6 research outputs found
Peran Interferon Gamma Induced Protein-10 (IP-10) Dalam Diagnosis Tuberkulosis Aktif Pada Anak,
Latar Belakang dan Tujuan: Tuberkulosis (TB) sampai saat ini masih merupakan
masalah kesehatan yang penting di dunia. Salah satu permasalahan TB anak di
Indonesia adalah penegakan diagnosis. Saat ini sebagian besar diagnosis
tuberkulosis anak berdasarkan sistem skoring. Setelah itu dilengkapi dengan
pemeriksaan penunjang lainnya, seperti sputum (Bakteri Tahan Asam (BTA).
Dalam patogenesis TB aktif banyak senyawa kimia dan molekul biologis yang
berperan dalam inflamasi sebagai respon terhadap M. tuberculosis yang
bereplikasi, salah satunya adalah Interferon Gamma Induced Protein-10 (IP-10).
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa IP-10 memiliki potensi sebagai penanda
biologis infeksi tuberculosis pada dewasa. Tujuan penelitian ini adalah
menganalisis kemampuan IP-10 sebagai penanda biologis untuk diagnosis TB
pada anak. Metode Penelitian: Penelitian ini menggunakan rancangan studi diagnostik.
Subjek penelitian adalah pasien anak usia ≤ 18 tahun dengan dugaan TB dan
belum pernah menjalani pengobatan TB yang diperiksa di RSUD Saiful Anwar
Malang serta memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Besar sampel yang dihitung
berdasarkan simple random sampling adalah 30 subjek dan diambil darahnya
untuk diperiksa kadar IP-10 menggunakan metode ELISA. Penelitian telah
disetujui oleh komite etik rumah sakit. Data dikelompokkan menjadi 3 variabel yaitu
status TB, lokasi TB, dan gen ekspert yang masing-masing mempunyai sub-grup
(TB dan non-TB; TB paru dan Tb ekstra paru; gen ekspert positif dan negative).
Masing-masing kelompok dilakukan uji statistik yaitu uji normalitas, uji perbedaan
kadar IP-10, uji homogenitas, dan uji korelasi setelah itu dilakukan uji diagnostik.
Uji statistic dianggap bermakna jika p value < 0,05. Uji diagnostik menggunakan
dua metode yaitu metode tabel 2x2 dan ROC. Semua analisis data dilakukan
menggunakan software SPSS versi 22.
Hasil Penelitian: dari 30 subjek penelitian didapatkan 21 subjek didiagnosis TB
dan 9 subjek non-TB; 16 subjek TB paru aktif dan 5 TB ekstra paru; 1 gen ekspert
positif dan 29 gen ekspert negative. Rata-rata kadar IP-10 pada studi ini adalah
193,6 pg/ml. Uji T independent variabel status TB didapatkan perbedaan kadar IP-
10 signifikan antar sub-grup (TB vs non-TB). Uji beda pada variabel lokasi TB dan
gen ekspert tidak signifikan. Uji korelasi spearman variabel status TB menunjukkan
adanya korelasi positif IP-10 dengan TB dengan koefisien korelasi (R) 0,63 dan P
value 0,00. Uji diagnostic dengan metode tabel 2x2 menghasilkan sensitifitas dan
spesifisitas 86% dan 77% dengan cut-off 237 pg/ml. uji diagnostic dengan metode
ROC menghasilkan AUC sebesar 89,9% dengan sensitivitas dan spesifisitas 95%
dan 73% dengan cut-off 59,34 pg/ml.
Kesimpulan: Ada perbedaan kadar IP-10 yang signifikan antara kelompok TB dan
non-TB. Ada korelasi positif kuat antara IP-10 dan TB. Cut-off 59,34 pg/ml pada
studi ini menghasilkan sensistifitas dan spesifisitas 95% dan 73% dengan AUC
89,9% yang cukup baik untuk sebuah alat diagnostik
Hubungan Penggunaan Steroid Inhalasi dengan Tinggi Badan pada Pasien Anak Asma Kronis
Asma adalah penyakit inflamasi kronis saluran pernafasan dengan gejala sesak nafas, mengi, dan batuk. Tujuan tatalaksana asma untuk mengontrol frekuensi eksaserbasi asma agar tumbuh kembang anak sesuai dengan potensinya. Steroid inhalasi merupakan obat anti-inflamasi dengan mekanisme hambatan sintesis sitokin pro-inflamasi seperti IL-4, IL-9, IL-13, dan IL-17 yang berperan dalam patogenesis asma. Efek samping steroid inhalasi terhadap tinggi badan anak dapat timbul pada pemberian dosis tinggi dan dalam durasi yang lama. Tujuan penelitian ini untuk melihat hubungan pemberian steroid inhalasi dengan pertumbuhan tinggi badan anak dengan asma. Penelitian bersifat observasional analitik menggunakan metode cross sectional. Hasil analisis menunjukkan terdapat hubungan antara dosis harian dengan pertambahan tinggi badan anak kelompok usia 5-10 tahun (p = 0.005 0.05). Hasil analisis terhadap total durasi menunjukkan terdapat hubungan dengan pertambahan tinggi badan pada kedua kelompok usia (5-10 tahun, p = 0.035 < 0.05 ; 10-18 tahun, p = 0.001 < 0.05). Hasil analisis menunjukkan adanya hubungan total durasi simultan total dosis dengan pertambahan tinggi badan pada kedua kelompok usia (5-10 tahun, p = 0.005 < 0.05 ; 10-18 tahun, p = 0.008 < 0.05). Kesimpulan penelitian adalah terdapat hubungan antara dosis harian dengan tinggi badan anak pada kedua kelompok usia, terdapat hubungan antara total durasi dengan tinggi badan anak pada kelompok usia 5-10 tahun, dan terdapat hubungan total durasi simultan total dosis dengan tinggi badan pada kedua kelompok usia. Penelitian ini sudah disetujui oleh komite etik Rumah Sakit Saiful Anwar Malang
Hubungan antara Jumlah Trombosit dan MPV dengan Status Gizi, Gambaran Radiologis, dan Manifestasi Ekstraparu pada Penderita Tuberkulosis Anak di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit tertinggi pada anak yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis yang menyebar ketika penderita TB mengeluarkan bakteri ke udara, misalnya dengan batuk ataupun bersin. Trombosit dan Mean Platelet Volume (MPV) merupakan sel-sel dalam sistem kekebalan tubuh yang biasa ditemukan jumlahnya dalam pengukuran hitung darah lengkap pada penderita TB anak. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara jumlah Trombosit dan MPV dengan derajat keparahan berupa status gizi, gambaran radiologis, dan manifestasi ekstraparu pada pasien TB anak. Penelitian ini menggunakan metode observasional analitik dan dilakukan menggunakan pendekatan desain cross sectional. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik consecutive sampling dan didapatkan 38 pasien TB anak yang telah memenuhi kriteria inklusi yang berobat di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang pada Juli-Desember 2020. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat hasil yang signifikan pada hubungan antara jumlah Trombosit dengan Status Gizi (P>0,05), Trombosit dengan Gambaran Radiologis (P>0,05), Trombosit dengan Manifestasi Ekstraparu (P>0,05), MPV dengan Status Gizi (P>0,05), MPV dengan Gambaran Radiologis (P>0,05), dan MPV dengan Manifestasi Ekstraparu (P>0,05). Kesimpulan dari penelitian ini adalah tidak terdapat hubungan antara Jumlah Trombosit dan MPV dengan derajat keparahan berupa Status Gizi, Gambaran Radiologis, dan Manifestasi Ekstraparu pada penderita TB anak
Hubungan antara Kadar Serum Vitamin D dengan Status Gizi, Gambaran Radiologis, dan Manifestasi Ekstra Paru pada Penderita Tuberkulosis Anak di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
Tuberculosis yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis menjadi salah satu penyakit yang masuk dalam 10 penyebab kematian paling banyak di dunia. Sekitar 87% dari kasus tuberculosis terjadi di negara berkembang. Vitamin D merupakan salah satu zat mikronutrien yang berpengaruh dalam pathogenesis penyakit tuberculosis. Kekurangan vitamin D dapat membuat tubuh menjadi lebih rentan terinfeksi tuberculosis. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan antara kadar vitamin D serum dengan keparahan tuberkulosis pada anak yaitu status gizi, gambaran radiologis, dan manifestasi ekstraparu. Penelitian ini menggunakan metode observasional analitik dengan desain corss-sectional. Pengambilan sampel menggunakan consecutive sampling dan didapatkan 35 pasien tuberkulosis anak yang berobat di Rumah Sakit dr. Saiful Anwar Malang pada bulan Juli 2020- Desember 2020. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kadar vitamin D serum dengan status gizi(p=0.711), gambaran radiologis (p=0.335), dan manifestasi ekstraparu (p=0.292). Kesimpulan dari penelitian ini adalah kadar vitamin D serum tidak berhubungan dengan status gizi, tingkatan gambaran radiologis, dan manifestasi ekstraparu pada pasien tuberkulosis anak
Hubungan Jumlah dan Hitung Jenis Leukosit dengan Status Gizi dan Manifestasi Ekstra Paru pada Tuberkulosis Anak di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
Tuberkulosis (TB) adalah salah satu masalah kesehatan di seluruh dunia,
tingginya angka kejadian dan mortalitas masih menjadi masalah setiap tahunnya.
Tingginya mortalitas dapat disebabkan oleh kondisi yang tidak terprediksi seperti
malnutrisi dan TB ekstra paru. Salah satu pemeriksaan dalam mendiagnosis
penyakit tuberkulosis yaitu penghitungan jumlah dan hitung jenis leukosit karena
dapat menggambarkan kejadian dan proses penyakit tuberkulosis dalam tubuh.
Peningkatan jumlah dan hitung jenis leukosit diduga memiliki keterkaitan dengan
kondisi keparahan yaitu status gizi dan manifestasi ekstra paru pasien tuberkulosis
anak. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara jumlah dan
hitung jenis leukosit dengan status gizi dan manifestasi ekstra paru pada pasien
TB anak. Penelitian ini bersifat observasional analitik dan menggunakan metode
desain cross sectional yang diambil menggunakan teknik consecutive sampling
dan didapatkan 38 pasien tuberkulosis anak yang berobat di Rumah Sakit dr.
Saiful Anwar pada bulan Juli-Desember 2020. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa tidak terdapat perbedaan dan hubungan yang signifikan antara jumlah
leukosit dan hitung jenisnya (neutrofil, limfosit, dan monosit) terhadap status gizi
dan manifestasi ekstra paru (p value>0.05). Kesimpulan dari penelitian ini adalah
tidak ada hubungan jumlah dan hitung jenis leukosit dengan status gizi dan
manifestasi ekstra paru pada pasien TB anak
Hubungan Anatara Kadar Hemoglobin dan Indeks Eritrosit dengan Status Gizi, Gambaran Radiologis, dan Manifestasi Ekstraparu pada Pasien Tuberkulosis Anak di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
Menurut WHO, Indonesia termasuk negara “High Burden Countries” pada
kasus TB yang menyumbang dua per tiga kasus TB baru di dunia. Umumnya,
orang dewasa yang terinfeksi TB dapat menularkan melalui inhalasi kepada anakanak.
Beban kasus TB pada anak-anak tidak bisa diketahui secara pasti karena
kurangnya alat diagnostik yang “child friendly” dan tidak adekuatnya sistem
pencatatan serta pelaporan kasus TB anak. TB menular melalui sistem
pernapasan, tetapi karena sifatnya yang limogenik dan hematogenik sehingga
dapat menginfeksi di organ-organ lain. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui hubungan antara kadar hemoglobin dan indeks eritrosit terhadap
derajat keparahan berupa status gizi, gambaran radiologis, dan manifestasi
ekstraparu pada pasien TB anak. Penelitian ini menggunakan metode
observasional analitik dan dilakukan menggunakan pendekatan desain cross
sectional. Pengambilan sampel menggunakan teknik consecutive sampling dan
didapatkan 38 pasien yang telah memenuhi kriteria inklusi pada Juli-Desember
2021. Berdasarkan hasil uji statistik parametrik dan non-parametrik, pada
penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara
kadar Hb dan indeks eritrosit dengan status gizi, gambaran radiologi, dan
manifestasi ekstra paru. Sampel didominasi dengan anemia derajat ringan dengan
morfologi normokrom normositik pada gizi buruk, gambaran radiologi berat, serta
ada maupun tidaknya manifestasi ekstra paru. Sedangkan pada anemia derajat
ringan degan morfologi hipokrom mikrositik banyak pada anak dengan status gizi
baik dan kurang. Dapat disimpulkan pada penelitian ini kadar Hb dan indeks
eritrosit masih belum bisa digunakan sebagai prediktor untuk memprediksi derajat
keparahan melalui temuan abnormalitas pada status gizi, gambaran radiologi, dan
manifestasi ekstra paru pada anak penderita TB paru