45 research outputs found

    KEBIJAKAN POLITIK DAN EKONOMI PEMERINTAH KOLONIAL BELANDA YANG BERPENGARUH PADA MORPOLOGI BENTUK DAN STRUKTUR BEBERAPA KOTA DI JAWA

    Get PDF
    Political, economic and security situation after the end of War of Java (1825 - 1830) greatly influenced the morphology (shape and structure) of towns in Java. The overruling power, which grew stronger and stronger on the remote towns after the war, had caused the colonial government to appoint Bandung with a garrison in Cimahi as the 'garrison town' for the hinterland of West Java, Magelang for Central Java, and Malang for East Java. Economically, the political decision to run 'Cultuurstelsel' (Enforced Cultivation, 1830 - 1870), and the published 'Law of Land Ownership' (1870) had caused the occurrence of 'central cities of production, distribution and trade' in several regions in Java. Besides this, the increase of prosperity level due to economic development especially at the beginning of the 20th century has created resort towns in the mountainous areas in West Java, Central Java and East Java. Traces of the formation process of these towns are still visible up to now. Abstract in Bahasa Indonesia : Situasi politik, ekonomi dan keamanan sesudah selesainya Perang Jawa (1825-1830) , berpengaruh sangat besar terhadap morpologi (bentuk dan struktur) kota-kota di P. Jawa. Cengkeraman kekuasaan yang makin kuat terhadap kota-kota pedalaman sesudah Perang Jawa mengakibatkan pemerintah kolonial menentukan kota Bandung dengan garnizun di Cimahi sebagai 'kota garnizun' untuk pedalaman Jawa Barat, Magelang untuk pedalaman Jawa Tengah dan Malang untuk pedalaman Jawa Timur. Sedangkan dalam bidang ekonomi keputusan politik untuk menjalankan sistim Tanam Paksa (Cultuurstelsel, th. 1830-1870), serta dikeluarkannya 'undang-undang agraria' (th.1870) mengakibatkan timbulnya 'kota sentra produksi, distribusi dan perdagangan' di berbagai tempat di Jawa. Sedangkan naiknya tingkat kemakmuran akibat kemajuan ekonomi terutama pada awal abad ke 20, mengakibatkan timbulnya 'kota peristirahatan' di daerah pegunungan di Jawa Barat, Jawa Tengah maupun Jawa Timur. Jejak-jejak terbentuknya kota-kota tersebut masih dapat kita lihat sampai sekarang. Kata kunci: kota di Jawa, kota garnizun, kota sentra produksi, distribusi dan perdagangan, kota peristirahatan

    Pasak Sejarah Indonesia Kekinian Surabaya 10 Nopember 1945

    Get PDF
    Banyak generasi muda Surabaya masih tertarik pada peristiwa heroik Sepuluh November di kotanya. Ini nampak dari besarnya pelibatan para arek saat memperingati Hari Pahlawan di Surabaya dan di berbagai daerah lainnya. Perayaan tidak hanya dilakukan pada skala "kota", tetapi mencapai hingga ke berbagai sudut kota, utamanya di kampung-kampung yang menjadi sumber dari anak muda pejuang saat itu. Namun kini banyak anak muda yang sulit mendapatkan penjelasan (ringkas dan benar) tentang peristiwa heroik tersebut dan makna dari perang kota (urban warfare) yang membuat warna perang kemerdekaan Indonesia berbeda. Ini kemudian membuat perhatian dunia terhadap Proklamasi Kemerdekaan tersentak karena semula Surabaya diremehkan dan diperkirakan tidak akan terjadi apa-apa, terutama peran yang dapat dilakukan arek-arek Suroboyo. Warga muda di Surabaya saat ini perlu sadar bahwa mereka berdiam di tempat (kota) terjadinya peristiwa penting dalam sejarah tegaknya Indonesia Merdeka dan akhirnya diakui dunia. Kalau ada orang yang tahu dan dapat menceritakan kisah Perang Surabaya, jarang tampil utuh apalagi akurat dan sedikit pula yang mampu menunjukkan dimana tempat peristiwanya terjadi

    Setelah Seabad Gereja Tionghoa Pertama di Surabaya

    Get PDF
    Artikel ini tentang gereja etnis Tionghoa pertama di Surabaya. Bagaimana gereja ini berkembang dan mempertahankan identitas sebagai gereja Tionghoa Protestan selama lebih dari seabad. Tulisan ini juga berusaha untuk menggambarkan dinamika identitas tersebut, di mana ada sebagian identitas suku dan agama yang tetap, namun ada juga yang berubah

    LINGKUNGAN "PECINAN" DALAM TATA RUANG KOTA DI JAWA PADA MASA KOLONIAL

    No full text
    Pecinan (Chinese Camp) area is never absent in the town of Java. Although the specific characteristics of this mileu is not so strong any more at the present as it was in the past, its presency in diverse smaller towns in Java is still felt as something different. The specific atmosphere of the area, centered on the klenteng as the place of workship, its social environment, included the specific style of house construction, are easy to be recognized. In some world cities like San Fransisco and Manila, the socalled China Towns are just stimulated for its existence. It is even so far, that theyare recomended as tourist destination objects. During the rule of the New Order (1965-1998), Pecinan in the towns in Indonesia are systimatically abolished, because of sicio political considerations. This paper tries to trace back the history of those Chinese Camps in the older towns of Java, to have a certain picture of its existence in the past. Abstract in Bahasa Indonesia : Lingkungan "Pecinan" selalu ada di hampir semua kota-kota di Jawa. Meskipun sekarang lingkungan ini sudah semakin kabur, tapi di beberapa kota kecil di Jawa bekas kehadirannya masih sangat terasa sekali. Atmosfir lingkungannya yang khas, diperkuat dengan kehadiran kelenteng sebagai pusat ibadah dan sosial, serta bentuk-bentuk bangunan yang khas pula sangat mudah untuk ditengarai. Di beberapa kota di dunia seperti San Fransisco, Manila dan sebagainya daerah Pecinan ini justru di perkuat kehadirannya. Bahkan daerah tersebut bisa dijadikan sebagai daerah tujuan wisata kota. Selama Orde baru, karena alasan sosial dan politik, kehadiran Pecinan di kota-kota Indonesia, mulai dihapuskan. Tulisan ini mencoba untuk menelusuri sejarah kehadiran daerah "Pecinan" pada kota-kota di Jawa pada masa lampau. Kata kunci : Kota di Jawa jaman kolonial, Pecinan

    DAENDELS DAN PERKEMBANGAN ARSITEKTUR DI HINDIA BELANDA ABAD 19

    No full text
    In periods of his governance, Governor General Herman Willem Daendels (1808-1811) greatly influenced the city growth of Batavia (currently known as Jakarta) and Surabaya. He has also affected colonial architecture in Dutch East Indies during 19th century. His style of leadership that was arrogant and tough has been succeeded to reborn proud of Dutch nation as a colonist and also eliminate Javanese traditional architecture that was started to adopt by some Dutch ā€˜aristocratā€™ at the end of 18th century for housing development. Daendelsā€™ governance initiated new style of architecture which is known as ā€˜Indische Empireā€™. The style has been adopted from ā€˜Empireā€™ style of France and has made some adjustment with local climate and life style of Dutch East Indies The style has been used in Dutch East Indies during 19th century. Abstract in Bahasa Indonesia: Dalam kurun waktu pemerintahannya selama kurang lebih 3,5 tahun, Gubernur Jendral Herman Willem Daendels (1808-1811) ternyata berperan besar terhadap perkembangan kota di Batavia (sekarang Jakarta) dan Surabaya maupun arsitektur kolonial di Hindia Belanda sepanjang abad ke 19. Gaya pemerintahannya yang keras dan angkuh ternyata berhasil menghidupkan kembali keangkuhan Belanda sebagai kaum penjajah dan menjauhkan pengaruh arsitektur tradisional Jawa yang sudah mulai diadaptasi oleh kaum ā€™aristokratā€™ Belanda pada akhir abad 18, untuk pembangunan perumahan. Kedatangan Daendels mengakibatkan timbulnya gaya arsitektur yang kemudian dikenal dengan sebutan ā€ Indische Empireā€, berasal dari gaya Empire di Perancis yang disesuaikan dengan iklim dan gaya hidup di Hindia Belanda. Gaya ini berkembang di Hindia Belanda sepanjang abad ke 19. Kata kunci: Sejarah arsitektur Kolonial Belanda, Daendels, Indische Empire

    PERLETAKAN STASIUN KERETA API DALAM TATA RUANG KOTA-KOTA DI JAWA (KHUSUSNYA JAWA TIMUR) PADA MASA KOLONIAL

    No full text
    Railway Company in Indonesia started in 1860's. They were held by both government (SS- Staad Spoorwegen) and private (NIS, etc). The same happened as in Europe after rev. industry, railway station's placement as new kind of building became very important in urban planning. Faster progression,in railway services in Indonesia in the begining 20 th century, that reached almost all of town in Java; caused railway station's placement, either in larger city or Kabupaten city will be importance. In the end of 19 th and 20 th century, railway transportation was one of important infrastructure.But in the second part of 20 th century, after independence, the roadway progression caused railway services become come down, so railway stations were careless. In the end of 20 th century, the dense of roadway in Java caused railway's function raise again. In general towns has been develop, so railway station placement which been though exactly in urban planning, become to make trouble for city trafic. The scoupe of this paper covered about the placement of railway station in the past, as input for development city in Java for the future. Abstract in Bahasa Indonesia : Per kereta api an di Indonesia baru dimulai pada th. 1860 an. Perusahaan kereta api ditangani oleh dua instansi yaitu oleh pihak pemerintah (seperti: S.S - Staad Spoorwegen) dan pihak swasta (seperti :NIS - Nederlandsch Indische Spoorweg Maatschappij, dan sebagainya). Seperti halnya di Eropa setelah revolusi industri, perletakkan stasiun sebagai suatu jenis bangunan baru, menjadi sangat penting dalam tata ruang kota. Dengan makin majunya per kereta api an di Indonesia pada awal abad ke 20, yang hampir mencapai seluruh kota di Jawa, maka penempatan stasiun kereta api baik di kota-kota besar maupun kota Kabupaten menjadi suatu pemikiran yang penting. Pada akhir abad ke 19 dan abad ke 20, angkutan dengan kereta api, menjadi salah satu sarana yang sangat penting, baik angkutan barang maupun manusia. Tapi pada bagian kedua abad 20, setelah kemerdekaan, karena kemajuan jalan darat, peran kereta api menjadi menurun, sehingga stasiun kereta api menjadi merana. Di akhir abad 20, karena padatnya arus lalu lintas jalan darat di P. Jawa, peran kereta api menjadi hidup kembali. Kota-kota pada umumnya telah berkembang pesat, sehingga letak stasiun kereta api yang dulunya telah dipikirkan dengan sangat baik sekali dalam tata ruang kotanya, sekarang menjadi masalah dalam pengaturan lalu lintas kota. Tulisan ini membahas tentang perletakkan stasiun kereta api dimasa lampau sebagai masukan dalam pemikiran perkembangan kota-kota di Jawa untuk masa mendatang. Kata kunci: Stasiun kereta api, Tata ruang kota

    POLA SPASIAL DAN SISTIM JALAN DARI KOTA CAKRANEGARA DAN PROBOLINGGO SEBUAH PERBANDINGAN

    No full text
    Cakranegara in Lombok and Problinggo in north coast of east Java are two unique cities. Cakranegara was planned by Hindu-Bali cosmology. Probolinggo was planned by a rational thinking for economic and political thinking for Dutch Colonial government at that time. Althought one and other don't have directly relationship but casualy both of them used grid patern. Because of the difference background concept of urban design and the difference of social and geography condition, so pattern of the spatial town also very different. Cakranegara and Probolinggo are two example of urban planning that attractive to be comparised. Abstract in Bahasa Indonesia : Cakranegara di Pulau Lombok dan Probolinggo di pantai Utara Jawa Timur, adalah dua kota yang sangat unik. Cakranegara di rencanakan berdasarkan kosmologi Hindu-Bali. Probolinggo di rencanakan berdasarkan pemikiran yang rasional untuk tujuan ekonomi dan politik bagi masyarakat kolonial Belanda waktu itu. Meskipun tidak ada hubungan satu sama lain secara langsung, tapi secara kebetulan kedua kota ini menggunakan grid sebagai pola sistim jalannya. Karena latar belakang konsep perancangan kota yang berbeda, keadaan sosial dan geografis yang berbeda pula, maka pola penataan spasial kotanya pun sangat berbeda. Cakranegara dan Probolinggo adalah dua contoh perencanaan kota yang sangat menarik untuk di bandingkan Kata Kunci : Cakranegara, Probolinggo, Pola Spasial, Sistim Jalan

    LINGKUNGAN "PECINAN" DALAM TATA RUANG KOTA DI JAWA PADA MASA KOLONIAL

    No full text
    Pecinan (Chinese Camp) area is never absent in the town of Java. Although the specific characteristics of this mileu is not so strong any more at the present as it was in the past, its presency in diverse smaller towns in Java is still felt as something different. The specific atmosphere of the area, centered on the klenteng as the place of workship, its social environment, included the specific style of house construction, are easy to be recognized. In some world cities like San Fransisco and Manila, the socalled China Towns are just stimulated for its existence. It is even so far, that theyare recomended as tourist destination objects. During the rule of the New Order (1965-1998), Pecinan in the towns in Indonesia are systimatically abolished, because of sicio political considerations. This paper tries to trace back the history of those Chinese Camps in the older towns of Java, to have a certain picture of its existence in the past. Abstract in Bahasa Indonesia : Lingkungan "Pecinan" selalu ada di hampir semua kota-kota di Jawa. Meskipun sekarang lingkungan ini sudah semakin kabur, tapi di beberapa kota kecil di Jawa bekas kehadirannya masih sangat terasa sekali. Atmosfir lingkungannya yang khas, diperkuat dengan kehadiran kelenteng sebagai pusat ibadah dan sosial, serta bentuk-bentuk bangunan yang khas pula sangat mudah untuk ditengarai. Di beberapa kota di dunia seperti San Fransisco, Manila dan sebagainya daerah Pecinan ini justru di perkuat kehadirannya. Bahkan daerah tersebut bisa dijadikan sebagai daerah tujuan wisata kota. Selama Orde baru, karena alasan sosial dan politik, kehadiran Pecinan di kota-kota Indonesia, mulai dihapuskan. Tulisan ini mencoba untuk menelusuri sejarah kehadiran daerah "Pecinan" pada kota-kota di Jawa pada masa lampau. Kata kunci : Kota di Jawa jaman kolonial, Pecinan

    PERLETAKAN STASIUN KERETA API DALAM TATA RUANG KOTA-KOTA DI JAWA (KHUSUSNYA JAWA TIMUR) PADA MASA KOLONIAL

    No full text
    Railway Company in Indonesia started in 1860's. They were held by both government (SS- Staad Spoorwegen) and private (NIS, etc). The same happened as in Europe after rev. industry, railway station's placement as new kind of building became very important in urban planning. Faster progression,in railway services in Indonesia in the begining 20 th century, that reached almost all of town in Java; caused railway station's placement, either in larger city or Kabupaten city will be importance. In the end of 19 th and 20 th century, railway transportation was one of important infrastructure.But in the second part of 20 th century, after independence, the roadway progression caused railway services become come down, so railway stations were careless. In the end of 20 th century, the dense of roadway in Java caused railway's function raise again. In general towns has been develop, so railway station placement which been though exactly in urban planning, become to make trouble for city trafic. The scoupe of this paper covered about the placement of railway station in the past, as input for development city in Java for the future. Abstract in Bahasa Indonesia : Per kereta api an di Indonesia baru dimulai pada th. 1860 an. Perusahaan kereta api ditangani oleh dua instansi yaitu oleh pihak pemerintah (seperti: S.S - Staad Spoorwegen) dan pihak swasta (seperti :NIS - Nederlandsch Indische Spoorweg Maatschappij, dan sebagainya). Seperti halnya di Eropa setelah revolusi industri, perletakkan stasiun sebagai suatu jenis bangunan baru, menjadi sangat penting dalam tata ruang kota. Dengan makin majunya per kereta api an di Indonesia pada awal abad ke 20, yang hampir mencapai seluruh kota di Jawa, maka penempatan stasiun kereta api baik di kota-kota besar maupun kota Kabupaten menjadi suatu pemikiran yang penting. Pada akhir abad ke 19 dan abad ke 20, angkutan dengan kereta api, menjadi salah satu sarana yang sangat penting, baik angkutan barang maupun manusia. Tapi pada bagian kedua abad 20, setelah kemerdekaan, karena kemajuan jalan darat, peran kereta api menjadi menurun, sehingga stasiun kereta api menjadi merana. Di akhir abad 20, karena padatnya arus lalu lintas jalan darat di P. Jawa, peran kereta api menjadi hidup kembali. Kota-kota pada umumnya telah berkembang pesat, sehingga letak stasiun kereta api yang dulunya telah dipikirkan dengan sangat baik sekali dalam tata ruang kotanya, sekarang menjadi masalah dalam pengaturan lalu lintas kota. Tulisan ini membahas tentang perletakkan stasiun kereta api dimasa lampau sebagai masukan dalam pemikiran perkembangan kota-kota di Jawa untuk masa mendatang. Kata kunci: Stasiun kereta api, Tata ruang kota

    LIEM BWAN TJIE ARSITEK MODERN GENERASI PERTAMA DI INDONESIA (1891-1966)

    No full text
    Loem Bwan Tjie is the first generation of modern architect in Indonesia. But his name seldom be beard in the growth of modern architecture history in Indonesa. Hundreds of his masterpiece spread over in various town. Because of less architecture publication in the early of independence until 1965, causing the name of him is not too famous. This article try to acknowledge masterpieces Liem's as one of the exponent of modern architecture in Indonesia. Abstract in Bahasa Indonesia : Liem Bwan Tjie adalah arsitek modern generasi pertama di Indonesia. Tapi namanya jarang terdengar dalam sejarah perkembangan arsitektur modern di Indonesia. Puluhan bahkan mungkin ratusan karyanya tersebar di berbagai kota di Indonesia. Minimnya publikasi tentang karya-karya arsitektur di Indonesia pada awal kemerdekaan sampai th. 1965 an, menyebabkan namanya sebagai salah seorang pelopor arsitektur modern di Indonesia tidak begitu banyak dikenal. Tulisan ini mencoba untuk mengangkat karya-karya Liem sebagai salah satu pelopor arsitektur modern generasi pertama di Indonesia. Kata kunci: Perkembangan arsitektur modern di Indonesia, Liem Bwan Tjie
    corecore