19 research outputs found

    metode preparasi, kitosan, patch, wound healing

    No full text
    Salah satu metode tatalaksana luka adalah menggunakan patch wound healing, diantaranya menggunakan patch dari polimer alami. Pengobatan luka menggunakan patch bisa dijadikan sebuah inovasi baru karena patch memiliki banyak keuntungan diantaranya yaitu dapat memberikan rasa dingin pada area kulit, mampu menyerap eksudat pada area luka, bisa menghambat pertumbuhan mikroorganisme, dan mampu mempercepat luka untuk sembuh. Karakteristik yang diperlukan untuk membentuk wound healing patch yaitu memiliki swelling ratio yang baik, nilai wvtr yang sesuai spesifikasi, kemampuan adhesi sel yang tinggi, kadar hemolisis <5%, dan nilai BCI yang menurun. Untuk menghasilkan parameter sesuai karakteristik tersebut terdapat faktor yang mempengaruhi yaitu konsentrasi chitosan dan metode pembuatannya. Metode pembuatan patch juga perlu mempertimbangkan sterilitas mengingat luka yang diterapi adalah luka terbuka. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk mengetahui metode preparasi apa yang bisa digunakan untuk membuat patch wound healing, parameter kritis proses apa saja yang dapat mempengaruhi karakteristik sediaan akhir patch wound healing, serta berapa jumlah chitosan dalam patch yang bisa digunakan untuk menghasilkan patch wound healing dengan karakteristik terbaik. Pada penelitian ini menggunakan metode Systematic Literature Review. Hasil yang didapatkan yaitu bisa menggunakan metode solvent casting dan metode gel casting sebagai metode preparasi pembuatan patch wound healing dengan jumlah kitosan sebanyak 1% ternyata mampu menghasilkan karakteristik patch wound healing terbaik. Selain itu penting untuk memperhatikan terkait parameter kritis proses seperti waktu pengadukan, suhu pengeringan, dan waktu pengeringan.

    Pengaruh Perbandingan Konsentrasi Soya Lecithin terhadap Surfaktan pada Formulasi Transfersom Ekstrak Pegagan dan Kulit Manggis

    No full text
    Transfersom merupakan teknologi nanovesikel kompartemen berair yang terselubungi oleh lipid bilayer dengan edge activator dengan fosfatidilkolin dan surfaktan rantai tunggal sebagai komponen utama. Salah satu bahan alam yang umum digunakan untuk kosmetik adalah ekstrak pegagan dan kulit manggis namun kedua bahan tersebut memiliki senyawa aktif yang bersifat polar dimana akan sulit berpenetrasi melalui stratum korneum kulit dikarenakan berlawanan dengan karakteristik lapisan kulit yang tersusun dari membran sel yang cenderung lipofil. Tujuan peneltian ini adalah mengetahui pengaruh konsentrasi fosfolipid dan surfaktan terhadap karakteristik transfersom dengan metode hidrasi lapis tipis lalu dilakukan evaluasi organoleptis, morfologi, dan distribusi ukuran partikel transfersom. Ditemukan bahwa perbandingan konsentrasi soya lecithin sebagai fosfolipid dan tween 80 sebagai surfaktan mempengaruhi ukuran partikel transfersom blanko, ekstrak pegagan, dan ekstrak kulit manggis yang dihasilkan. Penggunaan surfaktan dengan konsentrasi lebih tinggi akan menghasilkan transfersom dengan ukuran partikel yang lebih kecil, namun apabila konsentrasi yang digunakan terlalu tinggi dan surfaktan memenuhi lapisan permukaan maka dapat mengakibatkan peningkatan ukuran partikel. Uji deformabilitas menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan dengan sebelum uji dikarenakan transfersom bersifat elastis dan dapat kembali ke bentuk semula saat berpenetrasi melalui skin barrier, transfersom dengan ekstrak pegagan dan kulit manggis juga tidak memberikan hasil perbedaan signifikan dikarenakan transfersom dapat mengenkapsulasi obat hidrofobik maupun hidrofilik dengan balk. Dikarenakan keterbatasan dana dan waktu pada penelitian ini, disarankan pada penelitian lebih lanjut dapat dilakukan uji Scanning Electron Microscope (SEM), uji nilai indeks deformabilitas, uji efisiensi penjerapan, dan zeta potensial pada formulasi transfersom

    Systematic Literature Review : Pengembangan Formulasi Niosom pada Terapi Topikal Anti-acne

    No full text
    Niosom merupakan sistem vesikel yang tersusun dari surfaktan non ionik, kolesterol, dan charge inducer dengan aqueous core pada bagian intinya. Penggunaan niosom pada terapi topikal anti-acne telah banyak dikembangkan dikarenakan memiliki keuntungan seperti dapat meminimalisir terjadinya transepidermal water loss (TEWL) dan dapat melepaskan obat selektif pada unit pilosebaceous sehingga dapat meminimalkan terjadinya efek samping. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan formulasi niosom pada sediaan topikal anti-acne yang dapat menghasilkan formulasi yang optimal. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan metode Systematic Literature Review yang menggunakan data sekunder yang berasal dari database yaitu Google Scholar, Crossreff, Scopus, dan PubMed. Hasil sintesis 9 artikel final, tipe surfaktan yang dapat digunakan dalam memformulasikan niosom pada terapi topikal anti-acne yaitu tipe Span 20, 40, 60, 80, dan 85. Tipe Span 80 maupun Span 60 serta rasio konsentrasi molar kolesterol yang lebih rendah maupun ditingkatkan mampu menghasilkan formulasi yang optimal. Benzoyl peroxide dan asam rosmarinat yang diformulasikan dalam niosom memiliki aktivitas antibakteri yang lebih baik dan dapat dilihat dari nilai Minimum Inhibitory Concentration serta zona hambat terhadap bakteri penyebab jerawat. Dapat disimpulkan bahwa formulasi niosom pada sediaan topikal anti-acne yang optimal didapatkan jika menghasilkan ukuran partikel yang kecil, nilai potensial zeta yang negatif, dan nilai entrapment efficiency yang tinggi yang dapat dicapai menggunakan surfaktan tipe Span 60 dan Span 80 serta rasio konsentrasi molar surfaktan yang lebih tinggi dibandingkan dengan rasio konsentrasi molar kolesterol. Senyawa anti-acne yang diformulasikan dalam niosom memiliki aktivitas antibakteri yang lebih baik dibandingkan senyawa anti-acne yang tidak diformulasikan dalam niosom

    Optimasi Rasio Laktosa Dan Avicel Ph 101 Sebagai Bahan Pengisi Pada Formula Tablet Ekstrak Kering Kulit Batang Kayu Manis (Cinnamomum Burmannii) Dengan Metode Kempa Langsung

    No full text
    Bahan pengisi memiliki jumlah dominan dan berpengaruh pada karakteristik produk jadi pada sediaan tablet. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh rasio laktosa dan avicel PH 101 pada ekstak kering kulit batang kayu manis (Cinnamomum burmannii) terhadap karakteristik fisik massa cetak dan tablet. Ekstrak kayu manis diformulasikan dalam bentuk sediaan tablet dengan variasi laktosa dan avicel PH 101 yaitu F1(5,71:4,29), F2(10:0), F3(0:10), dan F4(5:5). Evaluasi yang dilakukan meliputi sifat alir massa cetak, kekerasan tablet, friabilitas tablet, dan waktu hancur tablet menggunakan metode kempa langsung. Hasil uji sifat fisik tablet ekstrak kayu manis dianalisis menggunakan uji One-Way ANOVA, pada derajat kepercayaan α= 0,05. Penggunaan laktosa (26,92%) pada formula 2 menunjukkan sifat alir dengan kecepatan alir (10,146 ± 0,128 g/s), sudut diam (21,851 ± 1,427o ), serta kekerasan tablet (12,608 kg/cm2 ), waktu hancur (70,507 ± 0,090 menit). Namun, kerapuhan tablet dari %F memenuhi spesifikasi pada formula 3 dengan bahan pengisi avicel pH 101 (26,92%) sebesar 0,4%. Hasil pengujian One-Way ANOVA pada waktu hancur dan friabilitas menunjukkan data memiliki perbedaan bermakna p = 0,000 pada keempat formula tiap pengujian

    Efektivitas Ekstrak Kencur (Kaempferia Galanga L.) Terhadap Ekspresi Sox-9 Tulang Rawan Artikular Pada Tikus (Rattus Norvegicus) Osteoartritis Yang Diinduksi Monosodium Iodoacetate

    No full text
    SRY-related HMG box 9 (SOX-9) merupakan faktor transkripsi yang berperan pada proses kondrogenesis dan diketahui mampu mengendalikan ekspresi gen matriks tulang rawan. Studi menyatakan bahwa pada kondisi osteoartritis (OA), regulasi ekspresi SOX-9 mengalami penurunan dibandingkan dengan individu normal. Kencur (Kaempferia galanga L.) merupakan tanaman obat tradisional yang diketahui memiliki aktivitas sebagai analgesik dan antiinflamasi. Penelitian ini dirancang untuk mengetahui efek ekstrak kencur dalam perbaikan OA yang ditandai dengan peningkatan ekspresi SOX-9 tulang rawan artikular pada tikus OA yang diinduksi MIA. Ekstrak kencur dibuat menggunakan teknik maserasi. Tiga puluh tikus Wistar jantan dibagi menjadi 6 kelompok, yaitu kontrol negatif (tikus tanpa perlakuan), kontrol positif (tikus yang diinduksi MIA), dan 4 kelompok perlakuan, yaitu kelompok tikus yang diberi induksi MIA dan terapi ekstrak kencur dengan berbagai dosis (90 mg/kgBB, 180 mg/kgBB, dan 360 mg/kgBB) serta kelompok yang diberi induksi MIA dan terapi ibuprofen dosis 20 mg/kgBB. Setelah 21 hari pemberian terapi, tikus dieutanasia dan sampel sendi lutut tikus diambil untuk dilakukan pembuatan preparat serta pewarnaan imunohistokimia. Eskpresi SOX-9 dinyatakan sebagai persentase sel positif dibandingkan jumlah sel kondrosit pada tulang rawan sendi lutut rikus. Analisis statistik menunjukan bahwa pemberian terapi ekstrak kencur pada kelompok perlakuan tidak signifikan dalam meningkatkan ekspresi SOX-9. Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat disimpulkan pemberian terapi ekstrak kencur dosis 90, 180, dan 360 mg/kgBB dapat meningkatkan ekspresi SOX-9 tetapi tidak signifikan pada tikus Wistar yang diinduksi MIA

    Optimasi Formula Tablet Sustained Release menggunakan Kombinasi Modified Cassava Starch, HPMC, dan Na CMC sebagai Matriks.

    No full text
    Modified Cassava Starch (MCS) merupakan salah satu jenis starch yang dapat membentuk gel sehingga cenderung memiliki viskositas yang tinggi sehingga dapat menyebabkan pelepasan obat lebih lambat dan dapat digunakan sebagai matriks pada sediaan sustained release. Hal ini dapat terjadi karena MCS memiliki kandungan amilopektin yang besar. Selain penggunaan starch, digunakan pula HPMC dan Na CMC sebagai matriks karena keduanya mampu membentuk lapisan gel yang menyebabkan pelepasan obat lebih lambat. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui formulasi optimum tablet sustained release menggunakan MCS, HPMC, dan Na CMC, memperoleh polimer terbaik, serta melihat perbedaan antar formula melalui profil disolusinya. Pembuatan tablet menggunakan metode kempa langsung dengan asam mefenamat sebagai model obat hingga mendapatkan 7 rancangan formula yaitu: F1 (100% MCS), F2 (100% HPMC), F3 (100% Na CMC), F4 (50% MCS dan 50% HPMC), F5 (50% MCS dan 50% Na CMC), F6 (50% HPMC dan 50% Na CMC), dan F7 (33,33% MCS, 33,33% HPMC, dan 33,33% Na CMC). Dilakukan uji evaluasi tablet meliputi uji keseragaman ukuran, uji keseragaman bobot, uji kekerasan, uji friabilitas dan uji profil disolusi yang dilakukan selama 12 jam. Hasil dari uji profil disolusi didapatkan formula optimum dengan kombinasi polimer MCS dan Na CMC karena dapat melepaskan zat aktif paling besar pada jam ke-6. Pada formula ini, Na CMC memiliki pengaruh paling besar dalam mempertahankan laju disolusi dan MCS memiliki kelarutan yang baik sehingga kombinasi dari MCS dan Na CMC dapat mempertahankan dan melarutkan zat aktif dengan baik sehingga pelepasannya dapat terkontrol. Formula ini memiliki metode pelepasan gabungan antara difusi dan erosi yang dapat dilihat dari nilai eksponen pelepasannya. Disarankan pada penelitian lebih lanjut untuk penyempurnaan formula kembali agar dapat melepaskan obat segera setelah penggunaan dan dapat bertahan hingga 12 jam serta penggunaan alat kempa dengan kekuatan tetap

    Efektivitas Ekstrak Daun Insulin (Tithonia diversifolia) Terhadap Penurunan Glukosa Darah Pada Tikus Model Diabetes Melitus.

    No full text
    Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok gangguan metabolik akibat kadar glukosa darah melebihi normal. Daun insulin (Tithonia diversifolia) pada beberapa penelitian dapat menurunkan kadar glukosa darah karena kemampuan dalam memicu aktivasi PPARγ ataupun menghambat reactive oxygen species (ROS) yang menjadi salah satu mekanisme terjadinya DM. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ekstrak daun insulin terhadap penurunan kadar glukosa darah pada tikus model diabetes melitus. Penelitian ini menggunakan 36 ekor tikus Wistar jantan yang dibagi menjadi 6 kelompok, yaitu KN (tanpa perlakuan), kemudian kelompok yang diinduksi STZ dosis 45 mg/kgBB di antaranya KP (tanpa diberi terapi); P1, P2, dan P3 yang masing-masing diberi ekstrak daun insulin dosis 50, 100, dan 150 mg/kgBB; serta P4 (gliquidone dosis 10 mg/kgBB). Penelitian dilakukan selama 42 hari kemudian data yang diperoleh dianalisis menggunakan metode ANOVA atau Kruskall Wallis yang dilanjutkan dengan analisis lanjutan berupa Tukey HSD atau Mann Whitney. Hasil penelitian menunjukkan kadar glukosa darah puasa (GDP) kelompok terapi tidak menunjukkan perbedaan signifikan hingga akhir penelitian (#P>0,05). Namun, pada kelompok yang diberi ekstrak daun insulin menunjukkan kadar GDP yang lebih rendah meskipun tidak berbeda signifikan (#P>0,05) yang terjadi pada minggu-minggu yang berbeda, terutama kelompok ekstrak daun insulin dosis 150 mg/kgBB yang memiliki kadar GDP lebih rendah (#P>0,05) saat minggu awal hingga minggu menjelang akhir perlakuan

    Optimasi Rasio Co-Processed Excipients Manitol dan Avicel PH-102 sebagai Filler-Binder menggunakan Metode Simplex Lattice Design serta Aplikasinya pada Formula Tablet Parasetamol.

    No full text
    Pembuatan tablet dengan metode kempa langsung cenderung lebih diminati karena prosesnya produksi yang mudah dan cost-effective. Namun, karakteristik eksipien menjadi faktor kritis yang harus diperhatikan terutama ketika dicampur dengan zat aktif obat. Salah satu upaya untuk memperbaiki karakteristik eksipien sediaan obat adalah dengan pembuatan co-processed excipients. Co-processed excipients merupakan kombinasi dua atau lebih eksipien dengan suatu metode tertentu yang bertujuan untuk meningkatkan karakteristik eksipien seperti sifat alir dan kompaktibilitas. Manitol dimanfaatkan sebagai eksipien pada pembuatan co-processed excipients dan dikombinasikan dengan avicel PH-102. Optimasi formula dilakukan dengan pendekatan desain eksperimental menggunakan software Design-Expert 13 (trial version). Tujuan penelitian ini adalah mengetahui rasio optimal co-processed excipients yang menghasilkan massa serbuk dengan evaluasi karakteristik sifat alir dan kompaktibilitas terbaik serta mampu menghasilkan tablet parasetamol sesuai spesifikasi. Didapatkan luaran berupa persamaan matematis untuk masing-masing respon. Dilakukan verifikasi terhadap formula optimum yang menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan signifikan untuk respon sifat alir dan terdapat perbedaan signifikan untuk respon kompaktibilitas. Rasio optimal co-processed excipients dengan perbandingan 3:1 dengan nilai desirability sebesar 0,636 menghasilkan massa serbuk dengan evaluasi karakteristik respon sifat alir dan kompaktibilitas terbaik, secara berturut-turut sebesar 19.58° dan 4,01 kg/cm2. Selain itu juga mampu menghasilkan tablet parasetamol yang memenuhi spesifikasi waktu hancur, kekerasan, friabilitas, keseragaman bobot, keseragaman ukuran, dan disolusi sesuai British Pharmacopoeia 2020, Farmakope Indonesia III dan VI. Akan tetapi, disarankan untuk menggunakan alat kempa tablet yang dapat diatur agar kekuatan yang diberikan konstan

    Efektivitas Ekstrak Daun Insulin (Tithonia diversifolia) terhadap Ekspresi Nefrin pada Ginjal Tikus Model Diabetes Melitus

    No full text
    Diabetes melitus merupakan penyakit metabolik yang ditandai dengan adanya hiperglikemia akibat gangguan sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya. Salah satu komplikasi diabetes adalah nefropati diabetik. Pada nefropati diabetik, terjadi penurunan ekspresi protein utama celah diafragma podosit yang berperan penting dalam mempertahankan filtrasi glomerulus yaitu nefrin. Beberapa penelitian melaporkan bahwa daun insulin ( Tithonia diversifolia) memiliki efek antidiabetes. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas ekstrak daun insulin terhadap ekspresi nefrin pada glomerulus ginjal diabetes. Penelitian eksperimental murni menggunakan randomized post-test only controlled group design dilakukan terhadap hewan coba tikus Wistar jantan yang diinduksi STZ 45 mg/kg untuk diabetes. Sampel diambil dengan teknik siml pie random sampling dan dibagi ke dalam 6 kelompok, yaitu kelompok kontrol negatif (normal), kontrol positif (diabetes tanpa terapi), P1 (ekstrak daun insulin 50 mg/kg), P2 (ekstrak daun insulin 100 mg/kg), P3 (ekstrak daun insulin 150 mg/kg), dan P4 (glikuidon 10 mg/kg). Penelitian dilakukan selama 42 hari dan ekspresi nefrin dinilai menggunakan metode imunohistokimia. Hasil pada penelitian ini menunjukkan bahwa penurunan ekspresi nefrin pada kelompok diabetes tidak berbeda bermakna dengan kelompok kontrol negatif (ANOVA, p=0.179). Namun, terjadi peningkatan ekspresi nefrin yang signifikan pada kelompok P3 dan P4 dibandingkan kontrol positif (P3, p=0.041; P4, p=0.029). Maka dari itu, dapat disimpulkan bahwa ekstrak daun insulin mampu meningkatkan ekspresi nefrin pada ginjal diabetes pada dosis 150 mg/kg. Berdasarkan penelitian ini, disarankan untuk meneliti dosis maksimal ekstrak daun insulin yang dapat digunakan untuk pengobatan diabetes melitus, terutama pengaruhnya terhadap perbaikan kondisi ginjal pada diabetes melitus

    Efektivitas Ekstrak Kencur (Kaempferia galanga) terhadap Kadar Interleukin-1B (IL-1B) pada Tikus (Rattus norvegicus) Osteoartritis yang Diinduksi Monosodium Iodoacetate.

    No full text
    Osteoartritis (OA) merupakan penyakit pada sendi yang mengakibatkan nyeri akibat adanya ketidakseimbangan sel kondrosit dalam sintesis dan degradasi extracellular matrix (ECM) sebagai penyusun kartilago. Degradasi kartilago yang terus menerus menyebabkan peningkatan sitokin proinflamasi yaitu interleukin-1B (IL- 1B). IL-1B penting sebagai biomarker yang diteliti karena kondrosit OA empat kali lebih sensitif terhadap efek destruktif interleukin dibandingkan kondrosit normal. Beberapa penelitian membuktikan bahwa daun kencur (Kaempferia galanga) memiliki efek antiinflamasi dan antioksidan. Monosodium iodoacetate (MIA) digunakan untuk menginduksi OA pada tikus karena penelitian sebelumnya menunjukkan injeksi MIA intraartikular dapat memberikan gejala OA dan peningkatan kadar IL-1B pada tikus. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas ekstrak kencur terhadap kadar IL-1B pada tikus OA yang diinduksi MIA dengan rancangan eksperimen murni menggunakan dengan metode post-test only controlled group design. Sebanyak 30 ekor tikus putih galur Wistar jantan dibagi kedalam 6 kelompok yaitu 2 kelompok kontrol terdiri dari kelompok tanpa perlakuan dan kelompok MIA serta 4 kelompok terapi yaitu ekstrak kencur 90, 180, dan 360 mg/kgBB dan ibuprofen 20 mg/kgBB. Pada hari ke-28 tikus dikorbankan dan diambil sampel darah untuk diukur kadar IL-1B melalui uji ELISA. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ekstrak kencur 90 dan 180 mg/kgBB serta ibuprofen 20 mg/kgBB dapat menurunkan kadar IL-1B secara signifikan (p<0,05) dibandingkan dengan kelompok MIA. Kesimpulan penelitian ini bahwa pemberian ekstrak kencur 90 dan 180 mg/kgBB dapat menurunkan kadar IL-1B pada tikus OA yang diinduksi MIA
    corecore