35 research outputs found

    Basic Concepts Algorithm and Three Dimensional Image Processing

    Full text link
    Algorithm development of three-dimensional process itself, of course, is the most important thing that should always be considered. Given that the processes that occur within a three-dimensional graph is not a simple process, further errors in the determination or selection of a three-dimensional algorithm to perform a specific job can result in swelling of the use of processing time or even cause the error output of three-dimensional graphics that are not expected. Understanding of basic concepts and algorithms used in the techniques of three-dimensional graphics processing plays a very important as a guide to choosing the appropriate algorithm in a specific three-dimensional process. Share kinds of algorithms have been developed and therefore the selection of an appropriate algorithm for a particular issue a great effect on the performance of a system of three- dimensional graphics. It is expected that with the writing of this it can be helpful in determining an algorithm for a particular process, and it is possible to develop other algorithms are more effective and efficient

    PREVALENSI HELMINTHIASIS PADA ANJING YANG DIPOTONG UNTUK DIKONSUMSI DAN KUCING LIAR DI SURABAYA

    Get PDF
    Kontrol terhadap penyakit parasitik tidak mudah karena intensitas dan distribusi penyakit sangat dipengaruhi oleh faktor geografik, klimatik, dan ekonomik. Hal ini menjadikan penyakit parasitik masih merupakan masalah besar bagi kesehatan masyarakat di beberapa negara tropik. Dalam ekosistem megalopolis polusi parasit dapat mencapai level yang tinggi, keadaan ini akan meningkat dengan adanya infeksi pada anjing dan kucing maupun akses dari hewan reservoir, oleh karena itu pengetahuan tentang siklus hidup parasit dan angka prevalensi menjadi penting, hal ini diperlukan untuk merencanakan pengendalian penyakit dan mengetahui distribusi penyakit. Di antara beberapa penyakit parasitik yang sering terjadi di Indonesia adalah helmintiasis, yaitu penyakit parasitik yang disebabkan oleh cacing. Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menentukan seberapa besar prevalensi helminthiasis pada anjing dan kucing liar di Surabaya melalui pemeriksaan dengan teknik bedah saluran pencernaan, adapun secara lebih khusus tujuan penelitian pada anjing yang dipotong untuk dikonsumsi dan pada kucing liar di wilayah Surabaya dapat dirinci sebagai berikut: 1) Menentukan angka kejadian helminthiasis saluran pencernaan; 2) Mengetahui perbedaan jenis kelamin anjing dan kucing terhadap angka kejadian helminthiasis saluran pencernaan; dan 3) Mengetahui jenis cacing yang menginfeksi saluran pencernaan anjing yang dipotong untuk dikonsumsi dan kucing liar di wilayah Surabaya. Sebanyak 102 set saluran pencernaan anjing yang diperoleh dari tempat pemotongan anjing di wilayah Surabaya dilakukan pemeriksaan dengan teknik bedah saluran pencernaan terhadap keberadaan infeksi cacing. Teknik tersebut juga digunakan untuk pemeriksaan 97 ekor kucing liar yang didapat dari lima wilayah Surabaya, yaitu Surabaya Barat, Surabaya Timur, Surabaya Selatan, Surabaya Utara dan Surabaya Pusat. Sebelum pengeluaran saluran pencernaan kucing, terlebih dahulu dilakukan eutanasi. Hasil pengamatan berupa data prevalensi helmintiasis saluran pencernaan anjing dan kucing liar di Wilayah Surabaya setelah ditabulasikan berdasarkan jenis hewan dan jenis kelamin, kemudian dianalisis dengan uji statistik non-parametrik, yaitu Chi square test dari SPSS rel 13.0 for Windows .Berdasarkan hasil bedah saluran pencernaan yang dilakukan terhadap anjing yang dipotong untuk dikonsumsi dan kucing liar diwilayah Surabaya dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut: 1) Angka kejadian helminthiasis pada anjing yang dipotong untuk dikonsumsi di wilayah Surabaya adalah sebesar 100% secara sangat signifikan (p < 0,01) lebih tinggi dibandingkan dengan pada kucing liar dari beberapa pasar di wilayah Surabaya, yaitu sebesar 63,9%; 2) Angka kejadian helminthiasis pada hospes jantan adalah sebesar 89,3% atau 46,2% dari 199 (total sampel) secara sangat signifikan (p < 0,01) lebih tinggi dibandingkan pada hospes betina yaitu sebesar 75% atau 36,2% dari total sampel; dan 3) Cacing yang ditemukan dari hasil bedah saluran pencernaan anjing adalah Ancylostoma sp, Toxocara canis, Physaloptera canis, Spirocerca lupi, Necator americanus, Dipylidium caninum, Taenia pisiformis, dan Diphyllobothrium sp; sedangkan pada saluran pencernaan kucing didapatkan cacing Ancylostoma sp, Toxocara cati, Physaloptera canis, Dipylidium caninum, Taenia pisiformis, dan Diphyllobothrium sp

    DETEKSI PROTEIN CATHEPSIN-L UNTUK PENGEMBANGAN DIAGNOSIS DISTOMATOSIS DENGAN TEKNIK ELISA

    Get PDF
    Penggunaan antigen crude protein untuk diagnosis distomatosis tidaklah spesifik, karena antigen ini terdiri dari berbagai macam protein sehingga dikenali pula oleh antibodi terhadap cacing lain. Oleh karena itu perlu dilakukan isolasi dan karakterisasi terhadap protein spesifik, agar diperoleh protein murni dengan sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi. Penelitian ini mencoba untuk mengisolasi protein cathepsin-L (CatL) yang diperkirakan massa molekul relatif (MR) 27-28 kDa dari protein ES Fasciola spp kemudian dilakukan karakterisasi protein. Adanya ikatan antara antigen CatL dengan antibodi anti-CatL merupakan dasar dari penelitian ini. Penelitian ini secara umum bertujuan memperoleh protein antigenik dengan sensitivitas dan spesifisitas tinggi yang dapat dibakukan untuk pembuatan kit diagnostik untuk diagnosis distomatosis melalui pemeriksaan serum darah penderita. Pada penelitian ini dilakukan isolasi dan karakterisasi protein yang berasal dari protein excretory-secretory (ES) dan cacing Fasciola spp dengan cara mereaksikan protein murni dengan antibodi poliklonal. Pada tahap pertama Fusciola spp dewasa diinkubasikan dengan medium RPMI untuk memperoleh protein ES, selanjutnya protein ES diidentifikasi melalui SDS-PAGE dengan pewarnaan silver. Kedua, protein ditransfer ke membran nitroselulose menggunakan transblotter dan direaksikan dengan antibodi poliklonal anti-Fasciola spp yang kemudian divisualisasikan melalui konjugat goat-anti mouse dan pewarnaan Western blue. Ketiga, menentukan fraksi protein dilakukan berdasarkan pada nilai MR dan kemudian dilakukan isolasi protein dengan preparatif gel elektroforesis. Keempat, uji antigenesitas, sensitivitas dan spesifisitas terhadap protein CatL yang berhasil diisolasi pada tahap ketiga maupun protein ES yang diisolasi pada tahap pertama. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) Telah diketahui 16 macam fraksi protein ES Fasciola spp, yaitu pada MR 130, 108, 91, 74, 58, 52, 45, 40, 35, 32, 28, 27, 25, 18, 15, 8 kDa; 2) Telah berhasil diidentifikasi protein menujukkan duabelas ikatan protein dengan karakter yang berbeda, yaitu protein pada BM 130, 108, 58, 45, 40, 35, 28, 27, 25, 18, 15, dan 8 kDa; 3) Telah berhasil diisolasi protein cathepsin-L (CatL) dari ES Fasciola spp, yaitu pada BM 27-28 kDa; dan 4) Sebagai bahan uji, protein CatL dengan nilai sensitivitas 63,6% dan nilai spesifisitas 87,5% lebih baik dibanding protein ES dengan sensitifitas 100% tetapi spesifisitasnya 0%
    corecore