44 research outputs found

    Spatial epidemiological approaches to monitor and measure the risk of human leptospirosis

    Get PDF

    ANALISIS RISIKO DENGUE BERBASIS MAYA INDEX PADA RUMAH PENDERITA DBD DI KOTA BANJAR TAHUN 2012

    Get PDF
    Salah satu faktor risiko kejadian DBD di antaranya adalah ketersediaan kontainer tempat perkembangbiakan vektor. Tahun2012 dilakukan survei observasional analitik dengan pendekatan potong lintang pada 100 rumah penderita DBD di KotaBanjar. Tujuan penelitian untuk mengetahui tingkat risiko penularan DBD melalui pendekatan analisis Maya Index. Data yang dikumpulkan meliputi jenis, jumlah kontainer, dan jumlah kontainer mengandung larva Aedes sp. Kontainer yangditemukan dikategorikan menjadi Controllable Container dan Disposable Container untuk mengetahui Breeding Risk Index(BRI) dan Hygene Risk Index (HRI). Analisis deskriptif digunakan untuk mengetahui proporsi jumlah dan jenis kontainer.Maya index diperoleh dari hasil pengkategorian rasio BRI dan HRI. Container Index dan Breteau Index dihitung untukmengetahui kepadatan larva. Hasil pengamatan ditemukan sebanyak 915 kontainer yang terdiri dari jenis controllablecontainers (93%) dan disposable containers (7%). Jenis kontainer yang dominan adalah tempayan tanah liat (15,52%), bakair (14,35%), pot bunga (48,47%), dan penampung air pada dispenser (7%). Larva Aedes sp. banyak ditemukan pada bak air(48,57%) dan penampung air pada dispenser (22,86%). Sementara, botol bekas (35,3%) dan kaleng bekas (26,1%)merupakan jenis disposable container yang paling banyak ditemukan. Analisis menunjukkan sebagian besar rumahberkategori BRI tinggi (93%) dan HRI rendah (92%). Berdasarkan Maya Index, rumah penderita termasuk dalam kategoririsiko sedang (97%) dengan CI dan BI masing-masing sebesar 3,85% dan 35. Studi ini menyimpulkan bahwa sebagian besarrumah penderita masih memiliki potensi penularan infeksi virus Dengue

    Variasi pengobatan malaria rumah tangga di enam provinsi endemis malaria di Indonesia

    Get PDF
    Indonesia is targeted to be free of malaria in 2030 and its success is determined by the effectiveness of treatment. Riskesdas 2013 shows the effective treatment of malaria rate as 45.5%. Nationally, only 33.7% of malaria patients received the Artemisinin-based Combination Therapy (ACTs). A further analysis to Riskesdas 2013 data was performed to describe the malaria treatment variation at household-level in six provinces in Indonesia, which are Bengkulu, Maluku, North Maluku, East Nusa Tenggara, Papua, and West Papua. Data of name, type, and sources of drugs, as well as household characteristics was analysed. Total of 287 households that meet the criteria of storing and using drugs for malaria treatment was analysed. The result shows 66 types of drugs with varied sources, including 15 antimalarial drugs (i.e. ACTs, chloroquine, and sulphadoxin-pyrimethamin). Most drugs were obtained from pharmacies and drug shops/ stalls, both in urban and rural areas. Most of the poorest households choose drugstore / stalls (46.7%) for medication. On the other hand, for the wealthier groups, pharmacy is an option to get malaria drugs (48.6%). This research reveals the persistence of resistance from anti-malarial drugs (CQ and SP) in almost all sources, including drugs from official health facilities and health workers. This diverse consumption encourages an effective monitoring, evaluation, and strengthening cross-sector participation to improve knowledge, partnership between community and private sector, and the use of information technology to enhance antimalarial drugs supply management in primary health care. An appropriate form of intervention is substantial to improve the malaria treatment coverage in Indonesi

    Karakteristik Lingkungan Fisik, Biologi, Dan Sosial Di Daerah Endemis Dbd Kota Banjar Tahun 2011

    Full text link
    Demam Berdarah Dengue (DBD) ialah penyakit menular akibat virus dengue yang ditularkan Aedes aegypti sebagai vektor utama. Penyakit ini dapat menimbulkan KLB di Kota Banjar. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji karakteristik lingkungan fisik, biologi dan sosial daerah endemis DBD Kota Banjar. Tujuan penelitian ini melihat karakteristik lingkungan fisik, biologi dan sosial. Penelitian ini dilakukan secara deskriptif dengan rancangan potong lintang. Hasilnya menunjukan bahwa karakteristik lingkungan fisik yang meliputi: Kepadatan rumah: daerah endemis tinggi (517,884 unit/km2), endemis sedang (271,713 dan 331,584 unit/km2), dan endemis rendah (392,171 unit/km2). Keberadaan kontainer: daerah endemis tinggi (95,9%), endemis sedang (95% dan 100%), dan endemis rendah (100%). Suhu udara rumah: daerah endemis tinggi (27,470C), endemis sedang (27,2% dan 27,930C), dan endemis rendah (26,850C). Kelembaban ruangan: daerah endemis tinggi (56,71%), endemis sedang (60,2% dan 62,47%) dan endemis rendah (65,43%). Keberadaan baju menggantung: daerah endemis tinggi (89,8%), endemis sedang (80% dan 85%) dan endemis rendah (81,8%). Keberadaan kasa: daerah endemis tinggi (30,6%), endemis sedang (10% dan 25%) dan endemis rendah (27,3%). Keberadaan tanaman hias: daerah endemis tinggi (61,2%), endemis sedang (30% dan 95%) dan endemis rendah (81,8%). Keberadaan lahan pekarangan: daerah endemis tinggi (98%), endemis sedang (75% dan 95%) dan endemis rendah (100%). Keberadaan jentik nyamuk: daerah endemis tinggi (27%), endemis sedang (20% dan 35%) dan endemis rendah (36%). Daerah endemis tinggi DBD dan endemis sedang sebagian besar berpendidikan tamat SLTA, endemis rendah tamat berpendidikan SLTP. Sebagian besar memiliki kesamaan pekerjaan, yaitu wiraswata dan ibu rumah tangga. Sebagian besar memiliki kesamaan penghasilan, yaitu Rp. 750.000-1.000.000/bulan. Mobilitas penduduk: endemis tinggi (49%), endemis sedang (55% dan 85%), endemis rendah (100%). Keberadaan kelompok peduli DBD: endemis tinggi (40,8%), endemis sedang (20% dan 50%), endemis rendah (45,5%). Aktivitas PSN: endemis tinggi (61,2%), endemis sedang (95%), dan rendah (100%)

    Impact of Deltamethrin on Cockroaches (Periplaneta Americana) and Its Residue on Environment

    Full text link
    Background: Intensive use of chemical insecticides not only affect the targetspecies, but also non-target species and environment. In this study, we examined residual effect of deltamethrin on cockroaches (Periplaneta americana), catfishes (Clarias batrachus) and nile-tilapia (Oreochromis niloticus). In addition, we aimed to measure the infiltration rate ofdeltamethrin insecticides in different types of soil. Methods: An experimental study was conducted on laboratory-reared P. americana in Institut Pertanian Bogor (Agricultural Institute, Bogor). Using five different deltamethrin concentrations 0.8%, 0.4%, 0.2%, 0.1% and 0.05% (v/v) in three replications, we assessed deltamethrin residual effect against cockroaches in 24 and 48-hrs. Lethal concentration (LC ) for cockroaches was determined using Probit analysis. The lethal concentration was50 then tested on C. batrachus and O. niloticus in spraying and soaking method using organophosphate 1 ppm and 10 ppm. Infiltration rate of insecticide on three soil type was measured with lysimeter. Results: The toxic effect (LC ) of deltamethrin residue against cockroach reached at concentration of 500.2% in 24-hrs. Fifty per cent of nile-tilapia were killed by deltamethrin 0.2% within 24-hrs. Infiltration capacity of the insecticide were higher on sandy soil (5 ml/mins) than dominantly-composed by clay soil. Conclusions: Deltamethrin 0.2% had a knockdown effect on P. americana, may infiltrate soil and waterbodies, and had a residual toxic effect on nile-tilapia (Oreochromis niloticus). (Health Science Indones 2014;2:94-9

    The Maya Index Analysis on Dengue Patient Household in Banjar City, 2012

    Full text link
    Salah satu faktor risiko kejadian DBD di antaranya adalah ketersediaan kontainer tempat perkembangbiakan vektor. Tahun2012 dilakukan survei observasional analitik dengan pendekatan potong lintang pada 100 rumah penderita DBD di KotaBanjar. Tujuan penelitian untuk mengetahui tingkat risiko penularan DBD melalui pendekatan analisis Maya Index. Datayang dikumpulkan meliputi jenis, jumlah kontainer, dan jumlah kontainer mengandung larva Aedes sp. Kontainer yangditemukan dikategorikan menjadi Controllable Container dan Disposable Container untuk mengetahui Breeding Risk Index(BRI) dan Hygene Risk Index (HRI). Analisis deskriptif digunakan untuk mengetahui proporsi jumlah dan jenis kontainer.Maya index diperoleh dari hasil pengkategorian rasio BRI dan HRI. Container Index dan Breteau Index dihitung untukmengetahui kepadatan larva. Hasil pengamatan ditemukan sebanyak 915 kontainer yang terdiri dari jenis controllablecontainers (93%) dan disposable containers (7%). Jenis kontainer yang dominan adalah tempayan tanah liat (15,52%), bakair (14,35%), pot bunga (48,47%), dan penampung air pada dispenser (7%). Larva Aedes sp. banyak ditemukan pada bak air(48,57%) dan penampung air pada dispenser (22,86%). Sementara, botol bekas (35,3%) dan kaleng bekas (26,1%)merupakan jenis disposable container yang paling banyak ditemukan. Analisis menunjukkan sebagian besar rumahberkategori BRI tinggi (93%) dan HRI rendah (92%). Berdasarkan Maya Index, rumah penderita termasuk dalam kategoririsiko sedang (97%) dengan CI dan BI masing-masing sebesar 3,85% dan 35. Studi ini menyimpulkan bahwa sebagian besarrumah penderita masih memiliki potensi penularan infeksi virus Dengue

    Faktor-faktor yang Mempengaruhi Praktik Keamanan dalam Penggunaan Insektisida Rumah Tangga di Kecamatan Pangandaran

    Get PDF
    Abstract. The unsafe and improper use of household insecticides represents a major hazard to the environment and human health. Most of people in Pangandaran Sub-District used household insecticides, even more than ten years. The aim of this study was to analyse factors that affect in safety practices of using household insecticide. The research was conducted from April to July 2014 in Pangandaran sub-district. A total of 374 household participated in this study through interviews. Data collected includes characteristics of respondents, educational status, knowledge, attitudes and practices regarding safe insecticide usage. Chi-square test (Ļ‡2) was used to measure the possible association between variables and continued with logistic regression. The majority of respondents were lack of safety practices of using household insecticide (60%). The levels of education (p=0.00) and knowledge (p=0.03) was associated with safe practices in insecticide use. However, according to logistic regression that education level had more influence towards safe insecticide use. Therefore, it is necessary to increase community knowledge through field demonstrations by health workers about the use of household insecticides safely and properly.  Keywords: household insecticide, practice, safety, Pangandaran   Abstrak. Penggunaan insektisida rumah tangga yang tidak aman dan tidak tepat dapat membahayakan lingkungan dan kesehatan manusia. Sebagian besar masyarakat di Kecamatan Pangandaran menggunakan insektisida rumah tangga, bahkan lebih dari sepuluh tahun. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi praktik menjaga keamanan dalam penggunaan insektisida rumah tangga. Penelitian ini dilakukan dari bulan April hingga Juli 2014 di Kecamatan Pangandaran. Sebanyak 374 rumah tangga berpartisipasi dalam penelitian ini melalui wawancara. Data yang dikumpulkan meliputi karakteristik responden, status pendidikan, pengetahuan, sikap dan praktik mengenai penggunaan insektisida yang aman. Uji Chi-square (Ļ‡2) digunakan untuk menganalisis hubungan antar variabel dan dilanjutkan dengan regresi logistik. Mayoritas responden mempunyai praktik yang kurang aman dalam menggunakan insektisida rumah tangga (60%). Tingkat pendidikan (p = 0,00) dan pengetahuan (p = 0,03) berhubungan dengan praktik menjaga keamanan ketika menggunakan insektisida rumah tangga. Namun, hasil dari regresi logistik menunjukkan tingkat pendidikan lebih berpengaruh terhadap penggunaan insektisida yang aman. Oleh karena itu, perlu untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat melalui demonstrasi lapangan oleh petugas kesehatan tentang penggunaan insektisida rumah tangga secara aman dan tepat.  Kata Kunci: insektisida rumah tangga,  praktik, aman, Pangandara

    The Distribution of Culex spp (Diptera: Culicidae) in Selected Endemic Lymphatic Filariasis Villages in Bandung District West Java Indonesia

    Get PDF
    Data entomologis terkait aspek bionomik dan distribusi nyamuk vektor lymphatic filariasis diKabupaten Bandung masih sangat sedikit meskipun kabupaten ini sudah mengimplementasikan POPMFilariasis dari tahun 2009. Tujuan penelitian adalah mengindentifikasi spesies nyamuk potensial penularlymphatic filariasis dan habitatnya di wilayah endemis filariasis yaitu Kecamatan Majalaya, KabupatenBandung. Survei dilaksanakan selama 2 bulan yaitu Septemberā€“Oktober 2013 di dua desa KecamatanMajalaya. Kegiatannya adalah pencidukan larva (termasuk plotting habitat, salinitas, temperatur air, pH),penangkapan nyamuk dewasa menggunakan metode human landing (dalam dan luar rumah) serta resting(dinding rumah dan kandang ternak). Hasil penangkapan nyamuk memperoleh enam spesies yang berhasildiidentifikasi. Culex quinquefasciatus dan Culex tritaeniorhynchus adalah nyamuk yang dominantertangkap dengan puncak gigitan antara jam 21.00-01.00 WIB. Terdapat lima tempat perkembangbiakanpotensial yang teramati disekitar desa tersebut yang terdiri dari kolam ikan yang terbengkalai danpersawahan dengan salinitas 0ā€°, temperatur air 28,5-29Ā°C, pH 6-7. Meskipun MHD dan MBR vektorfilariasis yaitu Culex quinquefasciatus di wilayah tersebut relatif rendah, penularan masih dapat terjadikarena didukung dengan kondisi lingkungan dan keberadaan nyamuk vektor tersebut di wilayah ini

    The Distribution of Culex Spp (Diptera: Culicidae) in Selected Endemic Lymphatic Filariasis Villages in Bandung District West Java Indonesia

    Full text link
    . Bandung district has been implemented mass drug administration (MDA) program since 2009, but little is known about entomological data especially about bionomic aspects and distribution of lymphatic filariasis (LF) mosquito vectors. This study was aimed to identify potential LF mosquito species and its potential breeding sites in two LF endemic villages in Majalaya, Bandung district. The observational study was conducted in September-October 2013. Mosquito larvae were collected by a scoop and adult mosquitos were captured through indoor-outdoor human-landing and resting collection to identify species diversity and density. Six species filariasis mosquito vectors were identified. The primary LF vectors, Culex quinquefasciatus and Cx. tritaeniorhynchus were found as dominant species with peak landing time between 9 p.m. ā€“ 1 a.m. Five potential breeding sites was identified near to villages including neglected fish-pool and paddy field with salinity 0ā€°, water temperature 28.5-29Ā°C, pH 6-7. The Man-Hour Density (MHD) and Man-Biting Rate (MBR) of Cx. quinquefasciatus was relatively low, however, transmission may potentially occur due to their existence and the availability of favorable environmental conditions across the villages

    Spatial epidemiological approaches to inform leptospirosis surveillance and control: a systematic review and critical appraisal of methods

    Get PDF
    Leptospirosis is a global zoonotic disease that the transmission is driven by complex geographical and temporal variation in demographics, animal hosts and socioecological factors. This results in complex challenges for the identification of highā€risk areas. Spatial and temporal epidemiological tools could be used to support leptospirosis control programs, but the adequacy of its application has not been evaluated. We searched literature in six databases including PubMed, Web of Science, EMBASE, Scopus, SciELO and Zoological Record to systematically review and critically assess the use of spatial and temporal analytical tools for leptospirosis and to provide general framework for its application in future studies. We reviewed 115 articles published between 1930 and October 2018 from 41 different countries. Of these, 65 (56.52%) articles were on human leptospirosis, 39 (33.91%) on animal leptospirosis and 11 (9.5%) used data from both human and animal leptospirosis. Spatial analytical (n = 106) tools were used to describe the distribution of incidence/prevalence at various geographical scales (96.5%) and to explored spatial patterns to detect clustering and hot spots (33%). A total of 51 studies modelled the relationships of various variables on the risk of human (n = 31), animal (n = 17) and both human and animal infection (n = 3). Among those modelling studies, few studies had generated spatially structured models and predictive maps of human (n = 2/31) and animal leptospirosis (n = 1/17). In addition, nine studies applied timeā€series analytical tools to predict leptospirosis incidence. Spatial and temporal analytical tools have been greatly utilized to improve our understanding on leptospirosis epidemiology. Yet the quality of the epidemiological data, the selection of covariates and spatial analytical techniques should be carefully considered in future studies to improve usefulness of evidence as tools to support leptospirosis control. A general framework for the application of spatial analytical tools for leptospirosis was proposed
    corecore