikan informasi cuaca harian secara spasial beresolusi tinggi. Data keluaran produk-produk NWP mempunyai ukuran yang sangat besar sehingga sulit dipertukarkan untuk dapat ditampilkan dalam bentuk peta cuaca maupun untuk analisis lebih lanjut. Pemanfaatan teknologi ‘online storage’ menggunakan GrADS Data Server (GDS) merupakan salah satu solusi untuk mendistribusikan data-data NWP yang berukuran besar. Selain menyediakan koneksi yang stabil dan aman, GDS juga dapat membaca berbagai format data cuaca seperti GRIB, Binary, NetCDF, HDF, BUFR, dan GrADS station data. Walaupun diperlukan keahlian tambahan untuk mengakses data tersebut, tetapi penggunaannya sebanding dengan kemudahan akses serta kemungkinan analisa data untuk keperluan lebih lanjut

    PENDISTRIBUSIAN DATA NUMERICAL WEATHER PREDICTION (NWP) DENGAN GrADS DATA SERVER

    Get PDF
    Penggunaan software ‘Numerical Weather Prediction’ (NWP) diperlukan untuk memberikan informasi cuaca harian secara spasial beresolusi tinggi. Data keluaran produk-produk NWP mempunyai ukuran yang sangat besar sehingga sulit dipertukarkan untuk dapat ditampilkan dalam bentuk peta cuaca maupun untuk analisis lebih lanjut. Pemanfaatan teknologi ‘online storage’ menggunakan GrADS Data Server (GDS) merupakan salah satu solusi untuk mendistribusikan data-data NWP yang berukuran besar. Selain menyediakan koneksi yang stabil dan aman, GDS juga dapat membaca berbagai format data cuaca seperti GRIB, Binary, NetCDF, HDF, BUFR, dan GrADS station data. Walaupun diperlukan keahlian tambahan untuk mengakses data tersebut, tetapi penggunaannya sebanding dengan kemudahan akses serta kemungkinan analisa data untuk keperluan lebih lanjut

    Quantile mapping bias correction on Rossby Centre Regional Climate Models for precipitation analysis over Kenya, East Africa

    Get PDF
    This study uses the quantile mapping bias correction (QMBC) method to correct the bias in five regional climate models (RCMs) from the latest output of the Rossby Center Climate Regional Model (RCA4) over Kenya. The outputs were validated using various scalar metrics such as root-mean-square difference (RMSD), mean absolute error (MAE), and mean bias. The study found that the QMBC algorithm demonstrates varying performance among the models in the study domain. The results show that most of the models exhibit reasonable improvement after corrections at seasonal and annual timescales. Specifically, the European Community Earth-System (EC-EARTH) and Commonwealth Scientific and Industrial Research Organization (CSIRO) models depict remarkable improvement as compared to other models. On the contrary, the Institute Pierre Simon Laplace Model CM5A-MR (IPSL-CM5A-MR) model shows little improvement across the rainfall seasons (i.e., March–May (MAM) and October–December (OND)). The projections forced with bias-corrected historical simulations tallied observed values demonstrate satisfactory simulations as compared to the uncorrected RCMs output models. This study has demonstrated that using QMBC on outputs from RCA4 is an important intermediate step to improve climate data before performing any regional impact analysis. The corrected models may be used in projections of drought and flood extreme events over the study area

    PENGARUH INTENSITAS RADIASI SAAT GERHANA MATAHARI CINCIN TERHADAP BEBERAPA PARAMETER CUACA

    No full text
    Pengamatan pengaruh kejadian gerhana matahari terhadap perubahan parameter-parameter cuaca seperti temperatur udara, kelembaban udara, kecepatan angin serta tekanan udara dilakukan di Gunung Sugih, Lampung pada tanggal 26 Januari 2009. Pengamatan dilakukan sebelum, selama dan sesudah kejadian gerhana matahari menggunakan stasiun pengamatan cuaca otomatis (AWS) secara periodik dengan interval pengamatan satu jam dan 10 detik-an. Dari data yang diperoleh, tekanan udara dan kelembaban udara meningkat selama kejadian gerhana. Namun dari beberapa faktor cuaca yang diamati, hanya suhu udara dan tekanan udara yang mempunyai hubungan yang cukup besar dengan gerhana matahari. Penurunan suhu sebesar 4-5°C terjadi selama kejadian gerhana dan mencapai titik minimum 5 menit setelah kejadian gerhana.   The changes of meteorological parameters such as temperature, relative humidity, wind speed and barometric pressure observed during annular eclipse January 26, 2009 at Gunung Sugih, Lampung. Meteorological observation were made before, during and after the annular eclipse using Automatic Weather Station and periodically measured with hourly and ten seconds interval. From the data, both barometric pressure and relative humidity respectively increased during the annular eclipse but only air temperature and relative humidity have a strong relationship with annular eclipse. The air temperature decreased 4-5°C and reaches the minimum value just 5 minutes after annular eclipse

    POLA SPASIAL DAN TEMPORAL PREDIKSI HUJAN INDONESIA BARAT MENGGUNAKAN WRF-EMS

    No full text
    Model numerik Weather Research and Forecasting Environmental Modelling System (WRF-EMS) digunakan pada studi ini dengan tujuan untuk mengkaji hasil keluaran prediksi hujan model WRF-EMS 1 dan 2 hari ke depan di 6 stasiun pengamatan cuaca terhadap data sinoptik dan TRMM, 8 initial and boundary conditions, serta mengkaji hasil keluaran prediksi hujan secara spasial model WRF-EMS. Konfigurasi skema standar dari model WRF-EMS dipertahankan dan hanya mengubah skema kumulus saja, yaitu menggunakan skema kumulus Betts-Miller-Janjic. Akurasi model ditunjukkan oleh rentang nilai threat score (TS) hasil prediksi hujan 1 dan 2 hari kedepan. Hasil prediksi hujan menunjukkan bahwa model WRF-EMS cukup baik untuk mensimulasikan kejadian tidak-hujan di Pulau Sumatera dan Kalimantan. Nilai TS di stasiun pengamatan cuaca Citeko dari model dengan resolusi horizontal 27 km untuk prediksi 1 dan 2 hari kedepan masing-masing berkisar antara 0 – 0.33 dan 0 – 0.30 sedangkan nilai TS dari model dengan resolusi horizontal 3 km untuk prediksi hujan 1 dan 2 hari kedepan masing-masing berkisar antara 0,17 – 0,75 dan 0.38 – 0.63. Peningkatan resolusi horizontal dari 27 km menjadi 3 km dapat meningkatkan nilai TS. Hal ini mengindikasikan bahwa model dengan resolusi horizontal 3 km lebih akurat untuk memprediksi hujan dibandingkan dengan model resolusi horizontal 27 km. Model WRF-EMS menghasilkan prediksi hujan yang over estimated secara spasial dan model ini lebih sensitif memprediksi hujan di Stasiun Citeko.   WRF-EMS numerical models use to examine the output prediction of rain on 1 or two days ahead   using the WRF-EMS model at 6 weather observations stations and the TRMM data, 8 initials and boundary conditions, and to examine the output prediction of rain spatially using the WRF-EMS. In this study, the configuration of the standard scheme using the WRF-EMS model is maintained; however, the cumulus scheme is the Betts-Miller-Janjic cumulus scheme. The accuracy shown by threat values score (TS) of rain predicted on the 1 and 2 days later. The result shows that the model predictions of rain using WRF-EMS is good enough to simulate a no-rain events on the island of Sumatra and Kalimantan. The TS value at Citeko, horizontal resolution of 27 km, for the prediction of 1 and 2 days in advance of each ranged from 0 – 0.33, and 0 – 0.30, while the TS value of the model with a horizontal resolution of 3 km for rainfall predictions 1 and 2 days in advance each ranged from 0.17 to 0.75 and 0.38 - 0.63. The increased of horizontal resolution from 27 km to 3 km can also increase the value of TS. This indicates that the model with a horizontal resolution of 3 km is more accurate for predicting rain compared to the model horizontal resolution of 27 km. The rainfall prediction was spatially over estimated when using the WRF-EMS Model, and this model is more sensitive in predicting rain at Citeko Station

    PREDIKSI CURAH HUJAN BULANAN MENGGUNAKAN METODE KALMAN FILTER DENGAN PREDIKTOR SST NINO 3.4 DIPREDIKSI

    No full text
    Prediksi Curah Hujan Bulanan di daerah Purbalingga telah dilakukan menggunakan metode Kalman Filter dengan Prediktor SST 3.4. Validasi terhadap prediksi tiga tahun kebelakang (hindcast) 2006, 2007, 2008 menunjukkan nilai koefisien korelasi mencapai 75%. Untuk memperoleh nilai prediktor SST Nino 3.4 diprediksi menggunakan metode ARIMA. Validasi prediksi SST Nino 3.4 selama tiga tahun periode pengujian menunjukkan pada tahun 2006 r=0.91, 2007 r=0.64 dan 2008 r=0.82.   Monthly Rainfall Prediction in the area Purbalingga been performed using the method of Kalman Filter with SST Predictor 3.4. Validation of predictions three years before (hindcast) 2006, 2007, 2008 showing the correlation coefficient reached 75%. To obtain Nino 3.4 SST predictor values predicted using ARIMA method. Validation of Nino 3.4 SST predictions for three-year testing period in 2006 showed r = 0.91, 2007 and 2008, r = 0.64 r = 0.8

    PENGARUH TOPOGRAFI DAN LUAS DARATAN MODEL WRF TERHADAP HASIL PREDIKSI TEMPERATUR PERMUKAAN DI WILAYAH KEPULAUAN INDONESIA

    No full text
    Model Weather Research and Forecasting (WRF) telah digunakan dalam simulasi dan prediksi cuaca dengan cara melakukan downscaling dari resolusi rendah (global) ke resolusi yang lebih tinggi. Karena pengaruh dari topografi Indonesia, banyak proses atmosfer terjadi dalam skala yang lebih kecil dibandingkan dengan resolusi horizontal model atmosfer, sehingga diperlukan pendekatan fisik dalam melakukan down scaling. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh perbedaan topografi pada model WRF terhadap hasil prediksi temperatur permukaan di Indonesia yang merupakan negara kepulauan. Verifikasi terhadap perfoma model WRF dilakukan dalam perioda monsunal. Verifikasi variabel Temperatur dilakukan berdasarkan nilai mean error atau bias, korelasi, standart deviasi dan bias relatif. Hasil dari analisis mean error menunjukkan nilai  yang bervariasi di setiap daerah dan di setiap musimnya. Pada daerah yang terletak wilayah pegunungan menunjukkan nilai mean error yang besar, untuk wilayah yang lainnya pada umumnya menunjukkan nilai mean error yang kecil. Stasiun-stasiun dengan nilai mean error yang besar disebabkan karena perbedaan antara elevasi pada model dan elevasi stasiun observasi. Hasil analisis korelasi secara umum menunjukkan nilai korelasi yang cukup baik  disetiap daerah dan musimnya. Perbedaan hasil luaran antara model dengan data obervasi disebabkan karena perbedaan ketinggian topografi antara model dan stasiun observasi yang cukup besar. Sedangkan hasil verifikasi prediksi model WRF untuk pulau pulau kecil diperoleh nilai korelasi yang sangat rendah dengan nilai standart deviasi dan bias relatif yang besar, kondisi ini disebabkan resolusi 25 km yang digunakan model WRF dalam penelitian ini masih terlalu kasar, sehingga luas daratan tidak tergambarkan dengan baik oleh model.   Weather Research and Forecasting (WRF) model has been applied to weather simulation and prediction by performing downscaling of global resolution to high resolution. The impact of Indonesian topography,caused many atmospheric processes occur on smaller scales than the horizontal resolution of atmospheric models, some physical component approach is needed in downscaling process. The purpose of this study is to know the effect of WRF models topography and land area to the surface temperature parameter in Indonesia. Verification on WRF model performance has been conducted in monsoonal period. Temperature variable verification is done based on the value of the mean error and correlation. The analyses indicate that the mean error values were varying in each regions and in each seasons. In areas which located on mountainous area showed a high mean error values. At other areas, it generally showed a low mean error values. Stations with high mean error valuewere caused by the difference between model elevation and station elevation. Model and observation data differences were caused by the large difference of topographic height between model and observation. While the  verification result of model prediction for small islands shows very low corelation value, with big value in the standard deviation and relative bias; this condition is caused by 25 km resolutions used by the model in this study was too rough, hence the land area is notwell represented by the model
    corecore