42 research outputs found

    Dinamika Konsumsi Pangan

    Full text link
    Dalam Undang-Undang (UU) Pangan No. 18 tahun 2012, pangan didefinisikan segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyimpanan, pengolahan, dan atau pembuatan makanan dan minuman. Dari definisi ini, cakupan pangan sangat luas, tidak hanya pangan pokok yang umumnya sumber karbohidrat, tetapi juga pangan sumber protein, vitamin, dan mineral. Tidak hanya berupa bahan baku, tetapi juga bahan tambahan pangan dan lainnya. UU tersebut mengamanatkan bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah bertanggung jawab atas ketersediaan pangan. Penyediaan pangan diwujudkan untuk memenuhi kebutuhan dan konsumsi pangan bagi masyarakat, rumah tangga, dan perseorangan secara berkelanjutan. Ketentuan dari sisi konsumsi pangan, diamanatkan sebagai berikut: Pemerintah dan Pemerintah Daerah berkewajiban meningkatkan pemenuhan kuantitas dan kualitas konsumsi pangan masyarakat melalui antara lain (1) penyediaan pangan yang beragam, bergizi seimbang, aman, dan tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat; dan (2) pengembangan pengetahuan dan kemampuan masyarakat dalam pola konsumsi pangan yang beragam bergizi seimbang, bermutu, dan aman. Pangan merupakan salah satu faktor yang menentukan kualitas sumber daya manusia. Setiap individu memiliki hak bebas dari rasa lapar dan kelaparan. Pangan memiliki dimensi yang sangat kompleks, tidak saja dari sisi kehidupan dan kesehatan, tetapi juga dari sisi sosial, budaya, dan politik. Oleh karena itu, perwujudan ketahanan pangan dan gizi tidak dapat dilepaskan dari upaya-upaya untuk meningkatkan kualitas kesehatan individu dan masyarakat, peningkatan daya saing SDM, yang selanjutnya menjadi daya saing bangsa. Pangan dapat dikatakan sebagai produk budaya karena pangan merupakan hasil adaptasi aktif antara manusia/masyarakat dengan lingkungannya, sehingga perwujudan ketahanan pangan harus bertumpu pada sumber daya dan kearifan lokal, sehingga ia dapat menjadi media dalam mengembangkan budaya dan peradaban bangsa (Suryana, 2011)

    Ketahanan Pangan, Konsep, Pengukuran dan Strategi

    Get PDF
    EnglishFood is the basic need for living and conducting daily activities, meanwhile food security is mandatory for productive and healthy life. The understanding of food security dimensions is important as a starting point on the respective study. The objectives of this paper are to analyze : (1) The concept, (2) The measurement and indicators; and (3) The approach or strategy to achieve food security. Analysis was done by reviewing several research reports and related papers. The study shows that : (1) Concept and definition of food security is changing due to intertemporal complexity of the problem; (2) Food security broad in nature, therefore relevance and various indicators is needed on its measurement; and (3) To achieve food security, food availability as well as entitlement approach need to be considered, sustainable food security, a new paradigm need to be formulated. IndonesianPangan merupakan kebutuhan dasar manusia untuk dapat hidup dan melakukan aktivitas sehari-hari, sedang ketahanan pangan adalah jaminan bagi manusia untuk hidup sehat dan bekerja secara produktif. Pemahaman berbagai aspek ketahanan pangan merupakan pengetahuan penting dalam mengawali jenis studi ini. Tulisan ini bertujuan untuk mengkaji: (1) Konsep; (2) Pengukuran dan indikator; dan (3) pendekatan atau strategi untuk mencapai ketahanan pangan. Kajian di lakukan melalui studi pustaka dari berbagai hasil penelitian dan tulisan yang terkait dengan aspek kajian. Hasil kajian menunjukan bahwa: (1) Konsep serta pengertian tentang ketahanan pangan berkembang sesuai dengan kompleksitas permasalahan dari waktu ke waktu; (2) Dimensi ketahanan pangan sangat luas sehingga di perlukan banyak indikator untuk mengukurnya; dan (3) untuk mencapai ketahanan pangan, pendekatan ketersediaan pangan dan kepemilikan perlu di pertimbangkan dan untuk ketahanan pangan berkelanjutan diperlukan suatu paradigma baru

    Analisis Diversifikasi Konsumsi Energi Menurut Pola Pangan Harapan Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya

    Full text link
    EnglishThis paper aims at to analyse diversification pattern of energi consumption and its influences. Data National Socio-economic Survey (SUSENAS) 1993 an 1996 collected by Central Beaure of Statistics (BPS) is used in this study. The results of this study were (1) level of energy consumption tend to decrease between 1993-1996 and still under consumption of requirement energy (2.150 calory/cap/day); (2) Compared in "desirable dietary pattern" (PPH), the level of "hewani food" (pangan hewani) consumption was still low relatively. For low income groups, this consumption was only 10-34 compared with the suggested level, meanwhile for high income groups it was around 25-89 percent. To achieve the consumption pattern appropriate to PPH, the programs of \u27\u27hewani" food provision and increase of society\u27s income, should be prioritised. Supply of hewani food is done by pushing domestic production and searching competitive import market; (3) Because income is the significant factor influencing energy consumption diversification at the household level, improving household income through generating employment is the policy to push diversification of energy consumption. This policy should be prioritised to rural and poor household because their average consumption level was lower than in urban areas.IndonesianMakalah ini bertujuan untuk menganalisis diversifikasi konsumsi energi dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Data yang digunakan adalah data Survai Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) tahun 1993 dan 1996, bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS). Hasil kajian menunjukkan bahwa: (1) Rata-rata tingkat konsumsi energi mengalami penurunan yaitu dari 2.018 kalori tahun 1993 menjadi 1984 tahun 1996 untuk di kota, sedangkan di desa untuk tahun yang sama dari 2.074 menjadi 2.040 kalori; (2) Dibandingkan dengan anjuran konsumsi pangan dalam PPH, pencapaian konsumsi pangan hewani sangat rendah dibandingkan kelompok pangan lainnya. Sebagai gambaran pada kelompok pendapatan rendah hanya 10-34 persen dari anjuran, sedangkan pada kelompok pendapatan tinggi sekitar 25-89 persen. Dalam rangka menuju pencapaian anjuran konsumsi pangan hewani menurut PPH maka upaya untuk memacu penyediaan pangan sumber protein hewani dan peningkatan pendapatan masyarakat perlu mendapat prioritas. Penyediaan pangan sumber protein hewani dilakukan dengan pemacuan produksi dalam negeri dan mencari pasar impor yang lebih kompetitif; (3) Mengingat tingkat pendapatan merupakan faktor yang nyata mempengaruhi tingkat diversiftkasi konsumsi pangan rumah tangga, maka upaya peningkatan pendapatan rumah tangga melalui perluasan kesempatan kerja merupakan kebijakan yang dapat memacu diversifikasi konsumsi pangan. Prioritas kebijakan disarankan lebih diutamakan di daerah pedesaan (dan masyarakat miskin) mengingat secara agregat tingkat konsumsi pangan mereka lebih rendah daripada di perkotaan

    Analisis Konsumsi Pangan Rumah Tangga Pasca Krisis Ekonomi di Propinsi Jawa Barat

    Full text link
    Food is the most fundamental need for household, directly related to the quality ofhuman resources. The objective of this paper is to analyze the pattern of household foodconsumption in West Java province after economic crisis. Data are from SUSENAS year1996,1999 and 2002. The results are : 1) Prosperity level of households after economiccrisis is getting better, but it still lower than condition before crisis, 2) When theeconomic crisis happened, energy and protein consumptions of household decreased andthe slope of it in West Java province was higher than national level. After economiccrisis, consumption level of both nutrients then increase again, 3) Consumption of ricedecrease after crisis, but consumption of instant noodle increase. The pattern of staplefood consumption also change from rice pattern to rice-noodle pattern based of bothregion and income group. The implications of the policy is developing program of fooddiversification in the future must be implemented in more accurate way, supported bydeeper research about consumer behavior. Besides, efforts to increase purchasing powerand availability of some commodities such as animal foods, vegetables and fruits must bedone. In accordance with that, people awareness of food, nutrition and health must beincrease too. Political will and political power of governments are the success deciders

    Penganekaragaman Konsumsi Pangan Di Indonesia: Permasalahan Dan Implikasi Untuk Kebijakan Dan Program

    Full text link
    Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis pencapaian tingkat penganekaragaman (diversifikasi) konsumsi pangan diIndonesiadan permasalahannya serta implikasi untuk Perumusan kebijakan dan program dalam upaya memecahkan masalah tersebut. Data utama yang digunakan dalam tulisan adalah data sekunder dari berbagai instansi terkait. Hasil analisis menunjukkan bahwa upaya penganekaragaman konsumsi pangan sampai saat ini masih belum berjalan sesuai harapan. Pola pangan lokal cenderung ditinggalkan, berubah ke pola beras dan pola mi. Rata-rata kualitas konsumsi pangan penduduk Indonesia juga masih rendah, kurang beragam, masih didominasi pangan sumber karbo-hidrat terutama dari padi-padian. Implikasinya adalah bahwa dalam mengimplementasi kebijakan penganekaragaman pangan diperlukan penjabaran strategi pokok atau elemen-elemen penting terkait dengan kebijakan umum ketahanan pangan. Berbagai strategi yang terkait dengan upaya penganekaragaman konsumsi pangan antara lain adalah (1) Diversifikasi USAha rumahtangga diarahkan untuk meningkatkan pendapatan produsen, terutama petani, peternak dan nelayan kecil melalui pengembangan USAhatani terpadu; (2) Diversifikasi USAha atau produksi pangan dan diversifikasi konsumsi pangan dilakukan melalui pengembangan diversifikasi USAhatani terpadu bidang pangan, perkebunan, peternakan, perikanan; (3) Pengembangan pangan lokal sesuai dengan kearifan dan kekhasan daerah untuk meningkatkan diversifikasi pangan lokal; (4) Pengembangan sumberdaya manusia di bidang pangan dan gizi dilakukan melalui pendidikan, pelatihan dan penyuluhan secara lebih komprehensif

    Pola Pengeluaran dan Konsumsi Rumah Tangga Perdesaan: Komparasi Antartipe Agroekosistem

    Full text link
    Berbicara terkait pangan tidak ada habisnya selama manusia masih membutuhkan pangan karena pangan merupakan hak asasi manusia. Terkait dengan hal ini, pemerintah terus berupaya untuk meningkatkan dan memantapkan ketahanan pangan agar kebutuhan pangan masyarakatnya dapat terpenuhi. Konsep pangan merupakan konsep eksistensi dan fungsionalisasi manusia dalam kehidupannya. Menurut Ariani (2015), fungsi pangan dapat berbeda-beda, seperti fungsi fisiologis/biologis agar manusia sehat; fungsi sosial/komunikasi; fungsi budaya sebagai identitas budaya atau ciri daerah/etnik; fungsi religi terkait dengan keyakinan, upacara khusus; fungsi ekonomi terkait pendapatan masyarakat dan harga pangan; fungsi politis terkait dengan kekuatan/kekuasaan; serta fungsi kelestarian dan lingkungan hidup. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Mapandin (2006) untuk kasus rumah tangga di Kecamatan Wamena, Kabupaten Jayawijaya menunjukkan bahwa ubi jalar sebagai makanan pokok memiliki nilai budaya. Rumah tangga menggunakan ubi jalar sebagai simbol nilai untuk komunikasi, religi, persahabatan, nilai ekonomi, dan sebagai tradisi. Banyak faktor yang memengaruhi pola konsumsi pangan rumah tangga. Menurut Hattas (2011), faktor-faktor yang memengaruhi pola konsumsi, di antaranya (1) Tingkat pendapatan masyarakat. Tingkat pendapatan dapat digunakan untuk dua tujuan, yaitu konsumsi dan tabungan. Besar kecilnya pendapatan yang diterima seseorang akan memengaruhi pola konsumsi. Semakin besar tingkat pendapatan seseorang, biasanya akan diikuti dengan tingkat konsumsi yang tinggi, sebaliknya tingkat pendapatan yang rendah akan diikuti dengan tingkat konsumsi yang rendah pula. (2) Selera konsumen. Setiap orang memiliki keinginan yang berbeda dan ini akan memengaruhi pola konsumsi. Konsumen akan memilih satu jenis barang untuk dikonsumsi dibandingkan jenis barang lainnya. (3) Harga barang. Jika harga suatu barang mengalami kenaikan maka konsumsi barang tersebut akan mengalami penurunan. Sebaliknya, jika harga suatu barang mengalami penurunan maka konsumsi barang tersebut akan mengalami kenaikan. (4) Tingkat pendidikan masyarakat. Tinggi rendahnya pendidikan masyarakat akan memengaruhi terhadap perilaku, sikap dan kebutuhan konsumsinya. (5) Jumlah keluarga. Besar kecilnya jumlah keluarga akan memengaruhi pola konsumsinya. (6) Lingkungan. Keadaan sekeliling dan kebiasaan lingkungan akan memengaruhi perilaku konsumsi pangan masyarakat setempat

    The Current State of Fish Marketing in Indonesia

    Get PDF
    EnglishFish and fish-based products are main protein sources for Indonesian. Their production and availability are so varied by provinces and major islands. Consequently, their average consumption levels are spatially different. The inequality of consumption and production is traced to the problems of marketing and distribution. By understanding and solving the problems, per capita fish consumption level may be increased. The existing marketing organizations at producer level do not provide incentives to boost the production. Meanwhile, the marketing facilities and infrastructures are limited available. For the future development, particularly for increasing per capita fish consumption, supporting marketing facilities and infrastructures should be provided by the government. Other functions of the government are to provide regulations on the management of local fish auction markets, to undertake campaign of fish consumption, to provide marketing information in order to attract private sectors into the business, and to carry out research and development in order to anticipate changes of consumption pattern. IndonesianIkan merupakan sumber protein utama bagi penduduk. Namun distribusi produksinya sangat timpang menurut wilayah. Akibatnya konsumsi ikan tidak merata.Ketidakseimbangan antara produksi dan konsumsi merupakan masalah pemasaran dan distribusi. Dengan memahami kondisi pemasaran, distribusi, serta faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat konsumsi maka di harapkan konsumsi ikan yang rendah dapat ditingkatkan. Organisasi pemasaran yang ada di tingkat nelayan belum sepenuhnya memberikan insentif bagi pengembangan produksi. Sarana dan prasarana pemasaran masih sangat terbatas. Ke depan, pemerintah sebaiknya mengambil bagian dalam penyediaan sarana yang cukup, penataan pemasaran di tingkat produsen melalui peraturan yang mempertimbangka kondisi lokal, pengadaa kampanye guna meningkatkan konsumsi, pemberian kesempatan bagi swasta untuk berpartisipasi secara luas melalui penyediaan informasi pasar, serta mengadakan penelitian untuk mengantisipasi dan menyikapi perubahan konsumsi yang diakibatkan oleh perubahan lingkungan di masa yang akan datang
    corecore