78,669 research outputs found
Teacher Talk and Learning Opportunities (a Case Study of a Pre-service Teacher in Efl Classroom)
The background of this research stemmed from the issue of significant role of teacher talk in promoting students' learning opportunities. It was found how teacher interruptions made students had fewer learning opportunities as the teacher became dominant and took over the discussion. Thus, this research was intended to investigate the types of teacher talk produced and its influence towards students' learning opportunities. The research was conducted in an EFL classroom of one public junior high school in Bandung by involving a pre-service teacher as the participant. The research employed a qualitative case study design in which the data were collected through video-taping, field notes, and teacher talk checklist. The analysis of the teacher talk employed the CA (Conversation Analysis) methodology while the influence of teacher talk was analyzed from field notes transcription. The research found that the most frequent type of teacher talk occurred was construction type which increased the learning opportunities for students. Further analysis on the influence of the teacher talk showed how teacher's ability to manage the classroom and develop a good relationship through controlling the teacher talk had successfully maintained the flow of interaction in the classroom
Kesenian Gembyung di Padepokan Dangiang Dongdo Kabupaten Subang
Judul penelitian ini adalah Kesenian gembyung di padepokan Dangiang Dongdo Kabupaten Subang, yang mengkaji permasalahan tentang bagaimana fungsi seni gembyung dan komposisi musik di padepokan Dangiang Dongdo. Temuannya mengenai fungsi seni, diklasifikasikan menjadi fungsi primer yaitu sebagai media hiburan, kegiatan keagamaan dan upacara ritual, fungsi sekunder sebagai sarana pendidikan, sosialisasi, ekonomi dan komunikasi, sedangkan komposisi musik didalamnya terkait dengan musik tekstual dan musik kontekstual. Penelitian ini digali melalui metode deskriptif analisis, dengan pendekatan kualitatif yang bersifat alamiah, ini bertujuan untuk menjawab permasalahan yang diajukan lewat data yang dikumpulkan
FAKTOR-FAKTOR DETERMINAN YANG MEMPENGARUHI PERFORMANSI PAMONG BELAJAR, TENAGA LAPANGAN DIKMAS DAN PENILIK DIKMAS DALAM PENENTUAN IDENTIFIKASI KEBUTUHAN BELAJAR PADA PROGRAM KEAKSARAAN FUNGSIONAL: Studi terhadap Identifikasi Kebutuhan Belajar dengan teknik PRA pada Program Keaksaraan Fungsional di Kabupaten Bandung dan Ciamis
Program Keaksaraan Fungsional merupakan suatu pendekatan dan atau cara
untuk mengembangkan kemampuan seseorang dalam menguasai dan menggunakan
ketrampilan membaca, menulis, berhitung, mengamati dan menganalisis, yang
berorientasi pada kehidupan sehari-hari serta memanfaatkan potensi yang ada di
Iingkungan sekitarnya. Program Keaksaraan Fungsional, bila dibandingkan dengan
program-program keaksaraan sebelumnya (PaketA, Kejar PBH, dan Paket A Obama),
memiliki karakteristik yang relatif berbeda, yaitu bersifat fungsional, kontekstual dan
dinamis.
Khusus dalam penentuan identifikasi kebutuhan belajar, pada program
Keaksaraan Fungsional dilakukan dengan teknik khusus, yaitu Participatory Rural
Appraisal. Teknik PRA merupakan suatu pendekatan dari kumpulan teknik untuk
memberdayakan masyarakat dalam menganalisa, mengembangkan dan berbagi
pengetahuan mengenai kehidupan setempat, keadaan sumber dayanya untuk
berencana dan bertindak dengan lebih baik. Dalam realitasnya, mekanisme penentuan
identifikasi kebutuhan belajar pada Program Keaksaraan Fungsional, tentu saja tidak
lepas dari pengaruh berbagai faktor. Studi ini akan berusaha untuk mengungkap
sejumlah variabel yang dapat mempengaruhi performansi penentuan identifikasi
kebutuhan belajar, baik yang dilakukan oleh Pamong Belajar, Tenaga Lapangan
Dikmas maupun Penilik Dikmas.
Untuk kepentingan penelitian, pada studi ini diajukan hipotesis utama, yaitu
"terdapat hubungan fungsional antara pengalaman kerja, frekuensi pelatihan, rentang
waktu pelatihan dan motivasi berprestasi dengan performansi Pamong Belajar SKB,
Tenaga Lapangan Dikmas maupun Penilik Dikmas dalam penentuan identifikasi
kebutuhan belajar pada Program Keaksaraan Fungsional".
Berdasarkan hal-hal di atas, dalam studi ini diajukan hipotesis sebagai b^rikut:
(1) terdapat hubungan fungsional antara pengalaman kerja dengan performansi
Pamong Belajar, Tenaga Lapangan Dikmas dan Penilik Dikmas dalam penentuan
identifikasi kebutuhan belajar, (2) terdapat hubungan fungsional antara frekuensi
pelatihan dengan performansi Pamong Belajar, Tenaga Lapangan Dikmas dan Penilik
Dikmas dalam penentuan identifikasi kebutuhan belajar, (3) terdapat hubungan
fungsional antara rentang waktu pelatihan dengan performansi Pamong Belajar,
Tenaga Lapangan Dikmas dan Penilik Dikmas dalam penentuan identifikasi
kebutuhan belajar, (4) terdapat hubungan fungsional antara motivasi berprestasi
dengan performansi Pamong Belajar, Tenaga Lapangan Dikmas dan Penilik Dikmas
dalam penentuan identifikasi kebutuhan belajar.
Metode penelitiannya adalah deskriptif dengan prosedur pengolahan datanya
menggunakan pendekatan kuantitatif. Instrumen pengumpul data yang dipergunakannya
berupa angket dan pedoman wawancara. Responden penelitiannya terdiri atas
Pamong Belajar SKB sebanyak 15 orang, Tenaga Lapangan Dikmas sebanyak 12
orang dan Penilik Dikmas sebanyak 8 orang yang pernah mengikuti Pelatihan Tutor
Keaksaraan Fungsional di SKB Kabupaten Bandung dan Kabupaten Ciamis. Peserta
pelatihan Program Keaksaraan Fungsional sebanyak 60 orang, namun dalam studi ini
hanya dibatasi pada sejumlah sampel sebanyak 35 orang, melalui penarikan sampel
acak..
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) tak terdapat hubungan yang
fungsional antara pengalaman kerja dengan performansi Pamong Belajar, Tenaga
Lapangan Dikmas dan Penilik Dikmas dalam penentuan identifikasi kebutuhan
belajar pada Program Keaksaraan Fungsional, (2) terdapat hubungan fungsional
antara frekuensi pelatihan dengan performansi Pamong Belajar, Tenaga Lapangan
Dikmas dan Penilik Dikmas dalam penentuan identifikasi kebutuhan belajar, (3)
terdapat hubungan fungsional antara rentang waktu pelatihan dengan performansi
Pamong Belajar, Tenaga Lapangan Dikmas dan Penilik Dikmas dalam penentuan
identifikasi kebutuhan belajar, serta (4) terdapat hubungan fungsional antara motivasi
berprestasi dengan performansi Pamong Belajar, Tenaga Lapangan Dikmas dan
Penilik Dikmas dalam penentuan identifikasi kebutuhan belajar pada program
Keaksaraan Fungsional.
Bertitik tolak dari temuan tersebut di atas, direkomendasikan untuk: (1)
memperluas aksi-aksi pembelajaran PLS khususnya dalam Program Keaksaraan
Fungsional, (2) menciptakan kondisi yang kondusif agar para calon warga belajar
memiliki tingkat partisipasi yang cukup tinggi dan (3) pada peneliti lain yang
berminat, diharapkan untuk mau dan mampu meneliti efektifitas penggunaan model
PRA dalam penentuan identifikasi kebutuhan belajar serta pengaruhnya terhadap
produk pembelajaranProgramKeaksaraan Fungsional secara empirik.
Functional LiteracyProgramme is an approach or a way to develop someone's
ability in mastering and using reading, writing, arithmatic, observing and analizing
skill, which are daily life oriented and use potentions around. Functional Literacy
Programme if compare with last literacy programmes (Package A Learning groups
PBH or iliteracy irridication, and Package A OBAMA or Literacy Operation with
Army ) has relatively different characteristics, namely functional, constectual and
dynamic.
Especially, in detemination of learning needs identification on Functional
Literacy Programme done special technique, namely PRA (Participatory Rural
Appraisal).
PRA technique is an approach from technique collections for empowering local
community in analizing, developing and sharing knowledge about local life, situation
of resources either human or natural resources to plan and act better.
In reality, mechanism of determination of learning needs identification on
Functional Literacy Programme, of course influenced by various factors.This Study
will try to open a number of factors which can influence the process of determination
of learning needs identification on Functional Literacy Programme, either done by
Pamong Belajar SKB (Functional Staff of Learning Centres), Tenaga Lapangan
Dikmas (Community Education Field Officer) and Penilik Dikmas (Community
Education Supervisor).
For importance of research, inthis study proposed main hypotesis, that is
"There's functional relationship among working experiences, training frequency,
alocation time for training and motivation of need achievement with performance of
Pamong Belajar, TLD and Penilik Dikmas in determination of learning needs
identification on Functional Literacy Programme.
Based on the cases mentioned above, in this study process hypothesis as
follow : (1) there's a functional relationship between working experiences with
performance of Pamong Belajar, TLD and Penilik Dikmas in determination of
learning needs identification on Functional Literacy Programme, (2) there's a
functional relationship between training frequency with performance of Pamong
Belajar, TLD and Penilik Dikmas in determination oflearning needs identification on
Functional Literacy Programme, (3) there's a functional relationship between
alocatiob time for training with performance of Pamong Belajar, TLD and Penilik
Dikmas in determination of learning needs identification on Functional Literacy
Programme, (4)there's a functional relationship between motivation of need
achievement with performance of Pamong Belajar, TLD and Penilik Dikmas in
determination of learning needs identification on Functional Literacy Programme, (5)
there's a functional relationship together among working experiences, training
frequency, alocation time and motivation of need achievement with performance of
Pamong Belajar, TLD and Penilik Dikmas in determination of learning needs
identification on Functional Literacy Programme.
The Research methode used is descriptive with the data processing procedur
uses quantitative approach. Data collecting instruments used are questionaire and
interview guide. The research renspondens consist of Pamong Belajar SKB 15
people,Tenaga Lapangan Dikmas 12 people and Penilik Dikmas 8 people who ever
participated Functional Literacy Tutor Training in SKB Kabupaten Bandung and
Ciamis. Training participants, 60 people, yet in this study, limited for 35 people as a
sample only, through random sample.
The research result shows that: (1) there's no functional relationship between
working experiences with performance of Pamong Belajar, TLD and Penilik Dikmas
in determination of learning needs identification on Functional Literacy Programme,
and (2) there's a significant relationship among training frequency, alocation time of
training , and motivation of need achievement with performance of Pamong Belajar,
TLD and Penilik Dikmas in determination of learning needs identification on
Functional Literacy Programme.
Start from the research result mentioned above, recommended : 1) to widen
learning actions of Functional Literacy Programme continuously, 2) to create
condusive condition in order that candidates of learning participants that has high
participation in action of determination of learning needs identification on Functional
Literacy Programme, and 3) to another interested researchers,hoped to be willing and
able to research effectivity of PRA technique use in determination of learning
needsidentification and it's influence for products of learning process of Functional
Literacy Programme empiricly
KAJIAN TENTANG MAKNA MODERNISASI PESANTREN TERPADU: Menyimak Keterpaduan Kegiatan Penyelenggaraan Pendidikan Luar Sekolah dan Pendidikan Sekolah di Pesantren Al-Fath Cicalengka Bandung
Penelitian ini berjudul Kajian Tentang Makna Modernisasi
Pesantren Terpadu; Menyimak Keterpaduan Kegiatan Penyelenggaraan
Pendidikan Luar Sekolah dan Pendidikan Sekolah di Pondok
Pesantren Al-Falah Cicalengka Bandung, Yang melatar belakangi
penelitian di antaranya ingin mengkaj i lembaga PLS yang asli,
yaitu pesantren, yang akhir-akhir ini, mengalami perkembangan
cukup pesat. Pemaduan itu ialah antara sistem tradisonal
(salafiah) dengan modern (ashriyah), dan atau pemaduan
Pendidikan Luar Sekolah (PLS) dengan Pendidikan Sekolah (PS).
Metode pendekatam yang digunakan untuk mengungkap makna
tersebut adalah metode kualitatif. Sasaran yang ingin dicapai
ingin mengetahui apa, dan bagaimana kegiatan penyelenggaraan
pendidikan di lembaga yang menerapkan model terpadu tersebut;
Apanya yang terpadu, apakah upaya pemaduan itu sebagai proses
modernisasi, khususnya di Pesantren Al-Falah Cicalengka.
Beberapa temuan di antaranya; temuan monumentalnya
adalah; terdapat keunggulan dari model terpadu, misalnya
wawasan santri semakin luas, lebih relevan dengan perkembangan
pembangunan, lebih bisa mengantisipasi masa depan, memperluas
prospektif dunia kerja. Keterpaduan di Al-Falah; pada awalnya
pengintegrasian program pesantren tradisional dengan program
madrasah, perkembangan selanjutnya, setelah madrasah semakin
banyak peminat, sementara program takhasus cenderung menurun,
pola terpadu di itu menjadi PLS sebagai pelengkap PS, Keterpa
duan di Al-Falah juga dalam membina kehidupan santri secara
utuh yaitu terpadu antara belajarf beribadah dan bertisaha.
Dilihat dari konsep modernisasi, yang mengalami
kemajuan itu di antaranya, pemikiran kiai dan santrinya,
strategi kegiatan pendidikannya, pengembangan sarana fisiknya,
manajemen dan penambahan unti-unit atau lembaga-lembaga, yang
saling terkait dan saling menunjang dalam suatu pola
keterpaduan tersebut. Dalam usaha peningkatan wawasan serta
kualitas para santri, berbagai strategi, pendekatan dan metode
pembelajaran digunakan. Misalnya dengan penerapan <empo*ering
process', pendekatannya pedagogi dan andragogi. Metode belajar
membelajarkan yang digunakan, misalnya metode partisipasi;
sorogan, badungan, simulasi, ceramah bervariasi dll.
Dari keterpaduan itu terdapat juga kelemahan-kelemahan
di antaranya dari segi pelayanan 'kelas takhosus' cenderung
'terkalahkan' oleh madrasah. Kemungkinan karena kelelahan
siswa dengan padatnya pendidikan, peningkatan mutu cenderung
*mudab-dahun', masih banyak program yang belum konsisten dan
kontinu, misalnya pendidikan keterampilan khusus yang sifatnya
masih musiman. Saran dari peneliti; jadilah pesantren
yang betul-betul menerapkan model terpadu; dalam hal ini
madrasah dituntut menerapkan kurikulum Depag Plusf Pesantren
Tradisional sesuai dengan kaidah-kaidah yang sudah ada dan
positif, begitu pula pendidikan keterampilan khusus yang
selama ini belum kontinu perlu ditata secara profesional.
Insya-Allah lembaga ini akan semakin besar peranannya dalam
meningkatkan kualitas manusia khususnya para santri diharapkan
menjadi manusia; beriman bertaqwa, mandiri, dan modern, sesuai
dengan ilmu yang telah diperolehnya
PENGARUH KINERJA KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DAN KINERJA GURU TERHADAP PRESTASI AKADEMIK SISWA DI SEKOLAH MENENGAH : Studi Deskriptif Analitis di SMANegeri seKabupaten Indramayu)
Tesis ini membahas salah satu masalah penting dalam administrasi pendidikan yakni mengenai pengaruh kinerja kepemimpinan kepala sekolah dan kinerja guru terhadap prestasi akademik siswa di Sekolah Menengah Pertanyaan-pertanyaan terkait yang dibahas dalam penelitian ini mencakup peran apakah yang dilakukan oleh kepala sekolah sebagai manager dan pemimpin pendidikan dalam mendorong para guru untuk meningkatkan kinerja mereka; serta apakah ada hubungan antara kinena tersebut dengan
perstasi akademik siswa.
Untuk mengumpulkan data yang relevan guna menjawab pertanyaan
penelitian, maka tesis ini menggunakan beberapa teknik pengumpulan data seperti kuesioner, interview dan observasi. Pendekatan yang dimanfaatkan dalam studi ini adalah deskriptif analisis sesuai dengan tujuan penelitian yang tercermin pada permasalah yang telah dirumuskan. Adapun populasi yang dijangkau penelitian ini adalah sekolah menengah atas yang berada di kabupaten Indramayu, dengan mengambil 11 sekolah sebagai sample.
Menyangkut permasalahan pertama yakni kinerja kepemimpinan kepala sekolah dalam memacu kinerja guru, penelitian mengindikasikan bahwa sebagian besar kepala sekolah umumnya belum mengamalkan prinsip-prinsip kepemir pinan sebagaimana yang diharapkan yakni kepala sekolah berperan soagai pendidik, manager, administratur, pengawas, pemimpin, innovator dar motivator yang dikenal dengan sebutan EMASLIM. Penelitian ini juga Derhasil mengidentifikasi bahwa faktor penyebab belum diterapkannya prinsip kepemimpinan adalah karena rendahnya pemahaman kepala sekolah itu sendiri yang tercermin dengan rendahnya kinerja. Faktor lain diseputar kinerja guru dan prestasi akademik siswa yang teridentifikasi adalah masih banyak sekolah yang kekurangan tenaga guru terutama guru bidang studi seperti Matematika, Fisika, Kimia, Biologi, Bahasa Inggris dan
Bimbingan dan Konseling.
Atas dasar temuan-temuan diatas, penelitian ini menyarankan kepada para kepala sekolah agar selalu berusaha meningkatkan kompetensi mereka agar dapat menjadi pemimpin pendidkan yang professional. Sekolah disarankan untuk menjalankan prinsip manajemen berbasis sekolah dengan mengaplikasikan prinsip kepemimpinan kolektif dengan tetap mempertimbangkan situasi dan kondisi sekolah. Kepada para pembuat kebijakan dalam hal ini Dinas Pendidikan Kabupaten, disarankan agar merekrut para calon kepala sekolah berdasarkan kompetensi yang mereka miliki Dengan melakukan seleksi kepala sekolah atas dasar transparansi dan objektivitas, maka hasilnya akan dapat dipertanggungjawabkan. Selain itu program evaluasi berkelanjutan dan pelatihan yang memang diarahkan untuk tujuan ini merupakan keniscayaan sehingga bisa mendapatkan calon kepala sekolah yang profesional
- …