11 research outputs found

    PENYELESAIAN KASUS KELALAIAN MEDIK MELALUI LITIGASI DAN NON LITIGASI DI INDONESIA

    Get PDF
    Dalam hukum kedokteran dikenal juga istilah kelalaian medik. Seseorang dikatakan lalai apabila ia bertindak acuh, tak peduli, tidak memperhatikan kepentingan orang lain sebagaimana lazimnya didalam tata pergaulan hidup masyarakat. Selama akibat dari kelalain itu tidak sampai membawa kerugian atau cidera kepada orang lain, atau karena menyangkut hal-hal yang sepele, maka tidak ada akibat hukum apa-apa. Beberapa kalangan praktisi hukum berpendapat bahwa masalah hukum kedokteran bukanlah delik aduan tetapi beberapa ahli hukum lain berpendapat bahwa ada perbedaaan yang sangat mendasar antara tindak pidana biasa dan tindak pidana medik, karena pada tindak pidana biasa yang menjadi titik perhatian utamanya adalah akibat dari tindakan tersebut, sedangkan dalam pidana medik yang menjadi titik utamanya adalah justru kausa atau sebab dan bukan akibat. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah; (1) Bagaimanakah pengaturan penyelesaian kasus kelalaian medik di Indonesia? (2) Bagaimanakah prospek pengaturan kasus kelalaian medik melalui litigasi dan non litigasi dalam hubungan dengan kepastian hukum?. Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode yuridid normative. Tipe penelitiannya adalah deskriptif. Sumber data adalah data primer dan didukung dengan data sekunder. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa Indonesia tidak memiliki pengaturan yang khusus tentang sengketa medik jika dokter diduga melakukan kelalaian medik. Peraturan yang ada tidak mengenal definisi malapraktik medik, kelalaian medik, dan risiko medik. Meskipun demikian terdapat beberapa peraturan yang mengatur penyelesaian kasus kelalaian medik. Berdasarkan pengaturan tersebut penyelesaian kasus kelalaian medik di Indonesia secara litigasi dan non litigasi. Hukum pidana modern dan Negara Anglo Saxon serta Eropa Continental telah melakukan restorative justice dengan memperhatikan asas manfaat lebih penting dari kepastian hukum. Mereka lebih mengedepankan pendekatan humanistis dan keadilan daripada hasrat pidana sehingga mediasi menjadi solusi dalam kasus kelalaian medik. Penelitian ini menyarankan sebagai berikut; (1) Disarankan kepada pembuat undang-undang, Presiden melalui Menteri Kesehatan dan DPR, merevisi Undang-Undang Praktik Kedokteran atau Kesehatan khususnya mengenai pengertian kelalaian medik dan risiko medik sehingga aparat hukum tidak cenderung menggunakan pasal-pasal kelalaian konvesional dalam KUHP, (2) Kepada penegak hukum dan organisasi profesi agar melakukan koordinasi dan sosialisasi dalam penyelesaian sengketa medik. Dengan adanya MOU antara Kapolri dan IDI dapat menjadi dasar awal untuk penyelesaian kasu kelalain medik, dan (3) Organisasi profesi/Ikatan Dokter Indonesia dapat memainkan perannya dalam membantu penyelesaian sengketa medik. Kata Kunci: Dokter, Kelalaian Medik,Litigasi, Non Litigas

    Gambaran Karakteristik Pasien Retinopati Hipertensi di Poli Mata RSUD H. Abdul Manap Kota Jambi Periode Tahun 2015-2021

    Get PDF
    ABSTRACT Background: Hypertensive retinopathy is a condition with changes in retinal vascularity in a population suffering from hypertension and one of the earliest target organ damage in hypertension, so the condition of the retinal blood vessels is often used as a measure of the condition of the blood vessels of other organs of the body. The purpose of this study was to determine the characteristics of hypertensive retinopathy patients at RSUD H. Abdul Manap kota jambi. Methods: This research uses a descriptive observational method with a cross-sectional research design. The sample for this study was medical record data of hypertensive retinopathy patients at the eye clinic at RSUD H. Abdul Manap Kota Jambi. The variables in this study were age, sex, degree of hypertension, length of time suffering from hypertension, and body mass index. The total number of samples is 32 people. Results: Based on age, the highest category was found at the age of 51-50 years, with 15 people (46.%). Based on gender sex, the most categories were men, namely 20 people (62.5%). Based on the degree of hypertension, the highest category was grade 1 hypertension, namely 19 people (59.4%). Based on the duration of suffering from hypertension, the highest category was found in the <5 years group, namely 19 people (59.4%). Based on body mass index, the highest category was found in the obesity group 1, namely 14 people (43.8%). Conclusion: Most characteristics of hypertensive retinopathy patients based on age were 51-50 years old, based on sex the most were male, based on the degree of hypertension the most were grade 1 hypertension, based on the duration of suffering from hypertension the most is <5 years, based on the highest body mass index is obesity 1. Key words: Hypertensive retinopathy, Patient characteristics   ABSTRAK Latar Belakang: Retinopati hipertensi merupakan suatu kondisi dengan perubahan vaskularisasi retina pada populasi yang menderita hipertensi dan salah satu kerusakan organ target paling awal pada hipertensi, sehingga keadaan pembuluh darah retina sering dipakai sebagai ukuran keadaan pembuluh darah organ tubuh lain. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik pasien retinopati hipertensi di RSUD H. Apdul Manap. Metode: Peneitian ini menggunakan metode deskriptif observasional dengan desain penelitian cross-sectional. Sampel peneitian ini adalah data rekam medis pasien retinopati hipertensi di poli mata RSUD H. Abdul Manap Kota Jambi. Variabel peneitian ini adalah usia, jenis kelamin, derajat hipertensi, lamanya menderita hipertensi, dan indek masa tubuh. Jumlah total sampel adalah 32 orang. Hasil: Berdasarkan usia di dapatkan kategori terbanyak pada umur 51 – 50 tahun sebanyak 15 orang (46,%). Berdasarkan jenis kelamin di dapatkan kategori terbanyak adalah laki-laki yaitu sebanyak 20 orang (62,5%). Berdasarkan derajat hipertensi di dapatkan kategori terbanyak adalah hipertensi derajat 1 yaitu sebanyak 19 orang (59,4%). Berdasarkan lamanya menderita hipertensi di dapatkan kategori terbanyak pada kelompok < 5 tahun yaitu sebanyak 19 orang (59,4%). Berdasarkan indek masa tubuh di dapatkan kategori terbanyak pada kelompok obesitas 1 yaitu sebanyak 14 orang (43,8%). Kesimpulan: Karakteristik pasien retinopati hipertensi terbanyak berdasarkan usia adalah umur 51- 50 tahun, berdasarkan jenis kelamin terbanyak adalah laki-laki, berdasarkan derajat hipertensi terbanyak adalah hipertensi derajat 1, berdasarkan lamanya menderita hipertensi terbanyak adalah <5 tahun, berdasarkan indeks masa tubuh terbanyak adalah obesitas 1. Kata Kunci: Retinopati hipertensi, Karakteristik pasie

    Gambaran Mikroskopik pada Hepar Tikus Putih Setelah Pemberian Madu sebagai Anti Adhesi Pasca Laparotomi

    Get PDF
    ABSTRACT Background: Honey contains heterogeneous substances that inhibit the growth of gram-positive and gram-negative bacteria. It has an anti-inflammatory effect and enhances the healing process after peritoneal damage. Honey, given intraperitoneally, as much as 34% will be absorbed into the systemic circulation and metabolized by the liver. Methods: Paraffin blocks of rat liver organs weighing 200 grams were divided into four groups. Group A was the control group; Group B was given 3 ml of NaCl; Group C was given 0.27 ml of honey intraperitoneally; and Group D was given 0.54 ml of honey intraperitoneally. Histological examination of liver preparations with 40x and 100x magnification microscope. Results: The study showed changes in cell structure in the form of bleeding, portal inflammation, inface hepatitis, lobular inflammation and vacuolization in all treatment groups. Conclusion: Damage to hepatocyte cells in the form of bleeding, portal inflammation, inface hepatitis, lobular inflammation and vacuolization with observations of all fields of view was found in all treatments, namely giving honey at a dose of 0.27 ml, 0.54 ml honey, given 0.9% NaCl 3 ml and the control group. Keywords: Honey, Liver, Anti adhesi   ABSTRAK Latar Belakang: Madu mengandung zat heterogen menghambat  tumbuhnya bakteri gram positif dan gram negatif, memiliki efek antiinflamasi, dan meningkatkan proses penyembuhan setelah kerusakan peritoneal. Madu yang diberikan secara intraperitoneal, sebanyak 34% akan diserap ke dalam sirkulasi sistemik dan dimetabolisme oleh hepar. Metode: Blok paraffin organ hepar tikus dengan berat 200 gram yang dibagi 4 kelompok. Kelompok A kelompok kontrol, kelompok B diberikan NaCl 3 ml, kelompok C diberikan madu 0,27 ml intraperitoneal, kelompok D diberikan madu 0,54 ml intraperitoneal. Pemeriksaan histologi preparat hepar dengan mikroskop pembesaran 40x dan 100x. Hasil: Hasil dari penelitian terdapat perubahan struktur sel berupa perdarahan ,portal inflamasi, inface hepatitis, lobular inflamasi dan vakuolisasi pada semua kelompok perlakuan. Kesimpulan: Kerusakan sel hepatosit berupa perdarahan, portal inflamasi , inface hepatitis, lobular inflamasi dan vakuolisasi dengan pengamatan seluruh lapangan pandang didapatkan pada semua perlakuan yaitu pemberian madu dosis 0,27ml ,madu 0,54ml, diberikan NaCl 0,9% 3 ml dan kelompok kontrol. Kata Kunci: Madu, Hepar, Anti adhesio

    HUBUNGAN KARAKTERISTIK INDIVIDU, POLA MAKAN, DAN STRES DENGAN KEJADIAN DISPEPSIA PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI KEDOKTERAN UNIVERSITAS JAMBI ANGKATAN 2018

    Get PDF
    ABSTRACT Background: Dyspepsia is a stomach disorder that often occurs and causes complaints in the upper abdomen. According to  World Health Organization (WHO), the population with dyspepsia reaches 15-30%. Gender, place of residence, diet, and stress are risk factors of dyspepsia. Objectives: Knowing the relationship between individual characteristics, diet, and stress with dyspepsia. Methods: This research was an analytic observational with a cross sectional design. The population is 138 students of the 2018 Jambi University medical study program and the sample is taken using the total sampling method. The research instrument used a questionnaire distributed via google form. Results: The results showed that the analysis of the relationship between sex and dyspepsia (p = 0.779), residence with dyspepsia (p = 0.197), and the habit of consuming irritating food and drinks with dyspepsia (p = 0.614). Analysis of the relationship between eating regularity and dyspepsia (p=0.005) and stress with dyspepsia (p=0.005). Conclusions: There is no relationship between gender, place of residence, and the habit of consuming irritating food and drinks with dyspepsia. Meanwhile, there is a relationship between regularity of eating and dyspepsia Keywords: Dyspepsia, Gender, place of residence, Diet, and Stress   ABSTRAK Latar Belakang: Dispepsia merupakan gangguan pada lambung yang sering terjadi dan menimbulkan keluhan pada perut bagian atas. Menurut World Health Organization (WHO), populasi penderita dispepsia mencapai 15 – 30% .Jenis kelamin, tempat tinggal, pola makan, dan stress merupakan faktor risiko dispepsia. Tujuan: Untuk mengetahui hubungan karakteristik individu, pola makan, dan stress dengan kedian dispepsia. Metode: Jenis penelitian ini adalah observasional analitik dengan rancangan cross sectional. Populasinya adalah 138 mahasiswa program studi kedokteran angkatan 2018 Universitas Jambi dan pengambilan sampel dengan metode Total sampling. Instrumen penelitian ini menggunakan kuesioner yang disebarkan melalui google form. Hasil: Hasil penelitian didapatkan bahwa analisis hubungan jenis kelamin dengan dispepsia (p=0,779), tempat tinggal dengan dispepsia (p=0,197), dan kebiasaan mengonsumsi makanan minuman iritatif dengan dispepsia (p=0,614). Analisis hubungan keteraturan makan dengan dispepsia (p=0,005) dan stress dengan dispepsia (p=0,005). Kesimpulan: Tidak terdapat hubungan antara jenis kelamin, tempat tinggal, dan kebiasaan mengonsumsi makanan dan minuman iritatif dengan dispepsia. Sementara itu terdapat hubungan antara keteraturan makan dengan dispepsia. Kata Kunci: Dispepsia, Jenis Kelamin, Tempat Tinggal, Pola Makan, dan Stre

    KORELASI ASUPAN SERAT TERHADAP RASIO LINGKAR PINGGANG- PANGGUL DAN TEKANAN DARAH PADA OVERWEIGHT DAN OBESITAS DI CIVITAS AKADEMIKA PRODI KEDOKTERAN FKIK UNIVERSITAS JAMBI

    Get PDF
    ABSTRACT Background: Currently, many of the world's population are getting overweight and obesity, with one of the risk factors being a low intake of dietary fiber. Low dietary fiber intake will cause an increase in blood pressure and central obesity which is at risk of various degenerative diseases and metabolic disorders as well    as other health risks. The purpose of this study was to determine whether there is a  correlation between fiber intake and WHR and blood pressure in overweight and obesity at the the academic community of the medical study program, faculty of medicine and health sciences Methods: Observasional study with cross sectional design. A Sample of 68 subject was selected using purposive sampling. The research was conducted at University of Jambi Faculty of Medicine and Health Sciences in 2021. Data analysis used the Correlation pearson Test. Results: Using Pearson Correlation analysis test, it was found that fiber intake  and WHR had a very significant relationship with a moderate degree of closeness of correlation ( Sig (p) = 0.001 ; r = -0.388). Fiber intake and systolic blood pressure has a significant relationship with a weak correlation ( Sig (p) =0.046 ; r = -0.243) and there is no relationship between fiber intake and diastolic with a very weak correlation level ( Sig (p) = 0.001 ; r = -0.388). Conclusions: There is a very significant relationship between fiber intake and WHR with a weak correlation, there is a significant relationship between fiber intake and systolic blood pressure with a weak correlation, and there is no relationship between fiber intake and diastolic blood pressure with a very weak correlation Keywords: Fiber Intake, Waist to Hip Ratio, Blood Pressure , Overweight, Obesity   ABSTRAK Latar Belakang: Saat ini rata-rata populasi dunia masih mengalami kelebihan berat badan, dengan salah satu faktor risikonya adalah jumlah asupan serat makanan yang rendah. Asupan serat makanan yang rendah akan menyebabkan peningkatan tekanan darah dan obesitas sentral yang berisiko terhadap timbulnya berbagai penyakit degeneratif dan gangguan metabolisme serta risiko kesehatan lainnya, Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat korelasi antara Asupan serat dengan RLPP dan Tekanan darah pada Overweight dan Obesitas di Civitas Akademika Program Studi Kedokteran FKIK UNJA. Metode: Studi observasional dengan rancangan cross sectional. Sampel berjumlah 68 orang dipilih menggunakan Purposive sampling. Penelitian dilakukan di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Jambi pada bulan Juli – September 2021. Analisis data  menggunakan uji Correlation Pearson. Hasil: Dari hasil analisis Correlation Pearson didapatkan asupan serat dengan RLPP memiliki hubungan yang sangat signifikan dengan tingkat keeratan korelasi lemah( Sig (p) = 0.001 ; r = -0.388). Asupan serat dengan TDS memiliki hubungan yang signifikan dengan tingkat keeratan korelasi yang lemah ( Sig (p) = 0.046 ; r = -0.243) dan tidak terdapat hubungan asupan serat dengan TDD dengan tingkat keeratan korelasi yang sangat lemah ( Sig (p) = 0.001 ; r = -0.388). Kesimpulan : Terdapat hubungan yang sangat signifikan antara asupan serat dengan RLPP dengan tingkat keeratan korelasi lemah, Terdapat hubungan yang signifikan antara asupan serat dengan tekanan darah sistol dengan tingkat keeratan korelasi lemah, dan tidak terdapat hubungan asupan serat dengan tekanan darah diastol dengan tingkat keeratan korelasi yang sangat lemah Kata Kunci: supan serat, RLPP, Tekanan Darah, Overweight dan Obesita

    HUBUNGAN ANTARA INDEKS MASSA TUBUH DAN KADAR KALSIUM DALAM DARAH SEBAGAI DETEKSI OSTEOPOROSIS PADA WANITA USIA 40-60 TAHUN DI KOTA JAMBI

    Get PDF
    ABSTRACT Background The number of women over the age of 40 years experiencing menopause is increasing. According to data released by the WHO in 2014 which said that by 2030 the number of women worldwide and will enter menopause could reach 1.2 billion. In Indonesia in 2025 it is estimated that there will be 60 million menopausal women. This condition is a risk factor for osteoporosis. In addition to naturally due to menopause, there are other factors that influence, namely Body Mass Index (BMI) and calcium levels in the blood. The purpose of this study was to determine the relationship between body mass index and blood calcium levels as the detection of osteoporosis in women aged 40-60 years in Jambii City. Methods This research is a quantitative research method (sequential explanatory design) with a cross sectional method. The sample is 60, with data analysis using univariate and bivariate analysis. Results: There is a significant relationship between Body Mass Index and Calcium Levels in the blood with 95% CI 0.035-0.566, the Prevalence Ratio (PR) obtained is 1.77 Conclusion: interpretation of high body mass index or obesity risk to have low blood calcium levels by 1.7 times compared to people who have a normal body mass index.   Key words : Osteoporosis, Blood calcium, Body Mass Index (BMI)   ABSTRAK   Latar Belakang Jumlah wanita lebih dari usia 40 tahun mengalami menopause semakin meningkat. Menurut data yang dikeluarkan oleh WHO tahun 2014 yang mengatakan bahwa pada tahun 2030 jumlah perempuan di seluruh dunia dan akan memasuki masa menopause bisa mencapai 1,2 miliar. Di Indonesia pada tahun 2025 diperkirakan akan dada 60 juta perempuan menopause. Kondisi ini menjadi faktor risiko untuk terjadinya osteoporosis. Selain secara alami karena menopause, ada faktor-faktor lain yang mempengaruhi yaitu adalah Indeks Massa Tubuh (IMT) dan kadar kalsium pada darah. Tujuan untuk hubungan antara indeks massa tubuh  dan kadar kalsium dalam darah sebagai deteksi osteoporosis pada wanita usia 40-60 tahun di Kota Jambii.  Metode Penelitian ini merupakan penelitian metode kuantitatif (sequential explanatory design)  dengan metode cross sectional. Sampel sebanyak 60, dengan analisis data menggunakan analisis univariat dan bivariat.  Hasil: Ada hubungan yang signifkan antara Indeks Massa Tubuh dan Kadar Kalsium dalam darah dengan 95% CI 0,035-0,566, Prevalens Ratio (PR) yang didapatkan adalah 1,77 Kesimpulan  interpretasi Indeks Massa Tubuh yang tinggi atau kegemukan berisiko untuk memiliki kadar Kalsium Darah yang rendah sebesar 1,7 kali dibandingkan dengan orang yang memiliki Indeks Massa Tubuh yang Normal.   Kata kunci : Osteoporosis, Kalsium darah, Indeks Massa Tubuh (IMT

    Pemeriksaan Status Gizi dan Edukasi Nutrisi Pada Pasien Hipertensi

    Get PDF
    Prevalensi hipertensi di Indonesia terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Hampir sebagian besar (50%)  pasien hipertensi memiliki faktor risiko kardiovaskuler , yaitu diabetes, dislipidemia, overweight dan obesitas, hiperurisemia dan sindroma metabolik. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi resiko terjadinya komplikasi kardiovaskuler pada penyakit hipertensi  adalah dengan melakukan pemantauan status gizi dan pengaturan pola makan pada pasien hipertensi. Pada pasien hipertensi pengaturan pola makan bertujuan untuk menstabilkan tekanan darah, mencegah komplikasi organ-organ vital, mencegah penyakit stroke dan PJK, mencegah kematian dan meningkatkan kualitas hidup pasien hipertens

    KONTRIBUSI HIGIENITAS BOTOL SUSU DAN SUMBER AIR TERHADAP KEJADIAN DIARE PADA BALITA 6-24 BULAN DI PUSKESMAS KENALI BESAR KOTA JAMBI

    Get PDF
    ABSTRACT Background: Diarrhea contributed to 8.8% of the average death per 1000 births as a cause of child mortality in children under 5 years old in the Southeast Asian region in 2016. This disease is influenced by many factors, including hygiene and sanitation of eating and drinking utensils. As many as 75% of infants in developing countries are bottle fed, but the contribution of hygiene and water sources is unknown. Objective: This study aims to determine the relationship between feeding bottle hygiene and water sources with the incidence of diarrhea in children aged 6-24 months in the work area of Puskesmas Kenali Besar Kota Jambi on 2020. Methods: This study is an analytical observation survey with a Case Control approach. This study uses the help of a questionnaire that has been tested for validity and reliability. A total of 80 samples were involved in this study. Results: Factors that influence the relationship between feeding bottle hygiene and diarrhea are how to wash bottles, use of soap, use of special brushes, sterilization of milk bottles, storage of milk bottles and based on the use of water sources where more respondents used water that was not refilled as many as 55 people (68.8 %). The physical quality of the water used by the respondents was cloudy as many as 18 samples (22.5%) and smelly as many as 4 samples (5.0%). The bacteriological quality of the water used by the respondents was positive for Lactose Broth (LB) as many as 33 samples (41.3%) and the positive for Brilliant Green Lactose Bile Broth (BGLBB) were 29 samples (36.3%). Conclusion: The researcher concluded that the use of soap and how to store milk bottles and water sources were the causes of diarrhea in toddlers. It is hoped that this research can be a recommendation for regional policy makers to pay attention, especially to the water sources used.   Keywords: diarrhea, toddlers, feeding bottle hygiene, water sources   ABSTRAK Latar belakang: Diare berkontribusi terhadap 8,8 % dari rata-rata kematian per 1000 kelahiran sebagai penyebab kematian anak pada balita dibawah 5 tahun di wilayah Asia Tenggara pada tahun 2016. Penyakit ini dipengaruhi banyak faktor, termasuk higienitas dan sanitasi alat makan-minum. Sebanyak 75% bayi di negara berkembang mendapatkan susu botol, namun kontribusi higienitas dan sumber air belum diketahui. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan higienitas botol susu dan sumber air dengan kejadian diare pada anak usia 6-24 bulan di wilayah kerja Puskesmas Kenali Besar Kota Jambi tahun 2020. Metode: Penelitian ini adalah survei yang bersifat observasi analitik dengan pendekatan Case Control. Penelitian ini menggunakan bantuan kuesioner yang telah di uji validitas dan realibilitas.  Sebanyak 80 sampel terlibat dalam penelitian ini. Hasil: Faktor yang mempengaruhi hubungan higienitas botol susu dengan kejadian diare yaitu berupa cara mencuci botol, penggunaan sabun, penggunaan sikat khusus, cara sterilisasi botol susu, penyimpanan botol susu, serta berdasarkan penggunaan sumber air dimana lebih banyak responden menggunakan air yang bukan isi ulang yaitu sebanyak 55 orang (68,8 %).  Kualitas fisik air yang digunakan responden yaitu keruh sebanyak 18 sampel (22,5 %) dan berbau sebanyak 4 sampel (5,0 %). Kualitas bakteriologis air yang digunakan responden bersifat positif Lactose Broth (LB) sebanyak 33 sampel (41,3 %) dan yang positif Brilliant Green Lactose Bile Broth (BGLBB) sebanyak 29 sampel (36,3 %). Kesimpulan: Peneliti menyimpulkan bahwa terdapat bahwa pengunaan sabun dan cara penyimpanan botol susu serta sumber air merupakan penyebab diare pada balita. Diharapkan penelitian ini dapat menjadi rekomendasi pengambilan kebijakan daerah untuk memperhatikan terutama sumber air yang digunakan.   Kata kunci: diare, balita, higienitas botol susu, sumber air &nbsp

    Penyelesaian kasus kelalaian medik melalui Litigasi dan Non Ligitasi di Indonesia

    No full text
    xi.; 425 hal.; bibl.; 21 c

    HUBUNGAN ANTARA INDEKS MASSA TUBUH DAN KADAR KALSIUM DALAM DARAH SEBAGAI DETEKSI OSTEOPOROSIS PADA WANITA USIA 40-60 TAHUN DI KOTA JAMBI

    Get PDF
    ABSTRACT Background The number of women over the age of 40 years experiencing menopause is increasing. According to data released by the WHO in 2014 which said that by 2030 the number of women worldwide and will enter menopause could reach 1.2 billion. In Indonesia in 2025 it is estimated that there will be 60 million menopausal women. This condition is a risk factor for osteoporosis. In addition to naturally due to menopause, there are other factors that influence, namely Body Mass Index (BMI) and calcium levels in the blood. The purpose of this study was to determine the relationship between body mass index and blood calcium levels as the detection of osteoporosis in women aged 40-60 years in Jambii City. Methods This research is a quantitative research method (sequential explanatory design) with a cross sectional method. The sample is 60, with data analysis using univariate and bivariate analysis. Results: There is a significant relationship between Body Mass Index and Calcium Levels in the blood with 95% CI 0.035-0.566, the Prevalence Ratio (PR) obtained is 1.77 Conclusion: interpretation of high body mass index or obesity risk to have low blood calcium levels by 1.7 times compared to people who have a normal body mass index.   Key words : Osteoporosis, Blood calcium, Body Mass Index (BMI)   ABSTRAK   Latar Belakang Jumlah wanita lebih dari usia 40 tahun mengalami menopause semakin meningkat. Menurut data yang dikeluarkan oleh WHO tahun 2014 yang mengatakan bahwa pada tahun 2030 jumlah perempuan di seluruh dunia dan akan memasuki masa menopause bisa mencapai 1,2 miliar. Di Indonesia pada tahun 2025 diperkirakan akan dada 60 juta perempuan menopause. Kondisi ini menjadi faktor risiko untuk terjadinya osteoporosis. Selain secara alami karena menopause, ada faktor-faktor lain yang mempengaruhi yaitu adalah Indeks Massa Tubuh (IMT) dan kadar kalsium pada darah. Tujuan untuk hubungan antara indeks massa tubuh  dan kadar kalsium dalam darah sebagai deteksi osteoporosis pada wanita usia 40-60 tahun di Kota Jambii.  Metode Penelitian ini merupakan penelitian metode kuantitatif (sequential explanatory design)  dengan metode cross sectional. Sampel sebanyak 60, dengan analisis data menggunakan analisis univariat dan bivariat.  Hasil: Ada hubungan yang signifkan antara Indeks Massa Tubuh dan Kadar Kalsium dalam darah dengan 95% CI 0,035-0,566, Prevalens Ratio (PR) yang didapatkan adalah 1,77 Kesimpulan  interpretasi Indeks Massa Tubuh yang tinggi atau kegemukan berisiko untuk memiliki kadar Kalsium Darah yang rendah sebesar 1,7 kali dibandingkan dengan orang yang memiliki Indeks Massa Tubuh yang Normal.   Kata kunci : Osteoporosis, Kalsium darah, Indeks Massa Tubuh (IMT
    corecore