8 research outputs found
“DESAK TERDESAK”
Sinopsis
Desak (32) nama seorang perempuan Bali yang terlahir di keluarga dengan status sosial tinggi.
Beberapa tahun yang lalu dia memutuskan untuk mengikuti seorang laki-laki yang begitu dicintainya.
Dia lari, menikah tanpa sepengetahuan dan persetujuan kedua orang tuanya yang menentang hubungan
tersebut karena permasalahan status sosial. Orang tua Desak marah, memutuskan status dan menganggap
Desak telah mati karena berani menentang keputusan mereka. Kini Desak hidup sebagai buruh tani
cabai di Desa tempat Putu (37), suaminya berasal. Dia memiliki seorang anak laki-laki berumur 3
tahun yang bernama Gede. Kebahagiaan Desak terenggut setelah suaminya memiliki wanita idaman lain.
Tanpa sepengetahuan Desak, Putu yang bekerja di Lembaga Perkreditan Desa jatuh cinta kepada salah
satu nasabahnya.
Kehidupan Desak mulai berubah. Laki-laki yang diperjuangkannya dahulu, kini berbalik menyakitinya.
Tidak jarang Desak mendapat perlakuan kasar baik secara verbal maupun non-
verbal. Desak berusaha bertahan menghadapi Putu demi sang anak. Hingga suatu malam, Putu kembali pulang dalam keadaaan mabuk. Dia berteriak,
memanggil-manggil nama Desak sambil mengamuk. Desak yang ketakutan hanya bisa menangis sambil
memeluk anaknya. Dia pasrah menanti hal buruk yang akan terjadi kepadanya.
Teman-teman sesama buruh cabai mencoba memberikan pandangannya tentang masalah yang dialami Desak.
Seorang buruh meminta Desak untuk pulang kerumah orang tua dan menceraikan suaminya. Namun salah
seorang buruh meminta Desak untuk tetap bersabar demi anak dan bertanggung jawab atas apa yang
sudah menjadi pilihannya dahulu. Permasalahan hidup Desak bertambah ketika hasil rapat keluarga
memutuskan setiap kepala keluarga wajib menyumbang uang perbaikan pura keluarga sebesar 4 juta
rupiah. Desak yang tengah dilanda kebimbangan tanpa sengaja bertemu dengan ayahnya. Rasa rindu
membuat Desak berani memanggil ayahnya. Namun ayah Desak bergeming, dia hanya menoleh dan tidak
menjawab sepatah katapun. Desak memutuskan untuk pergi meninggalkan ayahnya. Hatinya hancur, Desak
sudah tidak memiliki harapan karena tidak ada lagi tempatnya untuk pulang.
Desak yang tengah merasakan tekanan kewajiban dan kenyataan bahwa dia telah benar-benar dibuang,
kembali mengalami kekerasan dari suaminya. Desak yang semakin terdesak oleh keadaan, memutuskan
untuk melawan. Dia melupakan semua yang telah diperjuangkan. Putu mengusirnya dari rumah dan Desak
dengan emosi menerima hal tersebut. Dia masuk kedalam kamarnya, mengambil beberapa baju dari dalam
lemari kemudian memasukkannya ke dalam tas. Desak berhenti sejenak, menatap anak semata wayangnya
yang sedang tidur pulas. Dia menangis meratapi nasib dan harus rela berpisah dengan anaknya. Desak
bangkit mengusap air matanya dan bergegas keluar. Putu kembali mencacinya namun Desak sudah tidak
peduli, hingga sebuah kalimat tanya menghentikan langkahnya. Desak tidak sanggup berpisah dengan
anaknya dan memutuskan untuk bertahan
menerima semua keadaan
Callaccitra Undagi Mahottama: A Documentary Film on “Undagi” Bali as a Cultural Heritage Digital Repository Content
Abstract
Purpose: A film entitled Calaccitra Undagi Mahottama (CUM) is used as a model for documenting cultural actors, as a starting point and inspiration for the development of a culture-based creative industry, as suggestions on synergies between villages, local governments, educational institutions, and centers in cultural conservation with digital cultural heritage repositories.
Research methods: This descriptive research empirically examines objects with a qualitative-analytic approach. The research inductively dissects the film CUM as a case object, from concept to process, and then synthesizes a documentary film formulation as a solution to preserving Balinese culture through RDWB.
Findings: Synergy Scheme Map of the Village Video Movement with the Cultural Heritage Digital Repository, with CUM movie as a pilot project. The position of CUM's documentary films is to prioritize cultural preservation through biographical historical information with a historical approach. Bali needs more data collection on cultural resource assets in villages that still need to be appointed.
Implication: The position of the Provincial Government of Bali is to be the leading actor, apart from being the initiator and also the leading actor in the process, supported by educational institutions and related social institutions as cultural curators.Abstract
Purpose: A film entitled Calaccitra Undagi Mahottama (CUM) is used as a model for documenting cultural actors, as a starting point and inspiration for the development of a culture-based creative industry, as suggestions on synergies between villages, local governments, educational institutions, and centers in cultural conservation with digital cultural heritage repositories.
Research methods: This descriptive research empirically examines objects with a qualitative-analytic approach. The research inductively dissects the film CUM as a case object, from concept to process, and then synthesizes a documentary film formulation as a solution to preserving Balinese culture through RDWB.
Findings: Synergy Scheme Map of the Village Video Movement with the Cultural Heritage Digital Repository, with CUM movie as a pilot project. The position of CUM's documentary films is to prioritize cultural preservation through biographical historical information with a historical approach. Bali needs more data collection on cultural resource assets in villages that still need to be appointed.
Implication: The position of the Provincial Government of Bali is to be the leading actor, apart from being the initiator and also the leading actor in the process, supported by educational institutions and related social institutions as cultural curators
SWAGINA-SAMPANA-RUPASAMPANNA Desa Swabudaya Penglipuran
HATUR PIUNING
KETUA TIM DESA ADAT PENGLIPURAN
Om Swastiastu, Namobudaya, Salam Kebajikan, Rahayu
Terima kasih dihaturkan ke hadapan Hyang Widi Wasa atas asung
kertha waranugraha-Nya, pelaksanaan Nata Citta Swabudaya (NCS)
Desa Adat Penglipuran dapat terlaksana dengan lancar, sukses, dan
bermakna.
CS merupakan pelaksanaan pengabdian kepada masyarakat yang
diselenggarakan Lembaga Penelitian, Pengabdian Kepada Masyarakat, dan Pengembangan
Pendidikan (LP2MPP) Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar bermitra dengan Desa Adat
Penglipuran, Kecamatan Bangli, Kabupaten Bangli. Desa Adat Penglipuran dipilih sebagai mitra
NCS karena potensi desa yang layak dikembangkan dalam bidang seni budaya. Adapun kegiatan
NCS di Desa Adat Penglipuran terdiri atas rekonstruksi tari dan iringan Baris Presi, pembuatan
film dokumenter tari Baris Jojor, pelatihan berbusana adat Bali, tata rias dan sanggul Bali,
pelatihan menggambar, membuat ornamen alat-alat upacara, pelatiahan MC, pelatihan
pembuatan merchandise melalui cetak resin dan cetak saring, peletakan prasasti NCS ISI
Denpasar dan buku monografi Desa Adat Penglipuran. Kegiatan NCS dilaksanakan dengan
saling bersinergi dan bekerja sama dengan seluruh elemen masyarakat yang ada di Desa Adat
Penglipuran.
Buku monografi Desa Adat Penglipuran dengan judul Swagina-Sampana-Rupasampanna
memberikan gambaran mengenai Desa Adat Penglipuran dengan potensi sumber daya alam yang
dikelilingi oleh hutan bambu dan tanah perkebunan, sehingga suasana desa sangat sejuk, tenang
dan nyaman. Secara visual desa adat Penglipuran sangat unik dan menarik, karena Masingmasing
pekarangan memiliki angkul-angkul unik sebagai pintu rumah masuk dan memiliki
bentuk yang sama antara yang satu dengan yang lainnya. Bentuk angkul-angkul yang seragam
dan atapnya terbuat dari tumpukan bambu merupakan identitas dari wajah desa yang sangat artistik. Masyarakat Penglipuran sangat menjunjung tinggi nilai-nilai tradisi yang ada, baik
secara fisik maupun non fisik, sehingga Desa adat Penglipuran menjadi destinasi desa wisata
yang sangat terkenal di manca negara. Masyarakat Penglipuran sangat makmur karena sangat
produktif, selain mengembangkan IKM loloh cemcem dan kunyit, juga banyak terjun sebagai
peternak, perajin, dan seniman serta ekonomi masyarakat sangat didukung oleh pariwisata yang
semakin meningkat. Selain terkenal karena keunikan permukimannya, Desa Adat Penglipuran
juga sebagai desa yang bersejarah. Hal ini dibuktikan dengan adanya monumen perjuangan Anak
Agung Anom Mudita yang terletak di bagian selatan desa, dan masyarakat menyebutnya sebagai
Pura Dalem Mudita. Melihat Potensi Desa Adat Penglipuran sebagai desa Wisata yang berbasis
lingkungan dan adat budaya, maka pelaksanaan NCS sangat tepat sebagai upaya mendorong
pemajuan seni budaya masyarakat setempat yang sejalan visi NCS, yakni mewujudkan ekosistem
seni budaya berkelanjutan.
Seluruh tim NCS Desa Adat Penglipuran menghaturkan terima kasih kepada seluruh
prajuru dan masyarakat karena telah memberikan perhatian yang besar dan berkontribusi dalam
pelaksanaan NCS ini secara maksimal.
Denpasar, 16 Juni 2022
Dr. Drs. I Wayan Suardana, M.S
FILM FIKSI PENDEK “DESAK TERDESAKâ€
“Desak Terdesak†merupakan sebuah film fiksi pendek yang berangkat dari isu tentang kurangnya “penghargaanâ€Â terhadap perempuan Bali. Karya ini mengangkat posisi serta status perempuan Bali dalam hukum adat yang
selalu berada di bawah kekuasaan laki-laki. Hal tersebut berkaitan erat dan didasari oleh keyakinan mayoritas penduduk Bali, sistem kekerabatan patrilineal, sistem wangsa dan petuah-petuah orang tua. Dalam film fiksi pendek ini pengkarya berusaha menghadirkan konflik sosial yang lebih tajam dengan menggabungkan permasalahan kekerasan dalam rumah tangga, tekanan ekonomi, dan ketidakberdayaan melawan hukum adat yang membuat posisi perempuan Bali bernama Desak semakin terdesak. Sejak kecil perempuan Bali
dididik untuk mandiri, bekerja keras dan bukan mahkluk lemah yang harus dilindungi. Orang tua mengajarkan untuk selalu menjunjung tinggi martabat dan siap berkorban demi nama baik keluarga. Perempuan Bali telah diberikan persamaan hak dalam memperoleh pendidikan, pekerjaan dan mengutarakan pendapat, namun disisi lain mereka tetap diikat oleh berbagai sistem yang berlaku di Bali. “Desak Terdesak†berdurasi 20 menit, menggunakan pendekatan Realis medan Hollywood Klasik sebagai bentuk karya dengan plot linier yang
sesuai aksi peristiwa. Dialog dalam film ini menggunakan bahasa Bali dialek Singaraja untuk memperkuat setting dan penokohan yang dibangun dalam cerita. Beberapa sumber pustaka seperti Filsafat Timur, Sebuah Pengantar Hinduisme dan Buddhisme, Perempuan Bali, Hukum Adat Bali, Hak Waris Perempuan Bali dan Kesalahpahaman Kasta digunakan sebagai rujukan dalam menciptakan karya ini. Film yang diilhami dari kisah nyata ini memberikan sedikit pengetahuan, informasi, pemahaman kepada pembaca serta penonton
terkait posisi perempuan dalam hukum dan pergaulan adat masyarakat Bali yang menganut sistem kekerabatan patrilineal.
Kata kunci: film, perempuan, Bali, budaya, sistem, bentuk.
“Desak Terdesak†is a film of short fiction based on the issues of the lack of “appreciation†towards Balinese women. This work tells about the position and status of Balinese women in the custom that they are always under the men’s power. It is closely related to and based on the most Balinese belief, the patrilineal kinship system, wangsa system, and the parental teachings. In the short fiction film, the creator tries to present the sharper social conflict by combining the problems of domestic violance, economic depression, and the
helpnessness against customary law that makes Balinese women namely Desak is more distressed. Sinceyoung,Ă‚Â Balinese women have been educated to be independent, working hard, and not to be a poor being that must
be protected. Parents teach to always uphold dignity and to be ready to sacrifice in the name of family’s reputation. Balinese women have been given similar rights in getting education, employment and proposing opinion, on the other hand, they are tied by various systems held in Bali. “Desak Terdesak†has 20 minutes duration using Realism and Classical Hollywood approach as a form of work with linear plots corresponding to the action of events. Dialogue in the film uses Balinese language with Singaraja dialect to strengthen setting
and characterization built in the story. Library sources like Eastern Philosophy, An Introductory To Hinduism AndBuddhism, Balinese Women, Balinese Custom, Hereditary Right Of Balinese Women And Misconceptions Of Caste is used as a reference in creating this work. The film that has been inspired by a real story
provides little knowledge,informations, the reader as well as the audience understanding related to the women position in law and in customary intercommunication of Balinese community that follow patrilineal kinship
system.
Keywords: film, woman, Bali, culture, system, form