40 research outputs found

    Tempat Bertelur Penyu Di Pulau Salibabu Kabupaten Talaud

    Get PDF
    Penyu telah dinyatakan sebagai zatwa lindung, namun tempat bertelur penyu terabaikan dalam pengelolaan wilayah pantai dan pesisir; dampaknya, tempat bertelur penyu mengalami gangguan bahkan penyusutan akibat konversi lahan wilayah pantai untuk berbagai Peruntukkan. Penyu meletakkan telur di mintakat pantai di atas garis pasang tertinggi di wilayah di mana mereka ditetaskan. Tempat bertelur penyu pada umumnya belum terdokumentasi. Studi ini bertujuan untuk mendokumentasikan dan mendiskripsi keadaan umum lokasi bertelur penyu di Pulau Salibabu, Talaud. Data diperoleh melalui wawancara dengan warga lokal yang pada umumnya bermukim di wilayah pesisir. Warga lokal mengenal tiga jenis penyu yakni penyu hijau atau C. mydas, penyu sisik atau E. imbricate dan penyu belimbing atau D. coriacea. Di Pulau Salibabu tercatat sepuluh tempat bertelur yakni Pantai Kalongan, Pantai Pasir Panjang, Pantai Rammenna, Pantai Matandikka, Pantai Apai, Pantai Tarawatta, Patai Dingkaren, Pantai Pasir Putih, Pantai Lairre, Pantai Batupengan. Letak tempat bertelur tersebut pada umumnya di luar wilayah pemukiman. Posisi geografis setiap lokasi bertelur penyu dicatat dan telah dipetahkan. Vegetasi yang tumbuh di sekitar lokasi sarang didominasi oleh pohon Kelapa (C. nucifera), Pandan Pantai (P. tectorius). Sedimen pasir berwarna putih dan berdasarkan ukuran butir termasuk kategori pasir sedang. Lokasi bertelur penyu patut dijadikan kawasan konservasi

    Lokasi Bertelur Penyu Di Pantai Timur Kabupaten Minahasa Provinsi Sulawesi Utara

    Get PDF
    Hampir semua negara dan lembaga-lembaga konservasi resmi di dunia melarang perdagangan eksploitasi penyu. Penyu telah terdaftar dalam daftar Apendik I Konvensi Perdagangan Internasional Flora dan Fauna Spesies Terancam (Convention on International Trade of Endangered Species - CITES). Penyu terancam bahaya kepunahan karena tempat bertelur penyu mengalami degradasi. Tempat bertelur penyu belum terdokumentasikan dengan baik  di Sulawesi Utara sehingga perlu penelitian tentang lokasi bertelur penyu. Penelitian dimaksudkan untuk memetakan dan mendeskripsikan lokasi tempat bertelur penyu di Pantai Timur Kabupaten Minahasa, Provinsi Sulawesi Utara. Data diperoleh dengan survei dan wawancara warga yang tinggal di sekitar lokasi penelitian, mencakup Tiga wilayah kecamatan yaitu Kecamatan Kombi, Kecamatan Lembean Timur, dan Kecamatan Kakas. Hasil menemukan bahwa tempat bertelur terdapat di Pantai Ranowangko, Pantai Kawis, Pantai Toloun, Pantai Kolongan, Pantai Lembean, Kamenti, Atep Oki, Parentek, dan Pantai Tumpaan. Hampir semua kondisi lokasi bertelur penyu memiliki karakteristik yang mirip, yaitu garis pantainya yang panjang dengan di dominasi oleh pasir putih, daerah intertidal yang luas serta terdapat lamun. Sebagian besar penduduk yang tinggal di sekitar lokasi bertelur penyu pernah menangkap penyu, mengambil telur untuk dikonsumsi bahkan menjualnya

    Aspek Lingkungan Lokasi Bertelur Penyu Di Pantai Taturian, Batumbalango Talaud

    Get PDF
    Penyu memiliki kebiasaan unik dalam siklus reproduksi yakni bertelur di lokasi di mana mereka ditetaskan, sekalipun wilayah pantai terus mengalami Perubahan. Untuk itu, dipandang perlu melakukan inventarisasi dan menyediakan deskripsi keadaan lingkungan tempat bertelur penyu. Pantai Taturian Desa Batumbalango merupakan salah satu dari enambelas tempat bertelur di pulau Karakelang Talaud. Tujuan penelitian ini untuk menyediakan dideskripsi lokasi bertelur penyu di pantai Taturian mencakup posisi geografis, panjang-lebar pantai, kemiringan pantai, komposisi sedimen sekitar lubang sangkar peletakkan telur dan vegetasi darat. Posisi geografis ditentukan dengan menggunakan GPS, sedimen dianalisis menurut skala AFNOR, vegerasi difoto. Data disajikan secara deskriptif. Hasil menunjukkan bahwa pantai Taturian terletak pada 04º23'47,5” LU dan 126º41'37,1” BT berfungsi pula sebagai tempat penambatan perahu nelayan; panjang pantai ±100m dibatasi tanjung berbatu limestone, lebar pantai 19-20m, sedimen yang dominan adalah pasir sedang (44%); kemiringan pantai 4,5-9,0% atau termasuk kriteria landai hingga lereng miring. Lokasi ini berbatasan dengan pemukiman dan perkebunan kelapa. Mengingat penyu dinyatakan sebagai zatwa lindung, sepatutnya pantai Taturian ditetapkan sebagai lokasi konservasi peny

    Jenis-Jenis Ikan Di Padang Lamun Pantai Tongkaina

    Get PDF
    Padang lamun memilki berbagai peranan dalam kehidupan ikan dimana padang lamun dapat dijadikan daerah asuhan (nursery ground), sebagai tempat mencari makan (feeding ground), dan daerah untuk mencari perlindungan. Untuk spesies lamunnya sendiri dapat merupakan makanan langsung bagi ikan. Peranan lamun adalah sebagai daerah asuhan, dimana sebagian besar ikan penghuni padang lamun adalah ikan-ikan juvenil apabila telah dewasa akan menghabiskan hidupnya pada tempat lain.Jenis ikan yang yang di dapat pada padang lamun pantai Tongkaian dengan menggunakan survey jelajah dan alat tangkap gil net yaitu 10 jenis ikan. 10 jenis ikan yang di dapat pada saat penelitian di padang lamun pantai tongkaiana adalah umumnya penghuni daerah padang lamun dan ada juga ikan yang hanya mencari makan di daerah padang lamun atau ikan penghuni terumbu karang.Jenis lamun yang paling dominan di padang lamun pantai Tongkaina yaitu 2 jenis lamun. Kedua jenis lamun tersebut adalah lamun Enhalus acroides dan Thalassia hemprichii

    Identifikasi Dan Aspek Ekologi Kerang Tridacninae Di Perairan Sekitar Pulau Venu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat

    Get PDF
    IDENTIFIKASI DAN ASPEK EKOLOGI KERANG TRIDACNINAE DI PERAIRAN SEKITAR PULAU VENU, KABUPATEN KAIMANA, PROVINSI PAPUA BARAT1 Identification and Ecological Aspects of Tridacninae in the Shallow Waters of Venu Island, District Kaimana, West Papua Defy N Pada2, Farnis B Boneka3, Gustaf F Mamangkey3 ABSTRACT Giant clams (Bivalvia, Cardiidae) or usually called tridacnid clams are marine organisms that live in the Indo Pacific coral reef ecosystems. Tridacnids are known to have high economic values as food, and their shells can be used for jewelries and decorations. Today, seven tridacnid species were listed in the IUCN Red List. Moreover, all tridacnid species are included in the appendices II of CITES. This research was aimed to identify the numbers of tridacnid species, to describe the ecological aspects through density index, species relative density and biodiversity index, and to assess the effectiveness of conservation effort in Venu Island and the surrounding waters. Survey was conducted in September 2012 at 5 sites, using belt transect method. A 100 m transect was laying in the reef edge in 5 and 10 meter depths. The results showed, there were four species of tridacnids found in this area, Tridacna crocea, T. gigas, T. maxima and T. squamosa. T. crocea has the highest density index and species relative density both in 5 and 10 meter depths (5 m depth K = 0,030; KR = 81,081%; 10 m depth K = 0,021; KR = 41,176%). The waters arround Venu Island were categorized as moderate biodiversity, since the value of biodiversity index is between 1 and 3 (H\u27=2,239). Most of tridacnids found in this area lived in coral massive (46,6%) and rock substrates (30,7%). The result of interview showed that the conservation efforts are not effective enough. Keywords : marine ecology, biodiversity, Tridacnid, Venu Island ABSTRAK Kima raksasa (Bivalvia, Cardiidae) yang biasa disebut dengan kerang Tridacninae adalah organisme laut yang hidup di ekosistem terumbu karang di wilayah Indo-Pasifik. Kerang Tridacninae dikenal memiliki nilai ekonomi yang penting, karena selain sebagai sumber makanan, cangkangnya dapat dijadikan sebagai bahan dekorasi dan perhiasan. Saat ini sebanyak tujuh spesies kerang Tridacninae masuk dalam daftar merah dari International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN redlist for threathened species). Bahkan semua spesies kerang Tridacninae telah masuk dalam Lampiran II dari Convention on International Trade of Endangered Species (CITES). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui jenis kerang Tridacninae di perairan sekitar Pulau Venu Kabupaten Kaimana, untuk mendeskripsikan beberapa aspek 1 Bagian dari skripsi 2 Mahasiswa Program Studi Ilmu Kelautan FPIK-UNSRAT 3 Staf pengajar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Sam Ratulangi ekologi kerang Tridacninae melalui indeks ekologi yakni kepadatan (K), kepadatan relatif spesies (KR), dan indeks keanekaragaman (H\u27), serta untuk melihat efektivitas upaya konservasi yang dilakukan di Pulau Venu terutama terhadap keberadaan kerang Tridacninae. Kegiatan penelitian dilakukan pada bulan September 2012, pada 5 stasiun penelitian, dengan menggunakan metode transek sabuk (belt transek), sepanjang 100 meter pada kedalaman 5 meter dan 10 meter. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 4 spesies kerang Tridacninae di perairan sekitar Pulau Venu, yaitu T. crocea, T. gigas, T. maxima, dan T. squamosa. Nilai kepadatan dan kepadatan relatif spesies tertinggi di dua kedalaman adalah T. crocea (kedalaman 5 meter K = 0,030; KR = 81,081%; kedalaman 10 meter K = 0,021; KR = 41,176%). Perairan sekitar Pulau Venu berkategori keanekaragaman sedang, karena memiliki nilai indeks keanekaragaman diantara 1 dan 3 (rata-rata H\u27 = 2,239). Sebagian besar kerang Tridacninae yang ditemukan hidup pada substrat karang masif (46,6%) dan batuan (30,7%). Saat ini upaya konservasi yang dilakukan di perairan sekitar Pulau Venu dirasakan belum cukup efektif

    BIODIVERSITAS KERANG OYSTER (MOLLUSCA, BIVALVIA) DI DAERAH INTERTIDAL HALMAHERA BARAT, MALUKU UTARA

    Get PDF
    BIODIVERSITAS KERANG OYSTER (MOLLUSCA, BIVALVIA) DI DAERAH INTERTIDAL HALMAHERA BARAT, MALUKU UTARA Biodiversity of Oyster (Mollusca, Bivalvia) in the Intertidal of West Halmahera, North Maluku Pieter F Silulu2, Farnis B Boneka3, Gustaf F. Mamangkey3   ABSTRACT   Biodiversity in coastal areas, whether in the form of genetic, species or ecosystem diversity is a valuable asset for supporting development in Indonesia. This study aimed to figure out the types of oyster, species abundance, diversity and dominant species in the intertidal area of the West coast of Halmahera. Aktivitiy studies conducted in March - Jun 2012 at three sites using belt transects method. The analysis showed abundant species Isognomon isognomon is with density between 0.080 to 0.283 ind/m2, diversity in the category are marked with an index value in the range of 1.109 to 1.644. Six families of oyster constans were found 8 species, namely Isognomon isognomon, Saccostrea cucullata, Saccostrea sp, Chama limbula, Hyotissa hyotis, Malleus malleus, Spondylus versicolor, Pinctada margaritifera.. Keywords : biodiversity, oyster, intertidal, West Halmahera   ABSTRAK Keanekaragaman hayati di wilayah pesisir, baik dalam bentuk keanekaragaman genetik, spesies maupun ekosistem merupakan aset yang sangat berharga untuk menunjang pembangunan di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji jenis-jenis oyster, kelimpahan spesies, keanekara-gaman dan dominan spesies di daerah intertidal pantai Halmahera Barat. Kegiatan penelitian dilakukan pada bulan Maret – Juni 2012 di tiga stasiun penelitian dengan menggunakan metode transek pita. Hasil analisis menujukkan spesies Isognomon isognomon paling melimpah dengan kepadatan antara 0,080 – 0,283 ind/m2, keanekaragaman dalam kategori sedang ditandai dengan nilai indeks pada kisaran 1,109 – 1,644. Jenis oyster yang ditemukan 8 jenis yang tergolong dalam 6 famili, yakni Isognomon isognomon, Saccostrea cucullata, Saccostrea sp, Chama limbula, Hyotissa hyotis, Malleus malleus, Spondylus versicolor, Pinctada margaritifera   Kata kunci : keanekaragaman, oyster, intertidal, Halamahera Barat   1 Bagian dari skripsi 2 Mahasiswa Program Studi Ilmu Kelautan FPIK-UNSRAT 3 Staf pengajar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Sam Ratulang

    Species Inventory and Weight Measurements of Biofoulings Attached on the Pearl Oyster, Pinctada margaritifera, from Arakan Waters, North Sulawesi

    Get PDF
    This study was conducted with the aims to identify biofoulings living on the shell of the pearl oyster, Pinctada margaritifera and to analyse the weights of the biofoulings for three months. The study was conducted in Arakan waters, District of South Minahasa, North Sulawesi. Biofoulings were collected from the oysters after weighing the shells before and after cleaning. The difference of the weights before and after cleaning was become the weight of the biofoulings. The biofoulings were identified and and analysed. There were eight species of biofoulings recorded and described. Weight results were 3.4 g in the first month, 1.7 g in the second month and 1.1 g on the thord month, respectively.                                                                Keywords: Biofouling, pearl oyster, Pinctada magaritifera Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengidentifikasi biota pengotor yang menempel pada cangkang kerang mutiara Pinctada margaritifera dan mengetahui berat  biota pengotor yang disampling setiap bulan selama tiga bulan perkembangan.  Penelitian ini dilakukan di perairan Desa Arakan, Minahasa Selatan, Sulawesi Utara.  Biota pengotor diambil dari cangkang kerang mutiara Pinctada margaritifera kemudian diidentifikasi. Biota pengotor yang didapat dianalisis dengan cara mengukur selisih berat kerang ditimbang sebelum dibersihkan dan sesudah dibersihkan pada tiga bulan perkembangannya untuk mendapatkan hasil rata-rata berat biota pengotor yang diambil setiap bulan selama tiga bulan perkembangan.  Penelitian ini memperoleh delapan spesies biota pengotor yang menempel pada cangkang kerang Pinctada margaritifera. Hasil pengukuran rata-rata berat biota pengotor yang diambil setiap bulan selama tiga bulan perkembangan yaitu 3,4 gr (bulan pertama), 1,7 gr (bulan kedua) dan 1,1 g (bulan ketiga).  Kata kunci: Biota pengotor, kerang mutiara, Pinctada margaritifer

    IDENTIFIKASI SAMPAH ANORGANIK DI PESISIR PANTAI BITUNG KARANGRIA KECAMATAN TUMINTING KOTA MANADO

    Get PDF
    Inorganic waste refers to waste or refuse generated from various processes, which cannot naturally decompose and generally require a very long time for breakdown. The method used for data collection follows the shoreline survey methodology. The research was conducted along a line transect, with a length of 100 meters and a width of 5 meters on each side, and observers walked along the transect line. The study was carried out over a span of 2 months. The observation transect line began perpendicular to the coastline, covering a length of 100 meters and a width of 5 meters on each side, resulting in an area of 100 x 10. This area was meant to represent the research site. Based on the research findings, the total quantity of inorganic waste collected was 305 pieces per 1000 square meters (3,050 pieces per hectare). The most commonly found type of waste was plastic, with 151 pieces per 1000 square meters (1,510 pieces per hectare), accounting for 49.5%. The research results revealed that the heaviest waste category was glass, weighing 2,793 pieces per 1000 square meters (27,930 pieces per hectare), making up 62.5% of the total.Keywords: Inorganic Waste, Coastal, Bitung KarangriaABSTRAKSampah anorganik adalah sampah atau limbah yang dihasilkan dari berbagai macam proses, dimana jenis sampah ini tidak akan bisa terurai oleh bakteri secara alami dan pada umumnya akan membutuhkan waktu yang sangat lama dalam proses penguraiannya. Metode yang digunakan untuk pengambilan data yakni metode shoreline survey methodology. Penelitian dilakukan pada line transect, dengan Panjang 100 meter dan lebar masing-masing 5 meter ke arah kiri dan ke kanan dan pengobservasi berjalan kaki sepanjang transek garis. Penelitian ini dilakukan selama 2 bulan, Jalur transek pengamatan dimulai dengan arah tegak lurus pesisir pantai sepanjang 100 meter dan lebar 5 meter dengan diameter 100 x 10, dimana jalur transek tersebut harus mewakili wilayah penelitian. Berdasarkan hasil penelitian sampah Anorganik yang didapatkan secara keseluruhan total jumlah sampah adalah 305 pot/1000m2 (3.050 Pot/ Ha). Jenis sampah plastik merupakan jenis yang paling banyak ditemukan sebanyak 151 pot/1000m2 (1.510 Pot/Ha) dengan presentase 49.5%. Hasil Penelitian berat bobot sampah yang pertama adalah sampah kaca dengan berat 2793 pot/1000m2 (27.930 Pot/Ha) dengan persentasi 62.5%.Kata Kunci: Sampah Anorganik, Pesisir Pantai, Bitung Karangri

    KEPADATAN DAN KEANEKARAGAMAN JENIS FAUNA BENTOS (>1MM) PADA DAERAH PECAHAN KARANG DI PERAIRAN KELURAHAN MOLAS TELUK MANADO

    Get PDF
    Benthic fauna is a group of benthic organisms that live on the bottom of the water or the bottom of the sediment or between sediments. This study aims to obtain an overview of the distribution and types of benthic faunal organisms measuring > 1mm in the waters of Molas Village at a depth of 1-3 m, especially around coral fragments. Benthos sampling was carried out using a grab sampler with three repetitions. The benthic sediment sample was sieved using a 1000 m (1.0 mm) sieve.  The sediment retained in the sieve was then identified based on its morphological characters using a  stereo microscope.  Furthermore, the number of organisms found was counted and analyzed according to the calculation of the ecological index. The results of the identification of benthic faunal organisms >1mm obtained a total of 36 types of mollusks consisting of 34 species belonging to the class Gastropods and 2 species belonging to the class Bivalvia which were divided into 24 families and obtained an average density of 81.4 ind/m2, Diversity Index 1, 47 (medium category), Uniformity Index 0.97 (high category) and Dominance Index 0.27 (nothing dominates). Keywords: benthic ecology, grab sampling, Manado Bay   ABSTRAK Fauna bentos merupakan kelompok organisme bentos yang hidup di dasar perairan atau dasar sedimen maupun di antara sedimen. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran distribusi dan jenis organisme fauna bentos yang berukuran > 1mm di daerah perairan Kelurahan Molas padakedalaman 1-3 m khususnya di sekitar pecahan karang. Pengambilan sampel bentos dilakukan dengan menggunakan grab sampler dengan pengulangan sebanyak tiga kali. Sampel sedimen bentos diayak menggunakan saringan 1000 µm (1,0 mm). Sedimen yang tertahan di saringan kemudian diidentifikasi berdasarkan karakter morfologi dengan menggunakan bantuan mikroskop stereo. Selanjutnya jumlah organisme yang ditemukan dihitung dan dianalisis menurut perhitungan indeks ekologi.Hasil identifikasi organisme fauna bentos >1mm mendapatkan total 36 jenis moluska yang terdiri dari 34 spesies anggota kelas Gastropoda dan 2 spesies anggota kelas Bivalvia yang terbagi dalam 24 famili dan mendapatkan hasil rata-rata kepadatan 81,4 ind/m2, Indeks Keanekaragaman 1,47 (kategori sedang), Indeks Keseragaman 0,97 (kategori tinggi) dan Indeks Dominansi 0,27 (tergolong tidak ada yang mendominasi). Kata Kunci: Ekologi bentos, grab sampling, Teluk Manado &nbsp
    corecore