35 research outputs found
The cut off of Ferriman Gallwey score for PCOS in Asia and the degree of hyperandrogenism indicator
Objective: To determine the distribution of the Ferriman–Gallwey score in Asia and to study any association between hirsutism and endocrine markers, and also to find the cut off of F-G score.                                     Background: Hirsutism is the most widely used clinical diagnostic criterion for hyperandrogenism, it is present in approximately 70% of PCOS women. Using the Ferriman- Gallwey (F-G) scoring systems for evaluation of hirsutism, the degrees of hyperandrogenism from different regions are distinct and have different cut off.Material and methods: A descriptive cross-sectional study was carried out at Dr. Cipto Mangunkusumo General Hospital Jakarta in 2015. Reproductive age women who commits with PCOS criteria were included in the study. Clinical data was taken by interview, physical examination and US examination. Patient’s blood was taken for FTI, and testosterone.Results: The data indicated that 32.4% PCOS woman shows clinical signs of hyperandrogenism, with the minimum score of hirsutism 2 and based on laboratory findings 34.3% subjects show high FTI and testosterone level. However not all patient with high androgen level have a high score of hirsutism.                              Conclusion: Clinical and laboratory finding of hyperandrogenism have a correlation to determine the score of Ferriman–Gallwey (F-G). The cut off is lower than European and west countries
The Prevalence and Risk Factors of Constipation in Pregnancy
Objective: To estimate the prevalence of constipation in
pregnancy and correlation between gestational age, dietary
fiber intake, water comsumption, and physical activity.
Â
Methods: This study used cross-sectional design with samples of
174 healthy pregnant women undergoing antenatal care at
Obstetrics and Gynecology Outpatient Clinic RSCM during August -
October 2016. Data were collected using questionnaire. Diagnosis
of constipation was based on ROME III criteria, dietary fiber is
measured using Food Frequency Questionnaire (FFQ), and physical
activity was measured using International Physical Activity Questionnaire
(IPAQ). Chi-square and Fisher’s exact test were conducted to
evaluate the association between variables.
Â
Results: The prevalence of constipation in pregnant women
observed in this study was 13.2% (95% CI 8.3-18.1). The most
frequent complaints included straining, incomplete evacuation,
and anorectal obstruction. Dietary fiber intake was low in 81.03%
subject. with average dietary fiber intake of 18.97 gram/day.
There was no significant association between constipation and
gestational age (OR 4.36, 95%CI 0.51-37.48 for second trimester
and OR 2.04, 95%CI 0.25-16.7 for third trimester), dietary
fiber intake (OR 0.82, 95%CI 0.28-2.39), water consumption
(OR 1.38, 95%CI 0.56-3.41), and physical activity (OR 1.167,
95%CI 0.28-4.87).
Â
Conclusion: Prevalence of constipation in pregnant women is
13.2%. There is no significant correlation between gestational age,
dietary fiber intake, water consumption, and physical activity.
Â
Keywords: constipation, pregnant woman, ROME II
Karakteristik Pasien Endometriosis di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo Selama Periode 1 Januari 2000 - 31 Desember 2005
Tujuan: Mengetahui karakteristik pasien endometriosis yang berobat
ke RSCM.
Rancangan/rumusan data: Studi deskriptif. Karakteristik pasien
endometriosis di RSCM.
Tempat: Poliklinik Imunoendokrinologi Reproduksi Departemen
Obstetri dan Ginekologi FKUI/RSCM Jakarta.
Bahan dan cara kerja: Dilakukan pendataan dari catatan medik
tentang karakteristik faktor risiko semua pasien endometriosis baru yang
didiagnosis pertama pada tanggal 1 Januari 2000 sampai dengan 31 Desember
2005 dengan hasil histopatologi (+) endometriosis.
Hasil: Didapatkan 111 sampel yang sesuai dengan kriteria penerimaan
dan penolakan. Rerata usia pasien adalah 33,39 ± 6,40 tahun, di
mana yang terbanyak adalah kelompok usia 30 - 34 tahun (29,72%). Sebagian
besar pasien (68,47%) datang atas keinginan sendiri, dan hanya
1 pasien (0,9%) rujukan dari bidan. Sisanya rujukan dokter umum dan
SpOG. Lebih dari separuh (63,96%) pasien mengalami dismenorea,
tetapi pasien yang datang dengan keluhan utama dismenorea hanya
29,73%. Pasien lain datang dengan keluhan nyeri perut (27,3%), benjolan
di perut (22,52%), gangguan haid (10,81%), ingin anak (7,21%) dan
gangguan berkemih (2,71%). Sebagian besar subjek sudah menikah
(77,48%), dan hampir separuhnya (48,84%) mengalami infertilitas, baik
primer maupun sekunder. Rerata usia menars adalah 13,19 ± 1,87 tahun.
Usia menars terbanyak adalah 12 tahun, sebanyak 36 pasien (32,43%).
Sebagian besar pasien (85,59%) memiliki siklus haid normal (antara 21
- 35 hari), dengan banyaknya haid yang juga normal (2 - 5 pembalut/
hari). Untuk lama haid, ternyata cukup banyak pasien yang mengalami
haid lebih lama dari lama haid normal, yaitu sebanyak 48,65%.
Hampir seluruh subjek tidak menggunakan kontrasepsi oral (91%). Berdasarkan
diagnosis preoperatif, sebanyak 35,13% pasien terdiagnosis sebagai
endometriosis. Sebanyak 26,13% pasien mempunyai diagnosis
preoperatif selain endometriosis atau adenomiosis. Intra operatif dilakuan
penilaian stadium endometriosis menurut (revised) American
Fertility Society (AFS 1 - 4), di mana sebagian besar pasien menderita
endometriosis stadium 3 dan 4 (sedang - berat), yaitu sebanyak 44,14%
dan 46,35%. Pada penelitian ini didapatkan keluhan dismenorea lebih
banyak ditemukan pada stadium 4, yaitu sebanyak 49,30%, walaupun
terdapat 2 pasien (2,81%) pasien dengan dismenorea berada pada stadium
1 (minimal).
[Maj Obstet Ginekol Indones 2007; 31-2: 73-8]
Kata kunci: endometriosis, karakteristik, faktor risik
Evaluasi pasca Radiofrequency Thermal Ablation pada Mioma Uteri dan Adenomiosis
Tujuan: Untuk mengetahui manfaat miolisis dengan radiofrequency
thermal ablation terhadap mioma uteri dan adenomiosis.
Tempat: RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta.
Rancangan/rumusan data: Penelitian ini bersifat deskriptif.
Bahan dan cara kerja: Delapan orang pasien yang menderita
mioma uteri dan atau adenomiosis bergejala menjalani miolisis dengan
radiofrequency thermal ablation baik transvaginal maupun per laparoskopik.
Satu bulan pascaoperasi, pasien dievaluasi kembali ukuran massa
dengan ultrasonografi dan perubahan gejala yang berkaitan dengan
kedua patologi uterus tersebut.
Hasil: Dari pasien yang diteliti, 5 pasien (62,5%) menderita adenomiosis,
dan 3 pasien (37,5%) menderita mioma uteri. Rata-rata diameter
dan volume massa paling besar per pasien berturut-turut adalah
4,6 cm (1,4 - 9,0) dan 694,3 cm3 (11,5 - 3061,8). Tujuh pasien (87,5%)
mengeluh dismenorea, dan hanya 1 pasien mengeluh menorragia. Tiga
pasien (37,5%) menjalani miolisis laparoskopik. Tidak terdapat komplikasi
intraoperatif atau pascaoperatif. Rata-rata reduksi volume massa
pada follow-up 1 bulan adalah 67,5%; reduksi mioma uteri mencapai
81,5%; sedangkan adenomiosis 59,1%. Pada follow-up tersebut, semua
pasien menyatakan keluhan dismenorea atau menorragia menghilang.
Kesimpulan: Pada penelitian pendahuluan ini, miolisis dengan radiofrequency
thermal ablation telah berhasil mengurangi volume mioma uteri
dan adenomiosis serta menghilangkan gejalanya. Diperlukan follow-up serial
dan penelitian tambahan untuk menilai efikasi dan keamanan teknik
ini.
[Maj Obstet Ginekol Indones 2007; 31-2: 79-85]
Kata kunci: mioma uteri, adenomiosis, miolisis, radiofrequenc
Profil siklus menstruasi dan kejadian ovulasi perempuan usia reproduksi pecandu heroin
Tujuan: Mengetahui pola siklus menstruasi dan angka kejadian
ovulasi perempuan usia reproduksi pecandu heroin dan diketahuinya sebaran
angka kejadian ovulasi perempuan usia reproduksi pecandu heroin
menurut pola siklus menstruasinya.
Rancangan/rumusan data: Studi deskriptif dengan rancangan potong
lintang.
Bahan dan cara kerja: Selama kurun waktu Januari sampai Juni
2007 dilakukan pengumpulan data terhadap 40 responden yang diambil
secara consecutive sampling di RSKO Fatmawati dan beberapa puskesmas
di Jakarta. Semua responden dilakukan wawancara mengenai pola
siklus menstruasi tiga bulan sebelumnya dan dilakukan pemeriksaan
kadar progesteron pada fase luteal madya.
Hasil: Subjek yang diteliti berjumlah 40 perempuan usia reproduksi
pecandu heroin yang berusia antara 20 sampai 40 tahun dengan rata-rata
usia responden 26 (20 - 37) tahun. Rata-rata lamanya menggunakan heroin
7,1±3,1 tahun, sedangkan rerata usia responden pertama kali menggunakan
heroin adalah 18 (13 - 31) tahun. Pola menstruasi yang didapatkan
yaitu oligomenorea sebesar 67,5 %, siklus normal 22,5 %, dan
amenorea sebesar 10 %. Pada penilaian kadar progesteron fase luteal
madya didapatkan siklus menstruasi yang tidak berovulasi sebesar 77,5
% dan siklus yang berovulasi sebesar 22,5 %. Tidak ada perbedaan yang
bermakna secara statistik (p > 0,005) di antara kelompok faktor risiko
umur, lama pemakaian heroin, jumlah paritas, dan indeks massa tubuh
mengenai gangguan ovulasi pada perempuan pecandu heroin.
Kesimpulan: Pola menstruasi perempuan usia reproduksi pecandu
heroin yang terbanyak adalah oligomenorea (67,5 %) dengan siklus
yang berovulasi sebesar 26 %.
[Maj Obstet Ginekol Indones 2008; 32-4: 223-8]
Kata kunci: heroin, usia reproduksi, siklus menstruasi, ovulasi
Perbandingan kadar interleukin-10 serum antara wanita hamil normal dan hamil dengan ancaman persalinan preterm
Tujuan: Membandingkan kadar interleukin-10 serum wanita hamil
normal dan wanita hamil dengan ancaman persalinan preterm.
Tempat: Poliklinik Kebidanan dan lantai III Instalasi Gawat
Darurat, Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo,
Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Bahan dan cara kerja: Penelitian ini menggunakan metode potong
lintang, dinilai secara acak serentak 2 populasi yaitu kehamilan normal
dan ancaman persalinan preterm dengan jumlah sampel masing-masing
26 pasien. Pemeriksaan kadar interleukin-10 serum dilakukan dengan
metode ELISA.
Hasil: Kadar interleukin-10 serum wanita yang mengalami ancaman
persalinan preterm (8,28+6,87) pg/ml lebih tinggi bermakna dari kadar
interleukin serum wanita hamil normal (4,00+2,40) pg/ml
Pengaruh Laparoscopic Ovarian Drilling terhadap perubahan aliran darah Stroma Ovarium dan Nisbah LH:FSH pada Sindrom Ovarium Polikistik
Tujuan: Mengetahui pengaruh intervensi LOD terhadap perubahan
vaskularisasi aliran darah stroma ovarium dan penurunan nisbah LH:
FSH pada pasien sindrom ovarium polikistik.
Tempat: Penelitian dilakukan di klinik Raden Saleh Divisi Kesehatan
Reproduksi, Klinik Yasmin dan laboratorium Makmal Terpadu
FKUI-RSUPNCM.
Bahan dan cara kerja: Penelitian ini dirancang sebagai penelitian
quasi/pre eksperimental. Dalam kurun waktu September 2006 sampai
dengan Februari 2007, pasien merupakan pasien SOPK yang gagal
terapi klomifen sitrat dan akan dilakukan terapi laparoscopic ovarian
drilling sesuai kriteria inklusi. Pasien dilakukan pemeriksaan serum hormonal
(LH dan FSH) dan pemeriksaan ultrasonografi dengan doppler
berwarna untuk mengukur indeks resistensi dan indeks pulsasi sebelum
dan satu bulan sesudah tindakan LOD. Kemudian dilakukan pengukuran
nisbah LH/FSH dan indeks pulsasi dan indeks resistensi volume ovarium
sebelum dan sesudah LOD.
Hasil: Selama penelitian terdapat 11 pasien yang menjalani tindakan
LOD. Didapatkan sebaran usia dan indeks massa tubuh 28 ± 2,1 dan
27,55 ± 6,23. Terdapat penurunan nisbah LH:FSH setelah dilakukan
LOD sebesar 1,31 iu/l (3,22-1,91) p=0,790; peningkatan indeks resistensi
setelah dilakukan LOD sebesar 0,04 (0,81-0,85) p=0,284; dan penurunan
indeks pulsasi setelah dilakukan LOD sebesar 0,74 (2,51-1,77)
p=0,062; dengan demikian hasil penelitian tersebut belum cukup bermakna
secara statistik.
Kesimpulan: Terdapat kecenderungan penurunan nisbah LH:FSH,
peningkatan indeks resistensi dan penurunan indeks pulsasi sesudah dilakukan
tindakan LOD.
[Maj Obstet Ginekol Indones 2008; 32-1: 3-10]
Kata kunci: SOPK, LOD, indeks pulsasi, indeks resistens
Pengaruh Isoflavon Terhadap Profil Lipid pada Perempuan Menopause/pascamenopause
Tujuan: Untuk menentukan efek perubahan profil lipid pada perempuan
menopause/pascamenopause yang diberi fitoestrogen (isoflavon).
Tempat: Poliklinik Menopause RSCM/FKUI Jakarta.
Rancangan/rumusan data: Uji klinis cara tersamar ganda dengan
desain paralel tanpa matching.
Bahan dan cara kerja: Selama kurun waktu April 2005 - September
2005, terkumpul 48 orang perempuan menopause/pascamenopause
berusia < 65 tahun yang sehat, telah mengalami henti haid minimal selama
1 tahun dengan kadar FSH ≥ 30 mIU/L. Setelah dilakukan randomisasi
sederhana dengan tabel random dan tersamar ganda, subjek
penelitian dibagi dua kelompok, kelompok pertama diberi obat fitoestrogen
isoflavon oral 100 mg/hari (2 x 50 mg), kelompok kedua diberi
plasebo oral. Sebelum minum obat, diperiksa kadar lipid serum berupa
kolesterol total, LDL kolesterol, HDL kolesterol dan trigliserida. Pemeriksaan
kadar lipid serum kedua diperiksa setelah minum obat selama
12 minggu untuk melihat perubahan profil lipid setelah minum obat.
Hasil: Dari 48 orang yang ikut penelitian, 2 orang dikeluarkan dari
penelitian. Ditemukan kenaikan rerata kadar kolesterol total serum
setelah 12 minggu pada kelompok obat sebesar -17,21 mg/dl (8,1%),
tetapi secara statistik tidak bermakna. Pada kelompok plasebo sebesar
-33,04 mg/dl (15%), secara statistik tidak bermakna. Pada kelompok
obat ditemukan kenaikan kadar LDL sebesar -20,43 mg/dl, lebih sedikit
dibanding kelompok plasebo sebesar -30,92 dan secara statistik bermakna
setelah minum obat. Ditemukan penurunan kadar rerata HDL sebesar
3,99 mg/dl, secara statistik tidak bermakna pada kelompok obat
setelah 12 minggu. Pada kelompok plasebo ditemukan kenaikan sebesar
1,40 dan tidak bermakna secara statistik. Pada kedua kelompok obat dan
plasebo terdapat kenaikan rerata kadar trigliserida (secara statistik tidak
bermakna) yaitu berturut-turut sebesar 3,54 mg/dl dan 4,16 mg/dl.
Kesimpulan: Tidak ditemukan perubahan profil lipid pada pemberian
isoflavon 100 mg/hari selama 12 minggu pada perempuan menopause/
pascamenopause yang sehat.
[Maj Obstet Ginekol Indones 2006; 30-3: 156-63]
Kata kunci: profil lipid, perempuan menopause/pascamenopause,
isoflavon
Gambaran Kadar Interleukin-6 Serum dan Sekret Serviks pada Wanita Infertilitas yang Dicurigai Menderita Penyakit Radang Panggul Subklinik
Tujuan: Mendapatkan gambaran kadar IL-6 serum dan sekret
serviks pada kasus infertilitas yang terbukti mengalami Penyakit Radang Panggul dan bukan Penyakit Radang Panggul.
Rancangan penelitian: Penelitian ini bersifat deskriptif dan dilakukan
secara potong lintang. Sebanyak 20 wanita infertilitas tersangka
PRP subklinik dilakukan pengambilan darah dan sekret servikal untuk
diperiksa kadar IL-6 serum maupun sekret serviks serta dilakukan biopsiendometrium untuk menegakkan ada tidaknya PRP sesuai dengan kriteria Kiviat.
Hasil: Rerata kadar IL-6 serum pada wanita yang terbukti PRP tidak
menunjukkan perbedaan dengan yang tidak terbukti PRP (Rerata 2,56 vs 2,47 pg/ml; median 1,90 vs 1,95 pg/ml; minimum 0,80 vs 0,73 pg/ml;maksimum 10,65 vs 4,87 pg/ml dengan p=0,74)
Sedangkan rerata kadar IL-6 sekret serviks pada wanita yagn terbukti
PRP lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak terbukti PRP
(Rerata (SD) 1275,8 (1073,9) vs 330,7 (178,2) pg/ml; kisaran 85,86 -
3928,86 vs 120,28 - 520,82 pg/ml dengan p= 0,016).
Kesimpulan: Rerata kadar IL-6 sekret serviks pada wanita dengan
PRP lebih tinggi dibandingkan pada wanita tanpa PRP. Sedangkan
rerata kadar IL-6 serum pada wanita dengan PRP dan tanpa PRP tidak
menunjukkan perbedaan. [Maj Obstet Ginekol Indones 2006; 30-1: 30-5]
Kata kunci: IL-6, Penyakit Radang Panggul Subklinik, endometritis,
sekret serviks.
Objective: To obtain profile of IL-6 serum level and cervical secretes
in infertility proved to have experienced pelvic inflammatory disease
and not pelvic inflammatory disease.
Design: This study was a descriptive, cross-sectional trial. As many
as 20 infertile women suspected of subclinical PID (pelvic inflammatory disease) were submitted to blood taking and cervical secretes for the examination of IL-6 serum level and cervical secretes, and endometrial biopsy to confirm the presence or absence of PID in accordance with Kiviat criteria.
Results: Mean IL-6 serum level in women with confirmed PID did
not show any difference from that in women without confirmed PID
(mean 2.56 vs 2.47 pg/ml; median 1.90 vs 1.95 pg/ml; minimum 0.80 vs 0.73 pg/ml; maximum 10.65 vs 4.87 pg/ml with p = 0.74. On the other hand, mean IL-6 level of cervical secretes in women with confirmed PID was higher than that in women without confirmed PID (mean (SD) 1275.8 (1073.9) vs 330.7 (178.2) pg/ml; range 85.86 - 3928.86 vs 120.28 - 520.82 pg/ml, with p = 0.016).
Conclusion: Mean IL-6 level of cervical secretes in women with
PID was higher than that in women without PID. On the other hand,
means IL-6 serum level in women with PID and without PID did not
show any difference. [Indones J Obstet Gynecol 2006; 30-1: 30-5]
Keywords: IL-6, subclinical pelvic inflammatory disease, endometriosis, cervical secretes
Pemeriksaan Antigen pp65 dan mRNA pp67 Cytomegalovirus (CMV) Pada Wanita Hamil dengan IgG anti-CMV positif di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta
Tujuan: Mengetahui proporsi seropositif CMV pada wanita hamil
dengan riwayat abortus dan gambaran hasil pemeriksaan antigen pp65
CMV, mRNA pp67 CMV, serta kesesuaiannya pada wanita hamil dengan
IgG anti-CMV yang positif.
Rancangan/rumusan data: Studi deskriptif. Kesesuaian hasil pemeriksaan
antara antigen pp65 dan mRNA pp67 CMV dinilai dengan
menghitung nilai kappa (k).
Tempat: (1) IGD lantai III dan Poliklinik kebidanan dan kandungan
RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta, (2) Bagian Mikrobiologi dan
(3) Makmal Terpadu Imunoendokrinologi Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Jakarta.
Bahan dan cara kerja: Sampel berasal dari darah wanita hamil
dengan riwayat abortus dan darah tali pusat janin yang dilahirkan. Pemeriksaan
IgM dan IgG CMV dilakukan dengan metode ELISA, pemeriksaan
antigen pp65 CMV dengan teknik imunohistokimia, dan pemeriksaan
mRNA pp67 CMV dengan teknik NASBA.
Hasil: Selama kurun Januari - Juni 2005, terkumpul 50 sampel yang
berasal dari 25 subjek; terdiri dari 25 darah ibu dan 25 darah janin. Seluruh
(100%) wanita hamil dengan riwayat abortus dalam penelitian ini
memberikan hasil IgG antiCMV yang positif. Tidak ada subjek dengan
IgM anti-CMV yang positif. Pada pemeriksaan antigen pp65 CMV terdapat
6% hasil yang positif, yaitu 2% dari sampel ibu dan 4% sampel
tali pusat. Tidak terdapat hasil yang positif pada pemeriksaan NASBA
mRNA pp67 CMV. Terdapat 26% sampel, yaitu 12% sampel ibu dan
14% sampel janin dengan hasil mRNA pp67 CMV tidak dapat ditentukan.
Kesimpulan: Proporsi seropositif IgG anti-CMV pada wanita hamil
dengan riwayat abortus dalam penelitian ini adalah sangat tinggi. Pada
pemeriksaan antigen pp65 CMV terdapat 6% hasil yang positif. Tidak
ada hasil mRNA pp67 CMV yang positif. Penelitian ini menunjukkan
bahwa pada individu yang imunokompeten, jarang sekali terjadi reaktivasi
sehingga risiko infeksi CMV kongenital adalah kecil. Dalam penelitian
ini tidak terdapat kesesuaian hasil antara pemeriksaan antigen pp65
dan NASBA mRNA pp67 CMV, dengan nilai kappa 0%.
[Maj Obstet Ginekol Indones 2006; 30-4: 203-12]
Kata kunci: antigen pp65, mRNA pp67 CMV, IgG anti-CMV,
wanita hamil, riwayat abortus