42 research outputs found

    Potency of Medicinal Plants for Eradication of Avian Influenza : in Vitro Test on Vero Cells

    Get PDF
    Some of medicinal plants indicate their potency as anti-viral such as Sambiloto (Andrographis paniculata Nees), Temu Ireng (Curcuma aeruginosa L.), Beluntas (Pluchea indica L.) Sirih Merah (Piper crocatum) and Adas (Foeniculum vulgare). Avian Influenza (AI) H5N1 strain viruses used in this study was isolated from field in Cikole area, West Java in July 20th 2007. To explore the potency of medicinal plants as anti-viral substance, the consecutive assays were performed by virus infection inhibition test in in vitro study using Vero cells. After the Vero cells were growing confluently, they were treated with sterilized-extract of medicinal plants either in single or combination. Furthermore, the culture cells were infected with AI H5N1 strain virus, then incubated at 37oC and examined for cytopathic effect (CPE) microscopically. The result showed that extract of Sambiloto and combination of Sambiloto and Temu Ireng were stronger than others in inhibition of virus attachment and infection to the cells. The Vero cells still alive up to 3rd day post infection with AI H5N1 virus after treatment with Sambiloto and Temu Ireng. In conclusion, extract of Sambiloto and Temu Ireng showed their potency as candidate for anti-viral substances that may needed for eradicating AI infection

    Potensi Sumbangan Kapas Bt untuk Peningkatan Produksi Kapas di Indonesia

    Full text link
    Indonesia termasuk lima belas besar negara penghasil tekstil di dunia. Namun, bahan dasar industri tekstil ini, yaitu kapas, 99,5% masih diimpor, padahal lahan potensial untuk penanaman kapas terbilang cukup besar. Ada beberapa hal yang memengaruhi produksi kapas, antara lain belum tersedianya benih kapas bermutu tinggi yang tahan serangan hama dan penyakit. Teknologi rekayasa genetika telah terbukti menghasilkan benih kapas transgenik berpotensi hasil tinggi yang tahan hama utama. Pada tahun 2001–2002, Indonesia pernah menanam kapas transgenik (kapas Bt) terbatas di tujuh kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan. Pada waktu itu, produksi rerata kapas Bt mencapai 220% lebih tinggi daripada kapas lokal Kanesia. Namun karena beberapa hal penanaman kapas Bt dihentikan. Setelah penanaman kapas Bt terhenti selama lebih kurang 12 tahun, produksi kapas nasional tetap rendah dan cenderung menurun sehingga impor kapas terus meningkat. Kondisi yang berbeda bila dibandingkan dengan negara lain seperti India yang mengalami perkembangan pesat penanaman kapas Bt. Pada tahun 2014, India telah menjadi negara pengekspor kapas utama di dunia mengalahkan Cina dan Amerika Serikat. Berdasarkan pengalaman Indonesia menanam kapas Bt dan keberhasilan yang telah dibuktikan oleh negara lain terutama India dalam meningkatkan produksi kapas, untuk meningkatkan produksi kapas nasional, Indonesia perlu mempertimbangkan untuk menanam kembali kapas Bt di sentra produksi kapas di Indonesia. Tujuan tinjauan ini adalah memberikan informasi tentang pengalaman Indonesia menanam kapas Bt, potensi kapas Bt, dan kebijakan yang disarankan untuk meningkatkan produksi kapas nasional

    KERAGAAN SIFAT MORFOLOGI, HASIL DAN MUTU PLASMA NUTFAH PEGAGAN (Centella asiatica (L.) Urban.)

    Get PDF
    Karakterisasi dan evaluasi dilakukan untuk mendapatkan data karakter morfologi, hasil dan mutu dari 16 nomor aksesi pegagan yang berasal dari Sumatra, Jawa, Bali dan Papua. Penelitian dilakukan di KP. Cicurug, Sukabumi pada ketinggian 550 m dpl, sejak Januari sampai Desember 2006. Rancangan percobaan yang digunakan adalah acak ke-lompok dengan 16 perlakuan dan tiga ulangan, jarak tanam 20 cm x 20 cm, populasi 100 tanaman/petak. Kultur teknis mengacu kepada SOP (Standar Operasional Prosedur), dengan dosis pupuk kandang 20 ton/ha, Urea SP-36 dan KCl masing-masing 200 kg/ha. Pengamat-an dilakukan pada 10 tanaman per petak pada saat panen (umur 3,5 BST) terhadap sifat morfologi kuantitatif dan kualitatif, hasil herba basah dan kering serta mutu. Perbedaan antar aksesi dianalisis, menggunakan Uji Jarak Ber-ganda Duncan (UJBD). Hasil analisis statistik menunjukkan ada keragaman pada sifat mor-fologi kualitatif dan kuantitatif, antara lain ukuran, warna dan bentuk daun, jumlah, ukur-an dan warna geragih, jumlah bunga per gera-gih, panjang dan warna buku, warna batang, berat segar dan berat kering. Aksesi CASI 002 memiliki tangkai dan daun lebih besar dari aksesi lainnya. Sebaliknya aksesi dari Irian Jaya Barat memiliki daun kecil, pendek dan sangat berbeda dari aksesi lainnya. Bobot ba-sah per tanaman dan produktivitas segar ter-tinggi diperoleh dari aksesi CASI 011 dan CASI 016, sedangkan bobot kering per tanam-an dan produktivitas terna kering tertinggi di-peroleh dari aksesi CASI 011. Kadar asiatiko-sida berkisar antara 0,15-1,49 %. Senyawa alkaloid, saponin, tanin, flavonoid, steroid dan glikosida terdeteksi sangat kuat (4+), sedang-kan triterpenoid lemah sampai agak kuat (1+-2+). Informasi yang dihasilkan diharapkan da-pat dijadikan sebagai bahan pertimbangan da-lam memilih bahan pemuliaan untuk meng-hasilkan varietas unggul.

    MULTIPLIKASI TUNAS, PERAKARAN DAN AKLIMATISASI TANAMAN SAMBANG NYAWA (Gynura procumbens)

    Get PDF
    Shoots Multiplication, Rooting, and Acclimatization of Gynura procumbensThe research was performance to obtain shoots multiplication, rooting and acclimati-zation of Gynura procumbens was conducted    January  2004 to May 2005 at the Laboratory of Tissue Culture of Gremplasm and Breeding Division. This research was conducted within two steps, i.e. 1) : Shoots multiplication  in : MS + BA (0; 0,1; 0,3 and 0,5 ) mg/l; 2) rooting and acclimatization. Explants were culture on rooting medium MS + IAA (0,1; 0,3); MS + IBA  (0,1; 0,3) or NAA (0,1 and 0,3) mg/l. Acclimatization were performanced on the two kinds of media i.e. dung manure + soil (1 : 1) or husk + soil (1 : 1). Rooting and shoots multiplication were arranged in completely randomized design, with 10 replications and 2 explants for each bottle. Acclimatization was arranged in randomized-block design with 10 replications and 1 plantlet for each treatment. The results showed the best medium for multiplication shoot was MS-free hormone with 5,4 shoots, 2 months after cultured. The highest number of roots was obtained in NAA 0,1 mg/l with 9,3/plantet. MS + IBA 0,3 mg/l give the longest roots (9,58 cm) and IAA 0,1 mg/l the highest number of leaf (12/plantet). Interaction between the source medium and acclimatization medium was observed however, there was no significantly difference between IAA 0,1 mg/l and IBA 0,1 mg/l in number of shoots and long shoots (5,2 and 5,01 cm).

    ANALISIS FINANSIAL VARIETAS UNGGUL JAHE PUTIH KECIL DI JAWA BARAT

    Get PDF
    Meningkatnya permintaan ekspor yang belum terpenuhi merupakan peluang be-sar untuk pengembangan jahe. Seiring dengan itu, maka diperlukan peningkatan produktivitas dan kualitas jahe yang mampu memenuhi stan-dar ekspor. Budidaya jahe sampai saat ini ma-sih menggunakan benih lokal (belum meng-gunakan varietas unggul) yang menyebabkan produktivitas dan mutu tidak stabil. Untuk mendapatkan varietas unggul harus melalui uji-multilokasi dibeberapa sentra produksi dengan agro ekosistem yang berbeda. Bahan penelitian yang digunakan adalah jahe putih kecil (Ge-notipe C, E, F, G, H, K serta lokal 1 dan 2 se-bagai pembanding) yang terpilih untuk uji mul-tilokasi yang dilakukan di Kabupaten Garut, Majalengka, Sukabumi, Sumedang, pada tahun 2003/2005. Penelitian bertujuan untuk menge-tahui apakah varietas unggul jahe putih kecil yang di uji multilokasi layak dikembangkan se-cara teknis dan menguntungkan secara ekono-mis. Data yang dikumpulkan adalah faktor-fak-tor produksi, produksi dan harga jual. Penda-patan usahatani varietas unggul jahe putih kecil dianalisis dengan analisis pendapatan, sedang-kan kelayakan usahataninya dianalisis melalui pendekatan analisis Net Present Value (NPV), Benefit Cost Ratio (B/C Ratio) dan Internal Rate of Return (IRR). Jahe putih kecil yang te-lah diusulkan sebagai varietas unggul adalah JPK Genotip G untuk produktivitas rimpang di usulkan dengan nama Halina 1 dan JPK Geno-tipe K untuk produktivitas rimpang dan minyak atsiri di usulkan dengan nama Halina 2. Ke dua Genotipe ini dapat dijadikan sebagai varietas unggul, karena adaptif dan stabil di beberapa lokasi pengujian. JPK Genotip G adapatif dan stabil di Garut, Sukabumi dan Sumedang dan JPK Genotip K adaptif dan stabil di Garut, Ma-jalengka dan Sumedang. Hasil analisis finansial menunjukkan, bahwa usahatani varietas unggul JPK Genotip G dan K pada masing-masing lo-kasi, layak dilakukan secara teknis dan meng-untungkan secara ekonomis, hal ini ditunjuk-kan oleh NPV, B/C Ratio dan IRR masing-masing genotip pada tiap lokasi tersebut po-sitif (+), > 1 dan diatas tingkat suku bunga bank yang berlaku. Besarnya pendapatan, NPV; B/C Ratio dan IRR terendah, yaitu JPK Genotip G di Garut, masing-masing Rp 13.480.171,-; Rp 7.091.353,-/ha, 1,18 dan 2%/bulan. Sedangkan yang tertinggi, yaitu pa-da JPK Genotipe K di Sumedang, masing-ma-sing Rp 76.798.127,-; Rp 61.650.361,-/ha, 2,50 dan 11%/bulan. Hasil analisis sensitivi-tas menunjukkan, bahwa JPK Genotipe G di Garut mempunyai harga minimum tertinggi, yaitu Rp 5.294,-/kg (harga aktual Rp 6.000,-/kg) dengan produksi minimum 6.773 kg/ha (produksi aktual 7.677 kg/ha). Sedangkan JPK Genotipe K di Sumedang mempunyai harga minimum terendah, hanya Rp 2.487,- kg/ha (Harga aktual Rp 6.000,-/kg) dengan produksi minimum 6.977 kg/ha (produksi aktual 16.831 kg/ha). Ini berarti, bahwa jika harga dan pro-duksi masing-masing genotipe tersebut lebih rendah dari harga dan produksi minimumnya, maka usahatani masing-masing genotipe pada daerah yang bersangkutan secara finansial rugi. JPK Genotip G dan K layak dilakukan secara teknis dan menguntungkan secara eko-nomis di semua lokasi pengujian (Garut, Ma-jalengka, Sukabumi dan Sumedang), ditinjau dari segi produksi. JPK Genotipe G dan K se-baiknya dikembangkan di daerah Sumedang atau di daerah dengan ketinggian 800 m dpl. Tipe iklim A dan B (schmidt & Ferguson) dan jenis tanah latosol merah sangat gembur, memberikan produksi paling tinggi (10.758,44 dan 11.781,66 kg/ha) dan memberikan penda-patan paling besar (Rp 66.671.450,- dan Rp 76.798.127,-/ha) dengan produksi minimum paling tinggi (6.947 dan 6.977 kg/ha) dan harga minimum paling rendah (Rp 2.712,- dan Rp 2.487,-/kg).

    GAMBARAN HISTOPATOLOGIS DAN KLINIS AYAM HERBAL SETELAH DIUJI TANTANG DENGAN VIRUS AVIAN INFLUENZA H5N1

    Get PDF
    Tujuan penelitian ini adalah mengetahui perubahan histopatologis dan klinis ayam herbal setelah ditantang dengan virus avian influenza (AI) H5N1. Seluruh ayam dibagi atas 3 kelompok perlakuan Kelompok kontrol, Kelompok I (I-1, I-2, dan I-3), dan Kelompok II (II-1, II-2, dan II-3). Masing-masing kelompok terdiri atas 15 ekor ayam sehingga jumlah seluruh ayam yang digunakan adalah 105 ekor. Ayam Kelompok I dan II masing-masing diberi herbal I (sambiloto, temu ireng, adas bintang, sirih merah) dan herbal II (sambiloto, adas bintang, sirih merah) selama 3 minggu sebelum ditantang virus. Ayam kelompok perlakuan secara keseluruhan tidak ada yang hidup hingga hari ke-8. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 7 ekor ayam KII-3 (46,7%) masih hidup sampai hari ke-4 setelah uji tantang virus. Perubahan histopatologis sistem pernafasan ayam kelompok perlakuan menunjukkan pembendungan, edema, dan kerusakan sel epitel mukosa. Sistem limfoid juga menunjukkan pembendungan, deplesi folikel limfoid, dan fibrosis limpa dan bursa Fabrisius. Analisis imunohistokimia mengindikasikan partikel virus AI telah menyebar di organ atau jaringan sistem pernafasan dan sistem pertahanan

    Potensi Sumbangan Kapas Bt untuk Peningkatan Produksi Kapas di Indonesia

    Get PDF
    Indonesia termasuk lima belas besar negara penghasil tekstil di dunia. Namun, bahan dasar industri tekstil ini, yaitu kapas, 99,5% masih diimpor, padahal lahan potensial untuk penanaman kapas terbilang cukup besar. Ada beberapa hal yang memengaruhi produksi kapas, antara lain belum tersedianya benih kapas bermutu tinggi yang tahan serangan hama dan penyakit. Teknologi rekayasa genetika telah terbukti menghasilkan benih kapas transgenik berpotensi hasil tinggi yang tahan hama utama. Pada tahun 2001–2002, Indonesia pernah menanam kapas transgenik (kapas Bt) terbatas di tujuh kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan. Pada waktu itu, produksi rerata kapas Bt mencapai 220% lebih tinggi daripada kapas lokal Kanesia. Namun karena beberapa hal penanaman kapas Bt dihentikan. Setelah penanaman kapas Bt terhenti selama lebih kurang 12 tahun, produksi kapas nasional tetap rendah dan cenderung menurun sehingga impor kapas terus meningkat. Kondisi yang berbeda bila dibandingkan dengan negara lain seperti India yang mengalami perkembangan pesat penanaman kapas Bt. Pada tahun 2014, India telah menjadi negara pengekspor kapas utama di dunia mengalahkan Cina dan Amerika Serikat. Berdasarkan pengalaman Indonesia menanam kapas Bt dan keberhasilan yang telah dibuktikan oleh negara lain terutama India dalam meningkatkan produksi kapas, untuk meningkatkan produksi kapas nasional, Indonesia perlu mempertimbangkan untuk menanam kembali kapas Bt di sentra produksi kapas di Indonesia. Tujuan tinjauan ini adalah memberikan informasi tentang pengalaman Indonesia menanam kapas Bt, potensi kapas Bt, dan kebijakan yang disarankan untuk meningkatkan produksi kapas nasional

    PENGARUH WOOD VINEGAR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI JAHE (Zingiber officinale Rosc.)

    Get PDF
    The research to understand the effect of wood vinegar on the growth and yield of ginger was undertaken from November 2002 to March 2003 in Sukamulya Experimental Garden, Sukabumi. One high yielding and good quality ginger line (JPB4) were cut into small pieces about 50 g, and submerged in bactericide or wood vinegar solution 25 treatments were used, consists of control, bacteriside, Atonik, Gandasil and 3 types of wood vinegar (Pine, Mangrove and Acacia) at concentration 1,3 and 5% (v/v) combined with or without 200 g charcoal (Pine and Acacia). The research was designed in a randomized block with two replications. Observations were made on 58 growth percentage, disease incidence, growing components, yield and its components four months after planting. The results showed that the highest growth percentage were obtained from treatment with pine 1% and mangrove 3% combined with acacia charcoal and these were significantly different from control and bactericide treatment. Pine 1%, mangrove 3% with or without charcoal and acacia 5% added with acacia charcoal gave the highest value for growing components. For yield and its components, treatment with mangrove 1%, gave the longest rhizome 21,0 cm, while the widest of rhizome (7,3 cm) was obtained from pine 3% and biggest rhizome diameter was obtained from 5% (5,67 cm). Application of wood vinegar mangrove 1%, pine 1% also gave the highest rhizome weight (275,8 g/plant) and (265 g/plant) significantly different from control and bactericide application. On the whole pine 1%, mangrove 3% and acacia 5% were the best treatments for promoting ginger growth, while for effective control of bacterial wilt, higher concentration (5%) were needed.

    PENGARUH KOLKISIN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI DUA TIPE KENCUR ( Kaempferia galanga Linn. )

    Get PDF
    Induksi mutasi pada tanaman kencur (Kaempferia galanga  Linn.) dengan menggunakan kolkisin telah dilakukan di Laboratorium Genetika Kelompok Peneliti Plasma Nutfah dan Pemuliaan dan di Rumah Kaca Balittro, Bogor. Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh kolkisin terhadappertumbuhan dan produksi dua tipe kencur. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap yang disusun secara faktorial dengandua faktor dan tiga ulangan.Faktor pertama adalah tipe tanaman (Cileungsi Besar dan Cileungsi Kecil) dan faktor ke dua adalah konsentrasi kolkisin (0, 0,05, 0,1, 0,5 dan 1 %). Kolkisin diaplikasikan dalam bentuk pasta pada matatunas yang terdapat pada rimpang. Setelah itu rimpang ditanam di dalam polibag dengan media tanah di rumah kaca. Pengamatan dilakukan terhadap parameter jumlah anakan; jumlah, panjang, lebar dan,tebal daun; jumlah dan berat basah rimpang per rumpun dan ukuran rimpang pada tanaman generasi ke dua. Data dianalisis dengan menggunakan uji F pada taraf 5 dan 1%,dilanjutkandengan uji DMRT pada taraf yang sama. Hasil uji F menunjukkan pengaruh kolkisin secara tunggal nyata terhadap parameter panjang dan lebar daun serta jumlah dan berat rimpang per rumpun. Perlakuan kolkisin 0,1 –1 % dapat meningkatkan panjang daun secara nyata dibandingkan dengan kontrol pada umur 3 dan 7 bulan tapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan kolkisin 0,05 %. Pada umur 5 bulan perlakuan kolkisin 1 % tidak berbeda nyata dengan kontrol dan perlakuan lainnya. Perlakuan kolkisin 1 % dapat meningkatkan jumlah dan berat rimpang per rumpun tanaman generasi ke dua sebesar 31,5% dibandingkan dengan kontrol meskipun secara statistik tidak berbeda nyata. Pengaruh tipe tanaman nyata terhadap parameter berat, panjang dan diameter rimpang, dimana tipe Cileungsi Besar memiliki berat, panjang dan diamter rimpang lebih besar dibandingkan tipe Cileungsi Kecil. Pengaruh interaksi nyata terhadap parameter jumlah anakan dan jumlah daun umur 3 bulan serta lebar daun umur 3 dan 5 bulan, namun tidak nyata setelah 7 bulan.Jumlah anakan yang paling banyak untuk tipe Cileungsi Besar dan Cileungsi Kecil masing-masing diperoleh pada perlakuan kolkisin 0,1 % dan 0,5 % tapi tidak berbeda nyata dengan kontrol. Jumlah daun paling banyak pada tipe Cileungsi Besar diperoleh pada perlakuan 0,05 % tapi tidak berbeda nyatadengan kontrol. Pada tipe Cileungsi Kecil jumlah daun paling banyak diperoleh pada perlakuan 0,5 % yang berbeda nyata kontrol. Lebar daun yang paling lebar pada tipe Cileungsi Besar diperoleh pada perlakuan 0,1 % tapi tidak berbeda nyata dengan kontrol dan perlakuan lainnya. Sedangkan untuk tipe Cileungsi Kecil lebar daun paling lebar diperoleh pada perlakuan 0,5 % yang berbeda nyata dengan kontrol dan perlakuan 0,05 % tapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan 0,1 dan 1 %.
    corecore