40 research outputs found
PENGUJIAN INDIKATOR EKOLOGIS PERIKANAN BERKELANJUTAN: STRUKTUR KOMUNITAS HASIL TANGKAPAN IKAN DI KABUPATEN KOTABARU, KALIMANTAN SELATAN
To achieve sustainable fisheries management needs appropriate and validated indicators. The purpose of this study is to evaluate the ecological indicator of sustainable fisheries base on fishery statistic data. The analyses of diversity, similarity, and clusters were conducted on landing data of fisheries statistic for ten years of 1995-2005 in Kotabaru District. Result of this study indicated the variations of diversity parameters of catch in this area. Characteristic taxa of the catch in Kotabaru were family Penaeidae (shrimp), Scombridae (mackerel), Clupeidae, and Carangidae. The group of demersal fish was mostly exploited during the year 1995-2005 comparing other species. Finally, this study confirms such ecological indicator of sustainable fisheries could be developed base on landing statistic data, however a multi-indicator should be used in order to asses the state and trend of fisheries comprehensively in certain location
DAMPAK PENANGKAPAN TERHADAP EKOSISTEM: LANDASAN PENGELOLAAN PERIKANAN BERKELANJUTAN
Kegiatan penangkapan berdampak langsung dan tidak langsung terhadap ekosistem secara dinamis (spasial dan temporal). Perikanan tangkap harus dikelola pada batas yang memberikan dampak yang dapat ditoleransi oleh ekosistem, merupakan prinsip pertama dalam pengelolaan perikanan dengan pendekatan ekosistem (EAFM). Ekosistem merupakan unit organisasi biologi dimana terjadi hubungan fungsional antara komponen-komponen biotik dan lingkungan abiotiknya pada suatu area tertentu (ecological boundary). Penangkapan berdampak terhadap ikan target, non-target (bycatch), serta habitat (lingkungan), yang diindikasikan oleh degradasi populasi (kematian) ikan target dan non-target, degradasi (kerusakan) fisik habitat, dan pencemaran lingkungan perairan. Pada gilirannya akan mengakibatkan terjadi degradasi dinamis struktur (jumlah jenis, kelimpahan, biomassa) dan fungsi ekosistem (reproduksi dan rantai makanan). Intensitas dampak penangkapan ditentukan oleh karakteristik kegiatan penangkapan dan kondisi sumberdaya ikan. Suatu analisis terintegrasi dengan memperhitungkan parameter-parameter tersebut diperlukan dalam studi dampak penangkapan terhadap ekosistem. Dalam kerangka EAFM terdapat solusi teknologi dan manajemen untuk mengatasi dampak penangkapan yakni: perbaikan teknologi, pengendalian input-output, manipulasi ekosistem, dan pengelolaan berbasis hak (right-based).
Kata kunci: EAFM, dampak penangkapan, perikanan berkelanjutan, struktur-fungsi ekosiste
Pemulihan Stok dan Restorasi Habitat Teripang: Status Ekosistem Lamun di Lokasi Restocking Pulau Pramuka dan Pulau Kelapa Dua, Kepulauan Seribu, Jakarta
Global fish stock has been significantly declined over the past 3 decades, especially in coastal waters. Over-exploitation of fish resources and habitat destruction has been considered playing important role in declining the fish stock. This study was conducted to restore sea cucumbers stock in Pulau Seribu. A base line study was needed to evaluate the status of seagrass ecosystems in restocking locations. The results showed there were 8 seagrass species identified in both study sites, covering 0-65% area, consisted of 20.45 ± 11.28% in Pulau Pramuka and 6.00 ± 6.56% in Pulau Kelapa Dua, respectively. Seagrass ecosystem in Pulau Pramuka indicated better condition than that in Pulau Kelapa Dua and statistically was significantly different (global R = 0.193; p < 0.001). However, to support the restocking efforts of sea cucumbers, the seagrass habitat in both locations need to be restored
ECOSYSTEM APPROACH TO REEF FISHERIES MANAGEMENT IN WEH ISLAND, NANGROE ACEH DARUSSALAM
Fisheries management has been traditionally governed to maximize economic benefit with little concern on its ecological impacts. Food and Agriculture Organization with its Code of Conduct for Responsible Fisheries has played an important role to a fundamental change in the new paradigm of fisheries management, which include ecosystem aspect. The Food and Agriculture Organization has mandated that every country in the world should use this approach. Weh Island is located in AcehProvince that has good coral reef condition and rich in reef fishes, therefore reef fishery is prominent. The objectives of this study are (1) to study the ecological status of reef fish, and (2) to formulate the priority areas as candidates of marine protected areas in Weh Island. Fish catch survey, underwater visual census, and focus group discussion were conducted to collect data. Data analysis used fish biomass, financial analysis, linear goal programming, and marxan analysis. Results of this study successfully identified eight fishing gears operated in Weh Island in artisanal reef fisheries. These fishing gears are gillnet, bottom gillnet, handline, muroami, trolline, speargun, longline, and purseseine. There were 84 species identified as high economic value species and were modelled in this study. Gillnet and bottom gillnet were identified as optimum fishing gears. I.e. Meulee, Anoi Itam, Iboih, Jaboi, and Klah Island were identified as priority areas
KOMPOSISI HASIL TANGKAPAN SIDAT (Anguilla spp) DI SUNGAI LUAS DAN SUNGAI KINAL, PROVINSI BENGKULU
The fishing activity of eel fish for daily consumption has been carried out by the local people in the Kaur Regency. However, the data related to the species of the eel fish, catch structure, and the eel fishing ground in Kaur Regency is still very limited, especially in the Luas River and Kinal River. Data and information on the eel fisheries in Kaur Regency are expected to be used as basic information in sustainable use of the eel fisheries. This study aims to analyze the catch composition of the eel caught and to determine the eel fishing ground for both rivers. Experimental fishing using eel hand line was carried out from June to August 2021 in Luas River and Kinal River, Kaur Regency, Bengkulu. The composition of catch eel only one species of eel, namely Anguilla marmorata with ano-dorsal ratio of 14.05-18.23%. The A. marmorata eel was caught at every station in both rivers. The Shannon – Wiener (H') diversity index of the catches at all stations in both rivers was relatively similar, ranging from 1.14 to 1.69. The eel fishing grounds in the Luas river and Kinal river are divided into 3 areas: estuary, mid- part of the rivers, and upstream area.
Keywords: Anguilla marmorata, catch composition, eel, Kinal river, Luas river
PENYEBAB KEMATIAN BENUR LOBSTER DAN MITIGASINYA PADA OPERASI PENANGKAPANNYA (STUDI KASUS DI KECAMATAN SIMPENAN KABUPATEN SUKABUMI)
Puerulus atau yang biasa dikenal dengan benur lobster merupakan fase transisi antara fase phyllosoma lobster dan fase juvenile lobster pada life cycle lobster. Penangkapan benur lobster biasanya menggunakan jaring pocong. Kurangnya pengetahuan nelayan di Kecamatan Simpenan terkait penanganan benur lobster dibuktikan dengan fakta bahwa benur hasil tangkapan pernah mengalami mortalitas. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan unit penangkapan, operasional penangkapan, dan proses transportasi benur lobster dari daerah penangkapan ikan hingga pengepul; mengidentifikasi faktor penyebab kematian benur lobster pada operasi penangkapan serta strategi untuk menanganinya. Metode penelitian ini adalah observasi dan wawancara dengan menggunakan pendekatan teknik accidental sampling. Analisis yang digunakan ialah deskriptif dan fishbone analysis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa alat tangkap yang digunakan adalah jaring pocong dan alat bantu berupa lampu. Operasi penangkapan benur lobster biasa dilakukan pada malam hari. Transportasi ketika operasi penangkapan biasa menggunakan styrofoam box. Komposisi hasil tangkapan utama terdiri dari benur pasir dan benur. Strategi penanggulangan kematian benur terbagi menjadi 4; nelayan, metode, material, dan alat. Strategi tersebut diantaranya penggunaan air yang cocok sebagai media hidup benur membawa box cadangan, penyimpanan/pengondisian box menghindari perubahan parameter air, pemberian tali sumbu pada jaring.
Kata kunci: benur lobster, fishbone analysis, Panulirus ornatus, Puerulu
KOMPOSISI HASIL TANGKAPAN IKAN SIDAT MENGGUNAKAN BUBU DI SUNGAI TERUSAN, KABUPATEN KAUR, PROVINSI BENGKULU
Sidat merupakan ikan yang unik karena dalam siklus hidupnya melakukan migrasi dari perairan tawar menuju ke perairan laut (katadromus) untuk memijah. Informasi mengenai perikanan jenis sidat serta komposisi hasil tangkapan menjadi penting dalam pemanfaatan sidat secara berkelanjutan. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifkasi jenis dan sebaran hasil tangkapan sidat, serta menganalisis komposisi dan keraragaman hasil tangkapan bubu sidat. Penelitian dilakukan dengan melakukan penangkapan menggunakan bubu di bagian hulu dan hilir sungai pada bulan Januari-Februari 2020 di Sungai Terusan Kabupaten Kaur, Bengkulu. Hasil identifikasi ciri morfologi dan perbandingan nilai ano-dorsal terhadap tangkapan sidat yang diperoleh selama penelitian ditemukan tiga spesies sidat yakni A. bicolor bicolor dengan nilai perbandingan ano-dorsal sebesar 3,43-3,58 % tertangkap pada bagian hilir sungai sedangkan A. marmorata (13,7-18,81 %) dan A. nebulosa (9,21-9,36 %) tertangkap pada bagian hulu sungai. Komposisi spesies hasil tangkapan antara hulu dan hilir sangat berbeda dengan indeks keragaman (H’) hasil tangkapan perairan hulu sungai sebesar 1,73 dan perairan hilir sungai 1,64.
Kata kunci: A. bicolor bicolor, A. marmorata, A. nebulosa, bubu, sida
OPTIMASI JUMLAH RUMPON, UNIT ARMADA DAN MUSIM PENANGKAPAN PERIKANAN TUNA DI PERAIRAN PRIGI, JAWA TIMUR
Sebagai alat bantu penangkapan ikan, rumpon berfungsi untuk menarik kelompok ikan agar berkumpul di sekitarnya. Dalam jangka pendek rumpon dapat meningkatkan produksi hasil tangkapan, efisiensi dan efektivitas operasi penangkapan ikan. Namun rumpon juga dapat berdampak negatif terhadap keberlajutan stok sumberdaya. Penelitian ini dilakukan di PPN Prigi, Jawa Timur, dengan tujuan untuk mengkaji status pemanfaatan perikanan tuna, optimasi jumlah unit armada dan rumpon serta musim penangkapan ikan. Beberapa analisis yang digunakan antara lain linear goal programming (LGP), fishing power indeks (FPI), catch per unit of effort (CPUE), maximum sustainable yield (MSY), dan untuk mengetahui pola musim tangkap menggunakan Metode Persentase Rata-rata. Hasil penelitian menunjukkan terdapat indikasi pemanfaatan perikanan tuna yang berlebih pada tingkat pengupayaan yang melampaui batas maksimum (MSY = 2334,9 ton/tahun). Jumlah optimum untuk armada jaring insang sebanyak 43 unit, pancing tonda 63 unit dan rumpon 33 unit pada luasan area penelitian 8.940 km². Musim tangkap berlangsung pada Bulan Juni sampai Desember dengan puncak musim di bulan Juli.  Fish Aggregating Device (FADs) has a function to attract and aggregate fish schooling. In short term, the advantage of FADs used is to increase the efficiency and effectiveness of fishing operations and the fish caught by the fishers; however FADs might also result a negative impact on the sustainability of fish stock.This study was conducted in fishing area of Prigi National Fishing Port, East Java. The objective of this study is to investigate the tuna fisheries status, optimization number of fishing units and number of FADs. Some analysis methods applied in this study were linear goal programming (LGP), fishing power index (FPI), catch per unit of effort (CPUE), maximum sustainable yield (MSY), and analysis of fishing season using the Average Percentage Methods. The results showed that the tuna fisheries in Prigi have indicated over-exploitation (MSY = 2334,9 tons/year). The optimum allocation of gillnets is 43 units, troll  63 units and FADs 33 units operated in the fishing ground area of 8,940 km². The fishing season occurred during June to December with the peak season in July
Pemulihan Stok dan Restorasi Habitat Teripang: Status Ekosistem Lamun di Lokasi Restocking Pulau Pramuka dan Pulau Kelapa Dua, Kepulauan Seribu, Jakarta
Global fish stock has been significantly declined over the past 3 decades, especially in coastal waters. Over-exploitation of fish resources and habitat destruction has been considered playing important role in declining the fish stock. This study was conducted to restore sea cucumbers stock in Pulau Seribu. A base line study was needed to evaluate the status of seagrass ecosystems in restocking locations. The results showed there were 8 seagrass species identified in both study sites, covering 0-65% area, consisted of 20.45 ± 11.28% in Pulau Pramuka and 6.00 ± 6.56% in Pulau Kelapa Dua, respectively. Seagrass ecosystem in Pulau Pramuka indicated better condition than that in Pulau Kelapa Dua and statistically was significantly different (global R = 0.193; p < 0.001). However, to support the restocking efforts of sea cucumbers, the seagrass habitat in both locations need to be restored
STRATEGI DAN REKOMENDASI PENGELOLAAN PERIKANAN KARANG BERDASARKAN STATUS KELEMBAGAAN (Strategies and Reef Fisheries Management Recommendations Based on Institutional Status)
Dengan adanya Undang-undang nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Pemerintah daerah dalam hal ini pemerintah kabupaten atau pemerintah kota memiliki peranan penting dalam pengelolaan perikanan karang. Disisi lain kapasitas sebagian pemerintah kabupaten dan kota dalam pengelolaan perikanan masih relatif lemah. Sehingga banyak pemerintah kabupaten dan kota tidak melakukan kegiatan pengelolaan perikanan karang. Kota Sabang, merupakan kota terletak di ujung barat laut Pulau Sumatera, termasuk wilayah Provinsi Aceh. Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Kota Sabang, bidang perikanan merupakan salah satu bidang prioritas dalam rencana tersebut. Salah satu masalah utamanya adalah kapasitas pemerintah Kota Sabang masih terbatas dalam melakukan pengelolaan perikanan khususnya perikanan karang sehingga memiliki kelemahan dalam menyusun strategi pengelolaan perikanan. Tujuan penelitian ini adalah: adanya kajian status kelembagaan pemerintah kota sabang dalam melakukan pengelolaan perikanan karang; dan adanya strategi dan rekomendasi pengelolaan perikanan karang berdasarkan status kelembagaan. Metode yang dipakai dalam studi ini adalah Institutional Development Framework (IDF) yang dikembangkan oleh Renzi (1996) dan Manulang (1999). Hasil penelitian menunjukkan secara kelembangaan, Dinas Kelautan, Perikanan dan Pertanian (DKPP), Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA), dan Badan Pengendalian Dampak Lingkungan, Kebersihan dan Pertamanan (BAPEDALKEP) berada dalam tahap pemantapan dalam melakukan pengelolaan perikanan karang.Kata kunci: kapasitas pemerintah, pengelolaan perikanan, perikanan karan