4 research outputs found
IMPLEMENTASI HAK EX OFFICIOHAKIM DI PENGADILAN AGAMA KRUI SEBAGAI BENTUK RASA KEADILAN BAGI ANAK DAN MANTAN ISTRI DALAM PERKARA CERAI TALAKVERSTEK (Analisis Putusan Pengadilan Agama Krui Tahun 2016-2017)
Syariat Islam membenarkan terjadinya perceraian apabila menjadi solusi
terakhir yang bertujuan untuk kemaslahatan. Salah satu bentuk perceraian adalah
cerai talak, kewajiban suami terkait hak mantan istri yang ditalaknya dan
kewajiban memberi nafkah kepada anaknya telah diatur jelas dalam al-Qur’an
surat al-Baqarahayat 233 dan241 sertasurat At-talaq ayat 6 dan juga dalam
Undang-undang Perkawinan serta Kompilasi Hukum Islam (KHI).
Hak ex officio merupakan hak yang dimiliki hakim karena jabatannya yang
salah bentuknya adalah memutuskan atau memberikan sesuatu yang tidak ada
dalam tuntutan. Berdasarkan Pasal 41 huruf c Undang-undang Perkawinan, kata
“dapat” ditafsirkan “boleh secara ex officio“ memberi ruang kepada hakim untuk
menetapkan iddah, mut’ah dan nafkah hadhanah, sebagai bentuk menyelamatkan
dan perlindungan hak mantan istri dan anak akibat dari perceraian. Dengan hak ex
officiomajelis hakim dapat menghukum mantan suami membayar kewajibankewajibannya
walaupun tidak dituntut oleh mantan istri.
Namun dalam kenyataannya banyak putusan cerai talak di PA Krui belum
maksimal diterapkan dengan memberikan hak-hak yang dimiliki mantan istri dan
anak secara ex officio. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan bagaimana
penerapan ex officiodi PA Krui, apa saja pertimbangan hakim dalam menerapkan
hak ex officioserta apa yang menjadi dasar seorang hakim menggunakan atau tidak
menggunakan hak ex officiodalam memutusperkara cerai talak khususnya yang
diputus verstekkarena ketidakhadiran istri selama persidangan.
Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan yang dilakukan dengan
cara menelaah kumpulan putusan-putusan PA Krui, buku-buku bacaan dan
peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.
Metode yang digunakan adalah metode analisis deskriptif. Metode ini digunakan
untuk menganalisis bagaimanakah tingkat pelaksanaan, apa yang menjadi
pertimbangan hukum serta apa yang menjadi alasan seorang hakimmenggunakan
atau tidak menggunakan hak ex officio dalam memeriksa dan memutus perkara
cerai talak verstek dalam hal pemberian pembebanan kepada mantan suami.
Hasil penelitian diketahui bahwa penerapan hak ex officio hakim di PA Krui
dalam pemeriksaan perkara cerai talak verstek masih sangat minim, hanya ada 33
putusan atau 19,76 % yang memberikan hak anak dan mantan istri dengan
menggunakan hak ex officio. Hal ini disebabkan karena terdapat 2 kelompok
hakim yang memandang berbeda terhadap penerapan hak ex officio hakim.
Mayoritas majelis hakim tidak menggunakan hak ex officio dalam menghukum
pembebanan kepada suami, mereka hanya mengesahkan perceraiannya saja
dengan pertimbangan bahwa istri yang tidak hadir dipersidangan walaupun telah
dipanggil dengan resmi dan patut berarti telah menggugurkan hak-haknya.
Mereka juga berpendapat bahwa hakim hanya bersifat pasif dalam memeriksa
perkara perdata, memutus melebihi dari apa yang dituntut oleh pemohon termasuk
pelanggaran (ultra petita) yang dapat menyebabkan cacat hukum. Kelompok
hakim minoritas menggunakan hak ex officio hakim dalam pemeriksaan perkara
cerai talak verstekdengan menyertakan pembebanan kepada suami dalam
putusannya walaupun tidak dituntut/diminta oleh pihak istri dan selama dalam
persidangan istri tidak pernah hadir, pertimbangannya bahwa kewajiban terkait
nafkah iddah, mut’ah dan nafkah hadhanahmerupakan satu paket kewajiban
sebagai akibat dari cerai talak dan sebagai bentuk perwujudan dari konsep
kemaslahatan untuk melindungi kaum lemah yakni anak dan mantan istri. Dasar
hukum yang digunakan majelis hakim adalah UU Nomor 1 Tahun 1974 pasal 41
huruf (c) dan KHI Pasal 149, 152 dan 156.Penentuan beban ini didasarkan
pertimbangan melihat kemampuan ekonomi dan itikad suami, lama usia
perkawinan, nusyuz tidaknya istri serta faktor usia dan jumlah
ii