22 research outputs found
Evaluasi Hi-fer+Are Bolong dan Kumpai Tembaga dengan Suplementasi Kemon Air terhadap Nilai Kecernaan Secara In Vitro
Muhakka M, Imsya A, Tunggal T, Riswandi R. 2022. Evaluation of hi-fer+are bolong and kumpai tembaga with kemon air supplementation on digestibility value in vitro. In: Herlinda S et al. (Eds.), Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal ke-10 Tahun 2022, Palembang 27 Oktober 2022. pp. 816-823. Palembang: Penerbit & Percetakan Universitas Sriwijaya (UNSRI).Forage is the main feed for ruminants whose availability is addictive to the season, so it is necessary to find an alternative by utilizing swamp forage by fermentation. This study aimed to determine the nutritional value of fermented forage (Hi-fer+) Are Bolong and Kumpai tembaga with Kemon Air Supplementation on in vitro Digestibility Value. This study used a completely randomized design with 4 treatments and 3 replications, with the following treatments: (A) Hi-fer+Are Bolong 100% + Kumpai tembaga 0% + Kemon air 0%; (B) Hi-fer+ Are Bolong 75% + Kumpai tembaga 20% + Kemon Air 5%; (C) Hi-fer+Are Bolong 50% +Kumpai tembaga 40% + Kemon Air 10% and (D) Hi-fer+Are Bolong 25% +Kumpai tembaga 60% + 15% Kemon Air. The results showed that the treatment had a notable effect on the digestibility of dry matter, organic matter and NH3, but had no significant outcome on the pH content. The best results were in treatment C, namely: Hi-fer+Are perforated 50%, Kumpai tembaga 40% and Kemon air 10% which gave the best digestibility value
In Vitro Digestibility of Ration Containing Different Level of Palm Oil Frond Fermented with Phanerochaetae chrysosporium
Phanerochaete chrysosporium was widely used to delignify agricultural waste product and improve biodegradation of the substrate as animal feed. The experiment was carried out to increase the use of palm oil fronds as a substitute material for napier grass through biodegradation process with P. chysosporium. A completely randomized design with four treatments and four replications was used. The treatments were ration containing 60% napier grass (R1), ration containing 40% napier grass and 20% fermented palm oil frond (R2), ration containing 20% napier grass and 40% fermented palm oil frond (R3), ration containing 60% fermented palm oil frond (R4). Fourty percent concentrate was included in all treatment rations. Parameters measured were in vitro digestibilities of dry matter, organic matter, crude fiber, NDF, ADF, NH3, TVFA, and ruminal cellulolitic bacteria. Results showed that increasing level of fermented palm oil frond in the ration reduced (P<0.05) digestibilities of dry matter, organic matter, crude fiber, NDF, ADF, N-NH3, TVFA concentration and number of ruminal cellulolytic bacteria. It is concluded that fermentation of palm oil frondwith P. chysosporium decrease lignin content by 47.79%, but increasing the fermented palm oil frond in the ration reduces nutrient digestibilities, N-NH3 and TVFA concentrations and rumen cellulolytic bacteria counts. Fermented palm oil frond up to 40% could be used as a substitute for forages in ruminant rations
Pengembangan Ternak Ruminansia Berdasarkan Ketersediaan Lahan Hijauan dan Tenaga Kerja di Kabupaten Muara Enim Sumatera Selatan
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi potensi dan kendala pengembangan ternakruminansia berdasarkan ketersedian lahan hijauan dan tenaga kerja serta memetakan danmenganalisis prioritas pengembangan ternak ruminansia di Kabupaten Muara Enim SumateraSelatan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2005 sampai dengan Nopember 2005.Pengumpulan data dilakukan dengan cara survey dan wawancara langsung ke peternak serta dinasyang terkait. Penentuan nilai koefisien kapasitas tampung rawa dengan metode sistematik (Hallsdkk, 1964). Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan perhitungan Kapasitas PeningkatanPopulasi Ternak Ruminansia (Dirjen Peternakan, 1998). Berdasarkan Pengamatan dan Pengolahandata yang telah dilakukan diketahui bahwa nilai Kapasitas Peningkatan Populasi TernakRuminansia (KPPTR) efektif Kabupaten Muara Enim bernilai positif yaitu 12661,40 atau dapatmeningkat 16,24% dari populasi sebelumnyaKata kunci : Lahan hijauan, populasi ternak ruminansia, tenaga kerj
Pengaruh Penggunaan Hi-Fer? terhadap Kandungan Protein Kasar, Serat Kasar dan Lemak Kasar pada Fermentasi Rumput Bento Rayap (Leersia hexandra)
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan Hi-fer? terhadap kandungan protein kasar, serat kasar dan lemak kasar pada fermentasi rumput Bento Rayap (Leersia hexandra). Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) terdiri atas 4 perlakukan dan 4 ulangan. Perlakuan yang digunakan adalah sebagai berikut : P0 = Rumput Bento Rayap (Leersia hexandra) tanpa perlakuan (kontrol), P1 = Rumput Bento Rayap (Leersia hexandra) + 0,4% Hi-Fer?, P2 = Rumput Bento Rayap (Leersia hexandra) + 0,8% Hi-Fer?, dan P3 = Rumput Bento Rayap (Leersia hexandra) + 1,2% Hi-Fer?. Peubah yang diamati adalah kandungan protein kasar, serat kasar dan lemak kasar. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan Hi-Fer? berpengaruh nyata (P0,05) terhadap kandungan lemak kasar fermentasi rumput Bento Rayap (Leersia hexandra). Penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penggunan Hi-Fer? 0,8% pada fermentasi rumput Bento Rayap (Leersia hexandra) dapat meningkatkan kandungan protein kasar dan serat kasar
Tingkat Kecernaan Nutrisi dan Konsentrasi N-NH3 Bahan Pakan dari Limbah Pertanian dan Rumput Rawa Secara In Vitro
Penelitian ini menguji tiga jenis sumber hijauan yaitu pelepah sawit, jerami padi dan rumput Kumpai Tembaga terhadap tingkat kecernaan Bahan Kering, Bahan Organik dan Neutral Detergent Fiber serta konsentrasi N-NH3. Penelitian dilakukan secara in vitro dengan menggunakan metode dari Theodorou dan Brooks (1990). Sampel yang digunakan sebagai substrat yang diuji dikering oven pada suhu 60°C dan digiling. Sebanyak masing-masing 1 gram sampel dimasukkan dalam setiap botol in vitro yang telah berisi media in vitro. Masing-masing sample diulang 5 kali. Setiap botol kemudian diinukolasi dengan sumber mikroba yang berasal dari cairan rumen sapi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelepah sawit menghasilkan tingkat kecernaan bahan kering dan bahan organik yang lebih tinggi dari jerami padi dan rumput kumpai tembaga yaitu dengan tingkat kecernaan 45,89% kecernaan bahan kering dan 45,33% kecernaan bahan organik. Sementara tingkat kecernaan NDF jerami padi lebih tinggi yaitu 23,13% dibandingkan dengan pelepah sawit dan rumput kumpai tembaga. Konsentrasi N-NH3 rumput kumpai tembaga menunjukkan tingkat konsentrasi yang lebih tinggi yaitu 11,78 mM dibandingkan pelepah sawit dan jerami padi. Kata kunci: Kecernaan, Serat, in vitro, N-NH
Evaluasi Kualitas Fisik Biskuit Berbahan Dasar Rumput Kumpai Minyak dengan Level Legum Rawa (Neptunia Oleracea Lour) yang Berbeda
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kualitas fisik biskuit pakan berbahan dasar rumput kumpai minyak dengan level penggunaan Neptunia oleracea Lour yang berbeda. Formula biskuit pakan yang digunakan pada penelitian ini yaitu legum rawa, rumput kumpai minyak, ampas tahu, bungkil kedelai, garam dan molases. Penelitian dilaksanakan selama 3 bulan di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Pertanian, Universitas Sriwijaya. Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 4 ulangan. Masing-masing perlakuan adalah R0 = tanpa penambahan legum rawa, R1 = penambahan legum rawa 10%, R2 = penambahan legum rawa 20%, R3 = penambahan legum rawa 30%. Peubah yang diamati adalah kerapatan, berat jenis, sudut tumpukan dan daya serap air. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa perlakuan berpengaruh nyata (P0,05) terhadap sudut tumpukan dan daya serap air. Kesimpulan dari penelitian ini adalah biskuit dengan perlakuan penggunaan legum rawa sebanyak 10% menunjukkan hasil terbaik dengan rataan nilai kerapatan 0,33 g/cm3, berat jenis 1,51 g/ml, sudut tumpukan 26,96o, daya serap air 88,21%
Pengaruh Rumput Rawa dan Limbah Pertanian sebagai Penyusun Total Mixed Fiber (TMF) terhadap Kecernaan Serat Kasar dan Protein Kasar secara In Vitro
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh komposisi TMF (Total Mixed Fiber) terhadap kecernaan serat dan protein kasar yang menggunakan bahan baku rumput rawa dan limah pertanian sebagai penyusunnya. Penelitian menggunakan metode rancang acak lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan 4 ulangan. Perlakuan terdiri dari P0 (rumput gajah 60%), P1 (Kumpai tembaga 40% + jerami padi 20%), P2 (Kumpai tembaga 40% + pelepah sawit 20%), P3 (kumpai tembaga 20% + jerami padi 20% + pelepah sawit 20%), dan P4 (jerami padi 30% + pelepah sawit 30%). Parameter yang diamati adalah kecernaan serat kasar, kecernaan ADF (Acid detergent Fiber) dan protein kasar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keempat perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap kecernaan serat kasar, kecernaan ADF, dan kecernaan protein kasar. Kesimpulan dari penelitian ini adalah komposisi TMF yang berasal dari rumput kumpai dan limbah pertanian memiliki kriteria yang baik untuk digunakan sebagai serat pada sapi potong
Biodegradasi Lignoselulosa dengan Phanerochaete chrysosporium terhadap Perubahan Nilai Gizi Pelepah Sawit
Penelitian dilakukan untuk mengetahui interaksi terbaik dari dosis inokulan dan waktuinkubasi biodegradasi pelepah sawit dengan P.chrysosporiumterhadap perubahan nilai gizi pelepahsawit. Penelitian dilakukan dengan menggunakan rancangan acak lengkap pola faktorial. Perlakuanterdiri dari 2 faktor yaitu dosis inokulan (105cfu/ml, 106cfu/ ml, and 107cfu/ml) dan lama inkubasi(10, 15, dan 20 hari). Tidak terdapat interaksi antara dosis inokulan dan lama inkubasi terhadapkandungan bahan kering, bahan organik, protein kasar, serat kasar, lemak kasar dan BETNfermentasi pelepah sawit. Kesimpulan dari penelitian ini adalah interaksi terbaik antara dosisinokulan dan lama fermentasi adalah 105cfu/ml dan 10 hari.Kata kunci : Biodegradasi, nilai gizi, pelepah kelapa sawit, Phanerochaete chrysosporiu
Level Penggunaan Urea dalam Amoniasi Pelepah Sawit terhadap Kandungan Bahan Kering , Serat Kasar, Protein Kasar, BETN, dan Lemak Kasar
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat penggunaan urea terbaik dalam proses amoniasi pelepah sawit terhadap kandungan bahan kering, serat kasar, protein kasar, BETN, dan lemak kasar. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap dengan 4 perlakuan dan 5 ulangan yang terdiri dari P0 (kontrol), P1 (pelepah sawit + 2% urea), Â P2 (pelepah sawit + 4% urea), P3 (pelepah sawit + 6% urea). Setiap perlakuan ditambahkan dengan 15% poultry manureberdasarkan berat kering pelepah sawit. Parameter yang diamati adalah bahan kering, serta kasar, protein kasar, BETN, dan lemak kasar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap bahan kering, serat kasar, protein kasar, BETN, dan lemak kasar. Kesimpulan dari penelitian ini adalah perlakuan dengan pemberian urea 4% memberikan hasil terbaik pada amoniasi urea pelepah sawit
Optimization of Ensilage Total Mixed Fiber (TMF) with Additive and Incubation Periods Differences
This study aims to evaluate the effect of different types of additives and incubation periods for optimization of Total Mixed Fiber (TMF) silage. The method used in this study is randomized experimental design. The factorial pattern consists of 2 factors : additive type and incubation time. The treatment consists of Factor A type of additive: A1 = TMF ensilage with 7g sodium diacetate (SDA) / kg TMF A2 = TMF ensilage with 10x105 cfu lactic acid bacteria / kg TMF. Factor B incubation time B1 = ensilage with 21 days incubation time, B2 = ensilage with 30 days incubation time and B3 = ensiles with 45 days incubation time. The parameters measured are evaluation of nutritional value based on proximate analysis and Van soest. The result of this research indicates that there is an interaction between the types of additives and the duration of incubation in the ensilage optimization of total mixed fiber (TMF). In this study, it is found that the use of sodium diacetate gives the best results in the optimization of TMF silage until the incubation time of 45 days. The contents of TMF silage nutritional value with sodium diacetate (SDA) 7g/kg TMF as additive and 45 days incubation time are 83.79% dry matter, 86.62% organic matter, 12.65% crude protein, 17% crude fiber, 8.07% crude fat, 68.65% NDF, 58.78% ADF, 56% cellulose 34, 9.87% hemicellulose and 7.56% ligni
