14,570 research outputs found

    Peningkatan Produktivitas Perusahaan dengan Mereduksi Aktivitas dan Pemborosan (Waste) pada Proses Produksi

    Full text link
    A production process is the main activity of a transformation processs from input into output that determines the quality of the product. The quality of product is an absolute component to maintain the company's perpetuation. Considering the tight conpetition in this global trade era. The improvement in all side should be done continuously to achieve the purpose of the company: producing a qualified product rapidly qualified as well as can be offered at a competitive price. So that, the product will be marketable. The improvement of human resource's knowledge and skill is one of the strategies in improvement to gain the goal of the company

    Sistem Temu Kembali Informasi dengan Pemeringkatan Metode Vector Space Model

    Full text link
    The objective of designing information retrieval system (IRS) with Vector Space Model (VSM) Method is to facilitate users to search Indonesian documents. IRS Software is designed to provide search results with the optimum number of documents (low recall) and accuracy (high precision) with VSM method that users may get fast and accurate results. VSM method provides a different credit for each document stored in a database which in turns to determine the document most similar to the query, where the documents with the highest credits are placed on the top of the search results. The evaluation of search results with IRS is conducted under recall and precision tests. This study fascinatingly creates a system which can preprocess (tokenizing, filtering, and stemming) within computation time of four minutes forty-one seconds

    Long term results of pneumatic retinopexy

    Get PDF
    Amin F EllakwaMenoufiya University, Shibin el Kom, Al-Menoufiya, EgyptBackground: Rhegmatogenous retinal detachment is a commonly encountered retinal problem where rapid treatment can prevent irreversible vision loss. Pneumatic retinopexy (PR) is a simple, minimally invasive procedure for retinal reattachment.Purpose: This study aimed to assess the long-term anatomical and functional outcome of pneumatic retinopexy in primary rhegmatogenous retinal detachment.Patients and methods: A prospective interventional study was performed. Subjects with rhegmatogenous retinal detachment who underwent pneumatic retinopexy from May 2006 to May 2007 at Menoufiya University Hospital were included in this study with at least 3 years follow-up.Results: A total of 40 cases were included in the study. The mean age of patients was 44.25 ± 10.85 years. Reattachment of the retina was achieved in 100% of cases. In 75% of cases, the primary intervention was successful. However, the retina redetached in 20% of these during the first 6 months, requiring reinjection or another procedure. Three years after the first intervention, follow-up measurement of the mean visual acuity of the eyes without reoperation was 0.40 ± 0.21 while the mean visual acuity of the eyes which needed additional operations was 0.22 ± 0.13.Conclusion: Sixty percent of the cases obtained long-term retinal reattachment with a single operation success (SOS), with good visual recovery and less morbidity than other more invasive procedures like scleral buckling or pars plana vitrectomy, translating to higher productivity for the patient. This procedure, being quicker than the alternatives, also saves the surgeon's time, making PR a good choice for managing primary rhegmatogenous retinal detachment in developing countries.Keywords: pneumatic, retinopexy, rhegmatogenous, retinal detachmen

    Pengajaran Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing (BIPA) dan Pengenalan Budaya Lokal Bugis-Makassar

    Get PDF
    Tulisan ini memaparkan tentang model Pengajaran Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing (BIPA) dengan tingkat kesulitan yang dihadapi untuk mentransper bahasa pada pembelajar. Salah satu cara pengajaran yang dapat digunakan adalah melalui pengenalan budaya lokal. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif dengan menggunakan teori  pemerolehan bahasa kedua dengan model lahiriah hipotesis  Krashen, (1997). Beberapa masalah  yang dihadapi oleh para pengajar BIPA-1, salah satunya adalah menghadapi mahasiswa BIPA yang belum ada pemahaman kosa kata. Hal tersebut nenjadi tantangan bagi pengajar BIPA-1 untuk memperkenalkan budaya lokal. Hal ini menjadi menarik karena pada umumnya pembelajar BIPA tertarik untuk mengenal budaya lokal Indonesia. Selain itu merupakan kewajiban bagi pengajar  BIPA untuk mempromosikan budaya dan pariwisata lokal. Pengajar BIPA dianjurkan memperkenalkan budaya lokal pada penutur asing dengan model terintegrasi dalam bahan ajar sebagai sumbangsih pengajar terhadap kemajuan budaya dan pariwisata Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa metode pembelajaran BIPA yang terintegrasi ke dalam budaya lokal menunjukkan adanya motivasi yang tinggi bagi siswa untuk mempelajari Bahasa Indonesia dan budaya lokal dengan tingkat kecemasan yang cenderung lebih rendah. Tulisan ini memaparkan tentang model Pengajaran Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing (BIPA) dengan tingkat kesulitan yang dihadapi untuk mentransper bahasa pada pembelajar. Salah satu cara pengajaran yang dapat digunakan adalah melalui pengenalan budaya lokal. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif dengan menggunakan teori pemerolehan bahasa kedua dengan model lahiriah hipotesis  Krashen, (1997). Beberapa masalah  yang dihadapi oleh para pengajar BIPA-1, salah satunya adalah menghadapi mahasiswa BIPA yang belum ada pemahaman kosa kata. Hal tersebut nenjadi tantangan bagi pengajar BIPA-1 untuk memperkenalkan budaya lokal. Hal ini menjadi menarik karena pada umumnya pembelajar BIPA tertarik untuk mengenal budaya lokal Indonesia. Selain itu merupakan kewajiban bagi pengajar BIPA untuk mempromosikan budaya dan pariwisata lokal. Pengajar BIPA  dianjurkan memperkenalkan budaya lokal pada penutur asing dengan model terintegrasi dalam bahan ajar sebagai sumbangsih pengajar terhadap kemajuan budaya dan pariwisata Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa metode pembelajaran BIPA yang terintegrasi ke dalam budaya lokal menunjukkan adanya motivasi yang tinggi bagi siswa untuk mempelajari Bahasa Indonesia dan budaya lokal dengan tingkat kecemasan yang cenderung lebih rendah

    The Analysis of Tsunami Vertical Shelter in Padang City

    Get PDF
    Padang is a coastal city, which is located opposite to the Indian Ocean. Just across Padang city there are areas of subduction, which can trigger a powerful earthquake and generate tsunami. Geologists have to say that the city of Padang is the area that is highly vulnerable to tsunamis in the near future. Several studies have been conducted to prepare Padang city for tsunamis. Through the research, maps of tsunami inundation area has been successfully designed. So that the tsunami-prone areas, and tsunami safe area can be clearly identified. According to Singh (2008), the time interval between the first powerful earthquake and tsunami to hit the coast of Padang is about 20-30 minutes. While residents have to walk 3-5 km to the safe area. It can be said that the time for tsunami evacuation in Padang city is very short. Therefore the choice of conducting vertical evacuation is urgent for the majority of the population rather than walking along the horizontal evacuation. Padang city government with the aid of the international donors has built buildings for the shelter. Some of them are schools that have a strong structure, three storeys in which the roof are served as a tsunami evacuation. Data from the BPBDs office (Disaster Management Agency), stated that there are 13 tsunami evacuation buildings at this time with a total capacity of 30.550 people and the capacity for each building is varied between 1,000 - 3,000 people (BPBDs, 2013). This amount is very far from enough when compared to the potential loss of life as many as 400,000 people or more, or as only 7.64% of the total amount. And the location of the shelter buildings are not evenly distributed in tsunamis prone areas Places for vertical tsunami evacuation in Padang are called TES (Temporary Evacuation Shelter). There have been 13 shelters established by the Government of Padang and BPBDs, and there is only one TES found in the study area. It really is not enough as it is seen in the range of services. Therefore the existing buildings and multi-storey structure is another alternate places to rescue in which they are expected to withstand earthquakes and tsunamis. This alternative building called Potential TES (PTES)and there are 14 shelters for the study area

    Ketajaman Mata dalam Kriteria Visibilitas Hilal

    Full text link
    Dalam kriteria visibilitas hilal, ada beberapa faktor yang seharusnya menjadi variabel pendukung dalam Perumusan kriteria, diantaranya adalah faktor konfigurasi benda langit (Astronomi), Geografi, Meteorologi dan kualitas instrumen, dalam hal ini kualitas instrumen dapat berupa teleskop dan juga organ mata sebagai subjek utama dalam rukyatul hilal, yang nantinya akan berhubungan dengan faktor akuitas mata (ketajaman mata). Berdasarkan praktek dilapangan, kriteria visibilitas hilal ini tidak pernah menerapkan faktor ketajaman mata sebagai acuan Perumusannya, namun Judhistira Aria Utama bersama Binta Yunita sempat meneliti tentang hal tersebut, ia mengkaji faktor ketajaman mata dan penerapannya dalam kriteria visibilitas hilal Kastner. Ia juga berusaha untuk memecahkan kasus pengamatan hilal rekor dunia yang menurut kriteria Kastner tidak mungkin dapat diamati, tetapi dalam prakteknya berhasil untuk diamati. Dari kajian tersebut disimpulkan bahwa : 1) Faktor ketajaman mata sangat berperan penting dalam berhasil tidaknya hilal terlihat saat pengamatan, hal tersebut dikarenakan kemampuan mata tiap individu yang berbeda-beda, ada yang normal, ada yang dibawah normal (cacat), bahkan ada yang mempunyai kemampuan mata diatas normal. 2) Dalam prakteknya faktor ketajaman mata belum pernah diterapkan, baik dalam kriteria visibilitas hilal, maupun dalam penetapan awal bulan Kamariah. 3) Ketajaman mata harus dipertimbangkan dalam rukyatul hilal, meskipun hal tersebut dirasa rumit jika diterapkan dalam sebuah kriteria, namun ada alternatif lain yang bisa dipakai yaitu menjadikan faktor ketajaman mata sebagai bahan pertimbangan atau bahan verifikasi terhadap laporan hasil rukyatul hilal. Jadi dalam penerimaan atau penolakan sebuah laporan rukyatul hilal harus ada faktor ketajaman mata dari pengamat yang berhasil melihat hilal, yang menjadi pertimbangan mungkin tidaknya hilal dilihat oleh orang tersebut
    • …
    corecore