66 research outputs found

    Who 'We' Are: Otherness, Nationalism and the Media

    Get PDF

    Memory and Myth: The Bombings of Dresden and Hiroshima in German and Japanese TV Drama

    Get PDF
    Japan is often blamed for not coming to terms with its own wartime past and for focusing solely on its role as a victim of the war. Germany, however, is often seen as the model that Japan has to emulate, having penitently accepted responsibility. Thus, in order to work out how these popular myths are being perpetuated, the media prove to be a good source of information, since they help to uphold memory and myth at the same time. In this paper, it will be examined how the "memory" of the bombings of Dresden and Hiroshima is being upheld in Japan and Germany - and what kinds of "myths" are being created in the process. In focusing on two TV dramas, it shall be worked out to what extent Japan and Germany are represented as "victims" and to what extent, if at all, the issue of war responsibility features in these dramas

    Oolong-Tee oder Instantnudeln - Zum Chinabild in der japanischen Fernsehwerbung

    Get PDF
    Asian characters rarely appear in Japanese television commercials, while on the other hand Western characters and sceneries are commonplace. Most Japanese-language publications on Japanese TV commercials have already proved this trend quantitatively, yet qualitative work on Japanese TV commercials is scarce. The aim of that paper is to link a quantitative to a qualitative approach in analysing a sample of the year 2002 in both ways while taking the quantitative background into account to elucidate possible developments. In addition, some older commercials were also included in the sample in order to make a possible change in the patterns of representation more evident. Despite an ‘Asia boom’ in Japan throughout the 1990s, which influenced many other popular genres, Japanese TV commercials were by large unaffected of this trend. In 2002, the Chinese characters did not appear in a large number. In addition, they were still the only other Asians in Japanese commercials and their appearance was strongly linked to the product to be advertised (i.e. Oolong Tea and Chinese food). Hence, stereotypes commonly associated with China were used in abundance in order to create a ‘Chinese flair’ for the Japanese product. While in the 1990s, even Chinese stars appeared only in relation to products of Chinese origin, at the beginning of the new millennium, a certain tendency to dissolve the Chinese stars from this background and to present them in a less stereotypical way could be observed

    KERJASAMA JEPANG-KENYA SEBAGAI IMPLEMENTASI KEBIJAKAN LUAR NEGERI JEPANG DALAM MENGEDEPANKAN HUMAN SECURITY

    Get PDF
    Perubahan arah kebijakan luar negeri Jepang yang dahulunya merupakan politik aneksasi menjadi pasifisme membuat Jepang bercita-cita tulus untuk perdamaian internasional. Pemerintah Jepang pun mulai memfokuskan konsep keamanan manusia sebagai ide dari agenda kebijakan luar negerinya. Kebijakan ini diambil Jepang sebagai prinsip universalitas etis. Human security menjadi fokus arah kebijakan Jepang sebagai bentuk tanggung jawab Jepang pada sistem global. Implementasi kebijakan luar negeri Jepang yang mengedepankan konsep human security adalah dengan melakukan kerja sama dengan Kenya. Artikel ini menjelaskan bagaimana bentuk kerja sama antara Jepang dan Kenya ini mampu memenuhi klasifikasi keamanan manusia. Analisis dilakukan dengan menggunakan konsep human security dan teori kosmopolitanisme. Penelitian ini menunjukkan bahwa kebijakan luar negeri Jepang ke Kenya dalam bentuk ODA merupakan implementasi dari kebijakan luar negeri Jepang yang mengedepankan konsep human security dan dari sudut pandang kosmopolitanisme, ODA Jepang telah mampu melampaui batas kedaulata

    PERAN PEMERINTAH DALAM MENGATASI PELANGGARAN HAK DAN PENGINGKARAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA BERDASARKAN UUD 1945

    Get PDF
    Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor apa sajakah yang menyebabkan terjadinya pelanggaran hak dan pengingkaran kewajiban warga negara dan bagaimana peran pemerintah dalam mengatasi pelanggaaran hak dan pengingkaran kewajiban warga negara yang dengan metode penelitian hukum normnatif disimpulkan bahwa: 1. Hak merupakan segala sesuatu yang pantas dan mutlak untuk didapatkan oleh individu sebagai warga negara sejak masih berada dalam kandungan, sedangkan kewajiban merupakan suatu keharusan atau kewajiban bagi individu dalam melaksanakan peran sebagai warga negara guna mendapatkan pengakuan akan hak yang sesuai dengan pelaksanaan kewajiban tersebut. Hak dan kewajiban merupakan suatu hal yang terkait satu sama lain, sehingga dalam praktik harus dijalankan dengan seimbang. Pelanggaran hak warga negara terjadi ketika warga negara tidak dapat menikmati atau memperoleh haknya sebagaimana yang ditetapkan oleh Undang-undang. Akibat dari adanya ketidakseimbangan antara pelaksanaan hak dan kewajiban warga negara akan mengakibatkan terjadinya pelanggaran hak dan pengingkaran kewajiban warga negara. Penyebab terjadinya pelanggaran hak dan pengingkaran kewajiban warga negara disebabkan oleh pemerintah negara itu sendiri maupun oleh masyarakat. Negara akan dapat berjalan dengan baik bila warga negaranya mendukung dan pemerintah lebih aktif lagi dalam memperhatikan masyarakatnya. Penjaminan hak dan kewajiban antara negara dan warga negara terdapat dalam konstitusi negara, dalam hal ini UUD 1945 sebagai konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia. 2. Di Indonesia kasus pelanggaran hak dan pengingkaran kewjiban warga negara banyak terjadi, mulai pelanggaran ringan hingga pelanggaran berat. Untuk mengatasi pelanggaran hak dan pengigkaran kewajiban warga negara tersebut pemerintah melakukan upaya-upaya dengan mengoptimalkan peran lembaga-lembaga perlindungan HAM. Tetapi meskipun demikian pada kenyataannya saat ini permasalahan-permasalahan tersebut belum dapat terselesaikan secara tuntas. Sebagai warga negara yang baik kita harus mengetahui dan memahami hak dan kewajiban warga Negara agar tidak terjadi pelanggaran hak dan pengingkaran kewajiban. Negara juga harus mengetahui hak dan kewajibannya agar sejalan dengan pelaksanaan yang dilakukan warga negara. Walaupun begitu, tetap saja pelanggaran hak dan pengingkaran kewajiban terjadi, hal ini karena adanya faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi. Oleh karena itu di perlukan kerjasama dari seluruh pihak untuk mengatasi dan menanganinya.Kata kunci: hak; warga Negara

    Whose Choice? Watching non-English language Films in the UK

    Get PDF
    In a market dominated by Hollywood, it is easy to overlook that the number of films (and televised productions) which are not in English is actually by far greater than those in English. However, although some non-English language film industries are vast, only a comparatively small number of productions are screened outside of their country of origin. Therefore, before being translated and brought to screens for us to watch, already a filter applies, as the films are chosen by curators of film festivals or the industry. For that reason, films that are perhaps less representative but more interesting, or by a well-known director may be chosen over others that may have been more successful in their country of origin, but are made by a less-well know director or perceived to be less interesting for ‘foreign audiences’. The choice of what we watch is thus never entirely ours. Using Japan, Germany and the UK as example, I will offer some thoughts on what impact such a filter might have on the consumption, and therefore the perception, of a film outside of its country of origin and what challenges this poses for audiences and researchers

    Gendering the Japanese Empire: Ri Kƍran as ‘Transnational’ Star?

    Get PDF
    This paper aims to assess how Ri Kƍran came to represent the gender dichotomies of the Japanese Empire. Looking at two propaganda films, Suzhou Nights (1941) and Sayon’s Bell (1943), I will work out how the roles she played are indicative of the gender roles in the Japanese Empire, taking into account her transnational star persona
    • 

    corecore