36 research outputs found

    Pemukiman sebagai kesatuan ekosistem daerah Kalimantan Tengah

    Get PDF
    Berdasarkan evaluasi perkembangan desa yang dilaksanakan secara berkala setiap tahun cukup menggembirakan. Sejak tahun 1974 sampai dengan 1978, jumlah desa swadaya makin berkurang. Sementara itu , proporsi desa swakarya dan desa swasembada makin besar. Perkembangan ini nampaknya sejalan dengan makin terbukanya isolasi daerah terpencil karena masuknya transmigrasi ke daerah ini. Pada tahun 1974 di Propinsi Kalimantan Tengah terdapat 883 buah desa swadaya, sedangkan pada 1978 berkurang menjadi 706. Desa swakarya yang pada tahun 1974 berjumlah 199 buah, pada tahun 1978 meningkat menjadi 341. Desa swasembada yang pada tahun 1974 berjumlah 25 buah, pada tahun 1978 meningkat menjadi 61 buah

    Analisis Gangguan Pendengaran Pada Penderita Diabetes Melitus Tipe-2 Berdasarkan Pemeriksaan Audiometri Nada Murni Dan Audiometri Tutur

    Get PDF
    Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis gangguan pendengaran yang merupakan salah satu komplikasi kronis penyakit diabetes melitus tipe-2 berdasarkan pemeriksaan audiometri nada murni dan audiometri tutur. Jenis penelitian ini adalah cross sectional. Jumlah sampel yang diambil sebanyak 135 orang penderita diabetes melitus tipe-2 yang terdiri dari 45 orang yang mengalami gangguan pendengaran dan 90 orang yang tidak mengalami gangguan pendengaran. Hasil penelitian menunjukkan gangguan pendengaran yang dialami penderita diabetes melitus tipe-2 berdasarkan pemeriksaan audiometri nada murni umumnya ringan, sedangkan pada pemeriksaan audiometri tutur umumnya normal. Berdasarkan hasil uji statistik ditemukan hubungan yang bermakna antara usia penderita, lama menderita, hipertensi, hasil pemeriksaan audiometri nada murni dan audiometri tutur terhadap gangguan pendengaran. Tidak ditemukan hubungan yang bermakna antara penderita diabetes melitus tipe-2 terkontrol atau tidak terkontrol terhadap gangguan pendengaran

    Hubungan Pajanan Debu Terigu Terhadap Kualitas Hidup Penderita Rinitis Akibat Kerja

    Get PDF
    Rinitis akibat kerja dapat mempengaruhi kualitas hidup pekerja, menghilangkan banyak waktu kerja yang dapat menurunkan produktivitas namun masih sedikit informasi yang dimiliki mengenai epidemiologi pada industri terigu. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara lama pajanan debu terigu dan kejadian rinitis akibat kerja (RAK) terhadap kualitas hidup penderita rinitis akibat kerja pada pekerja pabrik terigu X diMakassar. Penelitian ini menggunakan kajian potong lintang (cross sectional study). Penelitian dilakukan di pabrik terigu X, yakni di bagian produksi dan pengepakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara lama pajanan debu terigu dan kejadian rinitis akibat kerja (RAK) dengan nilai p<0.05). Akan tetapi tidak terdapat hubungan bermakna antara lama pajanan debu terigu dan penurunan kualitas hiduppenderita RAK. Hubungan antara merokok dan kejadian RAK belum dapat dibuktikan, namun didapatkan bahwa merokok tanpa RAK lebih dominan dibandingkan RAK tanpa merokok dalam menyebabkan pemanjangan waktu transpor mukosiliar. Hubungan penggunaan masker dengan kualitas hidup pada kejadian RAK belum dapat dibuktikan, namun didapati bahwa pada pekerja yang tidak secara rutin menggunakan masker terkenaRAK dengan risiko yang lebih tinggi dan dapat menurunkan kualitas hidupnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara lama pajanan debu terigu dan kejadian rinitis akibat kerja (RAK) dengan nilai p<0.05). Akan tetapi tidak terdapat hubungan bermakna antara lama pajanan debu terigu dan penurunan kualitas hiduppenderita RAK

    Perbandingan Efektivitas Beberapa Pelarut Terhadap Kelarutan Cerumen Obturans Secara in Vitro

    Full text link
    Cerumen obturans merupakan suatu keadaan patologis yang tidak membahayakan jiwa tetapi dapat mengakibatkan perasaan tidak nyaman seperti rasa penuh di telinga, nyeri, gangguan pendengaran dan ketulian serta penurunan kualitas hidup. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan efektivitas enam pelarut yaitu aquadest, larutan garam NaCl 0,9%, minyak kelapa, minyak zaitun, karbogliserin 10% dan sodium dokusat 0,5% terhadap cerumen obturans secara in vitro serta untuk mengetahui lama waktu kontak yang paling efektif suatu pelarut terhadap kelarutan serumen. Penelitian ini merupakan eksperimen laboratorium dengan menggunakan 30 spesimen cerumen obturans yang telah dipadatkan dengan berat masingmasing 40 mg. Tingkat kelarutan serumen diukur dengan menggunakan spektrofotometer Spectronic 21. Perbandingan efektifitas pelarut diuji dengan menggunakan uji One Way Anova dengan alfa < 0,05. Didapatkan hasil bahwa efektivitas pelarut yang berbeda bermakna didapatkan pada menit ke 20, 25 dan 30 hanya antara aquadest dan NaCl 0,9% terhadap minyak kelapa dan minyak zaitun menggunakan spektrofotometer.Waktu kontak yang efektif secara in vitro adalah ? 20 menit dan cenderung meningkat sampai batas 30 menit. Pada menit ke 20 dan 25, NaCl 0,9% merupakan pelarut yang paling efektif sedang pada menit ke 30 yang paling efektif adalah aquadest. Minyak zaitun dan minyak kelapa merupakan pelarut yang efektivitasnya paling rendah. Pelarut berbasis air lebih efektif dibanding pelarut berbasis lemak

    The Influence of Spiritual Capital and Reward toward the Lecturers’ Performances of Muhammadiyah University, North Sumatera

    Get PDF
    This research done to investigate the influence of spiritual capital (SC) and reward toward the lecturers’ performances of Muhammadiyah University at North Sumatera or called by UMSU (Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara). The subjects of research are lecturers of UMSU with the samples are 183 lecturers, taken by proportional random sampling and the data analysis is taken by multiple linear regression by using SPSS Application v.20. The result of study obtained that the variable between the spiritual capital and rewards partially given positive and significant influence toward the lecturers’ performance of UMSU. This study is also found that the variable of spiritual capital give more influence that is 0,249 than reward that is 0,225 toward the lecturers’ performance of UMSU

    Blood eosinophil count and GOLD stage predict response to maintenance azithromycin treatment in COPD patients with frequent exacerbations

    No full text
    INTRODUCTION:Maintenance treatment with macrolides are useful in preventing COPD exacerbations. We investigated which characteristics of COPD patients with frequent exacerbations predicted the best response to maintenance treatment with azithromycin. METHODS:This study was part of the COLUMBUS trial, a prospective randomized, double-blind, placebo-controlled study in 92 COPD patients with frequent exacerbations. During the 1-year treatment period, follow-up data were collected for spirometry, mMRC scores, sputum cultures and blood inflammatory markers. RESULTS:In the azithromycin group a significant lower number of exacerbations per patient was observed in patients with the following characteristics: baseline blood eosinophil count ≥2.0% (x̄ = 1.26), compared to an eosinophil count < 2.0% (x̄ = 2.50; p = 0.02), GOLD stage 1-2 (x̄ = 1.06), versus GOLD stage 4 (x̄ = 2.62; p = 0.02) and GOLD group C (x̄ = 0.45) compared to group D (x̄ = 2.18; p < 0.01). Moreover, the number of hospitalizations was significantly lower in patients, with a blood eosinophil count ≥2.0% (x̄ = 0.26) compared to an eosinophil count < 2.0% (x̄ = 0.90; p = 0.01) and in GOLD stages 1-2 (x̄ = 1.06) compared to stage 4 (x̄ = 2.62; p = 0.04). CONCLUSION:In conclusion, azithromycin maintenance treatment appears to be effective in COPD patients with frequent exacerbations, who are either classified in GOLD stage 1-2 or GOLD C and those with a blood eosinophil count of ≥2.0%

    Blood eosinophil count and GOLD stage predict response to maintenance azithromycin treatment in COPD patients with frequent exacerbations

    No full text
    INTRODUCTION:Maintenance treatment with macrolides are useful in preventing COPD exacerbations. We investigated which characteristics of COPD patients with frequent exacerbations predicted the best response to maintenance treatment with azithromycin. METHODS:This study was part of the COLUMBUS trial, a prospective randomized, double-blind, placebo-controlled study in 92 COPD patients with frequent exacerbations. During the 1-year treatment period, follow-up data were collected for spirometry, mMRC scores, sputum cultures and blood inflammatory markers. RESULTS:In the azithromycin group a significant lower number of exacerbations per patient was observed in patients with the following characteristics: baseline blood eosinophil count ≥2.0% (x̄ = 1.26), compared to an eosinophil count < 2.0% (x̄ = 2.50; p = 0.02), GOLD stage 1-2 (x̄ = 1.06), versus GOLD stage 4 (x̄ = 2.62; p = 0.02) and GOLD group C (x̄ = 0.45) compared to group D (x̄ = 2.18; p < 0.01). Moreover, the number of hospitalizations was significantly lower in patients, with a blood eosinophil count ≥2.0% (x̄ = 0.26) compared to an eosinophil count < 2.0% (x̄ = 0.90; p = 0.01) and in GOLD stages 1-2 (x̄ = 1.06) compared to stage 4 (x̄ = 2.62; p = 0.04). CONCLUSION:In conclusion, azithromycin maintenance treatment appears to be effective in COPD patients with frequent exacerbations, who are either classified in GOLD stage 1-2 or GOLD C and those with a blood eosinophil count of ≥2.0%
    corecore