6 research outputs found

    INOVASI DAERAH (Refleksi dan Pengaturan Inovasi Daerah di Indonesia)

    Full text link
    Regional Innovation is an important factor to encourage competitiveness and prosperity in the region. Innovation is a collaborative process to improve effectiveness and efficiency in the Region. Innovation cannot run sporadically and partially, particularly at the level of regulation and governance. Reflection on experience shows, government apprehensive to innovate in the Region. Criminalization of policy, euphoria of corruption eradication causing poor innovation in the Region, so it should be given the rule that provides the flexibility to innovate without diminishing accountability or in formulating innovation policy, should be based on the principles in the running of innovation. Through the juridical analysis of substance of the Law 23/2014, have been set related to regional innovation. There is the possibility of expanding the activities of government, with narrowing of the risk of criminal prosecution

    Kewenangan Notaris dan Ppat dalam Proses Pemberian Hak Guna Bangunan Atas Tanah Hak Milik

    Full text link
    Keberadaan Pasal 15 ayat (2) huruf f UUJNP mengenai kewenangan Notaris membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan telah memunculkan berbagai macam penafsiran. Ketentuan Pasal 15 ayat (2) huruf f UUJNP memberikan kewenangan kepada Notaris untuk membuat Akta yang berkaitan dengan pertanahan namun tidak secara tegas mengatur mengenai batasan kewenangan Notaris terhadap kewenangan PPAT khususnya dalam proses pembuatan Akta terkait Pemberian Hak Guna Bangunan Atas Tanah Hak Milik. Kekaburan norma dalam menafsirkan makna pasal tersebut juga menimbulkan konflik kewenangan dalam pelaksanaannya. Oleh karena itu, masalah penelitian ini terkait dengan pembatasan Kewenangan Notaris terhadap Kewenangan PPAT dalam Proses Pemberian Hak Guna Bangunan Atas  Tanah Hak Milik berdasarkan hukum yang berlaku dan makna ketentuan Pasal 15 ayat (2) huruf f UUJNP yang menyatakan kewenangan Notaris dalam membuat akta yang berkaitan denganpertanahan.        Penelitian ini merupakan penelitian hukum Normatif yang beranjak dari adanya kekaburan norma. Penelitian ini menggunakan 3 jenis pendekatan antara lain pendekatan Perundang-undangan, pendekatan konsep dan pendekatan analitis. Teknik pengumpulan bahan hukum yang digunakan adalah kepustakaan dan system kartu. Analisis bahan hukum menggunakan teknik deskriptif dan argumentasi yang dikaitkan dengan teori dan konsep hukum yang relevan dengan permasalahan. Hasil penelitian terhadap masalah yang dikaji yaitu Pembatasan kewenangan Notaris terhadap kewenangan PPAT dalam proses Pemberian Hak Guna Bangunan Atas Tanah Hak Milik yaitu Notaris hanya berwenang sebatas membuat Akta Perjanjian Pendahuluan Pemberian Hak Guna Bangunan Atas Tanah Hak Milik. Kemudian Makna pasal 15 ayat (2) huruf f adalah Notaris berwenang membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan. Kewenangan Notaris dalam membuat akta pertanahan adalah selama dan sepanjang bukan merupakan akta pertanahan yang selama ini telah menjadi kewenangan PPAT, dengan kata lain Notaris tidak berwenang untuk membuat akta-akta pemindahan hak atas tanah, pemindahan hak milik atas rumah susun, dan pembebanan hak atas tanah.     Kata kunci:  Kewenangan Notaris, Hak Guna Bangunan, Tanah Hak Mili

    Pembuktian Harta Bersama dalam Perceraian Perkawinan Campuran tanpa Perjanjian Kawin di Indonesia

    Full text link
    Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui dan memahami Kedudukan Harta bersama serta sistem pembuktian harta bersama dalam perceraian perkawinan campuran tanpa perjanjian kawin Penelitian ini menggunakan metode hukum normatif serta menggunakan pendekatan Perundang-Undangan (The Statue Approach) dan pendekatan fakta (The Fact Approach). Kedudukan Harta bersama dalam Perkawinan campuran berdasarkan Hukum di Indonesia diatur dalam Pasal 35 ayat (1) UU Perkawinan menentukan bahwa “harta benda yang di peroleh selama perkawian adalah menjadi harta bersama”. Sistem pembuktian harta bersama dalam perceraian perkawinan campuran tanpa perjanjian kawin yaitu orang yang menggugat harta bersama apabila terjadi percerian maka ia harus membuktikan bahwa harta tersebut merupakan harta bersama. meskipun undang-undang tidak mengatur mengenai pembuktian harta bersama tetapi hakim dapat memutuskan perkara berdasarkan keyakinannya (Aliran Rechtsvinding). &nbsp

    Pemberlakuan Asli Lembar Kedua Akta Pemberian Hak Tanggungan dalam Pelaksanaan Pendaftaran Hak Tanggungan secara Elektronik

    Full text link
    Tujuan penelitian untuk mengkaji dan menganalisa mekanisme pendaftaran HT-el dan pemberlakuan terhadap asli lembar kedua APHT yang didaftarkan secara elektronik ditinjau dari UU 4/1996. Metode penelitian yang digunakan yakni metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan Peraturan Perundang-Undangan, pendekatan Analisis dan pendekatan Konsep. Hasil penelitian menunjukan bahwa sebelum berlakunya Permen ATR/KBPN 5/2020 pendaftaran Hak Tanggungan dilakukan secara manual dengan mendatangi Kantor Pertanahan sebagaimana ketentuan yang ada dalam Pasal 13 dan Pasal 14 UU 4/1996 namun setelah berlakunya Permen ATR/KBPN 5/2020 pendaftaran Hak Tanggungan dilakukan dengan sistem elektronik; dan penyimpanan asli lembar kedua APHT belum dapat diberlakukan karena UU 4/1996 masih berlaku dan tidak memberikan kewenangan delegasi pada Permen ATR/KBPN  7/2019  untuk memberlakukan penyimpanan asli lembar kedua APHT sebagai warkah di Kantor PPAT

    Harmonisasi Kewenangan Pembuatan Risalah Lelang antara Notaris dengan Pejabat Lelang

    Full text link
    This journal's purpose is to understand the harmonization of authority arrangements for making auction minutes and to find out the evidentiary strength of auction minutes. This research uses normative legal research with an approach to the concept of law and legislation. Based on the lex special derogate legi generale principle, the authority to prepare auction minutes is based on Staatsblad No. 189 which was promulgated in 1908 concerning Vendu Reglement / VR (hereinafter referred to as Tender Regulations) which regulate the authority to make Minutes of Auction rests with the Auction Officer not the Notary Public. Although a Notary Public can be appointed as Class II Auction Officer according to Article 7 the Vendue Intructie in Indonesian is called an auction instruction Jo. Regulation of the Minister of Finance of the Republic of Indonesia Number 175 / PMK.06 / 2010 concerning Class II Auction Officers (hereinafter referred to as PMK Class II Auction Officers), however this authority is given the capacity of a Notary as Class II Auction Officer and not the capacity as a Notary. The power of proof of the auction minutes according to Article 1868 of the Criminal Code, the minutes of auction fulfilling the three elements of the deed must be made by a General Official, the deed is determined by law and the General Official who makes it must be authorized to make the deed so that it is said that the Minutes of Auction are authentic deeds having the power of proof that perfect.   Tujuan jurnal ini yaitu untuk memahmi harmonisasi pengaturan kewenangan Pembuatan Risalah Lelang dan untuk mengetahui kekuatan pembuktian risalah lelang. Penelitian ini menggunakan penelitian hukum normatif dengan pendekatan konsep hukum dan Perundang-undangan. Berdasarkan asas lex special derogate legi generale pengaturan kewenangan Pembuatan Risalah Lelang adalah berdasarkan Staatsblad No. 189 yang diundangkan pada tahun 1908 tentang Vendu Reglement/VR (selanjutnya disebut Peraturan Lelang) yang mengatur kewenangan membuat Risalah Lelang terdapat pada Pejabat Lelang bukan pada Notaris. Walaupun Notaris dapat diangkat sebagai Pejabat Lelang Kelas II menurut Pasal 7 Vendue Intructie dalam bahasa Indonesia disebut Intruksi lelang Jo. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 175/PMK.06/2010 tentang Pejabat Lelang Kelas II (selanjutnya disebut PMK Pejabat Lelang Kelas II), namun wewenang itu diberikan kapasitas Notaris sebagai Pejabat Lelang Kelas II dan bukan kapasitasnya sebagai Notaris. Kekuatan pembuktian risalah lelang menurut Pasal 1868 KUHPer, Risalah lelang memenuhi ketiga unsur akta itu harus dibuat seorang  Pejabat Umum, akta  itu  ditentukan oleh undang-undang dan Pejabat  Umum  yang membuat harus  berwenang membuat akta tersebut sehingga dikatakan Risalah Lelang merupakan akta otentik memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna

    Perlindungan Hukum terhadap Pihak Pemberi Pinjaman Akibat Terjadinya Gagal Bayar pada Peer To Peer Lending

    Full text link
    The digital world has developed very rapidly and has had a lot of influence in various sectors, one of which is the presence of information technology-based lending and borrowing services, namely Peer to Peer Lending. However, it is possible that the implementation of Peer to Peer Lending carries a risk of a legal problem, namely the default from the Loan Recipient which will harm the Lender who funds the loan application on the Operator's platform. In this regard, the next study aims to identify and analyze legal protection for lenders related to the risk of default in peer to peer lending based lending services. In addition, this study also aims to explain dispute resolution due to default in peer to peer lending. The research method used in this research is normative legal research method. Legal protection for lenders with the formation of special regulations that provide protection for Peer to Peer Lending service users, namely the Financial Services Authority Regulation Number 77 / POJK.01 / 2016 in particular Article 37 and sanctions such as fines, imprisonment, and other additional penalties given after it occurs dispute. Settlement of disputes due to default in P2PL can be carried out outside or inside the court in accordance with Article 39 paragraph (1) POJK Number 1/POJK.07 / 2013
    corecore