7 research outputs found

    The Effectiveness of Cognitive Conflict-Based Chemistry Learning in Reducing Students' Misconceptions of Acid-Base Materials

    Get PDF
    A misconception is a problem that is often encountered in the world of education caused by several things, including students' initial prejudices, incompetent teachers, unclear textbooks, different contexts of the student experience, and teaching methods that only contain lectures. This study is intended to answer the problem regarding the effectiveness of cognitive conflict-based chemistry learning in reducing students' misconceptions about acid-base material. This research is quasi-experimental research with One group Pre-test and Post-test Design. The population in this study was all class XI IPA. The sample in this study was class XI IPA I. The instrument used in this study was a student's concept understanding test. The data collection method used is a multiple-choice reasoned test method. Changes in misconceptions were analyzed descriptively and statistically. A descriptive analysis was conducted to see changes in students' concepts. Statistical analysis using the T-test. Based on the research, it was found that the indicators of questions that experienced misconceptions were: Arrhenius acid-base theory (32.05%), Arrhenius acid-base classification (56.40%), Bronsted Lowry theory (43.59%), writing down the acid-base reaction equation according to Bronsted Lowry and Lewis acid-base theory (59.00%), distinguish between Arrhenius, Bronsted Lowry and Lewis acid-base theories (49.00%), the nature of acidic and basic solutions (47.00), degree of acidity/pH (79.00%), determination of strong acid (79.00%), determination of strong base (46.00%), degree of ionization in acid and base determination (46.00%) and application of the concept of pH in pollution (66.00%). Understanding of students' initial conceptions, namely students who are classified as knowing the concept of 23.18%, misconceptions of 53.95%, and not knowing the concept of 22.87%, while the understanding of the final conception of students is students who are classified as knowing concepts of 76, 20%, a misconception of 15.49% and not knowing the concept of 8.31%. Based on these data, it can be concluded that the cognitive conflict learning method is effective in reducing students' misconceptionsAbstract: Miskonsepsi menunjukkan pada suatu konsep yang tidak sesuai dengan pengertian ilmiah. Miskonsepsi merupakan permasalahan yang sering ditemui dalam dunia pendidikan. Berdasarkan hasil observasi di MA Matholi’ul Huda, diketahui bahwa peserta didik mengalami miskonsepsi pada materi asam basa. Miskonsepsi dapat disebabkan oleh beberapa hal diantaranya yaitu prakonsepsi awal peserta didik, pengajar yang kurang kompeten, buku teks yang tidak jelas, konteks pengalaman peserta didik yang berbeda-beda dan cara mengajar hanya berisi ceramah. Studi ini dimaksudkan untuk menjawab permasalahan mengenai efektifitas pembelajaran kimia berbasis konflik kognitif dalam mereduksi miskonsepsi peserta didik pada materi asam basa. Penelitian ini termasuk penelitian kuasi eksperimen dengan desain One group Pre test Post test Design. Populasi dalam penelitian ini adalah semua kelas XI IPA. Sampel dalam penelitian ini adalah kelas XI IPA I. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu tes pemahaman konsep siswa. Metode pengumpulan data yang digunakan yaitu metode tes berbentuk multiple choice beralasan. Perubahan miskonsepsi dianalisis secara deskriptif dan statistik. Analisis deskriptif dilakukan untuk melihat perubahan konsep siswa. Analisis statistik menggunakan uji T. Berdasarkan penelitian dihasilkan bahwa indikator soal yang mengalami miskonsepsi yaitu: teori asam basa Arrhenius (32,05%), klasifikasi asam basa menurut Arrhenius (56,4%), teori Bronsted Lowry (43,59%), menuliskan persamaan reaksi asam basa menurut Bronsted Lowry dan teori asam basa lewis (59%), membedakan teori asam basa Arrenius, Bronsted Lowry dan Lewis (49%), sifat larutan asam dan basa (47%), derajat keasaman/ pH (79%), penentuan asam kuat (79%), penentuan basa kuat (46%), derajat ionisasi dalam ketetapan asam dan basa (46%) dan aplikasi konsep pH dalam pencemaran (66%). Pemahaman konsepsi awal peserta didik yaitu peserta didik yang tergolong tahu konsep sebesar 23,18%, miskonsepsi sebesar 53,95% dan tidak tahu konsep sebesar 22,87%, sedangkan Pemahaman konsepsi akhir peserta didik yaitu peserta didik yang tergolong tahu konsep sebesar 76,20%, miskonsepsi sebesar 15,49% dan tidak tahu konsep sebesar 8,31%. Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa metode pembelajaran konflik kognitif efektif dalam mereduksi miskonsepsi siswa. &nbsp

    In Silico Approach for DNA Barcoding using Phylogenetic Analysis of Coelogyne spp. based on the matK, rpoC1, rbcL and nrDNA Markers

    Get PDF
    In silico biology is considered as an effective and applicable approach to initiate various research, such as biodiversity taxonomical conservation. Phylogenetic analysis using in silico taxonomy method for orchid species can provide data on genetic diversity and evolutionary relationships. One particular method that can be used to evaluate specific targets of gene loci in the taxonomic study is DNA barcoding. This research was conducted to determine the specific target locus gene using matK, rbcL, rpoC1, and nrDNA markers for DNA barcoding of the Coelogyne genus with in silico approach using phylogenetic analysis. All marker sequences were collected from the NCBI website and analysed using several softwares and methods, namely Clustal X for sample sequence alignment and MEGA 11 for phylogenetic tree construction and analysis. The results showed that the gene locus in Coelogyne recommended was the nrDNA gene locus. Phylogenetic analysis revealed that the use of the nrDNA gene locus was able to separate 17 Coelogyne species with two outgroup species, namely Cymbidium and Vanilla, then followed with ribulose-1,5-bisphosphate carboxylase/oxygenase large subunit (rbcL) while the other gene loci, namely maturase K (matK) and polymerase beta' subunit (rpoC1) provided a visual phylogenetic tree in which the two outgroup species entered into the same clade as the Coelogyne species. Thus, the results of this study can be used as a reference to support the Coelogyne breeding and conservation program.

    Identifying Single Nucleotide Polymorphisms (SNPs) in OsFER1 and OsFER2 Genes Linked to Iron accumulation in Pigmented Indonesian Rice (Oryza sativa L.)

    Get PDF
    Iron (Fe) is an essential micronutrient for the well-being of plants, animals, and bacteria. In plants, iron plays a pivotal role in a myriad of metabolic processes, encompassing redox reaction, photosynthesis, respiration, chlorophyll synthesis, and nitrogen fixation. For humans, iron is indespensable for several metabolic functions, particularly in the synthesis of haemoglobin. Iron deficiency can lead to health issues on a global scale, therefore identifying key crops, such as rice for providing sufficient iron in diet intake is very important. In rice, the maintenance of iron homeostasis is orchestrated by various genes, with OsFER1 and OsFER2 acting as iron accumulator genes in leaves, stems, flowers, and grains. The primary objective of this study was to ascertain the single nucleotide polymorphisms (SNP) in the OsFER1 and OsFER2 and to assess the iron content in Indonesian local rice cultivars. To achieve this, we examined partial sequences of OsFER1 and OsFER2 to identify SNPs in the Indonesian rice cultivars used (Cempo Ireng, Pari Ireng, Hitam Kalsel, Merah Pari Eja, and Ciherang). Concurrently, the iron content in the seeds was quantified using Atomic Absorption Spectrophotometry (AAS). The analysis revealed that the OsFER1 gene sequence, specifically exon 5, exhibited a SNP in the form of a transition. In contrast, the OsFER2 gene sequences, specifically in intron 2 displayed SNPs in the form of insertions. Notably, the iron content in the seeds was highest in Cempo Ireng (black rice), while it was lowest in Merah Pari Eja (red rice) and Ciherang (non-pigmented rice). Importantly, the identified SNPs in these partial gene sequences did not exert any discernible influence on iron levels or the formation of ferritin protein.

    PENGARUH PENGGUNAAN PERMAINAN KARTU MATEMATIKA DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMAHAMI LAMBANG BILANGAN PADA ANAK TUNARUNGU KELAS D1 SLB B BUDI NURANI KOTA SUKABUMI

    Get PDF
    Anak tunarungu memiliki hambatan pada pendengarannya sehingga kesulitan menerima informasi yang disampaikan melalui verbal. Hal tersebut sering kali menyebabkan anak tunarungu memahami informasi yang sifatnya abstrak seperti pada pelajaran matematika yang banyak menggunakan simbol. Termasuk lambang bilangan yang membutuhkan penjelasan yang tepat, agar anak tunarungu memahami secara utuh mengenai konsep lambang bilangan. Oleh karena itu untuk memahami informasi yang diterimanya anak tunarungu lebih mengoptimalkan penglihatannya. Salah satu alternatif penyajian pembelajaran yang dapat menigkatkan kemampuan memahami lambang bilangan siswa tunarungu adalah dengan menggunakan permainan kartu matematika. Permainan kartu matematika merupakan bagian dari permainan edukatif yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan siswa tunarungu. Kartu matematika yang digunakan sebagai alat/media dalam permainan edukatif ini berbentuk kartu bergambar yang mudah dikenali dan menarik bagi anak usia sekolah, tidak terkecuali anak tunarungu. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen, dengan bentuk eksperimen true-eksperimental design dengan desain control group pretest-posttest. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa SLB B Budi Nurani Kota Sukabumi dan siswa kelas D1 diambil sebagai sampel penelitian. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah soal mencocokan gambar dengan lambang bilangan dan menuliskan lambang bilangan. Hasil analisis data adalah kemampuan memahami lambang bilangan siswa yang menggunakan permainan kartu matematika lebih baik daripada siswa yang menggunkaan pembelajaran biasa. Sehingga kartu matematika dapat dijadikan alternatif pembelajaran di kelas

    PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN, KOMUNIKASI ORGANISASI DAN DISIPLIN KERJA TERHADAP KINERJA PEGAWAI DINAS PEKERJAAN UMUM KABUPATEN TEGAL

    No full text
    Sumber daya manusia merupakan faktor sangat penting mengingat kinerja perusahaan sangat di pengaruhi oleh kualitas sumber daya manusianya,sudah sepatutnya jika suatu perusahaan memperhatikan aspek-aspek yang berkaitan dengan sumber daya manusia. Kinerja yang baik merupakan suatu hasil yang ingin di capai oleh setiap perusahaan. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kinerja pegawai yaitu gaya kepemimpinan, komunikasi organisasi dan disiplin kerja. Karena pada dasarnya tanpa sumber daya manusia yang berkualitas dalam organisasi, tidak mnungkin organisasi tersebut dapat bergerak dan mencapai tujuan yang diinginkan. Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah kuantitatif. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 62 responden dan teknik pengambilan sampel menggunakan teknik random sampling. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam peneltian ini yaitu menggunakan kuesioner. Metode analisis data yang digunakan yaitu uji validitas, uji reliabilitas, uji asumsi klasik, analisis regrei linier berganda, uji t, uji F, koefisien determinasi. Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukan bahwa: 1) Dari pengujian secara parsial gaya kepemimpinan terhadap kinerja pegawai diperoleh nilai signifikan 0,008 < 0,05, 2) Dari pengujian secara parsial komunikasi organisasi terhadap kinerja pegawai diperoleh nilai signifikan 0,036 < 0,05, 3) Dari pengujian secara parsial disiplin kerja terhadap kinerja kinerja pegawai diperoleh nilai signifikan 0,043 < 0,05, 4) Dari pengujian secara simultan gaya kepemimpinan, komunikasi organisasi dan disiplin kerja terhadap kinerja pegawai diperoleh nilai signifikan 0,004 < 0,05 Kesimpulan dari penelitian ini adalah gaya kepemimpinan, komunikasi organisasi dan disiplin kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Tegal, baik secara parsial maupun simultan

    Pengelompokan Tahapan Pembuatan Tudung dengan Efektif dan Efisien Guna Membangun Perekonomian Masyarakat Rentan Miskin di Desa Grujugan

    No full text
    Grujugan Village, Petanahan, Kebumen is one of the villages where 90% of the people have their main livelihood. The manufacturing process is carried out independently and manually from the initial process of cutting bamboo to finishing the product. The program or activity of efficiency in making hoods from woven bamboo consists of preparation, observation, preparation of tools and materials. Providing tool assistance makes the production process faster and more efficient than the manual production process. It is proven that the production of woven bamboo hoods is more than manual. The community empowerment program (P2MD) is expected to improve the economic sector in Grujugan village.Desa Grujugan, Petanahan, Kebumen merupakan salah satu desa yang 90 % masyarakatnya memiliki mata pencaharian utama. Proses pembuatan tersebut dilakukan secara mandiri dan manual dari mulai proses awal pemotongan bambu sampai finishing produk. Program atau kegiatan efisiensi pembuatan tudung dari anyaman bambu terdiri dari persiapan, observasi, penyiapan alat dan bahan. Pemberian bantuan alat proses produksi menjadi lebih cepat dan lebih efisien dibandingkan proses produksi yang manual. Terbukti dengan hasil produksi tudung anyaman bambu lebih banyak dibanding manual. Program pemberdayaan masyarakat (P2MD) diharapkan dapat meningkatkan sektor ekonomi di desa grujugan
    corecore