16 research outputs found

    On the Corruption of Communication: A Theory of Deception

    Get PDF
    This article elaborates on the issue of communication corruption, namely communicative actions or events that reduce the audience's right to receive messages entirely and correctly, according to normative (objective) and contemplative (subjective) facts. The literature study and reflectivity methods point out at least four main aspects of communication corruption theory: message, media, context, and behavior. This study also proposes a formula to measure and assess the extent to which communication is corrupt, considering communication needs and desires, authority and opportunity, communicative power, audience rights, conscience, and moral responsibility. Three forms of communication are very vulnerable to communication corruption: persuasion, imaging (both in the effort of impression building and impression laundering), and deception. Future studies can use this study as a theoretical and methodological reference. Practically, the findings and propositions of this research are helpful as reflections and guidelines for anticipating and minimizing communication corruption practices in daily and professional activities

    Dimensions of Brand Image: A Conceptual Review from the Perspective of Brand Communication

    Get PDF
    Currently almost all products have the brand, and all companies strive to develop and maintain their brand reputation. Brand is a mark left on the minds and hearts of consumers, which creates a specific sense of meaning and feeling. Thus, brand is more than just a logo, name, symbol, trademark, or label attached to a product. Using theoretical review and self-reflectivity method, this conceptual paper aims to review the dimensions of brand image as one stage in the hierarchy of branding or brand communications, so it can be a guide for future studies related to the brand image. Brand image plays an important role in the development of a brand because the brand image associated with the reputation and credibility of the brand which later become the ‘guideline’ for the consumer audience to try and use a product or service then creating a particular experience that will determine whether the consumer will be into brand loyalist, or simply an opportunist (easy to switch to another brand). The dimensions of brand image in this study include brand identity, brand personality, brand association, brand attitude & behavior, and brand benefit & competence. Keywords: dimensions of brand image, brand communication, hierarchy of branding, brand developmen

    Kajian Produksi Pesan Iklan Ambient Media

    Get PDF
    Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan pengetahuan-pengetahuan yang digunakan kreator dalam memproduksi pesan iklan ambient media dan membandingkannya dengan teori produksi pesan Action Assembly Theory dari John Greene. Dengan menggunakan metode kualitatif-eksploratoris melalui pendekatan interpretif, peneliti mewawancarai secara mendalam beberapa subjek atau informan yakni kreator iklan ambient media dari berbagai latar belakang yaitu; pengarah kreatif eksekutif dan mahasiswa Desain Komunikasi Visual (DKV) yang karya iklan ambient media-nya pernah memenangkan lomba. Hasil penelitian ini ditemukan bahwa kreator iklan ambient media menggunakan pengetahuan subjektif yang berasal dari pengalaman pribadi dan pengetahuan objektif yang berasal dari kalimat (brief) kreatif sebagai pengetahuan isi (content knowledge) dalam memproduksi iklan ambient media. Peneliti juga menemukan bahwa content knowledge dan procedural knowledge seperti yang terdapat dalam Action Assembly Theory, kreator iklan ambient media juga menggunakan context knowledge dalam memproduksi pesan, bahkan pengetahuan ini memiliki peran sangat penting dalam membentuk pengalaman khalayak konsumen terhadap pesan yang merupakan ciri khas iklan ambient media

    MENONTON INDONESIA DI REMANG KABUT EUFORIA REFORMASI

    Get PDF
    Jika pada masa Orde Baru, dinamika politik dalam produksi dan konsumsi budaya pop terjebak dalam pertentangan antara kubu yang menerima dan kubu yang melawan status quo yang berpusat pada ideologi resmi yang ‘diakui’ rezim pemerintahan yakni kombinasi Kejawen, sekularisme, militerisme, bapakisme dan Pembangunanisme serta kepribumian, maka pada masa pasca-Orde Baru atau Reformasi perseteruan politik identitas berkelindan di antara: (a) semangat kedaerahan dan kewenangan nasional, (b) sinkretisme Jawa dan meningkatnya kesalehan baru Islam, (c) patriarki dan gerakan perempuan, (d) selera budaya tinggi dan rendah, dan (e) kesenjangan dan pemberdayaan teknologi. Tulisan ini menelaah artikel-artikel menarik mengenai perkembangan budaya pop di Indonesia pasca Orde Baru yang dirangkum dan dieditori oleh Ariel Heryanto dalam bukunya berjudul “Budaya Populer di Indonesia, Mencairnya Identitas Pasca-Orde Baru”. Tidak hanya menelaah melalui pembingkaian ulang fenomena dan kajian budaya populer di Indonesia pasca Orde Baru agar lebih kontekstual, di sini saya juga berusaha menganalisis dan mengritisi setiap artikel agar membuka horizon lebih luas dalam melihat fenomena yang ada dan menjadi referensi bagi periset selanjutnya

    Makna Gaya Hidup Tengah Malam Anak Muda Urban di Branded Convenience Store dan Café 24 Jam

    Get PDF
    Saat ini menjamur toko-toko miniswalayan dan kafe cepat saji bermerek (branded convenience store & cafĂ©) yang buka 24 jam, terutama di kota-kota besar di Indonesia. Dengan fasilitas sambungan internet gratis dan tempat yang nyaman, tak ayal, anak-anak muda pun setiap malam menyemut begadang menikmati waktu tengah-malam dengan membawa ‘peralatan’ kerja seperti laptop atau sekadar berkumpul mengobrol bersama teman-teman sampai pagi ditemani minuman dan makanan ringan. Gaya hidup begadang anak muda urban ini—yang penulis sebut sebagai midnight culture, sesungguhnya bukan hal baru bagi masyarakat Indonesia, karena aktivitas begadang bersama kerap dijumpai di kompleks-kompleks pemukiman dan perkampungan warga. Namun, setelah media dan merek-merek mereproduksi dan mengomodifikasinya, midnight culture menjadi tren dalam wujud baru. Tulisan ini berusaha menginvestigasi dan menangkap makna-makna terkait gaya hidup begadang anak muda urban di branded cafĂ© dan convenience store 24 jam. Menggunakan metode etnografi kritis, penulis menemukan bahwa begadang bagi anak muda urban merupakan ekspresi dan aspirasi insomniak yang berkelindan dengan pleasure sosial, hasrat kesuksesan dan konstruksi identitas. Wacana personal ini tidak terlepas dari kuasa wacana media dan sosial yang berkembang di masyarakat, sementara secara ekonomi-politik, komodifikasi begadang oleh media dan merek memberikan dampak yang signifikan bagi ‘kelangsungan hidup’ media dan merek (convenience store dan cafĂ©) tersebut

    Dancing with the impropriety of media: how Indonesian consumers think and behave towards the unethical and illogical online news

    Get PDF
    The rise of online media makes us now everyday are bombarded by a number of online news content which are sometimes unethical and illogical. Without considering the adverse effects it causes, the media continue to treat news consumers with inappropriate content. News consumers as if hypnotized to 'dance' following the rhythm of that impropriety. How do news consumers, especially in Indonesia, think and behave towards the issue? This paper captures the voices of consumers and reviews their judgements regarding the ethical and logical discourse of the news provided by online media. Research was conducted in two stages. The first stage was a qualitative approach through in-depth interviews with five active online news readers. The results identify three aspects related to unethical content: verbal, visual and news styles. Meanwhile, three other aspects concern issues of unethical news context, namely placement, links and news layout. The aspects related to illogical news refer to the issues of accuracy, coherency, and manipulation. The findings in the first stage serve as a basis for examining which aspects are the most concern for consumers in the second stage through a quantitative-descriptive approach involving 287 respondents. The results show that verbal and news styles, links and manipulation are the most dominant issues among consumers. Responding to the inappropriate news, consumers tend to perceive the media negatively, label it 'abal-abal' or fake and unprofessional, even blacklist it as prohibited media

    Is Social Media Impactful for University's Brand Image?

    Get PDF
    This research aims to verify many opinions and previous studies that stated how powerful of social media in building the image of a brand, also applies for university's brand image enhancement. Using explanatory survey research, data were collected by giving out questionnaires to samples that were taken randomly from Facebook's friend list of a private university that located in South Jakarta. The results showed that the most powerful influence occurs on the role of 'community' towards the brand identity and the role of 'connectivity' towards the brand benefits. Another interesting finding of this research is, it turns out 'openness' and 'conversation' has no significant effect on all components that make up the brand image. Thus, it can be said that the positive image on the mind of consumer audience regarding the brand identity, personality, association, attitude or behavior and the benefit offered by a university's brand not necessarily be formed by the openness and willingness to dialogue or make conversations.Keywords: Social Media, Facebook, UB, Brand Image, University's Brand Imag

    Is Social Media Impactful for University's Brand Image?

    Get PDF
    This research aims to verify many opinions and previous studies that stated how powerful of social media in building the image of a brand, also applies for university's brand image enhancement. Using explanatory survey research, data were collected by giving out questionnaires to samples that were taken randomly from Facebook's friend list of a private university that located in South Jakarta. The results showed that the most powerful influence occurs on the role of 'community' towards the brand identity and the role of 'connectivity' towards the brand benefits. Another interesting finding of this research is, it turns out 'openness' and 'conversation' has no significant effect on all components that make up the brand image. Thus, it can be said that the positive image on the mind of consumer audience regarding the brand identity, personality, association, attitude or behavior and the benefit offered by a university's brand not necessarily be formed by the openness and willingness to dialogue or make conversations.Keywords: Social Media, Facebook, UB, Brand Image, University's Brand Imag

    Nilai-Tanda sebagai Jantung Makna Relasi Konsumen dan Merek

    Get PDF
    Penelitian ini bertujuan untuk membahas konstelasi pembentukan relasi konsumen dan merek dalam dimensi simbolik. Metode yang digunakan adalah reflektivitas dan kajian literatur mendalam untuk mengonstruk teori merek Lury dan nilai-tanda Baudrillard atau konsep berkaitan dengan konteks isu yang dibahas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa relasi konsumen dan merek terbentuk melalui proses penandaan (signifikansi). Merek merupakan institusi nilai-tanda yang menstimuli produksi dan konsumsi makna-makna simbolik oleh konsumen yang secara hasrati menciptakan berbagai kesenangan simbolik. Makna merek sering digunakan sebagai simbol gaya hidup tertentu, simbol kesuksesan, simbol kejantanan, simbol kepedulian sosial, simbol kekerenan dalam pergaulan, simbol percaya diri, simbol prestise, dan makna-makna simbolik lain. Merek menjadi obyek kenyamanan dan kesenangan individual yang secara terus-menerus direproduksi oleh konsumen melalui berbagai akrobat makna yang dikonstruknya. Penelitian ini juga menunjukkan relasi konsumen dan merek berkelindan dalam ruang-ruang simbolik perseptual konsumen melalui kekuasaan nilai-tanda yang terartikulasikan dalam berbagai kharisma. Nilai-tanda hadir untuk mengalienasi subyek dari obyek riil dan membiak di tataran pemaknaan konsumen. Kajian ini memberi implikasi bagi pengembangan teori komunikasi merek dari perspektif kajian-kajian budaya

    Faktor-Faktor yang Memengaruhi Diskrepansi Kepuasan Pembaca

    Get PDF
    Setiap orang memiliki motif dalam menggunakan media massa dan tidak setiap media dapat memenuhi kepuasan seseorang. Sering terdapat kesenjangan antara apa yang diinginkan seseorang dari media massa dengan apa yang diperoleh orang tersebut setelah mengonsumsi media massa. Dalam pandangan uses and gratification, seseorang secara selektif menggunakan media massa untuk mempertahankan atau merubah kondisi perasaan (suasana hati) atau kondisi kegembiraan (rousal). Tulisan ini menguji gratifikasi yang diharapkan (gratification sought/GS) berpengaruh pada gratifikasi yang diperoleh khalayak (gratification obtained/GO). Metode penelitian yang digunakan yaitu metode kuantitatif, dengan teknik pengambilan responden purposive sampling. Data dikumpulkan melalui penyebaran kuesioner, wawancara, dan studi kepustakaan. Hasil uji Path Analysis, bahwa kepuasan khalayak pada surat kabar secara langsung maupun tidak, dipengaruhi oleh faktor gratifikasi yang diharapkan (GS), gratifikasi yang diperoleh (GO), sosiabilitas, teman sebaya, intensitas membaca surat kabar, tingkat interaktivitas, kredibilitas sumber, tingkat pendidikan, dan tingkat sosial ekonomi
    corecore