7 research outputs found

    Karakteristik Vegetasi Dan Biogeohidrofisik Daerah Resapan Mata Air Di Kecamatan Ngantang Untuk Memaksimalkan Debit

    Get PDF
    Penurunan debit akibat rusaknya ekosistem di daerah resapan mata air perlu mendapatkan perhatian. Sebanyak 63,38% mata air di Kecamatan Ngantang mengalami penurunan debit hingga lebih dari 50% di musim kemarau, bahkan beberapa di antaranya mengering. Konservasi debit mata air perlu segera dilakukan untuk menciptakan ekosistem lebih stabil, sehingga fungsi hidrologis ekosistem daerah resapan mata air dapat optimal. Untuk itu, perlu dilakukan kajian mengenai hubungan antara karakteristik vegetasi dan biogeohidrofisik daerah resapan dengan debit mata air. Tujuan penelitian ini adalah: 1) Mengetahui karakteristik hidrogeomorfologi mata air Krisik, Complang dan Pusung Pegat; 2) Mengetahui karakteristik daerah resapan ketiga mata air berdasar kondisi lahan, biogeohidrofisik dan vegetasinya; 3) Eksplorasi hubungan antara karakteristik lahan, biogeohidrofisik dan vegetasi di daerah resapan dengan debit mata air; 4) Menemukan model perbaikan daerah resapan untuk memaksimalkan debit mata air. Metode penelitian dengan studi literatur, survey langsung dan analisis data secara deskriptif, ANOVA, Analisis Multivariate Partial Least Square(PLS) dan Analisis Response Surface. Hasil identifikasi dan karakterisasi mata air menunjukkan bahwa akuifer ketiga mata air berupa batu pasir yang tidak terkonsolidasi, merupakan akuifer dangkal dengan kedalaman 0,32-1,7 m dan ketebalan mencapai 0,84 – 12,59 m. Mata air Krisik memiliki ketebalan akuifer tertinggi dan kedalaman terrendah dibandingkan dengan mata air Complang dan Pusung pegat. Ketiga mata air termasuk mata air berdebit kecil dan berfluktuasi, dimana fluktuasi debit mata air Krisik tidak sebesar mata air Complang dan Pusung pegat. Debit mata air Krisik mengalami penurunan, tetapi tidak sampai mengering. Sedangkan debit mata air Complang dan Pusung pegat mengering hingga 1- 4 bulan. Hasil penelitian karakterisasi biofisik daerah resapan mata air menunjukkan biofisik tanah di mata air Krisik hampir sama dengan mata air Pusung pegat dan lebih baik dari Complang. Meskipun C- organik dan kemantapan agregatnya lebih rendah dari Pusung pegat, namun tanah di daerah resapan mata air Krisik memiliki porositas lebih tinggi dan tanah lebih ringan (BI tanah lebih rendah). Konduktivitas Hidroulik Jenuh di daerah resapan mata air Krisik dan Pusung pegat tergolong sangat cepat. Daerah resapan mata air Krisik memiliki Indeks Kualitas Biodiversitas dan penutupan kanopi tertinggi, namun kerapatan pohon, belta dan tumbuhan bawah serta C-stock terrendah. Jenis pohon yang mendominansi daerah resapan mata air Krisik dan Pusung pegat sama yaitu pinus (Pinus merkusii), durian (Durio zibethinus) dan sengon laut (Albizia falcataria). Sedangkan mata air Complang didominansi oleh pohon durian (D. zibethinus), sengon laut (A. falcataria) dan kelapa (Cocos nucifera). Jenis belta yang mendominansi ketiga daerah resapan mata air sama, yaitu kopi robusta (Coffea canephora var. robusta), sengon laut (A. falcataria), kopi liberika (C. liberica) dan pisang (Musa paradisiaca). Kecepatan infitrasi dan simpanan air tanah di mata air Krisik juga lebih tinggi dibandingkan dua mata air lainnya. Hasil penelitian ke tiga menunjukkan bahwa debit mata air secara langsung dipengaruhi karakteristik vegetasi, geofisik, biofisik tanah dan hidrologi. Karakteristik vegetasi, yang diindikasikan oleh kerapatan belta berpengaruh paling nyata dan negatip terhadap debit mata air, dimana semakin rapat jenis belta maka debit semakin rendah. Model PLS ini memiliki nilai predictive relevance Q2 sebesar 100%, sehingga model layak digunakan dan memiliki nilai prediktif yang sangat relevan. Berdasarkan analisis Response Surface diketahui maksimalisasi debit mata air sebesar 0,48 l.detik-1 akan tercapai pada kedalaman akuifer 0,93 m. Kedalaman akuifer tersebut diperoleh dari kecepatan infiltrasi maksimal sebesar 51,16 cm.jam-1. Maksimalisasi kecepatan infiltrasi dilakukan dengan memper- tahankan C-organik tanah tertinggi sebesar 0,98% dan meminimalkan kerapatan belta hingga 76.757 individu per 24,48 ha. Upaya penambahan C-organik tanah bisa dilakukan dengan meningkatkan diversitas tanaman lokal yang bernilai ekologi dan ekonomi, seperti sukun (Artocarpus altilis), nangka (A. heterophyllus ), cempaka (Michelia champaca), kemiri (Aleurites moluccana), jambu (Syzigium spp.) dan jenis-jenis bamb

    Perbandingan Penagruh antara Pupuk Organomineral dan Pupuk Anorganik terhadap Sifat Fisik Tanah dan Pertumbuhan Tanaman Stevia (Stevia rebaudiana Bertoni) pada Inceptisol.

    No full text
    Lahan pertanian di Indonesia banyak didominasi oleh tanah Inceptisol. Jenis tanah ini merupakan salah satu jenis tanah yang ditemukan pada lokasi penelitian. Salah satu permasalahan pada tanah Inceptisol adalah kandungan bahan organik yang rendah. Penggunaan tanah Inceptisol di daerah Kota Batu didominasi dengan lahan sawah dan lahan kering. Kegiatan pertanian pada lahan tersebut dilakukan secara konvensional, dimana petani menggunakan pupuk anorganik untuk meningkatkan unsur hara dalam tanah tanpa menambahkan bahan organik. Hal ini jika dibiarkan dalam jangka panjang akan mempercepat terjadinya kerusakan tanah yang diindikasikan dengan penurunan kandungan bahan organik dan degradasi sifat fisik tanah. Kandungan bahan organik tanah yang rendah akan menyebabkan agregat tanah menjadi lebih mudah hancur saat terkena pukulan air hujan sehingga tanah menjadi rentan mengalami pemadatan serta erosi. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis perbandingan pengaruh yang diberikan dua jenis pupuk berbeda, yaitu pupuk organomineral dan pupuk anorganik dengan berbagai macam taraf dosis terhadap sifat fisik tanah (berat isi, porositas, kemantapan agregat, dan kadar air tersedia tanah) dan pertumbuhan tanaman stevia. Penelitian dilaksanakan dari awal persiapan lahan hingga panen yang berlokasi di Kelurahan Dadaprejo, Kecamatan Junrejo, Kota Batu, Jawa Timur. Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) non faktorial dengan tiga kali ulangan. Terdapat 9 taraf dosis perlakuan yang diujikan, yaitu P0 (kontrol), P1 (organomineral 600 kg/ha), P2 (organomineral 1200 kg/ha), P3 (organomineral 1800 kg/ha), P4 (organomineral 2400 kg/ha), P5 (NPK 50 kg/ha + Urea 50 Kg/ha), P6 (NPK 100 kg/ha + Urea 100 Kg/ha), P7 (NPK 150 kg/ha + Urea 150 Kg/ha), dan P8 (NPK 200 kg/ha + Urea 200 Kg/ha). Parameter yang diamati adalah berat isi tanah, porositas, kemantapan agregat, kandungan air tersedia, tinggi tanaman, jumlah daun, bobot segar daun, dan bobot kering daun tanaman stevia. Data pengamatan yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis ragam (ANOVA) taraf 5% dan apabila perlakuan berpengaruh nyata, maka dilanjutkan dengan uji lanjut DMRT taraf 5%. Analisis korelasi menggunakan rumus pearson. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aplikasi beberapa dosis pupuk organomineral berpengaruh nyata terhadap berat isi tanah, porositas, dan kadar air tersedia dengan persentase secara berturut-turut 9,70%; 9,22%; dan 8,06%. Namun tidak berpengaruh nyata terhadap kemantapan agregat. Pemberian beberapa dosis pupuk organomineral dan pupuk anorganik berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, bobot segar daun stevia, dan bobot kering daun stevia. Perlakuan P3 dengan dosis 1800 kg/ha sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan unsur hara pada tanaman stevia dan memberikan hasil yang setara dengan pupuk anorganik. Pupuk organomineral perlakuan P3 mampu memberikan peningkatan hasil bobot segar dan bobot kering daun secara berturut-turut sebesar 21,21% dan 16,36% dibandingkan dengan pupuk anorganik (P8). Hasil korelasi sifat fisik tanah terhadap pertumbuhan tanaman stevia menunjukkan hubungan mulai dari sangat rendah (r = 0,16) hingga sedang (r = 0,59)

    Model Kebun Campuran Yang Ramah Lingkungan Di Pegunungan Arfak

    No full text
    Penelitian yang bersubyek pada petani tradisional Arfak dari Subsuku Hatam telah dilaksanakan di Kampung Syoubri, Kwau dan Mokwam Distrik Warmare Kabupaten Manokwari bertujuan untuk mengkaji karakteristik biofisik Pegunungan Arfak dan petani tradisional Hatam saat ini; mendokumentasikan kearifan lokal yang masih dipraktekkan; mendeskripsikan dan menganalisis tipologi kebun campurannya dan menemukan strategi pengembangan model kebun campuran petani tradisional Hatam yang dapat meningkatkan kesejahteraannya namun ramah lingkungan dan dapat diterima secara sosial budaya. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang didesain menggunakan pendekatan kualitatif naturalistik yang dimaksudkan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan secara sistematis, faktual dan akurat terkait fakta-fakta, karakteristik serta hubungan antar fenomena. Penentuan sampel berdasarkan pembagian wilayah yang disengaja (area sampling and purposive) yaitu berdasarkan tipologi lahan, suku/etnis, dan cara bertani. Selain analisis domain, untuk mendapatkan strategi yang ideal dalam mengembangkan kebun campuran petani tradisional Hatam digunakan juga analisis SWOT. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa karakteristik biofisik sumberdaya alam kawasan Pegunungan Arfak antara lain beriklim gunung tropis basah atau termasuk zone Agroklimat C1 dengan kelembaban udara relatif sekitar 81 sampai 85 %, Intensitas penyinaran matahari 31 - 46 %, bersuhu udara 13,1 - 25,2 0C, berkelerengan 15-30% pada elevasi 1.100 – 1.600 m.dpl dengan jenis tanah Entisol, Inceptisol, Alfisol, Ultisol, dan Andisol serta memiliki biodiversitas flora dan fauna exotic bernilai ekonomi tinggi terutama berbagai jenis anggrek, Rhododendron, burung dan kupu-kupu sayap burung; sedangkan karakteristik petani tradisional Hatam yaitu sebagian besar berusia produktif ( 26 - 50 tahun) dengan tingkat pendidikan masih rendah, memiliki tanggungan keluarga antara 5 - 17 orang, 80% termasuk cukup sampai berpengalaman dalam berkebun cara mereka, semua anggota keluarga inti terlibat secara aktif dalam mengelola kebunnya yang berada di 3 - 5 tempat di lokasi yang berbeda. Kebun campuran petani tradisional Hatam saat ini bertipologi SEE (Sosial- Ekonomi-Ekologi) berorientasi semi subsistensi dan masih mempraktekkan pengetahuan dan kearifan lokal seperti : pembukaan kebun berdasarkan aturan adat sistem zonasi; pemanfaatan tumbuhan in situ untuk pengobatan herbal, pupuk dan pestisida nabati; zero input pupuk kimia dan pengolahan tanah; xi pemanfaatan ternak babi untuk pengolahan tanah sederhana, dan penerapan aturan adat “Igya ser Hanjop” dalam menjaga batas ulayat dan alamnya. Skenario terbaik dari pengembangan model kebun petani tradisional Hatam yang terbaik adalah dengan mengubahnya ke tipologi kebun campuran EES (Ekonomi-Ekologi- Sosial) melalui strategi ST (Strenght-Threat) dengan cara: penambahan jumlah jenis tanaman yang bernilai ekonomi tinggi yang sesuai karakteristik biofisik lahan dan dikenal petani; pemanfaatan kearifan lokal sistem zonasi lahan; membangun brand produk petani Hatam sebagai produk organik dan pembentukan kelembagaan ekonomi dan jejaring pemasaran produk loka

    Karakteristik Kadar Air, Kemantapan Agregat, Berat Isi Tanah dan Bahan Organik Pada Tanah Terdampak Likuifaksi di Kelurahan Petobo dan Desa Jono Oge, Sulawesi Tengah.

    No full text
    Indonesia memiliki letak geografis yang unik yaitu berada pada pertemuan tiga lempeng besar yaitu Lempeng Eurasia, Lempeng Indo-Australia, dan Lempeng Pasifik menyebabkan Indonesia menjadi negara yang rawan bencana alam. Pada tahun 2018 terjadi bencana alam gempa bumi, tsunami, dan likuifaksi di Kota Palu, Kabupaten Sigi, dan Kabupaten Donggala. Likuifaksi merupakan proses hilangnya kekuatan tanah akibat naiknya tekanan pori tanah. Tanah mengalami perubahan signifikan dimana permukaan tanah rusak, struktur tanah yang berubah dari padat menjadi cair, serta terjadinya percampuran lapisan tanah. Likuifaksi menyebabkan penurunan produktivitas lahan akibat kerusakan tanah, 30 ha dari 50 ha lahan pertanian hanyut, 5.700 ha sawah kekeringan dan 65% petani kehilangan lahan pertanian dan hanya 35% petani yang masih memiliki lahan pasca terjadinya likuifaksi di Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah. Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Sigi Nomor 1 mengenai tata ruang wilayah Kabupaten Sigi dan peta zona ruang rawan bencana Kota Palu merekomendasikan zona dengan potensi likuifaksi sangat tinggi dimanfaatkan sebagai kawasan lindung, kawasan pertanian, dan perkebunan. Tujuan penelitian adalah mengetahui karakteristik dan perbedaan kadar air, kemantapan agregat, berat isi tanah dan kandungan bahan organik di zona runtuhan, zona akhir, dan kontrol pada tanah terlikuifaksi. Penelitian dilakukan bulan Januari hingga Juni 2023 pada tanah terdampak likuifaksi di Kelurahan Petobo dan Desa Jono Oge, Sulawesi Tengah. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 5 titik pengambilan sampel dan 9 kali ulangan yang berada pada masing-masing zona runtuhan dan zona akhir tanah terlikuifaksi. Parameter yang diamati meliputi kadar air tanah pada pF 2,5 dan kadar air jenuh , kemantapan agregat tanah, berat isi tanah dan kandungan bahan organik. Analisa data menggunakan uji T dengan tingkat toleransi kesalahan 5%. Hasil penelitian menujukkan adanya penurunan kadar air pF 2,5 pada tanah setelah terlikuifaksi. Penurunan terbesar terjadi pada daerah JLR yang mengalami penurunan sebesar 7,89% sedangkan perubahan kadar air terkecil terdapat pada PLA dimana tanah mengalami penurunan kadar air sebesar 3,98%. Kadar air pF 2,5 tertinggi berada pada tanah JK dengan nilai sebesar 24,24% dan kadar air kapasitas lapang terendah terdapat pada JLA sebesar 16,35%. Pada parameter kemantapan agregat dan kandungan bahan organik tidak terjadi perubahan yang signifikan setelah likuifaksi dimana kemantapan agregat pada kedua daerah terlikuifaksi dan tidak terlikuifaksi tergolong kurang mantap dan bahan organik tanah tergolong sangat rendah hingga rendah. Nilai berat isi tanah setelah terjadi fenomena likuifaksi meningkat sebesar 0,37 gr.cm−3 sedangkan daerah yang mengalami kenaikan nilai berat isi terkecil terdapat pada JLR hanya sebesar 0,15 gr.cm−3. Hal ini dapat terlihat penurunan bahan organik pada tanah sebesar 0,54%. Perlu dilakukan perbaikan kualitas lahan setelah likuifaksi seperti perbaikan bentang lahan, pemberian bahan organik tanah untuk memperbaiki struktur, kemantapan agregat tanah, dan pori tanah. Konservasi secara vegetatif juga dapat dilakukan dengan pemilihan komoditas sesuai kondisi lahan

    Perbaikan Sifat Fisik Abu Vulkanik Gunung Semeru Dengan Tanaman Adaptif Dan Isolate Mikroba Indigenous

    Get PDF
    Gunung Semeru kembali erupsi pada tahun 2021 yang menjadi letusan terbesar selama satu dekade. Akibatnya bahan piroklastik seperti abu vulkanik sebagai hasil erupsi menutupi lahan pertanian hingga 200 hektar. Abu vulkanik yang mengendap di permukaan tanah dapat menurunkan kesuburan tanah seperti memburuknya sifat fisik tanah. Maka dari itu, perlu dilakukan perbaikan sifat fisik tanah tertimbun abu vulkanik dengan cara memindahkan abu vulkanik ke dalam skala plot dengan kondisi iklim lingkungan yang sama dengan lokasi terdampak. Plot tersebut digunakan untuk menanam tanaman adaptif dengan aplikasi isolate mikroba indigenous agar meningkatkan efektifitas perbaikan sifat fisiknya serta menganalisis hubungan kadar C-organik dan perbaikan sifat fisiknya. Percobaan dilakukan dengan menempatkan lapisan abu vulkanik setebal 20 cm di atas tanah yang terletak dalam plot penelitian. Percobaan menggunakan Rancangan Acak Kelompok Faktorial (RAKF) dengan 2 faktor perlakuan dan 4 ulangan yang dilaksanakan di Desa Junrejo, Kecamatan Junrejo, Kota Batu, Jawa Timur pada bulan Desember 2022 hingga Juli 2023. Faktor pertama berupa 4 jenis tanaman yang terdiri dari rumput gajah (V1), akar wangi (V2), Centrosema pubescens (V3), dan Indigofera sp. (V4). Perlakuan kedua berupa 2 jenis aplikasi mikroba indigenous yaitu tanpa aplikasi (M1) serta adanya aplikasi (M2). Parameter pengamatan meliputi kadar air aktual, suhu, penetrasi, dan evaporasi yang diamati setiap bulan di lapangan dengan data yang didapat termasuk ke dalam bulan basah (Desember-Maret) dan bulan kering (April-Juli). Analisis laboratorium meliputi C-organik, berat isi, berat jenis, pF 2,5 - pF 4,2, dan permeabilitas. Data dianalisis menggunakan analisis ragam (ANOVA) dengan taraf 5%. Hasil analisis diuji lanjut menggunakan uji BNJ dengan taraf 5% dan diuji korelasi serta uji regresi untuk mengetahui seberapa jauh hubungan C-organik dalam mempengaruhi perbaikan sifat fisik abu vulkanik. Penelitian yang telah dilakukan selama 6 bulan dari perlakuan tanaman adaptif dengan aplikasi bakteri indigenous mampu meningkatkan kadar C-organik tertinggi pada V3M2 sebesar 0,51%. Penurunan berat isi rata-rata 0,08 g cm-3 dari 1,71 g cm-3 sehingga ruang porinya meningkat sebesar 10,64% dari 37,63%. Perbaikan permeabilitas paling efektif pada V2M2 dengan peningkatan sebesar 0,02 cm jam-1 dari 1,61cm jam-1 . Perbaikan tersebut diiringi dengan peningkatan kadar air tersedia abu vulkanik sebesar 15,86% dari 8,07%. Interaksi antara tanaman adaptif dengan aplikasi bakteri indigenous juga dapat menurunkan penetrasi dan laju evaporasi walaupun memasuki bulan kering. Perbaikan sifat fisik abu vulkanik sangat bergantung kepada peningkatan kadar C-organik di dalamnya sehingga keberadaan bahan organik perlu dipertahankan dan ditingkatkan

    Dinamika Evaporasi Tanah Pada Berbagai Tutupan Lahan dan Kemiringan Lereng di Kawasan UB Forest

    No full text
    Ketersediaan air tanah di lahan senantiasa mengalami perubahan pada musim hujan dan pada musim kemarau. Terjadinya proses evaporasi dalam waktu yang lama dapat menyebabkan kekeringan pada lahan dan menyebabkan permasalahan pada proses panen. UB Forest berada di lereng gunung dengan kelerengan 15% hingga 45% terdapat tanaman naungan berupa pinus dan mahoni yang dimanfaatkan untuk menaungi tanaman kopi dan tanaman semusim yang dibudidayakan oleh masyarakat sekitar. Perakaran tanaman semusim yang dapat mencapai 20 cm ke dalam tanah dan perakaran tanaman naungan yang bisa mencapai perakaran 40 cm, menjadi lapisan tanah yang penting untuk mengetahui kondisi ketersediaan air tanah. Tujuan penelitian untuk menganalisis evaporasi tanah pada berbagai tutupan lahan dan kelas kelerengan di UB Forest dan menganalisis pengaruh sifat tanah; bahan organik, porositas dan pori mikro terhadap evaporasi tanah di UB Forest. Penelitian dilaksanakan di UB Forest Desa Bocek, Kecamatan Karangploso, Kabupaten Malang dan untuk analisis laboratorium sifat fisika dan kimia tanah dilakukan di Laboratorium Fisika Tanah dan Kimia Tanah, Departemen Tanah FP UB. Tahap penelitian dilaksanakan pada bulan Februari tahun 2021 sampai dengan Januari 2022, meliputi tahapan pra-survei, survei dan pasca-survei sampai dengan analisis laboratorium. Pelaksanaan penelitian terdapat 8 plot pengamatan yang berukuran 10 x 10 m2 , dengan lysimeter 40 cm dan lysimeter 20 cm pada lahan semusim dan lysimeter 40 cm pada seluruh plot pengamatan. Pengukuran curah hujan, ketebalan seresah dan kondisi kelerengan untuk menganalisis kharakteristik plot pengamatan. Analisis laboratorium terdiri dari tekstur tanah, berat isi, berat jenis, porositas tanah, pori makro, pori meso, pori mikro dan bahan organik. Data yang diperoleh dianalisis ragam menggunakan F (Anova 5%) dimana hasil Fpr <0,05 maka data kemudian dilakukan uji lanjut serta dilanjutkan dengan korelasi dan regresi. Karakteristik plot pengamatan tanaman naungan mahoni memiliki kondisi tajuk tanaman yang lebih rapat dan lebar sehingga memiliki kondisi seresah tipis namun lebih rata, sedangkan pada plot pengamatan tanaman naungan pinus memiliki tajuk tanaman dengan strata bertingkat sehingga kondisi seresah yang lebih tebal namun tidak merata. Hasil evaporasi dengan lysimeter 40 cm, didapatkan pada plot pengamatan MKS Kelas V memiliki nilai terendah dan evaporasi dengan lysimeter 20 cm didapatkan hasil terendah pada plot PKS Kelas V. Hubungan evaporasi dipengaruhi oleh berat isi tanah, porositas, pori meso dan pori mikro. Hubungan evaporasi dengan lysimeter 20 cm terhadap nilai berat isi tanah sebesar r=0,60 dan hubungan evaporasi dengan lysimeter 40 cm terhadap nilai berat isi, porositas, pori meso dan pori mikro sebesar r=-0,52; 0,75; 0,61 dan -0,58

    engaruh Aplikasi Pupuk Organik Cair (POC) Terhadap Sifat Fisik dan Hasil Produksi Pada Tanaman Bawang Merah (Allium ascalonicum L.).

    No full text
    RINGKASAN RIO FALAH PERDANA. 175040207111239. Pengaruh Aplikasi Pupuk Organik Cair (POC) Terhadap Sifat Fisik dan Hasil Produksi Pada Tanaman Bawang Merah (Allium ascalonicum L.). Dibawah Bimbingan Zaenal Kusuma sebagai pembimbing utama dan Syahrul Kurniawan sebagai pembimbing kedua. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan tanaman hortikultura berjenis umbi lapis yang populer ditanam oleh petani di Indonesia. Bawang merah menjadi salah satu komoditas hortikultura yang memiliki peran dalam kebutuhan rempah di Indonesia. Namun demikian, hal tersebut juga belum mampu memenuhi kebutuhan masyarakat sehingga produktivitas budidaya tanaman bawang merah masih tergolong belum maksimal. Menurunnya kesuburan tanah dapat menjadi faktor utama yang dapat mempengaruhi produktivitas tanah, sehingga penambahan unsur hara tanah melalui pemupukan sangat penting dilakukan agar diperoleh produksi pertanian yang menguntungkan. Namun demikian, untuk mengoptimalkan budidaya tanaman maka diperlukan penggunaan pupuk organik cair dan teknik penanaman yang tepat. Penggunaan pupuk organik cair aplikasinya lebih praktis, hanya dicampurkan dengan air dan disiramkan langsung ke tanah. Alasan inilah yang membuat masyarakat lebih memilih menggunakan pupuk organik cair dibandingkan dengan pupuk organik padat. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh aplikasi kombinasi pupuk organik cair (POC) dan pupuk anorganik terhadap sifat fisik tanah serta dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil produksi tanaman bawang merah. Penelitian dilakukan di Dusun Semanding, Desa Sumbersekar, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Waktu pelaksanaan penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2021 sampai dengan Mei 2021. Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) dengan perlakuan sebanyak 8 dan 3 kali ulangan, sehingga secara keseluruhan terdapat 24 plot penelitian. Parameter analisis tanah meliputi tekstur tanah, berat isi, porositas, kadar air, dan permeabilitas. Parameter pertumbuhan dan produksi meliputi jumlah daun, jumlah anakan, panjang tanaman, jumlah umbi dan berat basah umbi. Keragaman data parameter pengamatan karena perlakuan diuji dengan ANOVA 5%, pengaruh antar perlakuan diuji dengan Duncan dengan taraf 5%. Hasil penelitian menunjukkan pemberian pupuk organik cair tidak berpengaruh nyata pada perubahan sifat fisik tanah, seperti porositas tanah, berat isi tanah, dan permeabilitas tanah. Namun berpengaruh nyata pada kadar air tersedia. Penggunaan pupuk organik cair mampu memberikan hasil terbaik dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Peningkatan nilai porositas tanah sejalan dengan peningkatan dosis pupuk organik cair. Nilai porositas tanah mengalami peningkatan menjadi 43,00% - 46,67% dibandingkan dengan kondisi awal penelitian yaitu 41%. Perlakuan C7 mampu memberikan hasil terbaik apabila dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Pemberian pupuk organik cair tidak berpengaruh nyata pada pertumbuhan dan produksi tanaman bawang merah, seperti jumlah daun (pada 2, 4, dan 6 MST), jumlah anakan, panjang tanaman (pada 2 dan 4 MST). Namun berpengaruh nyata pada jumlah daun (pada 8 MST), panjang tanaman (pada 6 dan 8 MST), jumlah umbi dan berat basah umbi
    corecore