11 research outputs found

    Karakteristik Kwetiau dari Tepung Beras yang Dicampur Tepung Umbi Uwi (Dioscorea Alata), Talas (Colocasia Esculenta) dan Kimpul (Xanthosoma Sagittifolium) Termodifikasi

    Full text link
    Tepung umbi uwi (Dioscorea alata), talas (Colocasia esculenta (L) Schott) dan kimpul (Xanthosoma sagittifolium (L) Schott), yang telah dimodifikasi HMT diaplikasikan dalam pembuatan kwetiau. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh pencampuran tepung uwi, talas, dan kimpul termodifikasi HMT dan tepung beras terhadap karakteristik kwetiau. Proporsi tepung beras: tepung umbi 75:25%; 50:50%; 25:75%; 0:100% dan tepung beras 100% sebagai kontrol. Proporsi tepung umbi termodifikasi dan tepung beras berpengaruh terhadap karakteristik kwetiau tetapi tidak mempengaruhi kadar air kwetiau. Kwetiau dari tepung beras 100% (kontrol) memiliki waktu pemasakan, berat rehidrasi dan susut masak paling kecil, daya patah, daya putus dan elastisitas tinggi. Kwetiau yang mendekati karakteristik kwetiau beras adalah kwetiau dari tepung talas 100%

    Karakteristik Kwetiau dari Tepung Beras yang Dicampur Tepung Umbi Uwi (Dioscorea alata), Talas (Colocasia esculenta) dan Kimpul (Xanthosoma sagittifolium) Termodifikasi

    Get PDF
    Tepung umbi uwi (Dioscorea alata), talas (Colocasia esculenta (L) Schott) dan kimpul (Xanthosoma sagittifolium (L) Schott), yang telah dimodifikasi HMT diaplikasikan dalam pembuatan kwetiau. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh pencampuran tepung uwi, talas, dan kimpul termodifikasi HMT dan tepung beras terhadap karakteristik kwetiau. Proporsi tepung beras: tepung umbi 75:25%; 50:50%; 25:75%; 0:100% dan tepung beras 100% sebagai kontrol. Proporsi tepung umbi termodifikasi dan tepung beras berpengaruh terhadap karakteristik kwetiau tetapi tidak mempengaruhi kadar air kwetiau. Kwetiau dari tepung beras 100% (kontrol) memiliki waktu pemasakan, berat rehidrasi dan susut masak paling kecil, daya patah, daya putus dan elastisitas tinggi. Kwetiau yang mendekati karakteristik kwetiau beras adalah kwetiau dari tepung talas 100%

    Characteristics of Kwetiau Material of Formulation Rice Flour and Uwi Flour, Taro Flour and Kimpul Flour Modified by Heat Moisture Treatment (Hmt)

    Full text link
    The purpose of this study is to determine the effect of substitution uwi flour, taro flour, and kimpul flourmodified on rice flour that can produce the best characteristics of high resistant starch kwetiau. HMTmodification on the uwi/ keribang/ coconut yam (Dioscorea alata) flour, taro (Colocasia esculenta (L)Schott) flour and kimpul/ sarawak taro/ belitung taro (Xanthosoma sagittifolium (L) Schott) flourcharacteristics can be applied to the manufacture of kwetiau . The nature of the lack of appropriatenatural starch is expected to be improved by modification of starch is by Heat Moisture Treatment(HMT). HMT treatment is 20% and 30% water content with heating time 4, 6, 8, 10 hours at 80 ° C. Theresults showed HMT modification effect on the water content and crystallinity of uwi flour, taro flour andkimpul flour

    OLAHAN PANGAN BERBAHAN BAKU KELAPA BAGI WARGA RASAU JAYA III

    Get PDF
    Kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini akan dilaksanakan di desa Rasau Jaya  III Kecamatan Rasau Jaya Kabupaten Kubu raya dengan mengembangkan potensi  lokal buah kelapa menjadi berbagai olahan yang bernutrisi dan nilai ekonomis tinggi.  Target khusus yang ingin dicapai adalah perbaikan sumber daya manusia,  menumbuhkan kemauan masyarakat menerima inovasi baru. Memperbaiki kemampuan  mempraktekkan teknologi diversifikasi kelapa dan menumbuhkan semangat  kewirausahaan. Metode kegiatan dilakukan dengan transfer teknologi dan  kewirausahaan berupa penyampaian materi teknologi industri berbasis kelapa,  penjelasan operasionalisasi peralatan dan bahan yang digunakan selama produksi,  pelatihan dan bimbingan teknis terhadap mitra dalam berproduksi, pelatihan  kewirausahaan, pelatihan pembukuan dan strategi pemasaran yang mencakup sistem  pengemasan, penentuan harga jual, promosi dan distribusi serta evaluasi hasil kegiatan  yang dilakukan pertahapan dan secara menyeluruh. Hasil yang diperoleh adalah para  anggota mampu mengolah canangan produk yang disertai dengan penggunaan perlatan  secara efektif dan efisien.   

    Pembuatan Bioetanol dari Nira Kelapa Sawit Menggunakan Saccharomyces cerevisiae

    Get PDF
    Pohon kelapa sawit tua (Elaeis quineensis Jacq) yang memasuki periode replanting berpotensi menghasilkan nira. Tujuan dari penelitian adalah menghasilkan produk bioetanol dari nira sawit yang berasal dari pohon sawit yang sudah tidak produktif dan ditebang dengan optimalisasi proses fermentasi menggunakan Saccharomyces cerevisiae dengan perlakuan kombinasi waktu fermentasi (24, 48, dan 72 jam) dan starter mikroba yang ditambahkan (5, 10, dan 15%). Proses fermentasi dilakukan pada suhu ruang (26-28°C). Penelitian dilakukan dalam tiga tahap. Tahap pertama adalah proses fermentasi. Tahap kedua adalah proses destilasi yang dilakukan pada suhu 78°C, Tahap ketiga adalah penentuan kualitas bioetanol yang dihasilkan. Parameter kualitas bioetanol yang diamati meliputi kadar etanol dan densitas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar bioetanol dari nira kelapa sawit yang dihasilkan dengan perlakuan lama waktu fermentasi dan konsentrasi inokulum berkisar 3-8%. Perlakuan terbaik bioetanol dari nira kelapa sawit dengan penentuan metode indeks efektivitas adalah perlakuan dengan perlakuan lama waktu fermentasi 24 jam dan penambahan konsentrasi inokulum 10%. Rendemen dari bioetanol dengan satu kali destilasi berkisar 8-14% dengan densitas 0,9892-0,9938 g/L

    KARAKTERISTIK FISIKOKIMIA DAN ORGANOLEPTIK BUBBLE PEARL TAPIOKA DAN PATI SAGU LOKAL KALIMANTAN BARAT

    Get PDF
    Sago starch from traditional industries in West Kalimantan has a sour aroma and brownish color, so it is only used to make traditional cakes. This study aimed to evaluate the physicochemical sensory characteristics of bubble pearl tapioca substituted for sago starch produced from a traditional industry in West Kalimantan. The results of this study are expected to diversify the use of local sago starch. Bubble pearls were made with various proportions of tapioca and sago starch (100:0 90:10 80:20 70:30%) and analyzed for water content, hardness, cooking loss, cooking time, rehydration capacity, and hedonic analysis (color, taste, aroma, and Springiness). The results showed that substituting sago starch in bubble pearls affected the water content, hardness, cooking loss, cooking time, rehydration capacity, color, and aroma of bubble pearls. Substitution of sago starch does not affect the taste and elasticity of the bubble pearls. A higher substitution of sago starch increased the bubble pearls' water content, hardness, and rehydration capacity. A higher substitution of sago starch decreased cooking loss, cooking time, color, and aroma of bubble pearl decreased. Sago starch from the local traditional industry of West Kalimantan can be used to substitute tapioca bubble pearls. However, panelists prefer bubble pearls from 100% tapioca in terms of color and aroma. Sago starch from the local industry has the potential to be used as bubble pearls by improving the color and aroma of sago starch.Pati sagu hasil industri tradisional di Kalimantan Barat memiliki aroma asam dan berwarna kecoklatan sehingga hanya digunakan secara terbatas pada pembuatan kue-kue tradisional. Tujuan dari penelitian ini adalah mengevaluasi karakteristik fisikokimia dan organoleptik bubble pearl tapioka yang disubstitusi pati sagu hasil dari industri tadisional asal Kalimantan Barat. Hasil penelitian ini diharapkan dapat mendiversifikasi penggunaan pati sagu lokal. Bubble pearl dibuat dengan berbagai proporsi tapioka dan pati sagu (100:0; 90:10; 80:20; 70:30%) dan dianalisis kadar air, kekerasan, kehilangan padatan akibat pemasakan, waktu pemasakan, kapasitas rehidrasi, dan analisis hedonik (warna, rasa, aroma dan kekenyalan). Hasil penelitian menunjukkan subtitusi pati sagu pada bubble pearl memengaruhi kadar air, kekerasan, kehilangan padatan akibat pemasakan, waktu masak, kapasitas rehidrasi, warna dan aroma bubble pearl. Subtitusi pati sagu tidak memengaruhi rasa dan kekenyalan bubble pearl. Semakin besar subtitusi pati sagu maka kadar air, kekerasan, kapastitas rehidrasi semakin meningkat. Semakin besar subtitusi pati sagu maka kehilangan padatan akibat pemasakan, waktu masak, warna dan aroma bubble pearl semakin menurun. Pati sagu hasil industri tradisional lokal Kalimantan Barat dapat digunakan untuk mensubtitusi bubble pearl tapioka, meskipun panelis lebih menyukai bubble pearl dari 100% tapioka dari segi warna dan aroma. Pati sagu hasil industri lokal mempunyai potensi dimanfaatkan sebagai bubble pearl dengan perbaikan pada warna dan aroma pati sagu

    KARAKTERISTIK FISIKOKIMIA DAN ORGANOLEPTIK BUBBLE PEARL TAPIOKA DAN PATI SAGU LOKAL KALIMANTAN BARAT

    Get PDF
    Sago starch from traditional industries in West Kalimantan has a sour aroma and brownish color, so it is only used to make traditional cakes. This study aimed to evaluate the physicochemical sensory characteristics of bubble pearl tapioca substituted for sago starch produced from a traditional industry in West Kalimantan. The results of this study are expected to diversify the use of local sago starch. Bubble pearls were made with various proportions of tapioca and sago starch (100:0 90:10 80:20 70:30%) and analyzed for water content, hardness, cooking loss, cooking time, rehydration capacity, and hedonic analysis (color, taste, aroma, and Springiness). The results showed that substituting sago starch in bubble pearls affected the water content, hardness, cooking loss, cooking time, rehydration capacity, color, and aroma of bubble pearls. Substitution of sago starch does not affect the taste and elasticity of the bubble pearls. A higher substitution of sago starch increased the bubble pearls' water content, hardness, and rehydration capacity. A higher substitution of sago starch decreased cooking loss, cooking time, color, and aroma of bubble pearl decreased. Sago starch from the local traditional industry of West Kalimantan can be used to substitute tapioca bubble pearls. However, panelists prefer bubble pearls from 100% tapioca in terms of color and aroma. Sago starch from the local industry has the potential to be used as bubble pearls by improving the color and aroma of sago starch.Pati sagu hasil industri tradisional di Kalimantan Barat memiliki aroma asam dan berwarna kecoklatan sehingga hanya digunakan secara terbatas pada pembuatan kue-kue tradisional. Tujuan dari penelitian ini adalah mengevaluasi karakteristik fisikokimia dan organoleptik bubble pearl tapioka yang disubstitusi pati sagu hasil dari industri tadisional asal Kalimantan Barat. Hasil penelitian ini diharapkan dapat mendiversifikasi penggunaan pati sagu lokal. Bubble pearl dibuat dengan berbagai proporsi tapioka dan pati sagu (100:0; 90:10; 80:20; 70:30%) dan dianalisis kadar air, kekerasan, kehilangan padatan akibat pemasakan, waktu pemasakan, kapasitas rehidrasi, dan analisis hedonik (warna, rasa, aroma dan kekenyalan). Hasil penelitian menunjukkan subtitusi pati sagu pada bubble pearl memengaruhi kadar air, kekerasan, kehilangan padatan akibat pemasakan, waktu masak, kapasitas rehidrasi, warna dan aroma bubble pearl. Subtitusi pati sagu tidak memengaruhi rasa dan kekenyalan bubble pearl. Semakin besar subtitusi pati sagu maka kadar air, kekerasan, kapastitas rehidrasi semakin meningkat. Semakin besar subtitusi pati sagu maka kehilangan padatan akibat pemasakan, waktu masak, warna dan aroma bubble pearl semakin menurun. Pati sagu hasil industri tradisional lokal Kalimantan Barat dapat digunakan untuk mensubtitusi bubble pearl tapioka, meskipun panelis lebih menyukai bubble pearl dari 100% tapioka dari segi warna dan aroma. Pati sagu hasil industri lokal mempunyai potensi dimanfaatkan sebagai bubble pearl dengan perbaikan pada warna dan aroma pati sagu

    Karakteristik kwetiau kering dengan bahan baku tepung beras dan tepung talas hitam terfementasi

    Get PDF
    The purpose of this study was to investigate the effect of the proportions of rice flour and black taro flour on the characteristics of rice noodle (kwetiau). Kwetiau were produced by blending various proportions of rice and black taro flour (100:0; 75:25; 50:50; 25:75; 0;100) which were evaluated for water content, texture, cooking quality and color. The results indicated that proportion of rice and   black taro flour affects the cooking quality, texture and color of the kwetiau (p0,01). Black taro flour addition produced kwetiau with decreased cooking time, hardness, cohesivennes and chewiness, L* value and a* value. A higher proportion of black taro flour increased the weight after cooking, cooking loss, adhesiveness and b* of the kwetiau. The proportion of rice and black taro flour did not affect the moisture content and springiness. Fermented black taro flour can be used to a limited extent (25 %) as a substitute for rice flour in making kwetiau

    Pembuatan Bioetanol dari Nira Kelapa Sawit Menggunakan Saccharomyces Cerevisiae

    Full text link
    Pohon kelapa sawit tua (Elaeis quineensis Jacq) yang memasuki periode replanting berpotensi menghasilkan nira. Tujuan dari penelitian adalah menghasilkan produk bioetanol dari nira sawit yang berasal dari pohon sawit yang sudah tidak produktif dan ditebang dengan optimalisasi proses fermentasi menggunakan Saccharomyces cerevisiae dengan perlakuan kombinasi waktu fermentasi (24, 48, dan 72 jam) dan starter mikroba yang ditambahkan (5, 10, dan 15%). Proses fermentasi dilakukan pada suhu ruang (26-28°C). Penelitian dilakukan dalam tiga tahap. Tahap pertama adalah proses fermentasi. Tahap kedua adalah proses destilasi yang dilakukan pada suhu 78°C, Tahap ketiga adalah penentuan kualitas bioetanol yang dihasilkan. Parameter kualitas bioetanol yang diamati meliputi kadar etanol dan densitas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar bioetanol dari nira kelapa sawit yang dihasilkan dengan perlakuan lama waktu fermentasi dan konsentrasi inokulum berkisar 3-8%. Perlakuan terbaik bioetanol dari nira kelapa sawit dengan penentuan metode indeks efektivitas adalah perlakuan dengan perlakuan lama waktu fermentasi 24 jam dan penambahan konsentrasi inokulum 10%. Rendemen dari bioetanol dengan satu kali destilasi berkisar 8-14% dengan densitas 0,9892-0,9938 g/L

    KADAR OKSALAT DAN KARAKTERISTIK FISIKOKIMIA TEPUNG UMBI TALAS (Colocasia esculenta) AKIBAT FERMENTASI ALAMI

    No full text
    The effect of fermentation period on the pH, titratable acidity, calcium oxalate, oxalic acid, moisture, ash contents, swelling power, solubility, and color of the taro flours was investigated present research. For this aim, taro corms were cleaned, peeled, washed, sliced into chips. Taro chips were fermented at 0, 24, 48, and 72 hours, drained, dried in a cabinet dryer at 60 °C for 10 h, and ground. Results showed that pH, ash content, solubility, lightness (L *) decreased, and moisture content, titratable acidity dan swelling power increased markedly due to fermentation. Calcium oxalate and oxalic acid of the flours changed 843,83-412,07 mg/100 g and 370,52-949,17 mg / 100 g flour respectively. The fermentation at 48 h effected a significant reduction in calcium oxalate (51,19%) and oxalic acid contents (64,35%). The present study indicated that the taro’s flours oxalate content and physicochemical characteristics properties of the taro flours were significantly affected by the fermentation period
    corecore