13 research outputs found

    Citraan dalam Kumpulan Puisi Resep Membuat Jagat Raya Karya Abinaya Ghina Jamela

    Get PDF
    Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tentang citraan apa saja dan makna citraan disetiap puisi yang terdapat dalam kumpulan puisi Resep Membuat Jagat Raya karya Abinaya Ghina Jamela.Masalah yang diteliti dalam penelitian ini adalah citraan puisi anak dalam kumpulan puisi Resep Membuat Jagat Raya karya Abinaya Ghina Jamela. Makna citraan yang terdapat di dalam kumpulan puisi Resep Membuat Jagat Raya karya Abinaya Ghina Jamela. Tujuan penelitian untuk mendeskripsikan jenis citraan dan memaparkan makna citraan yang terdapat dalam kumpulan puisi Resep Membuat Jagat Raya karya Abinaya Ghina Jamela.Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu deskriptif kualitatif. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pendekatan objektif. Data yang diambil berupa data verbal dari kata, frasa atau kalimat yang mengandung unsur citraan yang terdapat dalam kumpulan puisi Resep Membuat Jagat Raya karya Abinaya Ghina Jamela dan beberapa puisi yang akan dipilih dalam kumpulan puisi Resep Membuat Jagat Raya karya Abinaya Ghina Jamela.Hasil penelitian ini mendeskripsikan; (1) Citraan Penglihatan, (2) Citraan Pendengaran, (3) Citraan Gerak, dan (4) Citraan Rabaan

    PARADOKS RUANG TUBUH DALAM PUISI “SAKRAMEN” KARYA JOKO PINURBO: KAJIAN ‘PASCAKOLONIAL TUBUH’ SARA UPSTONE

    Get PDF
    This essay explains about postcolonial space body in the poem Sakramen by Joko Pinurbo. In the Upstonepostcolonial context, body is the subject which being ordered the same with home, journey, nation, and city. Body becomesthe last space in colonialism, as a form of power and ownership implementation in supporting the existed systems. Bodybecomes part of colonial absolute definition target, but there is posibility of redefinition continuance. This researchfinds that body construction is found in Sakramen poem paradoxically presents dialiectic between body and soul whichrevolve in the matter of God as body. This construction in the end becomes self-deconstruction for the author whichontologically refers that body (material) is destroyed in impermanence, while spirit (idea) of Christ as God is idealizedin unity. In the end, this condition directs that the ideal contruction is in the spirit world, while in here, (the empirical,physical) is just irony.Keyword: space, post-colonialism, chaos, altenative body, whole budy, paradox, self-deconstruction, irony

    Struktur, Makna, dan Fungsi Mantra Pengobatan Tradisional Masyarakat Desa Kumun Mudik dan Desa Kumun Hilir, Kec. Kumun Debai, Kota Sungai Penuh

    Get PDF
    Abstrak Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan struktur, makna, dan fungsi mantra pengobatan tradisional Desa Kumun Mudik dan Kumun Hilir Kecamatan Kumun Debai Kota Sungai Penuh. Pendekatan penelitian adalah deskriptif kualitatif. Objek penelitian yang menjadi data dalam penelitian yaitu, mantra pengobatan, mantra tawo capo, mantra dipanah setan/kuping sakit, mantra luka bakar, mantra sakit perut, mantra kena racun, mantra penawar racun, tawa mantra semua penyakit, tawar terkena angin duduk, dan sakit gigi. Sumber data dukun atau orang yang mengerti mantra.Sebanyak dua informan yaitu, Mamok Yani dan Mamok HamdaniHasil dalam penelitian ini menunjukkan bahwa mantra pengobatan tradisional di Desa Kumun Mudik dan Desa Kumun Hilir menemukan sembilan mantra dan masing-masing terdapat struktur, makna, dan fungsi mantra yaitu, ditemukan struktur irama (datar atau lembut) yang ditemukan irama sama,  rima (asonansi, aliterasi, sempurna, tak sempurna akhir, awal, horizontal dan rima vertikal), terdapat 10 bait dan 57 larik, serta ditemukan sembilan diksi. Selanjutnya, makna yang ditemukan di dalam mantra pengobatan tradisional masyarakat Kumun Mudik dan Kumun Hilir yaitu, makna denotasi dan makna konotasi. Fungsi mantra pengobatan tidak hanya untuk pengobatan melainkan digunakan untuk penangkal tubuh, acara rumah atau syukuran rumah yang mau ditempatkan, dan untuk pawang hujan, pembacaan mantra dapat memberikan rasa aman di lingkungan yang memungkinkan timbulnya marabahaya, pembacaan mantra dapat dipercaya mengusir roh jahat yang sering mengganggu kehidupan manusia. Abstract This study aims to describe the structure, meaning, and function of traditional healing mantras in Kumun Mudik and Kumun Hilir villages, Kumun Debai district, Sungai Penuh City. The research approach is descriptive qualitative. The objects of research that become the data in the study are healing spells, tawo capo spells, devil arrow arrow spells/painful ears, burns spells, stomach pain spells, poisoned spells, antidote spells, laughter X spells for all diseases, bargaining with the wind sitting, and XX toothache. Data sources are shamans or people who understand mantras. A total of two informants, namely, Mamok Yani and Mamok Hamdani The results in this study indicate that traditional healing spells in Kumun Mudik Village and Kumun Hilir Village found nine mantras and each of them has the structure, meaning, and function of the mantra, namely, rhythm structure (flat or soft) found the same rhythm, rhyme (assonance) , alliteration, perfect, incomplete ending, beginning, horizontal and vertical rhyme), there are 10 stanzas and 57 lines, and nine dictions are found. Furthermore, the meanings found in the traditional healing mantras of the Kumun Mudik and Kumun Hilir communities are denotative meaning and connotative meaning. The function of healing spells is not only for treatment but is used for antidote to the body, house events or house celebrations that are to be placed, and for rain handlers, chanting mantras can provide a sense of security in an environment that allows for distress. human life

    Fungsi Pelaku dan Lingkungan Tindakan dalam Cerita Rakyat Sarolangun

    Get PDF
    Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan serta menguraikan kondisi dan keadaan dari identifikasi aspek-aspek fungsi pelaku, dan lingkungan tindakan yang terdapat pada masing-masing cerita rakyat Sarolangun. Metode penelitian ini berjenis kualitatif yang berbasis pada jenis data berupa satuan kalimat, dialog, narasi yang secara deskriptif akan diuraikan sesuai dengan struktur fungsi pelaku, serta lingkungan tindakan yang terdapat dalam teori struktur Vladimir Propp. Sumber data diambil dari informan yang merupakan penduduk asli daerah Sarolangun dan betul-betul memahami cerita rakyat Sarolangun. Data dalam penelitian didapat dari hasil rekaman dan transkripsi berupa cerita rakyat Sarolangun dengan judul, Putri Putik Kelumpang, Gadis Malang, Abu dan Keris Sakti, Kelakar Si Pongah, Kerbau Beranak Manusia, Si Puti dan Tuan Beruk, Dukun Cindai, dan Tipu Daya Si Kancil. Hasil penelitian yang diperoleh dalam menganalisis fungsi pelaku dan lingkungan tindakan terhadap delapan cerita rakyat Sarolangun ditemukan data sebanyak 46 fungsi pelaku serta lingkungan tindakan yang berbeda-beda disetiap cerita rakyat Sarolangun berdasarkan teori Vladimir Propp, diantaranya yaitu: Fungsi pelaku dalam cerita Putri Putik Kelumpang ditemukan sebanyak 5 fungsi pelaku  dengan 7  lingkaran tindakan, cerita Gadis Malang ditemukan sebanyak 9 fungsi dengan 4 lingkaran tindakan, cerita Abu dan Keris Sakti ditemukan sebanyak 5 fungsi pelaku dengan 1 lingkaran tindakan, cerita Kelakar Si Pongah ditemukan sebanyak 3 fungsi pelaku dengan 3 lingkaran tindakan, cerita Kerbau Beranak Manusia ditemukan sebanyak 8 fungsi dengan 3 lingkaran tindakan, cerita Putri dan Kak Beruk ditemukan sebanyak 8 fungsi pelaku dengan 3 lingkaran tindakan, cerita Dukun Cindai ditemukan sebanyak 6 fungsi pelaku dengan 4 lingkaran tindakan, cerita Tipu Daya Si Kancil ditemukan sebanyak 2 fungsi pelaku dengan 2 lingkaran tindakan. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa masing-masing cerita rakyat Sarolangun memiliki jumlah fungsi dan lingkungan tindakan yang beragam dengan jumlah fungsi terbanyak yaitu 9 fungsi dalam cerita Gadis Malang dan paling sedikit ditemukan 2 fungsi dalam cerita Tipu Daya Si Kancil sedangkan lingkungan Tindakan yang paling lengkap terdapat pada cerita Putri Putik Kelumpang dan paling sedikit terdapat pada cerita Abu dan Keris Sakti. Jumlah fungsi serta lingkungan tindakan yang didapat tentunya dipengaruhi oleh banyaknya aksi pelaku serta kelengkapan alur cerita sehingga kemungkinan untuk munculnya fungsi-fungsi pelaku bisa lebih banyak. Selain itu terdapat beberapa temuan yang jarang atau bahkan belum pernah terjadi dalam cerita rakyat lain. Abstract This study aims to describe and describe the conditions and circumstances of identifying aspects of the actor's function, and the action environment contained in each of the Sarolangun folklore. This research method is a qualitative type based on the type of data in the form of units of sentences, dialogues, narratives which will be described descriptively in accordance with the structure of the actors' functions, as well as the action environment contained in Vladimir Propp's structural theory. Sources of data were taken from informants who are natives of the Sarolangun area and really understand the Sarolangun folklore. The data in the study were obtained from recordings and transcriptions in the form of the folklore of Sarolangun with the title, Princess Pistil of Kelumpang, Girl of Malang, Abu and Keris Sakti, Jokes of Si Pongah, Buffalo with Human Child, Si Puti and Tuan Beruk, Shaman Cindai, and Deception of the Kancil . The research results obtained in analyzing the actors' functions and the action environment for eight Sarolangun folklore found data on 46 actors' functions and different action environments in each Sarolangun folklore based on Vladimir Propp's theory, including: 5 actor functions with 7 action circles, Malang Girl story found 9 functions with 4 action circles, Abu and Keris Sakti story found 5 actor functions with 1 action circle, Kelakar Si Pongah story found 3 actor functions with 3 action circles, story Buffaloes give birth to humans found as many as 8 functions with 3 circles of action, the stories of Putri and Kak Beruk found as many as 8 functions of actors with 3 circles of action, the story of Shaman Cindai found as many as 6 functions of actors with 4 circles of action, the story of Tipu Daya Si Kancil found as many as 2 functions of actors d ith 2 action circles. Based on the results of the study it can be concluded that each of the Sarolangun folklore has several functions and various action environments with the highest number of functions, namely 9 functions in the Malang Girl story and at least 2 functions are found in the story Tipu Daya Si Kancil while the most complete action environment is in the story Putri Pistil Kelumpang and at least in the story Abu and Keris Sakti. The number of functions and the action environment obtained is of course influenced by the number of actors' actions and the completeness of the storyline so that there are more possibilities for the appearance of the actor's functions. In addition, there are several findings that are rare or even never happened in other folklore

    Ambivalensi dan Hibriditas dalam Novel La Muli Karya Nunuk Y. Kusmiana (Kajian Pascakolonial)

    Get PDF
    Indonesia as a country that was once colonized by the west or the east, and now it is not separated from the former colonization. Traces of colonization it also experienced resistance, both resistance from the outside colonial or neo-colonial discourse. This research aims to find out how traces of colonialism by looking at the forms of ambivalence and hybridity in the novel “La Muli” by Nunuk Y. Kusmiana. This novel talks about life transmigrants in Jayapura in the 1980s, amid the presence of the government and as well as diverse socio-societal interactions. Descriptive method Qualitative is used to present data according to postcolonial theory deconstructive and interpretive paradigms. Data is collected by reading and record, then the data is analyzed through semiotic glasses after the previous reduced, which is then carried out semantic validity techniques and triangulation data. The results of the study contain forms of ambivalence and hybridity consisting of in 7 parts; clothing, bathing and well activities, land, professions, artifacts history, people and government relations, and socio-cultural identity and position. The discussion of the data shows that there are forms of ambivalence and hybridity is a symptom of the neo-colonialism discourse that was intensified by the parties’ center. Abstrak Indonesia sebagai negara yang pernah dijajah oleh barat ataupun timur, dan kini tidaklah lepas bekas penjajahan itu secara keseluruhan. Jejak penjajahan itu juga mengalami perlawanan, baik perlawanan dari kolonial luar ataupun wacana neo-kolonialisme. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahaui bagaimana jejak kolonialisme dengan melihat bentuk ambivalensi dan hibriditas pada novel “La Muli” karya Nunuk Y. Kusmiana. Novel ini menceritakan tentang kehidupan transmigran di Jayapura pada tahun 1980-an, di tengah kehadiran pemerintah dan juga interaksi kelindan sosio-masyarakat yang beragam. Metode deskriptif kualitatif digunakan untuk memaparkan data sesuai teori pascakolonial dengan paradigma dekonstruktif dan interpretatif. Data dikumpulkan dengan membaca dan mencatat, lalu data di analisis melalui kacamata semiotik setelah sebelumnya direduksi, yang kemudian dilakukan teknik validitas semantik dan triangulasi data. Hasil penelitian memuat bentuk ambivalensi dan hibriditas yang terdiri ke dalam 7 bagian; pakaian, kegiatan mandi dan sumur, lahan, profesi, artefak sejarah, relasi rakyat dan pemerintah, serta identitas dan posisi sosio-kultural. Pembahasan data menunjukkan bahwa bentuk ambivalensi dan hibriditas merupakan gejala dari wacana neo-kolonialisme yang digencarkan oleh pihak pusat.Indonesia as a country that was once colonized by the west or the east, and now it is not separated from the former colonization. Traces of colonization it also experienced resistance, both resistance from the outside colonial or neo-colonial discourse. This research aims to find out how traces of colonialism by looking at the forms of ambivalence and hybridity in the novel “La Muli” by Nunuk Y. Kusmiana. This novel talks about life transmigrants in Jayapura in the 1980s, amid the presence of the government and as well as diverse socio-societal interactions. Descriptive method Qualitative is used to present data according to postcolonial theory deconstructive and interpretive paradigms. Data is collected by reading and record, then the data is analyzed through semiotic glasses after the previous reduced, which is then carried out semantic validity techniques and triangulation data. The results of the study contain forms of ambivalence and hybridity consisting of in 7 parts; clothing, bathing and well activities, land, professions, artifacts history, people and government relations, and socio-cultural identity and position. The discussion of the data shows that there are forms of ambivalence and hybridity is a symptom of the neo-colonialism discourse that was intensified by the parties’ center. Abstrak Indonesia sebagai negara yang pernah dijajah oleh barat ataupun timur, dan kini tidaklah lepas bekas penjajahan itu secara keseluruhan. Jejak penjajahan itu juga mengalami perlawanan, baik perlawanan dari kolonial luar ataupun wacana neo-kolonialisme. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahaui bagaimana jejak kolonialisme dengan melihat bentuk ambivalensi dan hibriditas pada novel “La Muli” karya Nunuk Y. Kusmiana. Novel ini menceritakan tentang kehidupan transmigran di Jayapura pada tahun 1980-an, di tengah kehadiran pemerintah dan juga interaksi kelindan sosio-masyarakat yang beragam. Metode deskriptif kualitatif digunakan untuk memaparkan data sesuai teori pascakolonial dengan paradigma dekonstruktif dan interpretatif. Data dikumpulkan dengan membaca dan mencatat, lalu data di analisis melalui kacamata semiotik setelah sebelumnya direduksi, yang kemudian dilakukan teknik validitas semantik dan triangulasi data. Hasil penelitian memuat bentuk ambivalensi dan hibriditas yang terdiri ke dalam 7 bagian; pakaian, kegiatan mandi dan sumur, lahan, profesi, artefak sejarah, relasi rakyat dan pemerintah, serta identitas dan posisi sosio-kultural. Pembahasan data menunjukkan bahwa bentuk ambivalensi dan hibriditas merupakan gejala dari wacana neo-kolonialisme yang digencarkan oleh pihak pusat

    NILAI-NILAI YANG TERKANDUNG DALAM TRADISI LISAN BIDUK SAYAK MASYARAKAT DESA JERNIH

    Get PDF
    Tujuan penelitian ini mendeskripsikan nilai-nilai yang terkandung dalam tradisi lisan Biduk Sayak masyarakat desa Jernih. Penelitian ini dilakukan di Desa Jernih Kecamatan Air Hitam Kabupaten Sarolangun Provinsi Jambi. Unsur-unsur yang terkandung dalam tradisi lisan biduk sayak, terdiri atas seniman tradisi lisan biduk sayak, alat musik, waktu dan tempat pertunjukan, kostum pemain, penonton, dan lagu yang disajikan dalam pementasan tradisi lisan biduk sayak. Keunikan  tradisi lisan biduk sayak antara lain, Senimannya terdiri atas: pemain biola dengan senar tiga, pemain kicer/kecir, penggendang ketipung, penggendang celiti, dan vokalis atau penyanyi. Keunikan selanjutnya yaitu, Lirik lagu bentuk seperti pantun dan satu baid dengan baid lainnya saling terkait. Lirik-lirik suatu lagu pada suatu acara misalnya pernikahan, bisa saja digunakan untuk acara turun mandi, yang penting maknanya sampai dan cocok. Nilai-nilai yang terkandung dalam tradisi lisan biduk sayak yaitu nilai budaya, moral, dan religius. Nilai budaya yang ditemukan yaitu ketakwaan, bersyukur, kerukunan, kasih sayang, harapan, pengorbanan, keikhlasan, kesopanan, dan memberi nasihat, Selanjutnya nilai moral yang ditemukan dalam tradisi lisan biduk sayak yaitu tolong menolong dan saling menghargai. Nilai religius yang ditemukan ialah akhlak, keikhlasan, dan kedisiplinan

    Bolak-Balik Bulaksumur : Bunga Rampai Kajian Sastra Program Pascasarjana Ilmu Sastra FIB UGM 2012

    No full text
    xii, 402 p.; ill.; 21 cm

    Kredo Puisi dan Mitos, Sebuah Ideologi Sastra Lisan dalam Karya Sutardji Calzoum Bachri

    No full text
    Abstract This research aims to find out how the ideology of oral literature in the kredo puisi becomes a model for creating poetry which is mythicalized in Sutardji Calzoum Bachri's poetry. The method that will be used in this research is a qualitative research method. The research data is in the form of kredo puisi with the data source being the poetry anthology book O Amuk Kapak by Sutardji Calzoum Bachri. The data collection technique used is the documentation technique. The analysis technique used is narrative analysis technique. This research will describe kredo puisi in the Roland Barthes mythical marking system, the aesthetic genealogy of Sutardji's poetry, typography as a style of Sutardji's orality, and a comparison between mantra and Sutardji's mantra poetry. Sutardji's deviance in presenting myths in the creation of poetry through kredo puisi is based on three aspects, namely freeing words from being occupied by meaning, freeing words from being occupied by grammar, and returning words to mantras. These three aspects direct the ideological form of writing Sutardji's poetry to the ideological form of orality. Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana ideologi sastra lisan dalam kredo puisi menjadi model penciptaan puisi yang dimitoskan dalam karya Sutardji Calzoum Bachri. Metode yang akan digunakan dalam penelitian ini, yaitu metode penelitian kualitatif. Data penelitian ini berupa kredo puisi dengan sumber data berupa buku antologi puisi O Amuk Kapak karya Sutardji Calzoum Bachri. Teknik pengumpulan data yang digunakan, yaitu teknik dokumentasi. Adapun teknik analisis yang digunakan, yaitu teknik analisis naratif. Penelitian ini akan menguraikan kredo puisi dalam sistem penandaan mitos Roland Barthes, genealogi estetika berpuisi Sutardji, tipografi sebagai corak kelisanan Sutardji, serta perbandingan antara mantra dengan puisi mantra Sutardji. Penyimpangan yang dilakukan Sutardji untuk menghadirkan mitos dalam penciptaan puisi melalui kredo puisi didasarkan pada tiga aspek, yaitu membebaskan kata dari jajahan makna, membebaskan kata dari jajahan gramatika, dan mengembalikan kata kepada mantra. Ketiga aspek tersebut yang mengarahkan bentuk ideologi menulis puisi Sutardji kepada bentuk ideologi oralitas (kelisanan)Abstract This research aims to find out how the ideology of oral literature in the kredo puisi becomes a model for creating poetry which is mythicalized in Sutardji Calzoum Bachri's poetry. The method that will be used in this research is a qualitative research method. The research data is in the form of kredo puisi with the data source being the poetry anthology book O Amuk Kapak by Sutardji Calzoum Bachri. The data collection technique used is the documentation technique. The analysis technique used is narrative analysis technique. This research will describe kredo puisi in the Roland Barthes mythical marking system, the aesthetic genealogy of Sutardji's poetry, typography as a style of Sutardji's orality, and a comparison between mantra and Sutardji's mantra poetry. Sutardji's deviance in presenting myths in the creation of poetry through kredo puisi is based on three aspects, namely freeing words from being occupied by meaning, freeing words from being occupied by grammar, and returning words to mantras. These three aspects direct the ideological form of writing Sutardji's poetry to the ideological form of orality.   Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana ideologi sastra lisan dalam kredo puisi menjadi model penciptaan puisi yang dimitoskan dalam karya Sutardji Calzoum Bachri. Metode yang akan digunakan dalam penelitian ini, yaitu metode penelitian kualitatif. Data penelitian ini berupa kredo puisi dengan sumber data berupa buku antologi puisi O Amuk Kapak karya Sutardji Calzoum Bachri. Teknik pengumpulan data yang digunakan, yaitu teknik dokumentasi. Adapun teknik analisis yang digunakan, yaitu teknik analisis naratif. Penelitian ini akan menguraikan kredo puisi dalam sistem penandaan mitos Roland Barthes, genealogi estetika berpuisi Sutardji, tipografi sebagai corak kelisanan Sutardji, serta perbandingan antara mantra dengan puisi mantra Sutardji. Penyimpangan yang dilakukan Sutardji untuk menghadirkan mitos dalam penciptaan puisi melalui kredo puisi didasarkan pada tiga aspek, yaitu membebaskan kata dari jajahan makna, membebaskan kata dari jajahan gramatika, dan mengembalikan kata kepada mantra. Ketiga aspek tersebut yang mengarahkan bentuk ideologi menulis puisi Sutardji kepada bentuk ideologi oralitas (kelisanan

    Struktur Naratif Cerita Rakyat Tapah Malenggang Kabupaten Batanghari, Provinsi Jambi

    No full text
    This research describes the narrative structure of Tapah Malenggang folklore based on the transcription conducted by Datuk Rasyid from the utterances of Datuk Zainul and Datuk Saharman. The folklore of Tapah Malenggang, as part of the oral literature of the Batanghari people, is gradually shrinking, and it can even be said to be on the verge of extinction. Through this research, it is hoped that the form and structure of the Tapah Malenggang folklore can be known. The method used is descriptive analysis. The results showed that the Tapah Malenggang story was in the form of myths and its narrative structure, namely the characters and settings functioned structurally to formulate the folklore as myth
    corecore