29 research outputs found

    PENGENDALIAN MUTU PENANGANAN UDANG BEKU DENGAN KONSEP HAZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT ( Studi Kasus di Kota Semarang dan Kabupaten Cilacap) QUALITY CONTROL OF FROZEN SHRIMP HANDLING BASED ON HAZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (Case Study at Semarang City and Cilacap Regency)

    Get PDF
    ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi titik-titik kritis pada proses pengolahan udang beku, mengevaluasi cara pengawasan dan pengendalian mutu dan mengevaluasi kelayakan dasar dan tingkatan penerapan HACCP dari Unit Pengolah Ikan(UPI). Penelitian ini bersifat deskriptif dan metode pengumpulan data dilakukan dengan observasi langsung ke lokasi penelitian ditunjang dengan teknik wawancara yang dipandu dengan kuesioner. Pengamatan dilakukan pada upaya–upaya pencegahan ( preventive measure ) terhadap produk yang diterima di UPI (UPI 1, 2 dan 3) baik yang dibeli langsung di TPI ataupun diterima atau dikirim oleh suplier ke unit pengolahan. Teknik pengolahan data dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif dengan memakai analisis pengambilan keputusan “Decision Tree”, Uji Beda t-test, dan uji korelasi spearman. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa CCP pada ketiga UPI telah diindikasikan sebagai CCP, penerapan sistem pengawasan dan pengendalian mutu produk udang beku sesuai dengan konsep HACCP. Kelayakan dasar UPI 1 nilai rating B (baik); untuk UPI 2 nilai rating B (baik). sedangkan pada UPI 3 nilai rating A (baik sekali). Tingkatan penerapan HACCP pada UPI 1, 2 dan 3 bertutur-turut adalah III, III dan I. Kata-kata kunci: Mutu, Penanganan, Udang Beku, HACCP, CCP, SPOS, SOP. ABSTRACT This research was aim to identify critical points of frozen shrimp processing, to evaluate the method of quality control and observation and evaluate the Pre-Requisite Program and application level of HACCP concept at the three Fish Processing Units (FPU). This Research has the character of descriptive and data were collected by direct observation supported by interview technique with questioner. Observation was conducted at preventive efforts (preventive measure) to raw material accepted at FPU 1, 2 and 3 both for bought directly at fish landing are or sccepted from supplier. Data were processed quantitatively and qualitatively using decision-making analysis of "Decision Tree", different test of t-test, and correlation test of Spearman. The result of this research showed that all CCP at three FPU indicated as CCP based on different test analysis at real level of 0.05 (95%). Application of monitoring system and quality control of frozen shrimp product was considered comply with HACCP concept. All FPU fulfill the requirement of Pre-Requisite Program of GMP and SSOP and showed that FPU 1 has rating of B (good); FPU 2 has rating of B (good) and FPU 3 has rating of A (very good). Application level of HACCP at FPU 1, 2 and 3 are III, III and I, respectively. Key Words : Quality, Handling, Frozen Shrimp, HACCP, CCP, GMP,SSOP

    KARAKTERISTIK EDIBLE FILM DARI GELATIN KULIT IKAN YANG BERBEDA

    Get PDF
    Edible film terdiri dari protein (gelatin) yang dapat dikonsumsi ketika digunakan sebagai pengemas produk pangan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteritik dari edible film yang dibuat dari gelatin kulit ikan yang berbeda. Penelitian ini menggunakan tiga jenis kulit ikan yaitu kulit ikan Patin (Pangasius sp.), Bandeng (C. chanos) dan Barakuda (S. picuda). Penggunaan gelatin kulit ikan yang berbeda mempengaruhi karakteristik edible film yang dihasilkan. Kadar protein dan kekuatan gel gelatin dari ikan yang berbeda mempengaruhi nilai kuat tarik (59,721-92,119) kgf/cm2, persen pemanjangan (103,091–139,977) %, dan laju transmisi uap air (16,985–26,226) g/m2/jam. Namun, tidak berpengaruh terhadap nilai ketebalan (0,08-0,90) mm dan kelarutan (100%) edible film

    Perbedaan Konsentrasi Mimosa Pada Proses Penyamakan Terhadap Kualitas Fisik Dan Kimia Ikan Nila (Oreochromis Niloticus)

    Full text link
    Penyamakan kulit merupakan suatu proses pengolahan untuk mengubah kulit mentah hides maupun skines menjadi kulit tersamak atau leather. Kulit mentah mudah sekali membusuk dalam keadaan kering, keras dan kaku, sedangkan kulit tersamak memiliki sifat sebaliknya. Tujuan dilaksanakan penelitian ini adalah untuk mengetahui konsentrasi mimosa terbaik terhadap kualitas kulit ikan nila samak ditinjau dari kekuatan tarik, kemuluran, kekuatan sobek, kadar air dan pH. Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah kulit ikan nila (Oreochromis niloticua) yang didapat dari PT Aquafarm Nusantara, Semarang. Parameter pengujian adalah kekuatan tarik, kemuluran, kekuatan sobek, pH dan kadar air. Penelitian menggunakan desain percobaan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan tiga kali pengulangan. Data dianalisis menggunakan analisa ragam (ANOVA). Untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan data diuji dengan uji Beda Nyata Jujur (BNJ). Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan konsentrasi mimosa berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kualitas fisik yaitu kekuatan kekuatan tarik, kemuluran dan kekuatan sobek dan tidak berpengaruh nyata terhadap kualitas kimia yaitu kadar air dan pH. Kulit ikan nila tersamak dengan perlakuan penambahan mimosa 30% memiliki kekuatan fisik dan kimia terbaik yaitu, kekuatan tarik (2164.97 N/cm2); kemuluran (10.71 %); kekuatan sobek (234.69 N/cm2); kadar air (17 %) dan pH (4.2), namun kulit samak dengan penambahan mimosa 10% merupakan produk yang sudah memenuhi kriteria mutu : kekuatan tarik (1671.17 N/cm2); kemuluran (12.49%); kekuatan sobek (192.07 N/cm2); kadar air (16.99%); dan pH (4.22). Tanning is a raw hides and skins conversion process into leather skines or leather. Raw skin can be rot easily in dry, hard and stiff conditions, while leather has the skin instead. The objective of this research was to determine the best mimosa concentration on quality fish tilapia leather skin in terms of tensile strength, elongation, tear strength, water content and pH. The material used in this research was skin tilapia (Oreochromis niloticua) bought from PT Nusantara Aquafarm, Semarang. The testing parameters were tensile strength, elongation, tear strength, moisture content and pH. This research used Completely Randomized Design (CRD) with three replication. Data were analyzed using analysis of varians (ANOVA). Comparison of means was carried out by Honestly Significant Difference Test (HSDT). Results of this research showed that different concentration of mimosa has significantly effected (p. < 0.05) against physical quality that is the strength of tensile strength, elongation and tear strength and not significantly effected on the chemical qualities that is water content and pH. Tilapia fish leather skin with 30% mimosa adding was the best product which had the quality criteria : tensile strength (2164.97 N/cm2); elongation (10.71 %); tear strength (234.69 N/cm2); moisture content (17%) and pH (4.2), but leather skin with 10% mimosa adding was already fulfilled quality criteria : tensile strength (1671.17 N/cm2); elongation (12 %); tear strength (192.07 N/cm2); water content (16.99 %); and pH (4.22)

    Pengaruh Penambahan Egg White Powder Terhadap Kualitas Gel Surimi Pada Beberapa Jenis Ikan Laut

    Full text link
    Surimi merupakan lumatan daging ikan yang dicuci dengan air dan ditambahkan krioprotektan. Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah mengetahui potensi Egg white powder terhadap kualitas gel pada surimi dengan bahan baku jenis ikan laut yang berbeda. Bahan yang digunakan adalah ikan Tunul (Spyraena picuda), ikan Kurisi (Nemipterus nematoporus), dan ikan Belanak (Mugil cephalus) dengan masing-masing penambahan EWP 0% dan 3%. Hasil penelitian menunjukkan surimi belanak nilai kekuatan gel mengalami peningkatan yaitu sebanyak 11,40%. Pada surimi tunul dan kurisi nilainya menurun setelah ditambahkan EWP sebesar 10,52%. Kisaran nilai kadar air semua sampel yaitu sebesar 79,16% – 80,08 %. Nilai pH semua sampel memiliki nilai rata-rata sebesar 6,8. Nilai protein seluruh sampel mengalami kenaikan, pada ikan belanak sebesar 2,45%, pada ikan tunul mengalami kenaikan sebesar 1,11 % dan protein surimi ikan kurisi naik sebesar 0,89%. Nilai EMC seluruh surimi mengalami penurunan setelah ditambah EWP 3% sebesar 10,47%. Surimi ikan tunul dan kurisi memiliki nilai uji lipat dan uji gigit terbaik dibandingkan surimi ikan belanak. Nilai uji hedonik yang terdiri dari uji kenampakan, tekstur, rasa dan aroma juga menunjukkan rata-rata nilai yang sama dengan kisaran nilai sebesar 7,41± 8,48. Surimi is a minched fish meat that washed with water and added cryoprotectants. The purpose of this study was to determine the potential of Egg white powder on the gel forming ability of surimi with raw materials of different types of marine fish. Materials used are Great barracuda (Spyraena picuda), Treadfin bream (Nemipterus nematoporus), and Mullet (Mugil cephalus) with the addition of each EWP 0% and 3%. The results showed mullet surimi has the highest gel strength values as 11,40%. Different results are shown in great barracuda and tredfin bream surimi. The gel strength decreased after adding the EWP is equal to 10,52%. Values of the water content of all samples showed similar values between 79,16% - 80,08 %. pH value of all samples also had anaverage value of 6,84. The protein values of mullets surimi has the highest protein rise in amount of 2,45% compared to great barracuda surimi which rised by 1,11% and treadfin bream surimi rised by 0,89%. EMC value in all surimi showed significant differences. EMC values decreased after adding EWP 3% and the highest value in the sample mullets of 10,47%. Great barracuda surimi and treadfin bream surimi have a best score frome folding test and teeth cutting test compared mullets surimi. Hedonic value test shows the average value range of 7,41 ± 8,48

    Pengaruh Penambahan Koji Dan Lama Fermentasi Terhadap Kualitas (Ph, Tvbn, Kadar Garam Dan Rendemen) Kecap Ikan Berbahan Baku Ikan Rucah

    Full text link
    Kecap ikan merupakan bahan makanan hasil proses fermentasi yang umumnya dibuat dari ikan rucah dengan kadar garam tinggi. Kendala pada pembuatan kecap ikan umumnya membutuhkan waktu yang lama dan rasa produknya sangat asin. Proses fermentasi pembuatan kecap ikan dapat dipersingkat dengan penambahan koji. Penelitian bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh penambahan koji (20%, 25%, dan 30%) dan lama fermentasi (10, 20 dan 30 hari) terhadap kualitas (pH, TVBN, kadar garam, dan rendemen) dan sensori kecap ikan. Ikan rucah yang digunakan terdiri dari ikan petek, teri, layur dan salem. Bahan baku diperoleh dari tempat pelelangan ikan didaerah semarang, sedangkan bahan lainnya diperoleh dari pasar lokal didaerah semarang. Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimental laboratoris dengan menggunakan rancangan percobaan faktorial 3x3. Penambahan konsentrasi koji 20%, 25% dan 30% memiliki pengaruh yang nyata (P<0,05) terhadap penurunan pH, penurunan nilai kadar garam, dan kenaikan rendemen, tetapi tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap kenaikan TVBN. Lama waktu fermentasi memiliki pengaruh yang nyata (P<0,05) terhadap penurunan nilai pH, nilai kadar garam (NaCl), kenaikan TVBN, dan kenaikan nilai rendemen. Interaksi antara penambahan konsentrasi koji dan lama waktu fermentasi berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap penurunan nilai kadar garam, tetapi tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap penurunan nilai pH, kenaikan nilai TVBN dan kenaikan nilai rendemen. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa kadar TVBN dan pH produk masih memenuhi standar kecap ikan. Kecap ikan dengan penambahan koji 25% pada hari ke-30 lebih disukai oleh panelis. A fish sauce resulted from fermentation process is generally made from trash fish with high salt content. Processing of fish sauce generally takes a long time and the product is very salty taste. Fermentation process of fish sauce can be shortened by the addition of koji.This study aims to determine whether there is influence of fermentation time (10, 20, and 30 days) and addition of koji with the addition (20%, 25%, and 30%) on the quality (pH, TVBN, salt content and yield) and test sensory. Trash fish used consisted of petek fish , anchovies, belt and chub mackerel, while other materials obtained from the local market area of Semarang. The raw material obtained from fish auction area of Semarang , while other materials obtained from the local market area of Semarang. The method used is experimental laboratories using factorial design of 3 x 3.The addition of koji concentration 20 %, 25 % and 30 % had a significant effects (P<0.05) on decreasing in pH, salt content, and increasing in yield, but not significant (P>0.05) to TVBN. Fermentation time had significant effects (P<0.05) on decreasing in pH value, salt content, increasing in TVBN, and yield . The interaction between the addition of koji and fermentation time significant effect (P<0.05) on decrease salt content, but not significant (P>0.05) to decrease the pH, increase in TVBN and yield. The results showed that the pH and TVBN still meet the standard fish sauce. Fish sauce with the addition of 25% koji until 30 days was preferred by the panelists

    ANALISIS PEMBERIAN PAKAN Tubifex sp. HASIL KULTUR MASSAL MENGGUNAKAN FERMENTASI KOTORAN AYAM, ROTI AFKIR DAN AMPAS TAHU TERHADAP PERFORMA PERTUMBUHAN DAN KELULUSHIDUPAN LARVA LELE (C. gariepenus)

    Get PDF
    Tubifex sp. selama ini diperoleh dari hasil tangkapan alam sehingga kultur massal Tubifex sp. perlu dilakukan untuk memenuhi kebutuhan pakan alami lele stadia larva. Tujuan dari penelitian adalah menganalisis pertumbuhan dan kelulushidupan larva lele dengan pemberian pakan Tubifex sp. yang dikultur massal menggunakan fermentasi kotoran ayam, roti afkir dan ampas tahu. Hewan uji yang digunakan adalah larva ikan lele (C. gariepenus) dengan berat ±0,06 g/ind. Penelitian dilakukan dengan metode eksperimental menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan yaitu perlakuan A (100g/L roti afkir; 50 g/L ampas tahu); B (75 g/L kotoran ayam; 100g/L roti afkir; 50 g/L ampas tahu); C (50 g/L kotoran ayam; 100g/L roti afkir; 50 g/L ampas tahu) dan D (25 g/L kotoran ayam; 100g/L roti afkir; 50 g/L ampas tahu) dan 3 ulangan. Pemberian Tubifex sp. sebagai pakan alami sebanyak 5 kali sehari secara ad libitum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian pakan Tubifex sp. hasil kultur massal menggunakan fermentasi kotoran ayam, roti afkir dan ampas tahu berpengaruh nyata (P0,01) pada kelulushidupan larva lele (C. gariepenus). Panjang larva lele (C. gariepenus) memiliki kisaran 1.78 -3.74 cm dan biomass 31.98 g – 40.95 g, serta tingkat kelulushidupan berkisar antara 92% - 98%. Berdasarkan pada hasil penelitian, maka perlakuan pemberian pakan larva lele dengan Tubifex sp. hasil kultur massal pada perlakuan 75 g/L kotoran ayam; 100g/L roti afkir; 50 g/L ampas tahu terbaik dengan panjang 3.74 cm, berat biomass 40.95 g dan SR 98%
    corecore