90 research outputs found

    Potensi Senyawa Fenolik Bahan Alam sebagai Antioksidan Alami Minyak Goreng Nabati

    Full text link
    Antioksidan adalah substansi yang dapat menghambat atau mencegah proses oksidasi pada substrat yang mudah teroksidasi (bahan makanan yang mengandung karbohidrat, protein, dan lemak) jika ditambahkan pada konsentrasi rendah. Berdasarkan sumbernya, antioksidan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu antioksidan sintetis dan antioksidan alami. Antioksidan sintetis yang dikenal sebagai antioksidan paling efektif untuk minyak nabati adalah tert-butyl hydroquinon (TBHQ), sedangkan antioksidan alami umumnya diperoleh dari senyawa fenolik atau polifenol tumbuhan yang dapat berupa golongan flavonoid, turunan asam sinamat, tokoferol, dan lain-lain. Tujuan dari penelitian ini adalah mempelajari potensi senyawa fenolik bahan alam sebagai antioksidan alami minyak goreng kelapa sawit. Senyawa fenolik diperoleh dengan cara mengekstrak tongkol jagung dan kulit petai dengan menggunakan pelarut etanol. Ekstrak fenolik yang diperoleh selanjutnya diaplikasikan dalam simulasi proses penggorengan dengan minyak goreng kelapa sawit dan dibandingkan dengan simulasi penggorengan di mana ditambahkan antioksidan sintetis TBHQ. Hasil penelitian menunjukkan bahwa antioksidan alami ekstrak tongkol jagung dan kulit petai dapat menghambat oksidasi pada minyak goreng kelapa sawit selama proses penggorengan berlangsung. Antioksidan alami dari kulit petai mampu mengurangi nilai PV lebih besar dibandingkan dengan antioksidan sintetis TBHQ, demikian pula halnya dengan nilai p-AnV. Penambahan ekstrak fenolik pada minyak dapat meningkatkan kadar FFA, namun peningkatan ini masih memenuhi syarat SNI untuk minyak goreng

    Degradasi Fenol dalam Limbah Cair Secara Fotooksidasi

    Get PDF
    Pengolahan limbah cair telah dikembangkan dengan suatu teknologi yang disebut dengan Advance Oxidation Processes (AOPs). Dalam proses ini digunakan radikal hidroksil (●OH) sebagai pengoksidnya. Radikal hidroksil ini memiliki kemampuan oksidasi yang besar yaitu 2,8 V. Dalam penelitian ini dilakukan degradasi polutan fenol dengan membandingkan dua proses yaitu oksidasi dengan dan tanpa fotofenton, dan fotooksidasi dengan ozon. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan persentase penurunan konsentrasi fenol akibat oksidasi dan fotooksidasi. Sampel larutan fenol dioksidasi dengan reagen Fenton yaitu campuran oksidator H2O2 dan FeSO4 kemudian diradiasi dengan UV. Ozonisasi dilakukan dengan cara sampel larutan fenol dialiri ozon. Hasil dari penelitian ini adalah radiasi UV saja tanpa tambahan oksidator-kimia hanya mampu menurunkan kadar fenol hingga 20,34 % pada menit ke 50. Sedangkan jika menggunakan oksidator H2O2 dan radiasi UV, persentase penurunan konsentrasi fenol mencapai hingga 60,59 %. Pada proses oksidasi menggunakan reagen Fenton yang tanpa radiasi UV dan reagen Fenton yang dengan radiasi UV (Fotofenton) masing-masing dapat mendegradasi fenol hingga persentase penurunan konsentrasinya 74,26 % dan 79,99 %. Sedangkan pada proses ozonisasi fenol, tanpa dan dengan radiasi UV masing-masing dapat mendegradasi fenol hingga persentase penurunan konsentrasi fenolnya mencapai 88,61 % dan 92,48 %. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa radiasi UV sangat berpengaruh positif dalam mendegradasi fenol dalam limbah cair secara oksidasi.

    POTENSI SENYAWA FENOLIK BAHAN ALAM SEBAGAI ANTIOKSIDAN ALAMI MINYAK GORENG NABATI

    Get PDF
    Antioksidan adalah substansi yang dapat menghambat atau mencegah proses oksidasi pada substrat yang mudah teroksidasi (bahan makanan yang mengandung karbohidrat, protein, dan lemak) jika ditambahkan pada konsentrasi rendah. Berdasarkan sumbernya, antioksidan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu antioksidan sintetis dan antioksidan alami. Antioksidan sintetis yang dikenal sebagai antioksidan paling efektif untuk minyak nabati adalah tert-butyl hydroquinon (TBHQ), sedangkan antioksidan alami umumnya diperoleh dari senyawa fenolik atau polifenol tumbuhan yang dapat berupa golongan flavonoid, turunan asam sinamat, tokoferol, dan lain-lain. Tujuan dari penelitian ini adalah mempelajari potensi senyawa fenolik bahan alam sebagai antioksidan alami minyak goreng kelapa sawit. Senyawa fenolik diperoleh dengan cara mengekstrak tongkol jagung dan kulit petai dengan menggunakan pelarut etanol. Ekstrak fenolik yang diperoleh selanjutnya diaplikasikan dalam simulasi proses penggorengan dengan minyak goreng kelapa sawit dan dibandingkan dengan simulasi penggorengan di mana ditambahkan antioksidan sintetis TBHQ. Hasil penelitian menunjukkan bahwa antioksidan alami ekstrak tongkol jagung dan kulit petai dapat menghambat oksidasi pada minyak goreng kelapa sawit selama proses penggorengan berlangsung. Antioksidan alami dari kulit petai mampu mengurangi nilai PV lebih besar dibandingkan dengan antioksidan sintetis TBHQ, demikian pula halnya dengan nilai p-AnV. Penambahan ekstrak fenolik pada minyak dapat meningkatkan kadar FFA, namun peningkatan ini masih memenuhi syarat SNI untuk minyak goreng

    EKSTRAKSI SENYAWA FENOLIK DARI LIMBAH KULIT KACANG TANAH SEBAGAI ANTIOKSIDAN ALAMI MENGGUNAKAN METODE DOMESTIC MICROWAVE MACERATION

    Get PDF
    Limbah kulit kacang tanah (Arachis hypogea L) umumnya dihasilkan dari industri kacang yang menghasilkan berbagai produk olahan kacang yang sebagian besar limbahnya belum dimanfaatkan. Hal ini sangat disayangkan karena di dalam kulit kacang terkandung senyawa fenolikyang dapat berfungsi sebagai antioksidan alami. Antioksidan alami dari senyawa fenolik kacang tanah dapat diperoleh melalui proses ekstraksi kulit kacang menggunakan metode Domestic Microwave Maceration (DMM). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan pengaruh jenis pelarut (air dan etanol 96%), perbandingan jumlah solid dan pelarut (g/ml) (1:5,1:10,1:15), dan waktu ekstraksi (30, 90, dan 150 detik) terhadap yield dan Total Phenolic Content (TPC) ekstrak kulit kacang tanah menggunakan metode Domestic Microwave Maceration (DMM). Selain itu, juga diuji aktivitas antioksidan dengan metode DPPH pada ekstrak kulit kacang dengan TPC terbesar. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa pada pelarut air, perbandingan solid dan pelarut 1:10 (g/mL) dan waktu ekstraksi 150 detik dihasilkan ekstrak kulit kacang tanah dengan yield ekstrak terbesar yaitu 5,46% dan pada pelarut etanol 96% berat, perbandingan solid dan pelarut 1:10 (g/mL) dan waktu ekstraksi 150 detik, dihasilkan ekstrak kulit kacang tanah dengan TPC terbesar yaitu 7,7901 g GAE/100 g ekstrak (0,7478 mg GAE/g kulit kacang tanah) dan aktivitas antioksidan sebesar 93,89%. Kata kunci: kulit kacang tanah, senyawa fenolik, antioksidan alami, domestic microwave maceration, pelarut etano

    Pemanfaatan Kulit Buah Matoa Sebagai Kertas Serat Campuran Melalui Proses Pretreatment dengan Bantuan Gelombang Mikro dan Ultrasonik

    Get PDF
    Kulit buah matoa memiliki potensi untuk menggantikan kayu sebagai bahan baku utama pembuatan kertas. Kulit buah matoa mengandung selulosa sehingga dapat diolah menjadi kertas. Dalam penelitian ini, proses pembuatan kertas dari kulit buah matoa melalui beberapa tahapan yaitu pemasakan, pencucian, pencampuran antara pulp kulit matoa dengan pulp kertas koran bekas, dan pencetakan kertas. Tujuan dari penelitian ini adalah mempelajari pengaruh metode pretreatment (dengan bantuan gelombang mikro dan ultrasonik), rasio volume asam asetat dengan massa kulit matoa, serta waktu paparan gelombang terhadap perolehan α-selulosa dari kulit matoa. Penelitian ini juga mempelajari pengaruh rasio pulp kulit matoa dan pulp koran bekas serta metode pretreatment terhadap karakteristik kertas serat campuran yang dihasilkan seperti daya tembus (bursting strength), kekuatan tarik (tear strength), gramatur (grammage), fleksibilitas/kekakuan (stiffness), dan ketebalan (thickness). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pretreatment dengan gelombang mikro dan gelombang ultrasonik dapat meningkatkan perolehan kadar α-selulosa kulit buah matoa dalam kisaran variabel yang dipelajari. Rasio antara kulit buah matoa dan asam asetat 1:15 dan total waktu paparan 10 menit merupakan kondisi terbaik karena mampu memberikan kadar α-selulosa tertinggi yaitu 77,16% untuk gelombang mikro dan 74,86% untuk gelombang ultrasonik. Kertas serat campuran dari pulp kulit matoa hasil pretreatment dengan gelombang mikro memiliki karakteristik yang lebih baik dibandingkan kertas serat campuran dari pulp hasil pretreatment dengan gelombang ultrasonik. Kertas tersebut memiliki karakteristik daya tembus sebesar 1,55 kPa/cm2, kekuatan tarik sebesar 706,5 mN, gramatur sebesar 390,95 g/m2, fleksibilitas sebesar 85 g/cm, dan ketebalan sebesar 1679,5 mikron. Berdasarkan nilai tiga parameter utama kertas (grammage, tear strength, dan stiffness), pretreatment dengan gelombang mikro dengan rasio pulp kulit buah matoa dan pulp kertas koran 1:1 dapat menghasilkan tipe kertas karton dupleks sesuai SNI 0123:2008. Kata kunci : kulit matoa, microwave, ultrasound, kertas serat campura

    PEMBUATAN BIODIESEL DARI ALGA Nannochloropsis sp

    Get PDF
    Kebutuhan dunia akan minyak bumi semakin hari semakin meningkat Akan tetapi hal tersebut bertolak belakang dengan persediaan minyak bumi yang ada. Oleh karma itu, pada saat ini para peneliti dunia sedang gencar-gencarnya melakukan penelitian ten-tang bio-fuel. Bio-fvel ini digolongkan dalam berbagai jenis, salah satunya adalah biodiesel. Bahan bakar biodiesel adalah metil atau etil ester yang diperoleh dari bermacam-macam sumber energi yang dapat diperbaharui, seperti minyak- tumbuhan atau lemak hewan. Penelitian ini bertujuan untuk- mempelajari pengaruh suhu reaksi (45°C, 55°C, 65°C) dan jenis katalis (KOH, NaOH dan. campuran I= dengan NaOH) dalam pembuatan biodiesel dan minyak alga dengan metode transesterifikasi, Berta mempelajari karakteristik biodiesel (flash point, cetane number, densitas, dan visk-ositas) yang d1hasilk-an pada yield yang terbesar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa yield biodiesel terbesar didapatkan pada saat katalis yang digunakan adalah KOH don pada .suhu operasi 65°C yaitu sebesar 75,12% Hasil analisa pada yield biodiesel yang terbesar diperoleh data sebagai berikut flash point 120°C, cetane number 55, densitas 0, 88g/cm3 dan viskositas, 4 cP. Kata Kunci: biodiesel, alga, Nannochloropsis sp, transesterifikas

    Aktivitas Antioksidan dan Antibakteri Alami Ekstrak Fenolik Biji Pepaya

    Get PDF
    Kondisi kota-kota besar sangat rawan menebarkan bibit-bibit penyakit atau gangguan pada kesehatan. Radikal bebas merupakan salah satu penyebab timbulnya penyakit degeneratif antara lain kanker, aterosklerosis, stroke, rematik dan jantung. Upaya untuk mencegah atau mengurangi resiko yang ditimbulkan oleh aktivitas radikal bebas adalah dengan mengkonsumsi makanan atau suplemen yang mengandung antioksidan. Pencarian sumber antioksidan alami sangat dibutuhkan untuk menggantikan peran antioksidan sintetik. Biji pepaya mengandung antioksidan yang berfungsi sebagai antioksidan alami. Tujuan dari penelitian ini adalah mempelajari pengaruh suhu dan waktu ekstraksi, serta rasio solid/liquid terhadap TPC (Total Phenolic Content), aktivitas antioksidan dan kemampuan antibakteri dari ekstrak biji pepaya. Biji pepaya mengandung senyawa fenolik yang dapat berperan sebagai antioksidan dan antibakteri. Mula-mula biji pepaya dikeringkan di dalam oven untuk mengurangi kadar air yang terkandung dalam biji pepaya. Biji pepaya kemudian dihancurkan sehingga ukurannya berkisar antara -40/+60 mesh, lalu diekstrak dengan pelarut etanol 75%. Proses ekstraksi dilakukan pada berbagai variasi suhu, waktu ekstraksi, serta rasio solid/liquid. Setelah didapatkan ekstrak biji pepaya, ekstrak dianalisa dengan metode Folin Ciocalteu untuk mengetahui TPC dalam biji pepaya dan dengan metode DPPH untuk mengetahui aktivitas antioksidan ekstrak biji pepaya. Aktivitas antibakteri ekstrak biji pepaya dilakukan dengan metode kertas cakram menggunakan bakteri Escherichia coli (gram negatif) dan Bacillus thuringiensis (gram positif). Dari hasil penelitian didapatkan hasil TPC terbesar, yaitu 0,3471 mg GAE/mL, pada proses ekstraksi dengan rasio solid/liquid 1:10, suhu 60°C, selama 105 menit; sedangkan pada proses ekstraksi dengan rasio solid/liquid 1:20 didapatkan TPC tertinggi yaitu 0,1965 mg GAE/mL pada suhu 60°C selama 60 menit. Kedua ekstrak menunjukkan adanya aktivitas antibakteri meski perbedaan diameter zona hambatnya tidak signifikan

    Aktivitas Antioksidan dan Antibakteri Alami Ekstrak Fenolik Biji Pepaya

    Full text link
    Kondisi kota-kota besar sangat rawan menebarkan bibit-bibit penyakit atau gangguan pada kesehatan. Radikal bebas merupakan salah satu penyebab timbulnya penyakit degeneratif antara lain kanker, aterosklerosis, stroke, rematik dan jantung. Upaya untuk mencegah atau mengurangi resiko yang ditimbulkan oleh aktivitas radikal bebas adalah dengan mengkonsumsi makanan atau suplemen yang mengandung antioksidan. Pencarian sumber antioksidan alami sangat dibutuhkan untuk menggantikan peran antioksidan sintetik. Biji pepaya mengandung antioksidan yang berfungsi sebagai antioksidan alami. Tujuan dari penelitian ini adalah mempelajari pengaruh suhu dan waktu ekstraksi, serta rasio solid/liquid terhadap TPC (Total Phenolic Content), aktivitas antioksidan dan kemampuan antibakteri dari ekstrak biji pepaya. Biji pepaya mengandung senyawa fenolik yang dapat berperan sebagai antioksidan dan antibakteri. Mula-mula biji pepaya dikeringkan di dalam oven untuk mengurangi kadar air yang terkandung dalam biji pepaya. Biji pepaya kemudian dihancurkan sehingga ukurannya berkisar antara -40/+60 mesh, lalu diekstrak dengan pelarut etanol 75%. Proses ekstraksi dilakukan pada berbagai variasi suhu, waktu ekstraksi, serta rasio solid/liquid. Setelah didapatkan ekstrak biji pepaya, ekstrak dianalisa dengan metode Folin Ciocalteu untuk mengetahui TPC dalam biji pepaya dan dengan metode DPPH untuk mengetahui aktivitas antioksidan ekstrak biji pepaya. Aktivitas antibakteri ekstrak biji pepaya dilakukan dengan metode kertas cakram menggunakan bakteri Escherichia coli (gram negatif) dan Bacillus thuringiensis (gram positif). Dari hasil penelitian didapatkan hasil TPC terbesar, yaitu 0,3471 mg GAE/mL, pada proses ekstraksi dengan rasio solid/liquid 1:10, suhu 60°C, selama 105 menit; sedangkan pada proses ekstraksi dengan rasio solid/liquid 1:20 didapatkan TPC tertinggi yaitu 0,1965 mg GAE/mL pada suhu 60°C selama 60 menit. Kedua ekstrak menunjukkan adanya aktivitas antibakteri meski perbedaan diameter zona hambatnya tidak signifikan

    Pemanfaatan Kulit Buah Matoa sebagai Kertas Serat Campuran melalui Proses Pretreatment dengan Bantuan Gelombang Mikro dan Ultrasonik

    Get PDF
    Kulit buah matoa memiliki potensi untuk menggantikan kayu sebagai bahan baku utama pembuatan kertas. Kulit buah matoa mengandung selulosa sehingga dapat diolah menjadi kertas. Dalam penelitian ini, proses pembuatan kertas dari kulit buah matoa melalui beberapa tahapan yaitu pemasakan, pencucian, pencampuran antara pulp kulit matoa dengan pulp kertas koran bekas, dan pencetakan kertas. Tujuan dari penelitian ini adalah mempelajari pengaruh metode pretreatment (dengan bantuan gelombang mikro dan ultrasonik), rasio volume asam asetat dengan massa kulit matoa, serta waktu paparan gelombang terhadap perolehan α-selulosa dari kulit matoa. Penelitian ini juga mempelajari pengaruh rasio pulp kulit matoa dan pulp koran bekas serta metode pretreatment terhadap karakteristik kertas serat campuran yang dihasilkan seperti daya tembus (bursting strength), kekuatan tarik (tear strength), gramatur (grammage), fleksibilitas/kekakuan (stiffness), dan ketebalan (thickness). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pretreatment dengan gelombang mikro dan gelombang ultrasonik dapat meningkatkan perolehan kadar α-selulosa kulit buah matoa dalam kisaran variabel yang dipelajari. Rasio antara kulit buah matoa dan asam asetat 1:15 dan total waktu paparan 10 menit merupakan kondisi terbaik karena mampu memberikan kadar α-selulosa tertinggi yaitu 77,16% untuk gelombang mikro dan 74,86% untuk gelombang ultrasonik. Kertas serat campuran dari pulp kulit matoa hasil pretreatment dengan gelombang mikro memiliki karakteristik yang lebih baik dibandingkan kertas serat campuran dari pulp hasil pretreatment dengan gelombang ultrasonik. Kertas tersebut memiliki karakteristik daya tembus sebesar 1,55 kPa/cm2, kekuatan tarik sebesar 706,5 mN, gramatur sebesar 390,95 g/m2, fleksibilitas sebesar 85 g/cm, dan ketebalan sebesar 1679,5 mikron. Berdasarkan nilai tiga parameter utama kertas (grammage, tear strength, dan stiffness), pretreatment dengan gelombang mikro dengan rasio pulp kulit buah matoa dan pulp kertas koran 1:1 dapat menghasilkan tipe kertas karton dupleks sesuai SNI 0123:2008. Kata kunci : kulit matoa, microwave, ultrasound, kertas serat campura

    Isolasi Pati dari Pisang Kepok dengan Menggunakan Metode Alkaline Steeping

    Full text link
    Tanaman pisang merupakan tanaman yang banyak tumbuh di daerah tropis dan memiliki banyak manfaat mulai dari bagian bawah (bonggol) hingga bagian atasnya (daun). Pisang memiliki kandungan gizi dan pati yang cukup tinggi. Metode isolasi dalam penelitian ini dilakukan dengan perendaman dalam larutan basa (alkaline steeping method), pada berbagai variasi pelarut dan waktu perendaman. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kandungan pati yang terdapat dalam buah pisang, kandungan air (moisture content), solubility-swelling power, amilosa-amilopektin, dan protein dari pati yang didapatkan dengan variasi pelarut dan waktu perendaman. Penelitian ini dimaksudkan untuk meningkatkan nilai ekonomi pisang kepok, karena pati yang diambil dapat diaplikasikan dalam tepung pisang yang kaya akan pati. Contoh aplikasi dari tepung pisang ini biasanya adalah sebagai makanan bayi yang kaya akan karbohidrat. Yield maksimum pati diperoleh pada waktu perendaman 6 jam untuk semua variasi pelarut, dan perendaman dengan aquades memberikan nilai lebih tinggi dibandingkan dengan perendaman basa. Yield pati dengan perendaman aquades yaitu 34,18%. Rasio amilosa dari pati dengan perendaman basa lebih tinggi daripada pati dengan perendaman aquades yaitu 23,4% untuk perendaman NaOH dan 19,2% untuk perendaman dengan aquades. Sebaliknya amilopektin pada pati dengan perendaman basa lebih rendah dibandingkan dengan aquades yaitu 76,6% untuk perendaman dengan NaOH dan 80,8% untuk perendaman dengan aquades. Kandungan protein pada pati dengan perendaman basa lebih kecil dibandingkan dengan perendaman dengan aquades yaitu 0,76% untuk perendaman dengan NaOH dan 1,05% untuk perendaman dengan aquades
    corecore