59,750 research outputs found
Immanuel Kant’s Ethical thought and Its relevance in Islamic Religious Education
Penelitian ini membahas tentang pemikiran Immanuel kant tentang etika. Banyak para filsuf yang membahas soal etik. Etik sebagai sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan manusia, salah satunya yaitu Etik Immanuel Kant. Etika Kant merupakan etika kewajiban yang tidak menuntut adanya kebahagian atau faktor-faktor yang datang dari luar. Etika Immanuel Kant berlandaskan kepada kehendak baik. Etika ini menilai suatu tindakan baik berdasarkan kepada kehendak baik atau keinginan baik. Berbeda dengan filosof Barat lainnya, tujuan atau konsekuensi bukanlah penilaian terhadap baik buruknya suatu perbuatan. Kehendak baik yang berdasarkan kewajiban sebagai penentu tindakan yang bermoral. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kepustakaan (library research), yaitu mengumpulkan buku-buku, artikel, dan dokumen yang mengkaji tentang penelitian yang dibahas oleh peneliti. Pemikiran Immanuel kant tentang etika deontologi sangat menekankan motivasi, kemauan baik dan watak yang kuat dari perilaku. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemikiran Immanuel Kant khususnya etika bersifat analitis dan tajam. Sistem etika Immanuel Kant berkisar pada soal kewajiban atau etika deontologi. Deontologi merupakan pemikiran etis yang menyatakan baik buruknya tindakan tidak diukur dari akibat yang ditimbulkan tetapi berdasar kepada sifat tertentu dari hasil yang dicapainya. Relevansinya terhadap pendidikan Islam dengan pendidikan islam diatas agar manusia bertaqwa dan mendapatkan kehidupan bahagia dunia dan akhirat dalam hal ini taqwa yang dimaksud adalah kewajiban bagi manusia untuk menjalankan segala perintah Allah dan menjahui segala larangannya
5. Immanuel Kant and Critical Idealism
The ideas of Immanuel Kant (1724-1804) are significant enough to be compared to a watershed in Western thought. In his mind were gathered up the major interests of the Enlightenment: science, epistemology, and ethics; and all of these were given a new direction which he himself described as another Copernican revolution. As Copernicus had shown that the earth revolved around the sun, rather than the sun around the earth, so Kant showed that the knowing subject played an active and creative role in the production of his world picture, rather than the static and passive role which the early Enlightenment had assigned him. This change of emphasis from object to subject can be seen in the appearance of the new word, Weltanschauung And the form which this change took was one type of idealism, although different from the idealism of Berkeley. [excerpt
What Does it Mean to Orient Oneself in Thinking?
Translation from German to English by Daniel Fidel Ferrer
What Does it Mean to Orient Oneself in Thinking?
German title: "Was heiĂźt: sich im Denken orientieren?"
Published: October 1786, Königsberg in Prussia, Germany.
By Immanuel Kant (Born in 1724 and died in 1804)
Translation into English by Daniel Fidel Ferrer
(March, 17, 2014). The day of Holi in India in 2014.
From 1774 to about 1800, there were three intense
philosophical and theological controversies underway in Germany, namely:
Fragments Controversy, the Pantheism Controversy, and the Atheism
Controversy. Kant’s essay translated
here is Kant’s respond to the Pantheism Controversy. During this period (1770-1800), there was the
Sturm und Drang (Storm and Urge (stress)) movement with thinkers like Johann
Hamann, Johann Herder, Friedrich Schiller, and Johann Goethe; who were against
the cultural movement of the Enlightenment (Aufklärung). Kant was on the side
of Enlightenment (see his Answer the Question: What is Enlightenment? 1784).
What Does it Mean to Orient Oneself in Thinking? / By Immanuel Kant (1724-1804).
[Was heiĂźt: sich im Denken orientieren? English]
Immanuel Kant on Supersymmetry: A Practical Evaluation
A short review of the motivations for supersymmetry in astrophysics and
particle physics is given. Despite the amount of theoretical research conducted
in the past decades, no observational evidence for supersymmetry has yet been
found. While a large part of the community is expecting supersymmetry to be
discovered in the Large Hadron Collider (LHC), some of the basic arguments in
favor are disputed here. Since it is not excluded that the author's view may be
biased by his research, he proposes a bet on the discovery of supersymmetric
particles: According to the philosopher Immanuel Kant, the bet marks the
difference between persuasion and conviction.Comment: 4 pages pdfLaTe
Relasi Hukum Dan Moral Perspektif Imperative Categories
Scopenhauer menyatakan, seseorang akan tetap terlihat kanak-kanak sebelum memahami filsafat Kant, hal ini menunjukkan begitu besar dan pentingnya pemikiran Kant dalam membentuk pengetahuan modern berserta impilkasinya, termasuk pergeseran pola relasi hukum dan moral. Tulisan ini bertujuan membahas permasalah relasi hukum dan moral dalam perspektif imperative Categories Immanuel Kant. Menggunakan jenis penelitian doktrinal, pendekatan filosofis. Hasil analisis menunjukan relasi hukum dan moral dalam pemikiran Immanuel Kant berada dalam bentuk relasi independen-dialog, dimana hukum dan moral terpisah akan tetapi sederajat, baik pada level objek, sumber, metodelogi, dan tujuan
Ressenyes
Obra ressenyada: Pere LLUĂŤS FONT, Immanuel Kant. Sis assaigs i un diĂ leg d'ultratomba. Barcelona: Arpa, 2016
Konsep kebebasan kehendak manusia dalam pemikiran Immanuel Kant dan Mu'tazilah : studi komparatif
Hidup dengan bebas merupakan salah satu keinginan manusia yang sangat mendasar dalam menjalani kehidupan. Konsep kebebasan kehendak manusianya Immanuel Kant berusaha membongkar suatu tatanan, yang menurutnya dapat menghambat suatu kemajuan. Sedangkan konsep kebebasan kehendak manusia Mu‟tazilah berusaha memurnikan tauhid dan ingin menjaga eksistensi Tuhan. Oleh sebab itu, konsep kebebasan kehendak manusia Immanuel Kant dan Mu‟tazilah sangat sesuai dalam mendorong semangat untuk menjalani kehidupan.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gagasan pemikiran Immanuel Kant dan aliran Mu‟tazilah serta menentukan persamaan dan perbedaan gagasan kedua tokoh dengan konsep kebebasan kehendak manusia.
Jenis penelitian ini adalah kualitatif. Pengumpulan data yang digunakan dalam menyusun skripsi ini dengan menggunakan penelitian kepustakaan (library research). Sumber primer yang digunakan adalah buku yang ditulis oleh Immanuel Kant yaitu The Critique of Practical Reason dan buku yang fokus pada aliran Mu‟tazilah yaitu Syarah al Ushūl al Khamsah karya Abul Jabbar bin Ahmad. Sumber sekunder penelitian ini berasal dari buku-buku yang membahas tentang kebebasan kehendak manusia Immanuel Kant dan aliran Mu‟tazilah. Metode analisis untuk mengolah data yang sudah terkumpul dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dan komparatif
Hasil penelitian ini menunjukkan: Immanuel Kant mengawali konsep kebebasan kehendak manusianya dengan masalah kebenaran sering disebut dengan dalil kepercayaan, yaitu kebebasan kehendak, immortalitas jiwa dan eksistensi Tuhan. Kebenaran menurut Immanuel Kant bersifat tafsiran, bukan kebenaran mutlak. Akal budi murni bersifat praktis dan memberi manusia hukum universal atau hukum moral, yang beranggapan bahwa manusia sebagai makhluk rasional yang memiliki kehendak murni. Aliran Mu‟tazilah berusaha memurnikan perbuatan Tuhan, dan manusia bertanggung jawab atas segala perbuatannya kepada Tuhan. Perbuatan Tuhan dibatasi dengan keadilan, janji ancaman, dan hukum alam. Maka manusia berkehendak menyesuaikan hukum alam dan Tuhan tidak ikut campur terhadap perbuatan makhluknya. Jadi, komparasi dari konsep Immanuel Kant dan aliran Mu‟tazilah bisa dilihat dari persamaan dan perbedaannya. Immanuel Kant dan aliran Mu‟tazilah sama-sama memberikan kebebasan terhadap kehendak manusia, namun perbedaannya adalah kebebasan Immanuel Kant mutlak ditangan individu dan manusia berperilaku menurut hukum-hukum moral, sedangkan kebebasan aliran Mu‟tazilah masih terikat oleh Tuhan dan terbatas oleh hukum ala
Immanuel Kant (Reference Entry)
Immanuel Kant, published in Ethics, Revised Edition, pages 804-06, reprinted (or reproduced) by permission of the publisher Salem Press. Copyright, ©, 2004 by Salem Press
A posteriori & a priori knowledge in Taekwondo
[EN] Immanuel Kant bifurcated knowledge into two classes: apriori, or knowledge that is learned through reason..
- …