13 research outputs found

    HUBUNGAN DIMENSI MUTU LAYANAN DENGAN KEPUASAN PASIEN DI LABORATORIUM SENTRAL RSUP DR.M.DJAMIL PADANG

    Get PDF
    HUBUNGAN DIMENSI MUTU LAYANAN DENGAN KEPUASAN PASIEN DI LABORATORIUM SENTRAL RSUP DR. M.DJAMIL PADANG TAHUN 2017 Desywar, Rima Semiarty, Aumas Pabuti ABSTRAK Latar Belakang: Mutu pelayanan kesehatan mempunyai hubungan dengan kepuasan pasien. Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan dimensi mutu pelayanan dengan kepuasan pasien di laboratorium sentral RSUP. Dr. M. Djamil Padang. Metode: Desain penelitian ini adalah Cross Sectional Study, dimana dilakukan gabungan analisis kuantitatif dan analisis kualitatif. Analisis kuantitatif dilakukan bersamaan dimensi mutu dengan kepuasan pasien dilanjutkan analisi kualitatif (mix analisis). Pengambilan sampel dengan random simple sampling, jumlah sampel sebanyak 369 pasien dengan cara menggunakan consecutive sampling. Hasil penelitian : Hasil uji Chi square dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara bukti langsung (tangibles) dengan kepuasan pasien (patient safety). Selanjutnya, Ada hubungan antara kehandalan (reliability), daya tanggap (responsiveness), jaminan (assurance), empati (emphaty), kompetensi teknis (technical competence), akses pelayanan (acccess), efektivitas (effectivity), efisiensi (efficiency), keamanan (safety), hubungan antar manusia (interpersonal relation), kenyamanan (amenities), biaya pelayanan (cost service), kepastian (exact service) dengan kepuasan pasien (patient satisfaction). Faktor dominan dalam mempengaruhi kepuasan pasien adalah empati dengan OR (ods ratio) = 0, 231. Kesimpulan: Dimensi mutu pelayanan di laboratorium sentral semuanya baik. Laboratorium sentral perlu memperhatikan ketersediaan alat dan sumber daya manusia melalui pendidikan dan akreditasi laboratorium agar terwujudnya kepuasan pasien. Kata kunci : dimensi mutu, pelayanan, kepuasa

    Korelasi Kadar Adiponektin dengan Kadar Glukosa Puasa pada Penyandang Obes

    Get PDF
    Akumulasi lemak tubuh abnormal dan berlebih pada obesitas menyebabkan low grade inflammation sel adiposit yang berkontribusi terhadap penurunan kadar adiponektin. Adiponektin berperan dalam metabolisme glukosa, sehingga kondisi hipoadiponektinemia dapat menyebabkan gangguan metabolisme glukosa. Tujuan: menentukan korelasi kadar adiponektin dengan kadar glukosa puasa pada penyandang obes. Metode: Penelitian ini merupakan studi analitik dengan rancangan potong-lintang terhadap 25 orang penyandang obes yang bekerja di Instalasi Laboratorium Sentral RSUP Dr. M. Djamil Padang yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Penelitian dilakukan mulai bulan September 2018 sampai September 2019. Kadar adiponektin diperiksa dengan metode Elisa two-step sandwich enzyme immunoassay dan kadar glukosa puasa diperiksa dengan metode heksokinase. Data dianalisis dengan uji korelasi Pearson, bermakna jika p<0,05. Hasil: Subjek penelitian terdiri dari laki-laki 8 orang (32,0%) dan perempuan 17 orang (68,0%). Rerata umur adalah 33,5 (6,0) tahun dengan rentang 23-52 tahun. Rerata indeks massa tubuh adalah 34,0 (3,6) kg/m2. Rerata kadar adiponektin adalah 2,8 (1,5) μg/mL dan rerata kadar glukosa puasa adalah 92,8 (11,4) mg/dL. Uji korelasi Pearson menunjukkan korelasi negatif lemah antara log-adiponektin dengan kadar glukosa puasa dan tidak bermakna secara statistik (r= -0,217, p= 0,298). Simpulan: Tidak terdapat korelasi kadar adiponektin dengan kadar glukosa puasa pada penyandang obes.Kata kunci: adiponektin, glukosa puasa, inflamasi adiposit, obesita

    Korelasi Rasio Trigliserida/High Density Lipoprotein dengan HOMA-IR pada Penyandang Obesitas

    Get PDF
    Tujuan: Mengetahui korelasi rasio trigliserida (TG)/high density lipoprotein (HDL) dengan homeostasis model assessment of insulin resistance (HOMA-IR) pada penyandang obesitas.Metode: Penelitian analitik dengan rancangan potong lintang dilakukan terhadap 65 penyandang obesitas (indeks massa tubuh (IMT) ≥ 25,0 kg/m2)  dewasa non-diabetes di RSUP Dr. M. Djamil Padang sejak Januari hingga September 2022. Pemeriksaan TG menggunakan metode glycerol phosphate oxidase, HDL dengan kolorimetri enzimatik homogen, glukosa dengan heksokinase, dan insulin dengan chemiluminescent microparticle immunoassay. Nilai HOMA-IR dihitung menggunakan kadar glukosa darah puasa (mg/dL) x insulin puasa (µU/mL)/405. Data dianalisis dengan uji korelasi Pearson, bermakna jika p<0,05.Hasil: Subjek penelitian sebagian besar perempuan (60,0%). Median umur 28 tahun dan rerata IMT 31,9 kg/m2. Median kadar TG 117 mg/dL, HDL 42 mg/dL, glukosa darah puasa 83 mg/dL, insulin puasa 10,6 µU/mL, rasio TG/HDL 2,9, dan HOMA-IR 2,3. Uji korelasi menunjukkan rasio TG/HDL berkorelasi dengan HOMA-IR (r=0,290; p=0,019).Simpulan: Terdapat korelasi positif lemah antara rasio TG/HDL dengan HOMA-IR pada penyandang obesitas. Penelitian lebih lanjut diperlukan dengan merekrut subjek berdasarkan persentase lemak tubuh, derajat dan lama obesitas, aktifitas fisik, dan jenis kelamin

    Gambaran Hematologi Pasien Myelodysplastic Syndrome di RSUP Dr. M. Djamil Padang

    Get PDF
    Myelodysplastic syndrome (MDS) merupakan gangguan klonal sel stem hematopoietik berupa sitopenia, displasia, dan cenderung bertransformasi menjadi leukemia mieloid akut. Diagnosis MDS ditegakkan berdasarkan pemeriksaan hematologi, morfologi sel darah tepi, sumsum tulang, pemeriksaan lanjutan sitogenetika dan imunofenotiping, namun dua pemeriksaan terakhir ini tidak tersedia di semua rumah sakit di Indonesia sehingga diagnosis MDS terbatas pada pemeriksaan morfologi sel darah tepi dan sumsum tulang. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui gambaran hematologi pasien MDS di RSUP Dr. M. Djamil Padang, merupakan penelitian deskriptif di laboratorium sentral RSUP Dr. M. Djamil Padang dari bulan November 2016 sampai dengan Oktober 2017. Populasi adalah semua pasien yang melakukan pemeriksaan sumsum tulang. Sampel penelitian adalah semua pasien yang telah didiagnosis MDS dari hasil pemeriksaan hematologi, sediaan hapus darah tepi dan sumsum tulang. Didapatkan 19 penderita MDS yang terdiri dari laki-laki 52,6% dan perempuan 47,4%, dengan perbandingan 1,1 : 1; rata-rata usia 40,6 tahun. Hasil pemeriksaan fisik: anemia 68,4%, anemia+organomegali 31,6%. Pemeriksaan hematologi: anemia+leukopenia+trombositopenia 57,8%, anemia+leukopenia 21,1%, anemia+trombositopenia 21,1%. Pemeriksaan sediaan hapus darah tepi: gambaran eritosit, ukuran: anisopoikilositosis 73,6%, normositik 26,4%; warna: polikrom 57,8%, normokrom 42,2%, ditemukan blast pada 42,1% penderita. Pemeriksaan sediaan hapus sumsum tulang, selularitas: hiposelular 73,6%, hiperselular 21,1%, normoselular 5,3%. Displasia seri eritropoietik+granulopoietik+trombopoietik 47,4%; seri eritropoietik+granulopoietik 31,5%; seri eritropoietik+trombopoietik 15,8%; seri eritropoietik saja 5,3%. Gambaran hematologi pasien MDS terbanyak pada penelitian ini adalah anemia, anisopoikilositosis, polikrom, selularitas hiposelular, dan ditemukannya displasia seri eritropoietik, granulopoietik dan trombopoietik

    Korelasi Tekanan Parsial Oksigen Dengan Jumlah Eritrosit Berinti Pada Neonatus Hipoksemia

    Get PDF
    Tekanan parsial oksigen darah arteri (PaO2) sebagai penanda oksigenasi dalam darah arteri dapat diukur dari analisis gas darah. Hipoksemia ditandai dengan PaO2<80mmHg. Hipoksia menimbulkan peningkatan jumlah Eritrosit Berinti (EB) sebagai kompensasi kebutuhan oksigen yang meningkat. Tujuan penelitian ini adalah menentukan korelasi PaO2 dengan jumlah EB pada neonates hipoksemia di RSUP Dr M Djamil Padang. Penelitian analitik dengan rancangan potong lintang dilakukan terhadap neonatus yang dirawat di RSUP Dr M Djamil Padang dengan PaO2 < 80mmHg. Penelitian dilaksanakan Februari sampai Agustus 2016. Pemeriksaan PaO2 dilakukan melalui analisis gas darah dan EB dihitung dengan melihat sediaan hapus darah tepi melalui mikroskop. Hasil pemeriksaan dianalisis menggunakan korelasi Spearman dan bermakna bila p<0,05. Hasil penelitian terhadap 30 sampel didapatkan rerata PaO2 (mmHg) pada hipoksemia ringan dan hipoksemia sedang–berat berturut-turut 71,40(5,36), 48,67(12,53) dan rerata EB/100leukosit 11,53(10,43), 26,87(15,25). Berdasarkan analisis korelasi Spearman didapatkan nilai r: -0,257 pada hipoksemia ringan. Nilai r: -0,280 pada hipoksemia sedang–berat. Korelasi PaO2 dengan EB berkorelasi lemah dan tidak bermakna secara statistik. Hasil PaO2 dengan EB berkorelasi lemah dan tidak bermakna secara statistik. Penelitian lebih lanjut dengan tambahan parameter lain seperti pH, pCO2 dan menghubungkan lama hipoksemia atau hipoksia dengan jumlah EB pada neonatus

    KORELASI INDEKS 20/(C-PEPTIDE PUASA×GLUKOSA DARAH PUASA) DENGAN HOMA-IR UNTUK MENILAI RESISTENSI INSULIN DIABETES MELITUS TIPE 2

    Get PDF
    AbstrakResistensi insulin merupakan penurunan respons biologis jaringan terhadap insulin dalam kadar normal. Pada DM tipe 2 terjadi resistensi dan gangguan sekresi insulin. Terdapat indeks baru 20/(C-peptide puasa x glukosa darah puasa) untuk menilai resistensi sekaligus gangguan sekresi insulin. Penelitian bertujuan membuktikan korelasi indeks 20/(C-peptide puasa x glukosa darah puasa) dengan HOMA-IR untuk menilai resistensi insulin pada DM tipe 2 di RSUP. Dr. M. Djamil Padang. Dengan menggunakan sampel darah dari pasien, kadar glukosa darah puasa, insulin puasa dan C-peptide puasa ditentukan. Data yang diperoleh kemudian dianalisis menggunakan korelasi Pearson. Hasil penelitian menunjukkan rerata kadar glukosa puasa 9,83 (3,53) mmol/L [177 (63,54) mg/dL], insulin puasa 10,58 (3,61) μU/L, dan C-peptide puasa 0,97 (0,29) nmol/L dan terdapat korelasi yang sangat kuat dan bermakna secara statistik (p<0,0001) antara indeks 20/(C-peptide puasa x glukosa darah puasa) dengan HOMA-IR (r= -0,838). Dapat disimpulkan bahwa indeks 20/(C-peptide puasa x glukosa darah puasa) dan HOMA–IR berkorelasi kuat untuk menilai resistensi insulin pada DM tipe 2 di RSUP. Dr. M. Djamil Padang.AbstractInsulin resistance is a decrease of biological response of the tissues to the normal level of insulin. In type 2 diabetes, there is resistance and impaired of insulin secretion. There is a new index available to assess resistance and impaired of insulin secretion all at once, with the formula 20/(fasting C-peptide x fasting blood glucose). This study aimed to prove the correlation of this new index to the HOMA-IR (Homeostasis model assesment of insulin resistance) in type 2 diabetes at Dr.M.Djamil Padang hospital. Level of fasting glucose, fasting insulin and fasting C-peptide of blood were measured, followed by statistical data analysis using Pearson correlation test.The result showed the mean of fasting blood glucose, fasting insulin and fasting C-peptide were 9.83 (3.53) mmol/L[177 (63.54) mg/dl], 10.58 (3.61) μU/L, and 0.97 (0.29) nmol/L respectively.There was a strong and statistically significant correlation (p<0.0001) found between the new index and the HOMA-IR ( r= -0.838). To be concluded, the index 20/(fasting C-peptide x fasting blood glucose) and HOMA-IR was strongly correlated to assess insulin resistance in type 2 diabetes at Dr. M. Djamil Padang hospital

    KORELASI INDEKS 20/(C-PEPTIDE PUASA×GLUKOSA DARAH PUASA) DENGAN HOMA-IR UNTUK MENILAI RESISTENSI INSULIN DIABETES MELITUS TIPE 2

    No full text
    AbstrakResistensi insulin merupakan penurunan respons biologis jaringan terhadap insulin dalam kadar normal. Pada DM tipe 2 terjadi resistensi dan gangguan sekresi insulin. Terdapat indeks baru 20/(C-peptide puasa x glukosa darah puasa) untuk menilai resistensi sekaligus gangguan sekresi insulin. Penelitian bertujuan membuktikan korelasi indeks 20/(C-peptide puasa x glukosa darah puasa) dengan HOMA-IR untuk menilai resistensi insulin pada DM tipe 2 di RSUP. Dr. M. Djamil Padang. Dengan menggunakan sampel darah dari pasien, kadar glukosa darah puasa, insulin puasa dan C-peptide puasa ditentukan. Data yang diperoleh kemudian dianalisis menggunakan korelasi Pearson. Hasil penelitian menunjukkan rerata kadar glukosa puasa 9,83 (3,53) mmol/L [177 (63,54) mg/dL], insulin puasa 10,58 (3,61) μU/L, dan C-peptide puasa 0,97 (0,29) nmol/L dan terdapat korelasi yang sangat kuat dan bermakna secara statistik (p&lt;0,0001) antara indeks 20/(C-peptide puasa x glukosa darah puasa) dengan HOMA-IR (r= -0,838). Dapat disimpulkan bahwa indeks 20/(C-peptide puasa x glukosa darah puasa) dan HOMA–IR berkorelasi kuat untuk menilai resistensi insulin pada DM tipe 2 di RSUP. Dr. M. Djamil Padang.AbstractInsulin resistance is a decrease of biological response of the tissues to the normal level of insulin. In type 2 diabetes, there is resistance and impaired of insulin secretion. There is a new index available to assess resistance and impaired of insulin secretion all at once, with the formula 20/(fasting C-peptide x fasting blood glucose). This study aimed to prove the correlation of this new index to the HOMA-IR (Homeostasis model assesment of insulin resistance) in type 2 diabetes at Dr.M.Djamil Padang hospital. Level of fasting glucose, fasting insulin and fasting C-peptide of blood were measured, followed by statistical data analysis using Pearson correlation test.The result showed the mean of fasting blood glucose, fasting insulin and fasting C-peptide were 9.83 (3.53) mmol/L[177 (63.54) mg/dl], 10.58 (3.61) μU/L, and 0.97 (0.29) nmol/L respectively.There was a strong and statistically significant correlation (p&lt;0.0001) found between the new index and the HOMA-IR ( r= -0.838). To be concluded, the index 20/(fasting C-peptide x fasting blood glucose) and HOMA-IR was strongly correlated to assess insulin resistance in type 2 diabetes at Dr. M. Djamil Padang hospital.<br /

    The Correlation Between Adiponectin Levels With C-Reactive Protein in Adult Obese Non-Diabetic Among Staffs of DR. M. Djamil Hospital Padang

    No full text
    The adiponectin and C-reactive protein (CRP) are markers of chronic low-grade inflammation related to obesity. This study aims to determine a correlation between adiponectin level and CRP level in adult obese individuals. This study was analyzed with a cross-sectional design of 55 subjects at Dr. M Jamil Central Hospital Padang from January to September 2019. The subjects included were type 1 obese (25≤BMI≤29.9 kg/m2) and type 2 obese (BMI 30.0 kg/m2). Enzyme-linked immunoassay (ELISA) was used to measure adiponectin and High Sensitivity C-Reactive Protein (Hs-CRP) levels. Univariate statistical analysis is processed and presented in distribution, frequency, mean (standard deviation), median (minimum-maximum value). Bivariate data were analyzed using the Pearson correlation test, significant if p<0.05. The study consists of 16 males and 39 females. The mean age was 35 years old (the range 23 to 57 years old), the mean BMI was 30.8 (4.5) kg/m2. This study consists of 28 subjects, type 1 obese and 27 types II obese. The mean adiponectin level in type 2 obese is lower than in type 2 obese groups. The mean CRP levels are high in all populations. Pearson ln-adiponectin and CRP correlation test in the entire population: r =-0.105 (p=0.444).

    Differences in D-Dimer Levels in Acute Ischemic and Hemorrhagic Stroke: Observational Study in the Emergency Department of Dr. M. Djamil General Hospital, Padang, Indonesia

    No full text
    Background: Stroke is the second largest cause of death worldwide with a high morbidity rate of up to 50% of survivors get chronic disability. Rapid diagnosis in patients with suspected acute ischemic or hemorrhagic stroke is very important to determine management and prognosis. D-dimer is an indirect marker of fibrinolysis which functions as a significant marker of activation of coagulation and fibrinolysis. This study aims to determine the differences in D-dimer levels in ischemic and acute hemorrhagic stroke patients in the emergency room (ER) of Dr. M. Djamil General Hospital Padang. Methods: Analytical observational research by cross-sectional design was carried out on 56 samples consisting of 28 acute ischemic and 28 acute hemorrhagic stroke samples for the period December 2022-June 2023. D-dimer levels and CTscan checked on each group and analysis is carried out. Results: The most common characteristics of research subjects were men, namely 35 patients (62.5%) and aged 51-60 years (32.1%). The mean D-dimer levels for ischemic and hemorrhagic strokes were 794.33 ng/mL (±2.63) and 1288.25 ng/mL (±2.51) with a p-value = 0.055. Conclusion: The mean D-dimer in acute hemorrhagic stroke was higher than in acute ischemic stroke but there was no statistically significant difference. The D-dimer examination cannot differentiate the type of stroke that occurred

    Overview Profile of High Sensitive Troponin I (hsTnI) Levels Based on Infarction Location in Acute Myocardial Infarction Patients: A Single Center Observational Study at Dr. M. Djamil General Hospital, Padang, Indonesia

    No full text
    Background: Acute myocardial infarction (AMI) remains an important health problem globally. A diagnosis of AMI can be made by finding at least two of the three criteria, namely typical angina pain, electrocardiography (ECG) abnormalities, and increased cardiac biomarkers. Variations in troponin levels based on examination time and infarct location were obtained from previous studies. High-sensitive troponin I (hsTnI) is a very specific biomarker in detecting myocardial damage. This study aims to determine the description of hsTnI levels based on the location of the infarction in AMI patients of Dr. M. Djamil General Hospital Padang. The location of the infarction in AMI determines the management and prognosis for the clinician. Methods: This research is a retrospective study with a cross-sectional design at the Laboratory Installation of Dr. M. Djamil General Hospital Padang. The sample was adult patients diagnosed with AMI with complete data that met the inclusion and exclusion criteria, taken from medical records. Results: This study showed that from a total of 140 AMI patients, 67 samples met the inclusion criteria. A total of 67 AMI patients consisted of 59 men (88.06%) and 8 women (11.94%) with an average age of 60.1 + 10.5 years. The highest hsTnI levels were found at the posterior infarction location, 40,000 ng/L (16,639-48,997). The location of the infarction was dominated by the inferior infarction location in 20 people (29.9%). Conclusion: The highest hsTnI levels were found at the posterior infarction location. The location of the infarction is dominated by the inferior infarction location in AMI patients with ST elevation at Dr. M. Djamil General Hospital Padang
    corecore