Visio Dei - Jurnal Teologi Kristen
Not a member yet
111 research outputs found
Sort by
Spiritualitas Ina Na Marsahala dan Eksistensi Perempuan Batak
This study examines the concept of Ina na Marsahala as a cultural-theological representation of Batak women’s spirituality and character within the framework of contextual theology. The central research question explores how the values of sahala—understood as the integration of spiritual depth, moral excellence, and personal integrity—are embodied in the lived experiences of Batak women in their families, communities, and church life. The study was conducted in a Batak community in Pematangsiantar and involved nine participants, including two key informants who have long-standing roles in Batak religious and cultural life. Using a qualitative case study approach, data were gathered through Focus Group Discussions (FGDs) and in-depth interviews, then analyzed thematically and validated through triangulation. The research identified six core values that define the Ina na Marsahala identity: Sitiop Puro, Soripada, Parsonduk Bolon, Parsangkalan na so ra mahiang, Partataring na so ra mintop, and Parbahulbahul na Bolon. These values reflect a form of incarnational spirituality and ethical leadership that is deeply rooted in everyday practices. Ultimately, the study concludes that Ina na Marsahala provides a strong theological foundation for contextual feminist theology—one that is both rooted in indigenous wisdom and aligned with the vision of transformative Christian ministry among Batak communities.Penelitian ini mengkaji makna Ina na Marsahala sebagai representasi spiritualitas dan karakter perempuan Batak dalam konteks teologi kontekstual. Masalah yang diteliti adalah bagaimana nilai-nilai sahala—yakni spiritualitas unggul, kualitas unggul, dan karakter unggul—dihayati oleh perempuan Batak dan direfleksikan dalam kehidupan keluarga, masyarakat, dan gereja. Subjek penelitian terdiri dari sembilan informan dari komunitas Batak di Pematangsiantar, termasuk dua tokoh kunci. Tujuan penelitian ini adalah merumuskan nilai Ina na Marsahala sebagai dasar bagi pengembangan teologi perempuan yang kontekstual. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Data dikumpulkan melalui teknik Focus Group Discussion (FGD) dan wawancara mendalam, kemudian dianalisis secara tematik-deskriptif dengan triangulasi pada informan utama. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai Ina na Marsahala terdiri dari enam karakter utama: Sitiop Puro, Soripada, Parsonduk Bolon, Parsangkalan na so ra mahiang, Partataring na so ra mintop, dan Parbahulbahul na Bolon. Nilai-nilai ini mencerminkan spiritualitas inkarnasional dan kepemimpinan etis perempuan Batak dalam kehidupan sehari-hari. Kesimpulannya, Ina na Marsahala merupakan fondasi teologis yang relevan untuk membangun spiritualitas perempuan yang membebaskan dan kontekstual dalam pelayanan gereja dan masyarakat Batak
Integrasi Nilai-Nilai Kristen dalam Pemerintahan
This article explores the challenges of applying Christian values within governmental leadership and their impact on the quality of democracy and national diversity. The purpose of this study is to formulate relevant Christian values and integrate them into the context of Indonesia’s public administration. Using a normative-theological and qualitative-descriptive approach, the research analyzes theological and biblical literature, conceptual frameworks, governmental practices, and comparative studies. The findings highlight several core values — including love, justice, integrity, humility, service, and moral responsibility — that can form the foundation of a servant leadership model for government. In conclusion, integrating these Christian values into governmental leadership offers a transformative approach, strengthening democratic practices and restoring public trust through service, justice, and integrity as guiding principles for leaders.Kepemimpinan di lingkungan pemerintahan seringkali sulit menerapkan nilai-nilai Kristen dalam kepemimpinannya seperti keadilan, kasih, integritas, dan bukan kepemimpinan yang melayani, dampaknya prinsip demokrasi dan kebhinekaan tidak terawat dengan baik. Ada pun subyek atau obyek dalam penelitian ini mencakup kepemimpinan pemerintahan, dan masyarakat yang dipimpin. Tujuan penelitiannya yaitu menganalisis prinsip kepemimpinan pemerintahan, mengeksplorasi tantangan dalam implementasi nilai-nilai Kristen, menganalisis dampak kepemimpinan pemerintahan terhadap masyarakat dan kebijakan publik. Pendekatan penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan meneliti dari buku, dan artikel ilmiah. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa nilai-nilai Kristen diimplementasikan dalam kepemimpinan pemerintahan melalui prinsip pelayanan, integritas, keadilan sosial, dan pengambilan keputusan etis berkontribusi dalam membangun pemerintahan yang adil, transparan, dan berorientasi pada kesejahteraan rakyat. Prinsip-prinsip dalam menjalankan tugas seperti pelayanan, integritas, kejujuran, keadilan sosial, dan pengambilan keputusan yang beretika, dapat menjadi fondasi kuat dalam kepemimpinan pemerintahan. Implementasi nilai-nilai Kristen dalam pemerintahan juga menghadapi tantangan yang kompleks seperti tekanan politik, dan kritik terhadap eksklusivitas agama. Oleh karena itu, diperlukan strategi yang bijaksana, seperti kolaborasi lintas sektor dan keteladanan dalam kepemimpinan. Secara keseluruhan, penelitian ini menegaskan bahwa meskipun terdapat berbagai tantangan, kepemimpinan yang berlandaskan nilai-nilai Kristen dapat membawa perubahan positif dalam pemerintahan, dan menciptakan kebijakan yang berpihak pada kesejahteraan masyarakat serta membangun pemerintahan yang berintegritas
Inovasi Pelayanan Keluarga
The separation of worship between parents and children in church has a positive side, namely allowing teaching to be adjusted to the developmental level of each age. However, this separation also has an inappropriate impact, because it reduces spiritual interaction in the family and weakens the role of parents as role models of faith. The available parenting programs are generally cognitive in nature and are not accompanied by practical guidance in building the family's spiritual life. As a result, children often do not see the direct application of faith in the household, which is not in line with the principles in Deuteronomy 6:6–7. This study aims to identify challenges in family ministry and formulate integrative strategies. The methods used are literature studies and conceptual analysis of existing practices. The results of the study indicate that family-based ministry has a positive impact on children's faith growth and parental involvement. Three main strategies are proposed: Cross-Generational Worship, Family Devotion through home-based cell groups, and Applicable Spiritual Mentoring. These strategies help the church form spiritually intact families and produce generations rooted in God's word.Pemisahan ibadah antara orang tua dan anak di gereja memiliki sisi positif, yaitu memungkinkan pengajaran disesuaikan dengan tingkat perkembangan masing-masing usia. Namun, pemisahan ini juga membawa dampak yang kurang sesuai, karena mengurangi interaksi spiritual dalam keluarga dan melemahkan peran orang tua sebagai teladan iman. Program parenting yang tersedia pun umumnya bersifat kognitif dan tidak disertai pendampingan praktis dalam membangun kehidupan rohani keluarga. Akibatnya, anak-anak sering kali tidak melihat penerapan iman secara langsung dalam rumah tangga, yang tidak sejalan dengan prinsip dalam Ulangan 6:6–7. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi tantangan pelayanan keluarga dan merumuskan strategi integratif. Metode yang digunakan adalah studi literatur dan analisis konseptual terhadap praktik yang ada. Hasil kajian menunjukkan bahwa pelayanan berbasis keluarga berdampak positif terhadap pertumbuhan iman anak dan keterlibatan orang tua. Tiga strategi utama diusulkan: Ibadah Lintas Generasi, Devosi Keluarga melalui kelompok sel berbasis rumah, dan Mentoring Spiritual yang aplikatif. Strategi ini membantu gereja membentuk keluarga yang utuh secara rohani dan menghasilkan generasi yang berakar dalam firman Tuhan
Eksplorasi Spiritualitas Batak terhadap Generasi Muda di Era Digital dalam Pendekatan Budaya
Batak spirituality in the digital era is undergoing significant challenges and transformations in meaning, especially among the younger generation. This spirituality is deeply rooted in belief in God, reverence for ancestors, and harmony with nature. This study aims to explore how young people understand and implement Batak spirituality within the context of digital culture, as well as how these transformations affect the sustainability of cultural values. The research employs a qualitative approach with observation and in-depth interviews involving ten informants representing Generations Z, X, and Baby Boomers. Data were analyzed thematically to identify patterns in the intergenerational interpretation of spirituality. The findings reveal that younger generations tend to integrate Batak spiritual values into Christian religiosity while maintaining cultural symbols as a form of identity. The digital era offers new opportunities for preserving spiritual values, but it also poses risks of symbolic dilution and loss of context. Thus, Batak spirituality today does not disappear but adapts in form to remain relevant in contemporary life.Spiritualitas Batak di era digital mengalami tantangan dan transformasi makna, terutama di kalangan generasi muda. Spiritualitas ini memiliki kedalaman nilai yang menyatu dengan kepercayaan kepada Tuhan, penghormatan terhadap leluhur, dan harmoni dengan alam. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi bagaimana generasi muda memahami dan mengimplementasikan spiritualitas Batak dalam konteks digital, serta bagaimana transformasi tersebut berdampak pada keberlangsungan nilai-nilai budaya. Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dengan teknik observasi dan wawancara terhadap sepuluh informan yang mewakili Generasi Z, X, dan Baby Boomers. Analisis data dilakukan secara tematik untuk mengidentifikasi pola pemaknaan spiritualitas lintas generasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa generasi muda cenderung mengintegrasikan nilai-nilai spiritualitas Batak ke dalam bentuk religiusitas Kristen, sambil tetap mempertahankan simbol budaya sebagai identitas. Era digital memberi ruang baru untuk pelestarian nilai-nilai spiritual, namun juga memunculkan risiko pengaburan makna. Oleh karena itu, spiritualitas Batak hari ini tidak hilang, melainkan mengalami penyesuaian bentuk sesuai konteks zaman
Hubungan Jamuan Makan dan Beban Simbolik Pada Ibadah Rumah
This study explores church members’ participation in household worship, particularly the relationship between economic conditions and social customs surrounding hospitality practices. The research was conducted at Syalom Kantaman Congregation in Banggai Kepulauan, Central Sulawesi. The study aims to examine whether economic conditions influence members’ readiness to host home worship services and whether the habit of providing meals acts as a moderating factor. A quantitative method with a survey approach was employed. The sample consisted of 30 purposively selected active church members. Data were collected using a Likert-scale questionnaire and analyzed using simple linear regression and moderation analysis via SPSS. The findings show that economic conditions do not significantly affect members’ readiness. However, when the habit of providing meals is included as a moderating variable, the influence of economic conditions becomes statistically more apparent. The study concludes that social pressure stemming from hospitality norms plays a more substantial role than economic realities in shaping participation. These findings highlight the need for more contextual and liberating pastoral and liturgical approaches.Penelitian ini mengangkat masalah partisipasi jemaat dalam ibadah rumah tangga, khususnya keterkaitan antara kondisi ekonomi dan kebiasaan sosial dalam praktik keramahtamahan. Subjek penelitian adalah Jemaat Syalom Kantaman di Kabupaten Banggai Kepulauan, Sulawesi Tengah. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah kondisi ekonomi berpengaruh terhadap kesiapan jemaat menerima pelaksanaan ibadah di rumah, serta apakah kebiasaan menyediakan jamuan makan memiliki peran moderasi. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan pendekatan survei. Sampel berjumlah 30 orang yang dipilih secara purposif dari anggota jemaat aktif. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui kuesioner skala Likert, dan dianalisis dengan regresi linear sederhana serta uji moderasi menggunakan SPSS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi ekonomi tidak berpengaruh signifikan terhadap kesiapan jemaat. Namun, ketika kebiasaan menyediakan jamuan makan dimasukkan sebagai variabel moderator, pengaruh kondisi ekonomi menjadi lebih nyata secara statistik. Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa tekanan sosial yang muncul dari norma keramahtamahan lebih berperan dibandingkan realitas ekonomi dalam menentukan kesiapan jemaat. Temuan ini menegaskan pentingnya pendekatan pastoral dan liturgis yang lebih kontekstual dan membebaskan
Jejak Historis dan Pengaruh Gereja Nestorian di Indonesia terhadap Perkembangan Kekristenan di Asia
This study examines the role of the Nestorian Church in the spread of Christianity in Indonesia and its impact on the development of Christianity in Asia. The main issue explored is the historical traces of the Nestorian Church in Indonesia, particularly in the port of Barus, and its influence on the growth of Christianity in Asia. The aim of this research is to explore the history of the Nestorian Church in Indonesia and Asia, as well as identify their cultural and social contributions. The research uses a qualitative approach with a historical method, where data is obtained through literature study from primary and secondary sources, and analyzed using content analysis. The findings reveal that, despite their limited influence in Indonesia, the Nestorian Church played an important role in introducing Christianity through trade routes, especially in China and Indonesia. In conclusion, while facing challenges and limited impact, the Nestorian Church made a significant contribution to the spread of Christianity in Asia, with social and cultural effects that warrant further attention.Penelitian ini membahas peran Gereja Nestorian dalam penyebaran Kekristenan di Indonesia dan pengaruhnya terhadap perkembangan Kekristenan di Asia. Pokok masalah yang diteliti adalah jejak sejarah Gereja Nestorian di Indonesia, khususnya di pelabuhan Barus, serta dampaknya terhadap pertumbuhan agama Kristen di Asia. Tujuan penelitian ini adalah untuk menggali sejarah Gereja Nestorian di Indonesia dan Asia, serta mengidentifikasi kontribusi budaya dan sosial komunitas tersebut. Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode historis, di mana data diperoleh melalui triangulasi sumber yang terdiri dari studi kepustakaan terhadap sumber primer dan sekunder, serta wawancara mendalam dengan informan kunci yang mewarisi tradisi Nestorian secara turun-temurun. Data kemudian dianalisis menggunakan metode analisis isi untuk mengidentifikasi pola penyebaran dan kontribusi Gereja Nestorian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun pengaruh Gereja Nestorian di Indonesia terbatas, komunitas ini memainkan peran penting dalam memperkenalkan Kekristenan melalui jalur perdagangan, khususnya di Tiongkok dan Indonesia. Gereja Nestorian berhasil mengembangkan pendekatan misionaris yang adaptif terhadap budaya lokal dan memberikan kontribusi dalam bidang pendidikan serta kesehatan. Berdasarkan riset ini, meski mengalami berbagai tantangan historis dan pengaruh yang fluktuatif, Gereja Nestorian memberikan kontribusi signifikan terhadap penyebaran Kekristenan di Asia dengan dampak sosial dan budaya yang memberikan inspirasi bagi model teologi kontekstual dan strategi misi gereja kontemporer
Partisipasi Kaum Bapak dalam Ibadah Gereja
The low participation of fathers in worship services is a phenomenon observed in many local churches, including in the Getsemani Lempek Congregation. Observations show that many fathers rarely or never attend worship services, whether in church or other fellowship activities. This study aims to identify the factors contributing to the low participation of fathers in worship at the Getsemani Lempek Congregation. The study employed a quantitative method with a descriptive survey approach. The research population consisted of all fathers in the congregation, totaling 27 individuals, selected through total sampling. Data were collected using a closed-ended questionnaire with a four-point Likert scale, validated by expert review and tested for reliability using Cronbach's Alpha (>0.70). Data were analyzed descriptively using SPSS. The results indicate that the main factors causing low participation include heavy work burdens, a sense of underappreciation in worship roles, and family responsibilities that indirectly affect attendance. Other factors such as economic burden, family support, and daily busyness showed lower levels of influence. The study concludes that low participation is closely related to occupational burdens and the weak spiritual awareness of fathers as family leaders, indicating the need for targeted spiritual formation, practical service opportunities, and personal pastoral approaches to enhance their engagement.Rendahnya partisipasi kaum bapak dalam ibadah merupakan fenomena yang terjadi di berbagai gereja lokal, termasuk di Jemaat Getsemani Lempek. Berdasarkan pengamatan, banyak kaum bapak yang jarang bahkan tidak pernah mengikuti kegiatan ibadah, baik di gereja maupun dalam persekutuan lainnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor penyebab rendahnya partisipasi kaum bapak dalam ibadah di Jemaat Getsemani Lempek. Penelitian menggunakan metode kuantitatif dengan pendekatan survei deskriptif. Populasi penelitian mencakup seluruh kaum bapak jemaat, berjumlah 27 orang, yang diambil secara total sampling. Data dikumpulkan melalui kuesioner tertutup menggunakan skala Likert empat poin, dengan uji validitas isi dan reliabilitas Alpha Cronbach (>0,70). Data dianalisis secara deskriptif melalui SPSS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor utama penyebab rendahnya partisipasi kaum bapak adalah beban kerja yang tinggi, perasaan kurang dihargai dalam peran ibadah, dan tanggung jawab keluarga yang turut mempengaruhi secara tidak langsung. Faktor-faktor lain seperti beban ekonomi, dukungan keluarga, dan kesibukan sehari-hari menunjukkan pengaruh yang lebih rendah. Kesimpulannya, rendahnya partisipasi kaum bapak berkaitan erat dengan beban tanggung jawab pekerjaan dan lemahnya kesadaran rohani sebagai pemimpin keluarga, sehingga dibutuhkan pembinaan kategorial, pelayanan konkret, dan pendekatan pastoral personal untuk meningkatkan keterlibatan mereka
Model Mentoring Yesus dalam Injil Markus untuk Kepemimpinan Berkelanjutan di Gereja Lokal
Sustainable church leadership is a pressing challenge for many local congregations amid rapid social and technological changes. The core issue addressed in this study is the absence of a structured mentoring strategy for nurturing prospective spiritual leaders, resulting in stagnation within the church’s leadership pipeline. The purpose of this study is to develop a leadership mentoring model based on Jesus Christ’s discipleship pattern as depicted in the Gospel of Mark, providing a relevant and applicable framework for local church contexts. The study employs a Research and Development (R&D) approach combined with exegetical analysis of Mark 1:16–20, 3:13–19, 6:7–13, and 16:15–18. The data were collected through a systematic review of biblical texts, and analyzed exegetically to identify the key stages and dynamics of Jesus’ mentoring of the disciples. The results reveal four distinct phases of the mentoring process: a divine call, character formation, active ministry engagement, and commissioning for global mission. In conclusion, these findings form the basis for the LEAD (Locate, Empower, Act, Deploy) mentoring model, offering a structured and practical approach for local churches to cultivate spiritually mature leaders who are both mission-ready and capable of reproducing this discipleship process across generations.Kepemimpinan yang berkelanjutan merupakan tantangan nyata bagi sebagian besar gereja lokal di tengah pesatnya perubahan sosial dan teknologi. Salah satu pokok masalah yang diteliti dalam studi ini ialah kurangnya strategi mentoring yang terstruktur dalam pembinaan calon pemimpin rohani, sehingga berdampak pada stagnasi estafet kepemimpinan gereja. Tujuan penelitian ini adalah mengembangkan model mentoring kepemimpinan berdasarkan pola pemuridan Yesus Kristus dalam Injil Markus untuk menjawab kebutuhan gereja lokal masa kini. Metode yang digunakan ialah pendekatan Research and Development (R&D) dengan analisis eksegesis teks Alkitab dari Markus 1:16–20; 3:13–19; 6:7–13; dan 16:15–18. Pengumpulan data dilakukan dengan menelaah teks Alkitab sebagai sumber primer, sedangkan analisis data dilakukan dengan metode eksegesis guna mengidentifikasi pola mentoring yang dijalankan Yesus Kristus. Hasil penelitian ini menemukan bahwa pola mentoring Yesus terdiri dari empat tahap: panggilan ilahi, pembekalan karakter, pelibatan pelayanan, dan pengutusan untuk misi global. Kesimpulannya, pola ini dapat dijadikan model LEAD (Locate, Empower, Act, Deploy) yang relevan dan aplikatif bagi gereja lokal dalam membentuk pemimpin yang matang secara rohani, siap melayani, dan mampu mereplikasi pola pemuridan bagi generasi selanjutnya
KEMATIAN DAN MASA ANTARA
The research problem focuses on the differing perspectives between Christianity and the beliefs of the Saluan community regarding the concept of death and the existence of the soul after death. In Christianity, death is viewed as the final separation of the body and soul. In contrast, in the beliefs of the Saluan community, the soul undergoes a transitional phase known as the Periode Ton. This study aims to analyze the similarities and differences in the concepts of death and the existence of the soul after death in both belief systems. The research employs a qualitative method with a literature review approach. Data were collected from various sources, including books, scholarly journal articles, and previous research findings. The data were analyzed using the Miles and Huberman model, including data reduction, presentation, and conclusion drawing. The findings indicate that while there are similarities in understanding death as the separation of body and soul, significant differences exist in the existence and influence of the soul after death. In the beliefs of the Saluan community, the soul remains in the physical world until the Mohatu ritual is performed. In contrast, Christianity asserts that the soul immediately enters the presence of God or is separated from Him. In conclusion, this study contributes to contextual theology by integrating cross-cultural understanding.Masalah penelitian ini berfokus pada perbedaan pandangan antara kekristenan dan kepercayaan masyarakat Suku Saluan mengenai konsep kematian dan keberadaan jiwa setelah kematian. Dalam kekristenan, kematian dipandang sebagai perpisahan tubuh dan jiwa yang bersifat final, sementara dalam kepercayaan Suku Saluan, jiwa mengalami fase transisional yang dikenal sebagai Periode Ton. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa kesamaan dan perbedaan dalam konsep tentang kematian dan keberadaan jiwa setelah kematian pada kedua kepercayaan tersebut. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi pustaka. Data dikumpulkan dari berbagai literatur berupa buku dan artikel jurnal ilmiah, serta hasil-hasil penelitian sebelumnya. Analisis data dilakukan dengan model Miles dan Huberman, yang mencakup reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun terdapat kesamaan dalam memahami kematian sebagai perpisahan tubuh dan jiwa, terdapat perbedaan signifikan dalam keberadaan dan pengaruh jiwa setelah kematian. Dalam kepercayaan Suku Saluan, jiwa tetap berada di dunia fisik hingga ritual pelepasan (mohatu) dilaksanakan, sedangkan kekristenan menegaskan bahwa jiwa langsung berada dalam hadirat Allah atau terpisah dari-Nya. Kesimpulannya, penelitian ini memberikan kontribusi pada kajian teologi kontekstual dengan mengintegrasikan pemahaman lintas budaya
Peran Gereja Masehi Injili di Halmahera dalam Pendidikan Politik Bagi Anggota Jemaat
This study examines the role of the Evangelical Christian Church in Halmahera (GMIH) in providing political education to its congregation ahead of the 2024 General Election in Tobelo District, focusing on how the church educates its members about politics following Christian values. The qualitative research method, with a case study approach, involves in-depth interviews with five GMIH synod leaders. Data were analyzed using thematic analysis techniques. The results indicate that GMIH has successfully implemented effective political education, emphasizing the understanding of rights and obligations in democracy, integrating Christian values, and using information technology. The church also plays a crucial role in maintaining the harmony of the congregation and avoiding practices of money politics. In conclusion, the political education provided by GMIH enhances the congregation's awareness and ethical political participation, supporting the church's goal of promoting justice and goodness in society.Penelitian ini mengkaji peran Gereja Masehi Injili di Halmahera (GMIH) dalam memberikan pendidikan politik kepada jemaatnya menjelang Pemilihan Umum 2024 di Kecamatan Tobelo, dengan fokus pada bagaimana gereja mendidik jemaat tentang politik sesuai dengan nilai-nilai Kristiani. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan pendekatan studi kasus, melibatkan wawancara mendalam dengan lima pemimpin sinode GMIH. Data dianalisis menggunakan teknik analisis tematik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa GMIH telah berhasil melaksanakan pendidikan politik yang efektif, menekankan pemahaman hak dan kewajiban dalam demokrasi, integrasi nilai-nilai Kristiani, dan penggunaan teknologi informasi. Gereja juga memainkan peran penting dalam menjaga keharmonisan jemaat dan menghindari praktik politik uang. Kesimpulannya, pendidikan politik yang diberikan oleh GMIH meningkatkan kesadaran dan partisipasi politik jemaat secara etis, mendukung tujuan gereja dalam mempromosikan keadilan dan kebaikan dalam masyarakat