2,075 research outputs found

    THE IMPACT OF TRAVEL PATTERN ON RURAL TRANSPORT DEVELOPMENT

    Get PDF
    Jumlah penelitian di Indonesia dalam bidang transportasi perdesaan masih sangat terbatas. Kondisi ini tidak menguntungkan mengingat wilayah perdesaan yang ada sangat luas. Banyak masalah transportasi terjadi di berbagai wilayah perdesaan yang menyebabkan potensi sumber daya yang ada tidak dapat di kelola secara optimal. Program-program pembangunan perdesaan tidak selalu membawa perbaikan besar bila jaringan dan layanan transportasi perdesaan tidak tersedia. Transportasi memungkinkan jasa dan barang dapat diberikan kepada masyarakat perdesaan dan dapat mendukung pencapaian kesejahteraan. Penelitian ini mencoba menjawab sejumlah pertanyaan yang berkaitan dengan pola perjalanan dan dampaknya terhadap pengembangan transportasi perdesaan. Perjalanan terbanyak yang dilakukan masyarakat perdesaan adalah perjalanan dengan jarak dan waktu pendek dengan tujuan bekerja di sawah serta pergi ke sekolah dengan bersepeda atau berjalan kaki. Namun demikian kebutuhan potensial terhadap layanan transportasi cukup tinggi. Dengan demikian dalam kaitan dengan pengembangan transportasi diperlukan peningkatan layanan angkutan umum perdesaan baik dengan layanan formal maupun informal

    The Impact of Travel Pattern on Rural Transport Development

    Full text link
    Jumlah penelitian di Indonesia dalam bidang transportasi perdesaan masih sangat terbatas. Kondisi ini tidak menguntungkan mengingat wilayah perdesaan yang ada sangat luas. Banyak masalah transportasi terjadi di berbagai wilayah perdesaan yang menyebabkan potensi sumber daya yang ada tidak dapat di kelola secara optimal. Program-program pembangunan perdesaan tidak selalu membawa perbaikan besar bila jaringan dan layanan transportasi perdesaan tidak tersedia. Transportasi memungkinkan jasa dan barang dapat diberikan kepada masyarakat perdesaan dan dapat mendukung pencapaian kesejahteraan. Penelitian ini mencoba menjawab sejumlah pertanyaan yang berkaitan dengan pola perjalanan dan dampaknya terhadap pengembangan transportasi perdesaan. Perjalanan terbanyak yang dilakukan masyarakat perdesaan adalah perjalanan dengan jarak dan waktu pendek dengan tujuan bekerja di sawah serta pergi ke sekolah dengan bersepeda atau berjalan kaki. Namun demikian kebutuhan potensial terhadap layanan transportasi cukup tinggi. Dengan demikian dalam kaitan dengan pengembangan transportasi diperlukan peningkatan layanan angkutan umum perdesaan baik dengan layanan formal maupun informal

    Multi-Year Program under Budget Constraints Using Multi-Criteria Analysis

    Get PDF
    Road investment appraisal requires joint consideration of multiple criteria which are related to engineering, economic, social and environmental impacts. The investment consideration could be based on the economic analysis but however for some factors, such as environmental, social, and political, are difficult to quantify in monetary term. The multi-criteria analysis is the alternative tool which caters the requirements of the issues above. The research, which is based on 102 class D and class E paved road sections in Kenya, is about to optimize road network investment under budget constraints by applying a multi-criteria analysis (MCA) method and compare it with the conventional economic analysis. The MCA is developed from hierarchy structure which is considered as the analytical framework. The framework is based on selected criteria and weights which are assigned from Kenya road policy. The HDM-4 software is applied as decision-making tool to obtain the best investment alternatives and road work programs from both MCA and economic analysis. The road work programs will be the results from the analysis using both MCA and economic analysis within HDM-4 software to see the difference and compare the results between both programs. The results from MCA show 51 road sections need periodic work, which is overlay or resealing. Meanwhile, 51 others need rehabilitation or reconstruction. The five years road work program which based on economic analysis result shows that it costs almost Kenyan Shilling (KES) 130 billion to maintain the class D and E paved road in Kenya. Meanwhile, the MCA only requires KES 59.5 billion for 5 years program. These results show huge margin between two analyses and somehow MCA result provides more efficient work program compared to economic analysis

    Kajian Tarif Angkutan Antar Jemput Sekolah Di YOGYAKARTA: Studi Kasus Tk/sd Budi Mulia II, Tk/sd Syuhada, SD Ungaran, Dan SD Serayu

    Full text link
    Jasa angkutan antar jemput sekolah secara khusus belum diatur oleh Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah, termasuk dalam hal pentarifan. Padahal keberadaanya masih diperlukan oleh masyarakat yang sibuk dengan pekerjaannya sehingga tidak mempunyai cukup waktu untuk mengantar dan menjemput anaknya ke sekolah. Apalagi Yogyakarta merupakan kota pendidikan yang banyak tumbuh sekolah favorit dari tingkat TK sampai Perguruan Tinggi. Studi ini dilakukan untuk mengkaji tarif angkutan antar jemput sekolah dengan studi kasus TK/SD Budi Mulia Dua, TK/SD Syuhada, SD Ungaran, dan SD Serayu. Dengan menganalisis tarif saat ini dibandingkan dengan perhitungan running cost pada kendaraan yang digunakan, dan menganalisis nilai Ability To Pay (ATP) dan Willingness To Pay (WTP) pengguna jasa. Hasil dari analisis diperoleh tarif saat ini lebih rendah perhitungan running cost. Dari sisi kemampuan dan kesediaan membayar pelanggan jasa angkutan menunjukkan hasil lebih tinggi dari tarif yang berlaku saat ini. Responden pada jasa angkutan yang dikelola sekolah mampu membayar tarif lebih tinggi Rp77.448,00 dari tarif saat ini, tetapi hanya mau membayar bila tarif dinaikkan sebesar Rp17.600,00. Responden pada jasa angkutan yang tidak dikelola sekolah mampu membayar tarif lebih tinggi Rp84.277,00 dari tarif saat ini, tetapi hanya mau membayar bila tarif dinaikkan sebesar Rp21.737,00.Kata

    Cost Analysis for IoT Based Condition Based Maintenance to Increase Productivity

    Get PDF
    Condition Based Maintenance (CBM) is one of maintenance method that believed to be the most effective at reduction of cost and number of activities than the other maintenance methods. Degradation monitoring condition is an important things in order to get effective CBM system. The rapid development in information and communication has lead our industrial phase to industry 4.0, where are lot of smart objects can be connected and integrated in one network system, which is called Internet of Things (IoT). IoT facilitates monitoring and controlling to an object, and help maintenance system to monitor, record, and analyze the degradation of the object. Furthermore, with real time monitoring, system could detect and make decision when is maintenance activity should be done with consideration in cost. This research focused in the issue of integration of many smart objects to support CBM activities in cost reduction and IoT decision making with cost minimization as criteria. Cost analysis has been done using Activity Based Costing (ABC) and mathematical model has been constructed for decision making criteria which will be tested with numerical test using the data that gathered from company which applied IoT system. There are three condition which are tested: system without IoT implementation, current system with IoT implementation (auto shutdown when machine stroke reaches 300), and IoT system that consider the degradation condition to shut down. The result shows that IoT based CBM system that consider degradation level will incur optimal number of activities which resulting in fewer cost that the other systems. With fewer activity maintenance than auto-shutdown at 300 strokes, shows that the productivity increase without any delay due to maintenanc

    Evaluasi Penggunaan Apron Bandar Udara Adi Sucipto YOGYAKARTA

    Full text link
    Tingkat pergerakan pesawat terbang di Bandar Udara Adi Sucipto, Yogyakarta, beberapa tahun belakangan pascakrisis moneter menunjukkan peningkatan yang signifikan. Hal ini terlihat pada munculnya beberapa maskapai penerbangan baru dan maskapai penerbangan lama menambah rute penerbangannya. Setiap hari terdapat rata-rata 45 penerbangan rutin berjadwal dari 11 maskapai penerbangan, dengan menggunakan 8 jenis pesawat terbang. Pada studi ini dilakukan evaluasi penggunaan apron di suatu bandar udara, sebagai tempat parkir pesawat terbang dan berlangsungnya berbagai aktivitas untuk mempersiapkan pesawat terbang sebelum melakukan take-off. Evaluasi dilakukan dengan menganalisis kapasitas tahunan apron dan kapasitas pada jam puncaknya serta terhadap kegiatan pelayanan pesawat terbang yang terkait dengan lama pesawat terbang tersebut berada di apron. Data dianalisis dengan menggunakan metode statistika deskriptif dan dengan menggunakan model lintasan kritis (Critical Path Model, CPM). Hasil studi menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kapasitas apron tahunan pascakrisis moneter. Sampai dengan akhir tahun 2004 diperkirakan kapasitas tahunan yang terjadi adalah sebesar 29.864 pesawat terbang/tahun dan kapasitas apron pada jam puncak sebanyak tujuh buah pesawat terbang. Kapasitas maksimal apron di bandar udara Adi Sucipto adalah delapan pesawat terbang, sehingga dari segi kapasitas dengan komposisi jenis pesawat terbang yang ada, masih terdapat ruang untuk satu pesawat terbang lagi. Akan tetapi dengan mempertimbangkan penggunaan apron maksimal, dengan jenis pesawat terbang terbesar yang beroperasi adalah MD-82, maka disarankan agar ukuran apron ditambah dengan 67,8 meter untuk panjang dan 22 meter untuk lebar. Kegiatan pelayanan pesawat terbang yang menentukan lama pesawat terbang di apron adalah penyiapan tangga penumpang ke pesawat terbang (position steps), turunnya penumpang dari pesawat terbang (deplane passangers), pengisian bahan bakar (fueling aircraft), naiknya penumpang ke pesawat terbang (enplane passangers), penyingkirkan tangga (removing steps), mendorong mundur pesawat terbang (push back) dan start engines. Jenis pesawat terbang yang membutuhkan waktu kegiatan pelayanan paling lama adalah jenis MD-82, yaitu sebesar 1.903,3 detik (31 menit 43 detik). Waktu untuk kegiatan pelayanan tersebut masih dapat diterima oleh PT (Persero) Angkasa Pura I, karena standar standar waktu kegiatan pelayanan pesawat terbang maksimal yang ditetapkan oleh Perusahaan tersebut adalah 3.300 detik (55 menit). Bila ditinjau Gate Occupancy Time (GOT), maka pesawat terbang B-737 300 mempunyai GOT terbesar, yaitu 2.538,61 detik (42 menit 19 detik). Pada jam puncak terdapat tiga jenis pesawat terbang yang beroperasi (MD-82, B-737 400, dan F 100) dengan waktu penggunaan apron yang terjadi lebih besar daripada waktu penggunaan apraon di luar jam puncak, Tetapi tetap masih lebih kecil daripada yang telah ditentukan PT (Persero) Angkasa Pura I.Kata

    The Effect of Toll Gate Type on the Queue of Vehicles in Connecting Roads: A case study of Bawen – Yogyakarta Toll Road

    Get PDF
    Due to the increased population, accessibility from one place to another, and effort to support economic growth, the Indonesian Central Government plans to build 71 kilometers of Yogyakarta-Bawen Toll Road. It is, however, important to state that the technical requirements of a connecting road are an integral part of the toll road construction. Therefore, this research was conducted to determine the sufficient length for the connecting road between the toll gate and existing one to reduce the investment of Toll Road Business Entity and ensure a more extended return period of concession. The data used include the vehicle speed and daily traffic on the road while the maximum length value of vehicle queue occurring in the peak hour period and interval for each type of toll gate was calculated in the modeling simulation. The results showed the satellite gate with 4 lines has 159 meters, tandem with 2 lines has 434 meters, and extending with 3 lines has 513 meters. Since all the gates have less than 2 kilometers of queue length, the stretch of the connecting road in each toll of the plan needs to be analyzed to ensure effective developmen

    Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Angkutan Udara Rute Sumenep – Surabaya pp.

    Get PDF
    Angkutan udara rute Sumenep – Surabaya pp. mulai beroperasi pada tahun 2015. Pada awalnya rute ini adalah rute angkutan udara perintis yang kemudian berkembang menjadi rute komersial pada tahun 2017. Proses perkembangan dari angkutan udara perintis ke komersial untuk rute Sumenep – Surabaya pp. membutuhkan waktu yang relatif singkat jika dibandingkan dengan rute perintis lain yang pada wilayah kerja Koordinator Wilayah Sumenep. Keberhasilan rute perintis menjadi rute komersial merupakan salah satu indikator keberhasilan fungsi keperintisan. Berdasarkan hal tersebut perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui faktor – faktor apa saja yang mempengaruhi perkembangan angkutan udara rute Sumenep – Surabaya pp. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif pendekatan studi kasus. Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan wawancara terhadap regulator, operator penerbangan, pengelola bandara dan penumpang serta observasi lapangan. Metode analisis menggunakan kategorisasi fakta – fakta sejenis dari data primer dan sekunder, yang kemudian dikelompokkan menjadi sub tema dan tema terkait perkembangan angkutan udara rute Sumenep – Surabaya pp. Berdasarkan hasil pengelompokan tersebut dapat diidentifikasi faktor – faktor yang mempengaruhi perkembangan angkutan udara perintis menjadi angkutan udara komersial. Faktor-faktor tersebut adalah fasilitas bandar udara, dukungan pemerintah, operator penerbangan yang beroperasi, jumlah penumpang, jadwal dan frekuensi penerbangan, harga tiket dan keterhubungan dengan rute lain

    Penerapan Sistem In-town Check-in Pada Stasiun Kereta Api Sebagai Fasilitas Pendukung Moda Akses Utama Menuju Bandara Baru Di Temon Kulon Progo

    Full text link
    The main issues related to Adisutjipto airport relocation is matter of affordability to go to the airport. One strategy that can be applied is development of In-Town Check-in facility where air transport service users can perform check-in and baggage-reporting on a train station located in urban areas. The purpose of the study is to know the perceptions and needs of this facilitiy, determining the best train station as well as the design of the facility. Data were obtained from questionnaire of 179 respondents, collecting data from the relevant institutions and field survey. About 94.97% of eel the need to apply this facility because it is very helpful to ease travel to the airport. Tugu railway station was chosen as the best station because it is close to the tourist attractions and hotels. The design is done using of 15% of the forecasted passenger departing from the new airport. This is the early stage of planning which is expected later to continue to grow so that the train becomes primary transportation to get to the new airport in Kulon Progo
    • …
    corecore