24 research outputs found

    Peer Review

    Get PDF
    Multimodal Analgesic Effect on Proinflammatory and Anti-inflammatory Cytokines Serum,Penulis Pertama, International Journal of Integrated Health Sciences, pISSN: 2302-1381, eISSN: 2338-4506, Vol. 2 No. 1 Juli 2014, Penerbit: IHJ

    The Utilization of Virtual Reality Technology to Enhance Student Motivation in Mathematics Lessons: A Systematic Literature Review

    Get PDF
    The objective of this study is to conduct a systematic literature review on the utilization of virtual reality (VR) technology to enhance student motivation in mathematics lessons. Literature sources were retrieved from Google Scholar, DOAJ, and Scopus indexes, covering publications from 2014 to 2024. The research findings indicate that the utilization of virtual reality (VR) technology in mathematics education demonstrates significant potential in boosting student motivation by providing more engaging and interactive learning experiences. The integration of VR technology in mathematics education can create dynamic and effective learning environments, resulting in a positive impact on student engagement and interest in mathematics lessons. These findings underscore the importance of VR in enhancing the effectiveness of mathematics education and stimulating student interest in the subject matter

    Perbandingan Remifentanil Kontinu 0.15 Mcg/Kgbb dengan Fentanyl 3 Mcg/Kgbb pada Intubasi Endotrakeal Diukur Menggunakan Pupillometer (AlgiScan®)

    Get PDF
    Introduction: All opioids have varying levels of sedative effects with increasing dosages, although with different strengths. Therefore, the opioid component as a sedative regiment is usually maintained at minimum dose for adequate analgesic with regard to patient comfort. Along with the progress of knowledge, parameters have been found to measure the level of analgesic and sedative. Methods: The principle of measurement is done by using the diameter of pupil and then analyzed through AlgiScan and compared to certain standards. The using of pupilometers AlgiScan in assessing the level of sedative analgesic will reduce the level of subjectivity and errors in measurement. Results: The use of Remifentanil has a faster effect of sedative as proven by lower “AlgiScan” score in the pre-intubation phase. In addition, the use of Remifentanil also provides a hemodynamic view of lower arterial pressure, both pre and post intubation condition. Conclussion: Both Remifentanil and fentanyl are able to provide analgesic with sedative and stable hemodynamics. Remifentanil is proven to be superior with better and faster effect and also faster substance elimination with lower doses

    Efek Kombinasi Epidural dan Obat Anti-inflamasi Nonsteroid terhadap Nyeri dan Kadar Prostaglandin

    Get PDF
    Kombinasi analgesia epidural (AE) dengan obat anti-inflamasi nonsteroid (OAINS) seperti ketorolak dan parecoxib sebagai analgesia preventif diperlukan untuk mengurangi nyeri pascabedah. Penelitian ini bertujuan mengetahui efek OAINS sebagai analgesia preventif pada pascabedah laparatomi ginekologi berdasar atas perubahan kadar prostaglandin-E2 (PGE2) dan intensitas nyeri. Penelitian bersifat eksperimental acak tersamar ganda dengan jumlah sampel 60 pasien. Penelitian dilakukan di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makasar bulan Maret–Juni 2017. status fisik 1 dan 2 menjalani laparatomi ginekologi dengan anestesi epidural. Subjek dibagi 3 kelompok, yaitu ketorolak (K) 0,5 mg/kgBB intravena, parecoxib (P) 40 mg intravena, dan plasebo (N) NaCl 0,9% 2 mL yang diberikan 30 menit sebelum insisi, 8 jam, dan 16 jam pascabedah. Data dianalisis dengan uji one-way ANOVA, uji Exact Fischer, uji Mann-Whitney U pada batas kemaknaan α=5%. NRS=1 pada kelompok K dan P saat insisi hingga 16 jam pascabedah dan berbeda signifikan (p<0,05) dengan kelompok N; 15% mengalami peningkatan intensitas nyeri (NRS=2) 8 jam pascabedah. Kadar PGE2 pada plasebo paling tinggi (439,7±35,1; 481,7±60,1; 565,1±58,7), berbeda signifikan (p<0,05) dengan parecoxib (230,7±19,5; 221,4±16,4; 201,1±18,1). Ketorolak berada di antara keduanya. Simpulan, parecoxib dan ketorolak sebagai analgesia preventif yang dikombinasi AE pada pasien bedah laparatomi ginekologi dapat menekan nyeri dan mengurangi produksi PGE2. Efek parecoxib lebih kuat daripada ketorolak mengurangi produksi PGE2, tetapi sama kuatnya dalam menekan intensitas nyeri pascabedah laparatomi ginekologi. Kata kunci: Analgesia epidural, ketorolak, laparatomi ginekologi, parecoxib, PGE

    Perbandingan antara Dexametason dan Metamizol Intravena terhadap Kadar Neutrofil Pasca Seksio Sesarea

    No full text
    Latar Belakang: Nyeri pasca seksio sesarea merupakan permasalahan sangat penting yang dihadapi pada pasien pascabedah. Proses inflamasi memicu datangnya sel-sel lekosit seperti neutrofil sehingga proses inflamasi yang terjadi bertambah hebat. Procedure spesific postoperative pain management (PROSPECT) tahun 2020 merekomendasikan pemberian dexametason pada seksio sesarea sebagai analgetik, antiinflamasi dan mencegah PONV pascabedah. Tujuan: membandingkan efek pemberian dexametason dan metamizol terhadap kadar neutrofil pasca seksio sesarea. Subjek dan Metode: Penelitian ini menggunakan pendekatan uji klinis acak tersamar ganda. Sampel terdiri atas 2 kelompok yakni K1 (kelompok yang mendapatkan dexametason 8 mg intravena 1 jam prabedah) dan K2 (kelompok yang mendapatkan metamizol 1 g intravena 1 jam prabedah) dengan jumlah sampel masing-masing 16 orang. Data dianalisis menggunakan uji statistik paired t-test dan independent t-test dengan tingkat kemaknaan α=0,05. Hasil: Terdapat perbedaan bermakna kadar neutrofil antara kelompok dexametason dengan kelompok metamizol pascabedah seksio sesarea dengan nilai p<0,05. Kadar neutrofil pada kelompok metamizol lebih tinggi dibandingkan kelompok dexametason. Simpulan: Peningkatan kadar neutrofil lebih rendah pada pemberian dexametason dibandingkan metamizol pasca seksio sesarea

    Perbandingan Efektivitas Anestesi Spinal Menggunakan Bupivakain 0,5% Hiperbarik Dosis 7,5 Mg dengan 5 Mg pada Seksio Sesarea

    No full text
    Latar Belakang: Teknik anestesi yang efektif adalah tujuan utama dari teknik anestesi spinal, yang bertujuan meminimalkan efek samping pada ibu dan bayi baru lahir. Tujuan: Membandingkan ketinggian blok, onset dan durasi, efek samping antara Bupivakain 0,5% Hiperbarik dosis 7,5 Mg + Fentanyl 25 Mcg dan dosis 5 Mg + Fentanyl 25 Mcg pada seksio sesarea. Metode: Penelitian ini menggunakan pendekatan uji klinis acak tersamar ganda (Randomized double blind clinical trial). Sampel terdiri atas 2 kelompok yakni LD (Kelompok yang mendapatkan anestesi spinal bupivakain 0,5% hiperbarik 5 mg + fentanil 25 μg ) dan CD (Kelompok yang mendapatkan anestesi spinal bupivakain 0,5% hiperbarik 7,5 mg + fentanil 25 μg) dengan jumlah sampel masing-masing 20 orang. Data dianalisis menggunakan uji statistik Independen Sample T Test dengan tingkat kemaknaan α=0.05. Hasil: Ada perbedaan onset blok motorik (p=0,004), durasi motorik (p=0,000), durasi blok sensoris (p=0,000) antara kelompok LD dan kelompok CD. Sedangkan durasi operasi (p= 0,769), selisih perubahan TD Sistole (p> 0,05), selisih perubahan TD Diatole (p> 0,05), selisih perubahan nadi (p> 0,05), selisih perubahan MAP (p> 0,05), efek samping mual/muntah (p> 0,05) dan rescue (p> 0,05) menunjukkan tidak ada perbedaan. Simpulan: Onset blok sensorik lebih lama, dan durasi blok sensoris dan motorik lebih singkat pada kelompok LD dibanding CD sehingga ada perbedaan efektifitas bupivakain antara kedua kelompok. Tidak perbedaan yang bermakna untuk efek samping dan perubahan hemodinamik pada kedua kelompok. The Effectiveness of Spinal Anesthesia Using Bupivacaine 0.5% Hyperbaric Dosage 7.5 Mg with 5 Mg in Caesarean Section Surgery Abstract Latar Belakang: Teknik anestesi yang efektif adalah tujuan utama dari teknik anestesi spinal, yang bertujuan meminimalkan efek samping pada ibu dan bayi baru lahir. Tujuan: Membandingkan ketinggian blok, onset dan durasi, efek samping antara Bupivakain 0,5% Hiperbarik dosis 7,5 Mg + Fentanyl 25 Mcg dan dosis 5 Mg + Fentanyl 25 Mcg pada seksio sesarea. Metode: Penelitian ini menggunakan pendekatan uji klinis acak tersamar ganda (Randomized double blind clinical trial). Sampel terdiri atas 2 kelompok yakni LD (Kelompok yang mendapatkan anestesi spinal bupivakain 0,5% hiperbarik 5 mg + fentanil 25 μg ) dan CD (Kelompok yang mendapatkan anestesi spinal bupivakain 0,5% hiperbarik 7,5 mg + fentanil 25 μg) dengan jumlah sampel masing-masing 20 orang. Data dianalisis menggunakan uji statistik Independen Sample T Test dengan tingkat kemaknaan α=0.05. Hasil: Ada perbedaan onset blok motorik (p=0,004), durasi motorik (p=0,000), durasi blok sensoris (p=0,000) antara kelompok LD dan kelompok CD. Sedangkan durasi operasi (p= 0,769), selisih perubahan TD Sistole (p> 0,05), selisih perubahan TD Diatole (p> 0,05), selisih perubahan nadi (p> 0,05), selisih perubahan MAP (p> 0,05), efek samping mual/muntah (p> 0,05) dan rescue (p> 0,05) menunjukkan tidak ada perbedaan. Simpulan: Onset blok sensorik lebih lama, dan durasi blok sensoris dan motorik lebih singkat pada kelompok LD dibanding CD sehingga ada perbedaan efektifitas bupivakain antara kedua kelompok. Tidak perbedaan yang bermakna untuk efek samping dan perubahan hemodinamik pada kedua kelompok

    Mengenal Nyeri Neuropatik Akut Pasca Seksio Sesarea

    No full text
    Nyeri neuropatik akut pascabedah Seksio Sesarea (SS) ditandai dengan adanya tanda dan gejala nyeri neuropatik yang berbeda dari nyeri nosiseptif berupa alodinia dan hiperalgesia, yang ditemukan pada periode awal hingga 1 bulan pascabedah. Nyeri neuropatik akut dapat terjadi akibat cedera langsung pada saraf iliohipogastrika dan ilionguinal akibat pembedahan SS, yang selanjutnya memicu pelepasan ektopik dan perubahan kanal ion pada saraf perifer, serta memicu terjadinya sensitisasi sentral. Meskipun demikian, disfungsi saraf pascabedah biasanya merupakan kombinasi dengan nyeri nosiseptif akibat kerusakan jaringan dan peradangan. Skrining perioperatif dan faktor risiko dapat menggunakan alat skrining Douleur Neuropathique en 4 (DN4) atau DN2 untuk mencegah perkembangan menjadi nyeri persisten. Pendekatan saat ini untuk pencegahan nyeri neuropatik kronis bertujuan untuk mengoptimalkan analgesia dan mengurangi nosisepsi dari nyeri akut dengan memodifikasi teknik bedah dan memilih anestesi regional. Pengobatan nyeri neuropatik memerlukan kombinasi terapi farmakologis, fisik, dan terapi perilaku. Beberapa terapi lini pertama pada penanganan nyeri neuropati akut seperti gabapentinoid, opioid, antagonis reseptor NMDA, hingga terapi stimulasi listrik transkutan dan stimulasi medula spinalis menjadi pertimbangan untuk nyeri neuropatik akut

    Perbandingan Efek 10 Mg dengan 12,5 Mg Levobupivacain 0,5% Isobarik terhadap Onset, Durasi, dan Hemodinamik pada Spinal Anestesi untuk Seksio Sesarea

    No full text
    Latar Belakang: Tujuan utama spinal anestesi pada seksio sesarea adalah meminimalkan efek samping pada ibu dan bayi baru lahir. Levobupivacain memiliki mekanisme aksi yang sama dengan anestesi lokal lainnya, akan tetapi memiliki efek toksik pada jantung dan saraf yang lebih kecil. Tujuan: Membandingkan onset/durasi blok sensorik, motorik serta hemodinamik antara 10 Mg dengan 12,5 Mg Levobupivacain 0,5% Isobarik + fentanyl 25 μg pada seksio sesarea dengan anestesi spinal. Metode: Sampel terdiri dari dua kelompok, kelompok pertama menerima 10 Mg Levobupivacain 0,5% Isobarik + fentanyl 25 μg dan kelompok kedua menerima 12,5 Mg Levobupivacain 0,5% Isobarik + fentanyl 25 μg dengan sampel masing-masing kelompok 23 orang. Analisis data menggunakan uji statistik uji T independen. Hasil: Onset blok sensorik lebih cepat pada kelompok 12,5 Mg Levobupivacain (2,30 menit) dibandingkan kelompok 10 Mg Levobupivacain (3,70 menit), hal ini secara statistik menunjukkan perbedaan yang signifikan. Durasi blok sensorik kelompok 12,5 Mg Levobupivacain (187,39 menit), durasi blok motorik (194,57 menit) lebih lama dibandingkan kelompok 10 Mg Levobupivacain durasi blok sensorik (153,48 menit) dan durasi blok motorik (157,83 menit). Tidak ada perbedaan yang signifikan pada perubahan hemodinamik untuk kedua kelompok Simpulan: Onset blok sensorik kelompok 12,5 Mg Levobupivacain lebih cepat dibandingkan kelompok 10 Mg Levobupivacain, durasi blok sensorik dan blok motorik kelompok 12,5 Mg Levobupivacain lebih lama dibandingkan kelompok 10 Mg Levobupivacain. Comparison Effects 10 Mg with 12.5 Mg Levobupivacain 0.5% Isobaric Against Onset, Duration, and Hemodynamics in Spinal Anesthesia of Caesarean Section Abstract Background: The main purpose of spinal anesthesia in cesarean section is to minimize side effects on the mother and newborn baby. Levobupivacaine has the same mechanism of action as other local anesthetics, but has a smaller toxic effect on the heart and nerves. Objective: Comparing the onset / duration of sensory, motor and hemodynamic blocks between 10 Mg and 12.5 Mg Levobupivacain 0.5% Isobaric + 25 μg fentanyl in cesarean section with spinal anesthesia. Methods: The sample consisted of two groups, the first group received 10 Mg Levobupivacain 0.5% Isobaric + fentanyl 25 μg and the second group received 12.5 Mg Levobupivacain 0.5% Isobaric + fentanyl 25 μg with a sample of 23 people each group. Data analysis using independent T test statistical tests. Results: Sensory block onset was faster in the 12.5 Mg Levobupivacain group (2.30 minutes) than the 10 Mg Levobupivacain group (3.70 minutes), this statistically showed a significant difference. The sensory block duration of the 12.5 Mg Levobupivacain group (187.39 minutes), the motor block duration (194.57 minutes) is longer than the 10 Mg Levobupivacain group the duration of the sensory block (153.48 minutes) and the duration of the motor block (157.83 minutes). There were no significant differences in hemodynamic changes for the two groups. Conclusion: The onset of the 12.5 Mg Levobupivacain sensory block was faster than the 10 Mg Levobupivacain group, the duration of the sensory block and motor block of the 12.5 Mg Levobupivacain group was longer than the 10 Mg Levobupivacain grou

    Manajemen Nyeri Terkini pada Pasien Pasca Seksio Sesarea

    No full text
    Prosedur Seksio Sesarea (SS) seringkali menyebabkan nyeri sedang hingga berat selama 48 jam. Tujuan manajemen nyeri pascabedah adalah untuk memberikan kenyamanan pada pasien, menghambat impuls nosiseptif, dan menumpulkan respon neuroendokrin terhadap nyeri, yang dengan demikian mempercepat kembalinya fungsi fisiologis. Selain itu, manajemen nyeri yang adekuat pada pasien SS memungkinkan mobilisasi dini untuk mencegah risiko tromboemboli yang meningkat selama kehamilan dan pasien perlu bebas nyeri untuk merawat bayi serta memberikan ASI secara efektif. Mekanisme nyeri pascabedah terdiri dari sensitisasi perifer dan senstisasi sentral dari susunan saraf. Dampak klinik sensitisasi sistem saraf berupa hiperalgesia dan alodinia. Sensitisasi pascabedah akan mengakibatkan penderitaan bagi pasien sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas pascabedah, oleh karena itu manajemen nyeri pascabedah harus ditujukan ke arah pencegahan dan meminimalkan terjadinya proses sensitisasi. Analgesia multimodal dengan mengkombinasi obat yang menghambat sensitisasi perifer dan sentral, dengan opioid sebagai analgesia penyelamat dapat menjadi pilihan untuk memberikan manajemen nyeri yang adekuat dan meminimalkan efek samping.   Current Practice for Post Operative Pain Management in Caesarean Section Abstract Caesarean section (CS) is frequently followed by moderate to severe pain up to 48 hours after surgery. Postoperative pain management is aimed to provide postoperative comfortness, inhibits nociceptive impulse, and blunts neuroendocrine response to pain, thus enhance the return of physiological function. Moreover, an adequate pain management in CS patients allows early mobilization in preventing the increased of thromboemboli risk during pregnancy, the need of patients to be pain free in taking care of the baby as well as effective breastfeeding. Postoperative pain mechanism consists of peripheral and central senzitisation of nervous system. Clinical impact of nervous system sensitization including hyperalgesia and allodynia. Postoperative sensitization resulted in patient’s suffering that increase morbidity and mortality rate eventually. Therefore, postoperative pain management should be directed to prevent and minimalize sensitization process. Multimodal analgesia by combining analgesics inhibited peripheral and central sensitization, with opioid as rescue analgesic may be preferred to provide adequate pain management and to minimalize the adverse effects

    Efek Blok Transversus Abdominis Plane (TAP) terhadap Intensitas Nyeri dan Kadar Nerve Growth Factor (NGF) Pasca Seksio Sesarea

    No full text
    Latar Belakang: Nyeri pascabedah seksio caesarea merupakan permasalahan sangat penting yang dihadapi pada pasien pascabedah. Blok TAP sebagai bagian dari multimodal analgesia memberikan analgesia yang aman dan efektif pada pasien yang menjalani prosedur seksio caesarea (SC) dapat menurunkan penggunaan opioid, mempercepat waktu mobilisasi dan mengurangi lama perawatan. Tujuan: mengetahui efek blok TAP terhadap intensitas nyeri dan kadar NGF pascabedah seksio caesarea. Metode: Penelitian ini menggunakan pendekatan uji klinis acak tersamar tunggal. Sampel terdiri atas 2 kelompok yakni T1 (kelompok yang tidak mendapatkan blok TAP) dan T2 kelompok yang mendapatkan blok TAP dengan Bupivacain isobarik 0.25% 20 cc setiap sisi pada kedua sisi perut) dengan jumlah sampel masing-masing 20 orang. Data dianalisis menggunakan uji statistik Mann-Whitney U test dan Wilcoxon Z test dengan tingkat kemaknaan α=0,05. Hasil Penelitian: terdapat perbedaan yang bermakna antara NRS diam dan gerak pada jam ke 2, jam ke 4, jam ke 6 dan jam ke 12 pascabedah SC antara kelompok T1 dan T2 (p< 0,05). Ditemukan perbedaan bermana kadar NGF pada kelompok kontrol dan intervensi pada 6 jam pascabedah SC (p< 0,05). Simpulan: Blok TAP menurunkan derajat nyeri dan kadar NGF pascabedah seksio caesarea Kata kunci: nyeri pascabedah, nerve growth factor, Blok TA
    corecore