2 research outputs found

    A COMPARATIVE STUDY BETWEEN THE CUSTOMARY INHERITANCE LEGAL SYSTEM OF THE COMMUNITY AND THE ISLAMIC INHERITANCE LEGAL SYSTEM ON INHERITANCE DISTRIBUTION IN MUKOMUKO CITY DISTRICT OF MUKOMUKO REGENCY

    Get PDF
    The writing of this research aims to: (1) understand and explain the inheritance distribution system according to the customary inheritance law of the Mukomuko community; (2) understand and explain the inheritance distribution system according to the Islamic inheritance law; (3) understand, study, and compare between the customary inheritance system of the community and the Islamic inheritance legal system on the inheritance distribution. This research used a normative research method with a comparative approach. A comparative approach is an approach to investigate the similarities and differences in things, people, work procedures, ideas, and critics towards other people, groups, and people’s perspectives on a group, a country, or an event. This research revealed that: (1) the inheritance distribution system according to the clan customary inheritance law, either high heirloom property (known as Harta Pusaka Tinggi) or matrimonial property, is subjected to matrilineal principles (the inheritance right of daughters are greater than the sons); (2) the inheritance distribution system according to the Islamic inheritance system is subjected to Qur’an with patrilineal principles (the inheritance right of sons are greater than the daughters); (3) the comparison of inheritance distribution according to the customary legal system of the community and the Islamic inheritance legal system have some similarities and differences. Both systems have tangent points in which the customary law of the community is individual-collective which is under the matrilineal principles while the Islamic inheritance law is individual-bilateral which is under the patrilineal principles. Keywords: A comparative study, the customary inheritance law of the community, the Islamic inheritance law

    PENYELESAIAN KONFLIK ANTARA USTADZ ZAIL AMRI DENGAN KERUKUNAN KELUARGA TABUT (KKT) MELALUI MEDIASI DI KOTA BENGKULU

    No full text
    Konflik antar golongan telah banyak terjadi di dalam kehidupan bermasyarakat.Penyelesaian konflik bias dilakukan melalui pengadilan dan atau diluar pengadilan. Penyelesaian diluar pengadilan dapat dilakukan melalui mediasi.Tujuan dari penelitian ini, adalah (1) untuk menjelaskan faktor yang menyebabkan kasus konflik antara ustadz Zail Amri dengan Kerukunan Keluarga Tabut (KKT) di Kota Bengkulu diselesaikan melalui mediasi, dan (2) menjelaskan proses mediasi dalam penyelesaian kasus konflik antara ustadz Zail Amri dengan Kerukunan Keluarga Tabut (KKT) di Kota Bengkulu. Berdasarkan permasalahan yang diteliti, jenis penelitian yang akan dilakukan bersifat empiris, dan analisis kualitatif melalui pendekatan sosiologis. Penelitian ini dilakukan di Kota Bengkulu. Metode yang digunakan dalam mengumpulkan data adalah wawancara, baik dengan pihak yang terlibat konflik, maupun dengan pihak ketiga sebagai mediator. Hasil penelitian adalah : (1) faktor yang menyebabkan konflik antara ustadz Zail Amri dengan Kerukunan Keluarga Tabut (KKT) diselesaikan melalui mediasi karena konflik ini berpotensi memicu konflik horizontal sehingga harus diselesaikan secepat mungkin, konflik ini bersifat konflik budaya dan agama sehingga lebih tepat diselesaikan melalui mediasi yang bersifat kekeluargaan, dan karena mediasi merupakan salah satu cara penyelesaian sengketa/konflik yang cepat, sederhana, biaya ringan, dan adil. (2) Proses Penyelesaian Konflik antara ustadz Zail Amri dengan Kerukunan Keluarga Tabut (KKT) melalui mediasi di Kota Bengkulu, dan Ketua Badan Musyawarah Adat (BMA) Kota Bengkulu selaku mediator telah mengikuti prosedur mediasi pada umumnya yang terdiri dari ; tahap persiapan mediasi (pra-mediasi), tahap penyelesaian kasus konflik melalui mediasi, dan yang terakhir yaitu tahap penutupan mediasi. Hasil kesepakatan yang diperoleh dari mediasi yaitu agar kedua belah pihak saling memahami dan menjunjung tinggi serta menghormati segala bentuk adat istiadat dan budaya yang merupakan simbol suatu daerah maupun golongan, dan masing-masing pihak bersepakat menyatakan bahwa Tabut adalah seni budaya masyarakat Bengkulu yang merupakan kearifan lokal yang mesti dijaga dan dilestarikan. Hasil kesepakatan tersebut telah disetujui dan disepakati oleh para pihak yang terlibat konflik dan berhasil menyelesaikan konflik yang terjadi dengan seadil-adilnya
    corecore