Jurnal Teknik Kimia
Not a member yet
233 research outputs found
Sort by
PELAPISAN KAIN DRYFIT DENGAN TETRAETILORTOSILIKAT (TEOS) DAN NONACOSANEDIOLS
Nanosilika dan Nonacosanediols adalah material yang digunakan untuk menghasilkan permukaan hidrofobik. Penelitian ini bertujuan mengkaji karakteristik kain dryfit setelah pelapisan nanosilika dan nonacosanediols dari ekstrak daun teratai menggunakan katalis asam, mengetahui komposisi TEOS dan ekstrak daun teratai terbaik dalam pelapisan kain serta menghitung pertambahan sudut kontak air. Dilakukan 3 proses yakni proses pembuatan larutan TEOS, pembuatan larutan ekstrak, dan dipcoating kain dalam larutan. Pembuatan larutan TEOS dilakukan dengan menambahkan etanol 10ml dengan variasi TEOS 1ml; 3ml; 5ml; 7ml; 10ml kemudian distirer selama 10 menit. Proses pembuatan larutan ekstrak daun teratai dengan memaserasikan daun yang telah dipotong kecil dengan n-heksana selama 24 jam. Larutan TEOS dan ekstrak dengan variabel 0,5ml; 1ml; 1,5ml; 2ml; 2,5ml; dicampurkan lalu ditambah aquadest 10ml dan HCL hingga pH 2 untuk membentuk larutan pelapis. Larutan pelapis yang terbentuk digunakan untuk dipcoating kain lalu dikeringkan. Analisa sifat hidrofobik kain dengan metode MC/MR dan sudut kontak air menunjukkan kondisi terbaik pada sampel ke-5 (dengan TEOS 10ml + ekstrak daun teratai 2,5ml) menghasilkan material dengan MC/MR terendah sebesar 6,14%; 5,78% dan sudut kontak 150º. Karakterisasi SEM menunjukkan penambahan larutan TEOS dan ekstrak daun teratai dapat meningkatkan kekasaran permukaan dan komposisi kimia yang semakin nonpolar sehingga meningkatkan sifat hidrofobik kain. DOI : https://doi.org/10.33005/jurnal_tekkim.v17i1.348
PENURUNAN KADAR TSS DAN BOD PADA LIMBAH CAIR LAUNDRY DENGAN METODE ELEKTROKOAGULASI
Air buangan sisa detergen dapat menimbulkan permasalahan serius karena produk detergen dan bahan-bahan kimianya dapat berakibat toxic bagi kehidupan dalam air. Komposisi kimia dalam detergen yaitu zat aktif permukaan (surfaktan), bahan penguat (builder) dan bahan-bahan lainnya (pemutih, pewangi dan bahan penimbul busa). Penelitian ini bertujuan untuk menurunkan kadar TSS dan BOD pada limbah cair laundry dan untuk mencari jarak tiap elektroda dan kecepatan pengadukan yang terbaik dalam proses elektrokoagulasi pada kadar TSS dan BOD pada limbah cair laundry. Metode dalam penelitian ini adalah elektrokoagulasi dengan mixed reaktor secara batch dan menggunakan elektroda alumunium dengan variabel kecepatan pengadukan 120, 240, 360, 480, 600rpm dan jarak elektroda 1, 2, 3, 4, 5cm selama 60 menit. Hasil yang diperoleh yaitu kadar TSS dan BOD mengalami penurunan terbaik berturut-turut yaitu sebesar 20 mg/L dan 42 mg/L pada jarak elektroda sebesar 1cm dengan kecepatan pengadukan sebesar 600rpm dan sudah memenuhi standar baku mutu (60 mg/L untuk TSS dan 75 mg/L untuk BOD). DOI : https://doi.org/10.33005/jurnal_tekkim.v17i1.348
EDIBLE FILM DARI PEKTIN KULIT PEPAYA DAN KITOSAN DARI KULIT UDANG SEBAGAI PELAPIS MAKANAN
Masalah kesehatan dan lingkungan dapat disebabkan dari limbah plastik yang berlebihan, untuk itu permintaan kemasan ramah lingkungan yang dapat menjamin keamanan produk pangan seperti edible film mulai meningkat. Edible film dapat diproduksi dari bahan alami seperti pektin yang terdapat pada tumbuhan pepaya dan kitosan pada udang. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk menentukan komposisi terbaik dalam pembuatan edible film dengan menggunakan pektin dari limbah kulit pepaya dan kitosan dari limbah kulit udang dengan penambahan gliserol. Kemudian dilakukan metode RSM (Response Surface Methodology) yaitu metode gabungan antara teknik matematika dan teknik statistika untuk mendapatkan hasil optimum. Pektin dan kitosan diaduk bersama gliserol untuk menjadi edible film. Berdasarkan penelitian ini didapatkan karakteristik edible film meliputi nilai kuat tarik tertinggi terdapat pada rasio kitosan-pektin 7:3 dengan konsentrasi gliserol 1% yaitu sebesar 1,947 MPa dan nilai persen elongasi tertinggi terlihat pada rasio kitosan-pektin 3:7 dengan konsentrasi gliserol 3% yaitu sebesar 19,30%. Nilai persen biodegradable semua edible film yang diperoleh sudah sesuai dengan standar yaitu di atas 50%. Berdasarkan RSM didapatkan hasil optimum yaitu berada pada rasio komposisi kitosan-pektin 5:5 dengan konsentrasi gliserol 2,5% dengan nilai kuat tarik sebesar 0,392 MPa, nilai elongasi sebesar 9,466% dan biodegradable sebesar 84,12%. DOI : https://doi.org/10.33005/jurnal_tekkim.v17i1.348
KINETIKA REAKSI TRANSESTERIFIKASI BIODIESEL DARI MINYAK JELANTAH MENGGUNAKAN KATALIS CaO MODIFIKASI
Berkurangnya ketersediaan bahan bakar fosil sebagai sumber energi mendorong manusia untuk menciptakan inovasi dalam bidang energi baru dan terbarukan seperti salah satu contohnya yaitu pembuatan biodiesel dari minyak yang bersumber dari nabati ataupun lemak hewan. Biodiesel yang berasal dari lemak hewan atau minyak nabati memiliki harga yang lebih mahal. Produksi biodiesel dengan harga lebih terjangkau dapat dilakukan dengan menggunakan minyak jelantah. Tujuan dari penelitian ini ialah mengetahui suhu serta waktu yang optimal untuk pembuatan biodiesel dari minyak jelantah menggunakan katalis CaO modifikasi dan untuk mengetahui kinetika reaksi transesterifikasi dalam produksi biodiesel. Minyak jelantah dalam penelitian ini didapatkan dari limbah rumah makan PT. Onsu Pangan Perkasa outlet “Geprek Bensu” di daerah Rungkut, Surabaya. Minyak jelantah yang didapat terlebih dahulu dilakukan pretreatment. Minyak jelantah hasil pretreatment kemudian di atur pada suhu 40, 45, 50, 55, 60°C dan dicampur dengan larutan metoksid kemudian diaduk pada variable waktu 20, 30, 40, 50, 60 menit. Biodiesel yang didapat kemudian didiamkan, dimurnikan, dan dipisahkan dengan kandungan air di dalam centrifuge. Pada hasil penelitian didapatkan konversi terbesar, yaitu 21,94% pada suhu dan waktu reaksi yaitu 60°C dan 60 menit. Kadar methyl ester total sebesar 98,16%. Reaksi transesterifikasi biodiesel dari minyak jelantah memakai katalis CaO modifikasi sesuai dengan orde satu semu. DOI : https://doi.org/10.33005/jurnal_tekkim.v16i2.305
KAJIAN MAGNESIUM SILIKAT UNTUK ANODA BATERAI LITHIUM BAHAN BAKU AMPAS TEBU
Banyaknya konsumsi gula menimbulkan limbah ampas tebu yang tinggi. Ampas tebu memiliki kandungan silika yang tinggi berbentuk amorft. Tujuan dari penelitian ini mengkaji performa baterai lithium dengan material anoda magnesium silikat yang terbuat dari limbah garam dan ampas tebu serta mengetahui morfologi dari magnesium silikat. Prosedur dari penelitian ini adalah ampas tebu difurnace 600oC kemudian diekstraksi mengunakan NaOH selanjutnya dilakukan proses pencampuran sumber karbon yang kemudian dilanjutkan dengan pembuatan slurry, pembuatan lembaran (coating) dan proses pembuatan coin cell. Peubah yang dijalankan sumber carbonnya yaitu berasal dari gambut dan dextrose. Hasil penelitian menunjukan bahwa magnesium silika dapat bereaksi dengan lithium untuk mengetahui performa elektrokimia dilakukan pengujian Electrochemical Impedance Spectroscopy (EIS), Cyclic Voltammetry (CV), dan Galvanostatic Charge–Discharge. Hasil elektrokimia yang terbaik adalah dextrose dibanding gambut dengan hasil CV 1,1709 V; 2,1359 V; dan 2,7502 V, hasil EIS yang didapat 850,6 Ω dan hasil Charge–Dischargenya 29 mAh/g volt. DOI : https://doi.org/10.33005/jurnal_tekkim.v16i2.304
ARANG AKTIF SERBUK KAYU JATI MENGGUNAKAN AKTIVATOR H3PO4 DAN MODIFIKASI TiO2
Arang aktif ialah material arang yang memiliki pori-pori yang luas permukaannya besar sehingga sering dimanfaatkan. Tujuan dilakukannya percobaan ini yaitu untuk mengetahui proses pembuatan serbuk kayu jati dengan menggunakan aktivator H3PO4 dan modifikasi titanium dioksida. Proses yang digunakan dalam pembuatan arang aktif serbuk kayu jati menggunakan proses pirolisis. Serbuk gergaji ditimbang dengan rasio berat awal sebesar 200 gram, 300 gram dan 400 gram. Proses aktivasi arang aktif serbuk kayu jati dilakukan aktivasi secara kimia dan tanpa aktivasi. Pada proses aktivasi kimia arang aktif yang didapatkan dari proses pirolisis direndam dengan menggunakan agen aktivasi asam fosfat dengan rasio konsentrasi yaitu sebesar 5%, 10%, 15%, 20% dan 25%. Setelah dilakukan proses aktivasi menggunakan asam fosfat, kemudian dilakukan modifikasi atau penambahan titanium dioksida dengan rasio perbandingan (4:1). Penelitian ini memberikan hasil optimum pada berat awal 200 gram dengan konsentrasi sebesar 15% didapatkan kadar air sebesar 8,75% dan kadar abu sebesar 15,84%. Hasil uji EDX diperoleh penyusun komponen kimia arang aktif ialah arang (C) sebesar 22,27% berat, Oksigen (O) sebesar 33,26% berat, Alumunium (Al) sebesar 0,93% berat, Silikon (Si) sebesar 2,01% berat, Fosfor (P) sebesar 3.12% berat dan Titanium (Ti) sebesar 38,4% berat. DOI : https://doi.org/10.33005/jurnal_tekkim.v16i2.304
BIOCHAR DARI CANGKANG BIOMASSA DENGAN PROSES KARBONISASI
Limbah cangkang biomassa dapat dimanfaatkan sebagai biochar. Cangkang kluwak dan cangkang karet merupakan limbah pabrik rempah, dan limbah perkebunan. Kedua cangkang tersebut mengandung selulosa dan lignin yang merupakan parameter penting dalam pembuatan biochar. Pada penelitian ini, pembuatan biochar dilakukan dengan proses karbonisasi. Variabel yang diuji adalah suhu (200°C, 250°C, 300°C, 350°C) dan waktu karbonisasi (30 menit, 45 menit, 60 menit, 75 menit) pada masing-masing cangkang biomassa. Cangkang biomassa terlebih dahulu dianalisa kandungan selulosa dan lignin dengan metode Chesson, kemudian biochar cangkang biomassa dianalisa dengan metode Fixed Carbon untuk mengetahui kadar carbon, abu, air dan volatile matter. Hasil terbaik dari penelitian ini yaitu pada suhu 350°C dan waktu 45 menit. Pada cangkang kluwak didapatkan kadar carbon 92,380%, kadar abu 1,246%, kadar air 3,650% dan kadar volatile matter 2,724%. Pada cangkang karet didapatkan kadar carbon 87,362%; kadar abu 4,956%; kadar air 1,158% dan kadar volatile matter 6,524%. Hasil kadar biochar pada kedua cangkang biomassa sesuai dengan SNI yaitu kadar minimal 65%, kadar abu maksimal 15%, kadar air maksimal 10%, dan kadar volatile matter maksimal 25%. DOI : https://doi.org/10.33005/jurnal_tekkim.v16i2.304
PERBANDINGAN MOL CaCl2 DENGAN ETILEN GLIKOL TERHADAP SINTESIS PRECIPITATED CALCUM CARBONATE
Limbah yang ditimbulkan pada produksi pupuk ZA yang merupakan tepung kristal kalsit mengandung CaO dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan precipitated calcium carbonat (PCC), saat ini sedang dikembangkan sebagai material maju berukuran kurang dari 100nm disebut nano-PCC. Metode yang digunakan adalah kopresipitasi bottom-up yaitu dengan mencampurkan larutan filtrat CaCl2 (dari reaksi CO dan HCl), larutan polimer etilen glikol, larutan NaOH (untuk netralisasi) dan Na2CO3. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh perbandingan rasio mol CaCl2 dengan etilen glikol pada berbagai suhu. Sintesis PCC ini dilakukan dalam beberapa tahapan, yaitu persiapan bahan, pencampuran, pengaturan pH, pengendapan, dan pengeringan. Variable yang digunakan adalah perbandingan rasio mol CaCl2 : etilen glikol (1:8); (1:9); (1:10); (1:11); (1:12) dan peubah suhu (30; 40; 50; 60; 70ºC). Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbandingan rasio mol CaCl2 : etilen glikol dan suhu sangat berpengaruh terhadap hasil ukuran partikel CaCO3, dimana semakin kecil perbandingan rasio mol CaCl2 : etilen glikol, maka ukuran partikel PCC yang terbentuk semakin berukuran nano seiring peningkatan suhu. Hasil terbaik didapatkan pada perbandingan mol CaCl2 : etilen glikol (1:8) pada temperatur 70ºC didapatkan ukuran partikel nano-PCC sebesar 5,044 nm dengan yield sebesar 75,9%, serta didapatkan kristal aragonit-kalsit dengan bentuk batang dan prismatic serta kandungan CaCO3 sebesar 81,69%. DOI : https://doi.org/10.33005/jurnal_tekkim.v17i1.348
KAJIAN PENINGKATAN NILAI KALOR BRIKET BLOTONG DENGAN PENAMBAHAN PELEPAH PISANG DAN MOLASE
Blotong merupakan limbah biomassa dari industri gula tebu pada stasiun pemurnian nira. Blotong memiliki kandungan karbon yang cukup tinggi sehingga berpotensi untuk dijadikan bahan bakar. Blotong juga mempunyai kadar abu yang cukup tinggi, sehingga perlu ditambahkan bahan lain yang dapat mengurangi kadar abu pada blotong sehingga dihasilkan briket dengan kualitas yang lebih baik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui cara pembuatan briket blotong dengan baik serta untuk menentukan komposisi briket terbaik dengan menambahkan pelepah pisang dan perekat molase pada briket blotong sehingga didapatkan nilai kalor terbaik pada briket blotong. Variabel yg digunakan adalah komposisi blotong:pelepah pisang dengan perbandingan (90:10); (80:20); (70:30); (60:40); (50:50) dan konsentrasi perekat (5%; 10%; 15%; 20%; 25%).Hasil penelitian menunjukkan pengolahan blotong menjadi briket dengan penambahan pelepah pisang dan perekat molase terbukti dapat meningkatkan nilai kalor blotong. Nilai kalor pada awal perlakuan adalah 3181 kal/gr. Penambahan pelepah pisang dengan perbandingan blotong:pelepah pisang (90:10) dapat meningkatkan nilai kalor briket blotong berkisar 3632 kal/gr, sedangkan pada komposisi blotong:pelepah pisang (80:20) didapatkan nilai kalor sebesar 3791 kal/gr. Penambahan pelepah pisang dengan komposisi blotong : pelepah pisang masing-masing sebesar (70:30); (60:40); dan (50:50), didapatkan nilai kalor sebesar 3816 kal/gr, 4000 kal/gr, dan 3900 kal/gr. Nilai kalor terbaik didapatkan pada komposisi briket blotong pelepah pisang (60:40) dengan penambahan perekat 15% yaitu sebesar 4060 kal/gr DOI : https://doi.org/10.33005/jurnal_tekkim.v16i2.305
KARBON AKTIF DARI LIMBAH DAUN JATI MENGGUNAKAN AKTIVATOR LARUTAN KOH
Daun jati belum banyak dilirik kegunaannya dan sebagian besar menjadi limbah padat. Limbah daun jati ini merupakan bahan yang berpotensi sebagai pembuatan karbon aktif karena mempunyai kandungan lignin+10%, selulose+28%, dan karbon organic+50%. Penelitian ini bertujuan untuk mencari konsentarsi activator serta waktu perendaman yang terbaik terhadap mutu atau kualitas karbon aktif daun jati. Selain itu, juga sebagai bahan alternatif pembuatan adsorben untuk keperluan berbagai industri. Proses pembuatan karbon aktif ini dimulai dengan memotong-motong daun jati hinggga ukurannya mengecil. Kemudian limbah daun jati dipirolisis dengan temperatur 300ᵒC selama 5 jam. Kemudian kabon didinginkan pada suhu kamar sekitar 28ᵒC. Setelah dingin, karbon dihancurkan dan diayak menggunakan ayakan 60 mesh. Karbon diaktivasi menggunakan KOH dengan variasi konsentrasi 0,5M; 1M; 1,5M; 2M;2,5M dengan waktu perendaman selama 12, 16, 20, 24, dan 28 jam. Setelah melewati proses aktivasi, selanjutnya dilakukan filtrasi dan penetralan pH dengan mencuci menggunakan aquadest, diikuti dengan pengeringan menggunakan menggunakan oven selama 2 jam. Hasil terbaik yakni karbon aktif yang diaktivasi oleh KOH 2,5M dan waktu perendaman selama 20 jam dengan daya jerap terhadap iodine sebesar 774,151 mg/g, kadar air 7,0879%, kadar abu 33,2343%, kadar zat mudah menguap 35,3788% dan karbon terikat 24,299%. DOI : https://doi.org/10.33005/jurnal_tekkim.v16i2.305