789 research outputs found

    Three dimensional particle-in-cell simulation of particle acceleration by circularly polarised inertial Alfven waves in a transversely inhomogeneous plasma

    Full text link
    The process of particle acceleration by left-hand, circularly polarised inertial Alfven waves (IAW) in a transversely inhomogeneous plasma is studied using 3D particle-in-cell simulation. A cylindrical tube with, transverse to the background magnetic field, inhomogeneity scale of the order of ion inertial length is considered on which IAWs with frequency 0.3ωci0.3 \omega_{ci} are launched that are allowed to develop three wavelength. As a result time-varying parallel electric fields are generated in the density gradient regions which accelerate electrons in the parallel to magnetic field direction. Driven perpendicular electric field of IAWs also heats ions in the transverse direction. Such numerical setup is relevant for solar flaring loops and earth auroral zone. This first, 3D, fully-kinetic simulation demonstrates electron acceleration efficiency in the density inhomogeneity regions, along the magnetic field, of the order of 45% and ion heating, in the transverse to the magnetic field direction, of 75%. The latter is a factor of two times higher than the previous 2.5D analogous study and is in accordance with solar flare particle acceleration observations. We find that the generated parallel electric field is localised in the density inhomogeneity region and rotates in the same direction and with the same angular frequency as the initially launched IAW. Our numerical simulations seem also to suggest that the "knee" often found in the solar flare electron spectra can alternatively be interpreted as the Landau damping (Cerenkov resonance effect) of IAWs due to the wave-particle interactions.Comment: Physics of Plasmas, in-press, September 2012 issue, final accepted versio

    Particle acceleration by circularly and elliptically polarised dispersive Alfven waves in a transversely inhomogeneous plasma in the inertial and kinetic regimes

    Full text link
    Dispersive Alfven waves (DAWs) offer, an alternative to magnetic reconnection, opportunity to accelerate solar flare particles. We study the effect of DAW polarisation, L-, R-, circular and elliptical, in different regimes inertial and kinetic on the efficiency of particle acceleration. We use 2.5D PIC simulations to study how particles are accelerated when DAW, triggered by a solar flare, propagates in transversely inhomogeneous plasma that mimics solar coronal loop. (i) In inertial regime, fraction of accelerated electrons (along the magnetic field), in density gradient regions is ~20% by the time when DAW develops 3 wavelengths and is increasing to ~30% by the time DAW develops 13 wavelengths. In all considered cases ions are heated in transverse to the magnetic field direction and fraction of the heated particles is ~35%. (ii) The case of R-circular, L- and R- elliptical polarisation DAWs, with the electric field in the non-ignorable transverse direction exceeding several times that of in the ignorable direction, produce more pronounced parallel electron beams and transverse ion beams in the ignorable direction. In the inertial regime such polarisations yield the fraction of accelerated electrons ~20%. In the kinetic regime this increases to ~35%. (iii) The parallel electric field that is generated in the density inhomogeneity regions is independent of m_i/m_e and exceeds the Dreicer value by 8 orders of magnitude. (iv) Electron beam velocity has the phase velocity of the DAW. Thus electron acceleration is via Landau damping of DAWs. For the Alfven speeds of 0.3c the considered mechanism can accelerate electrons to energies circa 20 keV. (v) The increase of mass ratio from m_i/m_e=16 to 73.44 increases the fraction of accelerated electrons from 20% to 30-35% (depending on DAW polarisation). For the mass ratio m_i/m_e=1836 the fraction of accelerated electrons would be >35%.Comment: Final accepted version. To appear in Physics of Plasmas, volume 18, issue 9 (September 2011

    Praktek Politik Uang Dalam Pemilu Legislatif 2014 (Studi Kasus Di Kabupaten Blora)

    Get PDF
    Abstrac What so-called “money politics” practices occurred during the legislative election is well-known publicly, including happened in Blora District. Even this practices are caught by election supervision committee based on the information from local people in Tambahrejo Village, Tunjungan Subdistrict. In many cases, however, this money politics practices rarely uncovered due to its secrecy nature including the cases which reported officially to the committee such as in Randublatung Subdistrict. Those money politics practices never been resolved and only became an allegations. This research more focused on the public perceptions about the practices of money politics during the legislative elections, including how the public response on this issue and the degree of their objectivity to vote the candidates

    Deteksi Spam Email Menggunakan Bayesian Network

    Full text link
    Email telah menjadi salah satu alat komunikasi internet yang mudah dan cepat. Tetapi masih banyak masalah yang dihadapi oleh pengguna email. Masalah utama yang sering dihadapi adalah meningkatnya jumlah email yang tidak diharapkan atau yang biasa disebut spam. Email spam dapat berdampak pada penyalahgunaan koneksi internet dan sangat mengganggu pengguna. Pada studi ini menggunakan metode Bayesian Network, tujuannya untuk mendapatkan metode yang sesuai. Berdasarkan hasil percobaan software ini, akurasi hasil yang didapatkan adalah 93.33% dimana dari 30 sampel email yang diuji terdapat 2 sampel email yang tidak valid. Email spam terdeteksi karena terdapat banyak kata – kata yang mengandung iklan, pornografi dan judi dalam email tersebu

    Upaya Kreditor dalam Penanganan Kredit Bermasalah dengan Jaminan Fidusia yang Dialihkan pada Pihak Ketiga (Studi di PT Bpr Arthasari Kencana Singosari Malang)

    Get PDF
    Dalam artikel ilmiah ini penulis membahas tentang Upaya Kreditor Dalam Penanganan Kredit Bermasaalah Dengan Jaminan Fidusia Yang Dalihkan Pada Pihak Ketiga. Hal itu dilatar belakangi oleh fakta yang menunjukkan bahwa masih banyak debitor yang melakukan wanprestasi terhadap perjanjian yang sudah disepakati sebelumnya dengan cara mengalihkan obyek jaminan fidusia kepada pihak ketiga tanpa sepengetahuan atau persetujuan kreditor. Tujuan penulisan ini adalah untuk untuk mendeskripsikan dan menganalisis faktor penghambat dan upaya dalammenangani kasus Jaminan Fidusia yang dialihkan pada pihak ketiga di PT. BPR Arthasari Kencana Kabupaten Malang. Dalam rangka menganalisis faktor penghambat dan upaya kreditordalammenangani kasus Jaminan Fidusia yang dialihkan pada pihak ketiga, maka jenis penelitian yang digunakan adalah yuridis sosiologis dengan menggunakan teknik sampel yang digunakan adalah purposive sampling (langsung tertuju pada narasumber) dan accidental sampling (sampel tanpa sengaja). Sedangkan teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dengan wawancara secara lisandengan narasumber terkait dan perekaman data dilakukan dengan pencatatan, copy file, dan foto copy.Analisis data yang digunakan adalah deskriptif kualitatifdilakukan analisa yang dikaitkan dengan teori hukum dengan Perundang-undangan yang berkaitan sehingga bisa ditarik kesimpulan dan saran agar dapat dipahami guna menjawab isu hukum yang dibahas.Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, terdapat kekosongan hukum dimana dalam peraturan hukum yang tertulis dalam Undang-undang nomor 42 tahun 1999 yang mengatur tentang jaminan fidusia masih belum lengkap dan jelas tentang siapa yang berhak untuk mengeksekusi obyek jaminan fidusia yang dialihkan pada pihak ketiga, sedangkan dari sisi lain masih banyak debitor yang belum mengerti tentang pelaksanaan jaminan fidusia itu sendiri. Saran yang diberikan dalam artikel ini adalah peraturan hukum tentang jaminan fidusia harus lebih diperjelas dan diperlengkap serta perlu diadakan penyuluhan ataupun sosialisasi kepada seluruh nasabah agar tidak ada lagi nasabah wanprestasi yang beralasan tidak mengetahui tentang aturan yang berlaku menurut hukum. Kata Kunci : Kredit Bermasalah, Jaminan Fidusia, Pengalihan Benda Jaminan Fidusia, Pihak Ketig

    Analisis USAha dan Pemasaran Ternak Kelinci (Studi Kasus : Desa Gundaling II dan Desa Sempajaya, Kecamatan Berastagi, Kabupaten Karo)

    Full text link
    Penelitian USAha dan pemasaran ternak kelinci dilakukan untuk menjelaskan sistem pengelolaan USAha ternak kelinci, produktivitas dan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi serta menganalisis pendapatan dan kelayakan USAha dan pemasaran ternak kelinci di Kelurahan Gundaling II dan Desa Sempajaya Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo. Daerah penelitian di tentukan secara metode purposive (sengaja). Metode penetuan dan penarikan sampel yang digunakan adalah Metode Purposive Sampling, yaitu 20 peternak seluruhnya dijadikan sampel dalam penelitian ini. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini yaitu data primer dan sekunder. Metode analisis data digunakan yaitu analisis deskriptif, analisis fungsi Coubb Douglass, analisis pendapatan dan kelayakan serta analisis pemasaran yaitu saluran pemasaran dan efisiensi pemasaran. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Sistem pengelolaan USAha ternak kelinci ini sudah sesuai dengan anjuran Dinas Peternakan dan literatur yang ada. Produktivitas ternak kelinci pada daerah penelitian masih tergolong rendah yaitu rata-rata 6 ekor per indukan dimana faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ternak kelinci yaitu Induk, obat-obatan dan tenaga kerja sbesar 96%. Rata-rata pendapatan peternak pada USAha ini yaitu Rp. 3.986.760. Hasil analisis kelayakan USAha ternak kelinci di daerah penelitian menunjukkan bahwa USAha ternak kelinci di daerah penelitian layak diusahakan. Untuk hasil analisis efisiensi pemasaran di daerah penelitian, menunjukkan bahwa USAha ternak kelinci di daerah penelitian belum efisien

    The Language Attitude of Border Peoples Insular Riau, West Kalimantan, East Kalimantan, North Sulawesi, and the Eastern Sunda Islands

    Full text link
    This research aims at describing (1) the language use of border area societies (Insular Riau, West Kalimantan, East Kalimantan, North Sulawesi, and the Eastern Sunda Islands) in terms of local language (BD), Indonesian (BI), and foreign language (BA) in the domains of family, society, and occupation, (2) language activity of border area societies relating to news observation, language attention, and language constraints in mass media, (3) language attitude of border area societies towards BD, BI, and BA. The findings are as follows. First, within the family and society at large, BD is more frequently used than BI and BA. This shows that BD functions in non-formal situations. In the professional field, however, BI is more frequently used than BD. Second, people in border provinces widely observe mass media, whether printed or electronic. They also often pay attention to the language the mass media uses. Third, border societies have a positive attitude towards BD as is shown (agree/totally agree) by the answers to eight questions relating to BD. The language attitude of border societies towards BI is positive based on the answers (agree/totally agree) to seven questions concerning BI. This also means that BI is prestigious for border people, especially in formal communication. The language attitude of border societies towards BA is mixed. In as far as it is negative it implies a positive evaluation of BD and BI because people appreciate them as part of their local and national identities

    Prototipe Alat Pendeteksi Kebocoran Gas Beracun Co Pada Mobil Menggunakan Array Sensor Berbasis SMS Gateway

    Get PDF
    Perkembangan teknologi otomotif sekarang sangat pesat sekali dimana produsen mobil memberikan berbagai fasilitas untuk kebutuhan pemakai agar merasa nyaman ketika berada dalam kendaraan tersebut. Namun tanpa disadari terdapat ancaman bahaya bagi pengguna kendaraan yang berasal dari fasilitas-fasilitas tersebut salah satunya seperti AC (Air Conditioner). Ketika sistem pada AC terjadi kebocoran kecil saja maka gas beracun CO (Karbon monoksida) akan memenuhi ruang pada kendaraan mobil yang tertutup. Hal ini dapat terjadi apabila ada kebocoran pada sistem pembuangan kendaraan yang memicu gas CO masuk kedalam mobil. Gas CO ini merupakan hasil dari pembakaran yang tidak sempurna dari senyawa karbon yang sering terjadi pada mesin pembakaran dalam. Gas CO terbentuk apabila terdapat kekurangan oksigen dalam proses pembakaran. Disinilah alat pendeteksi kebocoran gas beracun CO sangat dibutuhkan untuk mendeteksi gas CO yang berbahaya ini karena gas ini tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak berasa sehingga membuatnya sulit untuk dideteksi dengan menggunakan indra manusia sehingga dapat menyebabkan kematian tanpa disadari oleh yang menghirupnya. Adannya fenomena tersebut dibutuhkan perancangan prototipe alat untuk mendeteksi gas CO untuk memberikan rasa aman bagi pengguna mobil. Sebagai pengendali utama pada sistem yaitu mikrokontroller Atmega32 sebagai pengendali kerja alat. Dan Array sensor yaitu TGS 2600 dan 2442 untuk mengetahui kadar kandungan gas karbon monoksida(CO). Ketika sensor TGS 2600 mendeteksi kadar gas CO >25 ppm maka itu berarti status sangat berbahaya, sehingga buzzer akan berbunyi , kipas aktif berputar, motor DC aktif menggerakkan power window dan sms gateway akan mengirim pesan bahaya kepada pemilik mobil. Berdasarkan hasil pengujian dan pengukuran pada alat pendeteksi gas CO ,skala yang didapatkan sebagai perbandingan data maksimun tingkat pendeteksian dengan kadar deteksi akhir sensor setelah dilakukan pengukuran pada saat kondisi aman dengan tegangan 0,3 VDC kondisi gas CO sebesar 4 ppm, mendekati bahaya dengan tegangan 1,2 VDC kondisi gas CO sebesar 10 ppm, kondisi bahaya dengan tegangan 3,2 VDC kondisi gas CO sebesar 22 ppm dan kondisi sangat bahaya dengan tegangan 4 VDC dengan kondisi gas CO sebesar 26 ppm

    X-ray diffraction from shock-loaded polycrystals

    Full text link
    X-ray diffraction was demonstrated from shock-compressed polycrystalline metal on nanosecond time scales. Laser ablation was used to induce shock waves in polycrystalline foils of Be, 25 to 125 microns thick. A second laser pulse was used to generate a plasma x-ray source by irradiation of a Ti foil. The x-ray source was collimated to produce a beam of controllable diameter, and the beam was directed at the Be sample. X-rays were diffracted from the sample, and detected using films and x-ray streak cameras. The diffraction angle was observed to change with shock pressure. The diffraction angles were consistent with the uniaxial (elastic) and isotropic (plastic) compressions expected for the loading conditions used. Polycrystalline diffraction will be used to measure the response of the crystal lattice to high shock pressures and through phase changes
    • …
    corecore