5 research outputs found

    Analisa Perbandingan Biaya dan Waktu Bangunan Konstruksi Baja Menggunakan Sistem Pre-Engineering Building dan Sistem Konvensional pada Proyek Pabrik Fober Cement Boards Mojosari

    Full text link
    Bangunan konstruksi baja pada umumnya menggunakan sistem konvensional dengan elemen utama adalah hot rollet wf standar yang biasa kita jumpai dipasaran yang lebih berat dari non prismatic yang kemudian dilakukan fabrikasi dilapangan. Metode ini sudah banyak diterapkan dalam pelaksanaan konstruksi baja. Seiring berkembangnya teknologi dan inovasi dibidang konstruksi terdapat alternatif metode konstruksi lain yang dikembangkan untuk menghasilkan konstruksi baja yang lebih murah, implementasi yang efisien dan cepat dengan meminimal resiko kesalahan (akurasi), serta menghasilkan metode erection yang dilakukan secara bertahap, relatif mudah dan cepat. Metode yang dapat diterapkan ini yaitu dinamakan dengan metode konstruksi baja pre-engineering building. Tujuan untuk melakukan perbandingan metode konstruksi baja konvensional dan pre-engineering building dari aspek biaya dan waktu. Proyek yang djadikan objek penelitian adalah Pembangunan Pabrik Fibre Cement Board Mojosari. Masing-masing metode akan dihitung biaya dan waktu pelaksanaan berdasarkan pelaksanaan teknis metode tersebut. Dari hasil perbandingan akan didapat biaya dan waktu yang diperlukan untuk metode konvensional dan pre-engineering building. Dari analisa perhitungan biaya dan waktu pada proyek pembangunan pabrik fibre cement boards didapat hasil untuk pekerjaan bangunan konstruksi baja dengan sistem pre-engineering building dengan biaya sebesar Rp. 1.674.677.166,65 dalam waktu 40 hari dan sistem konvensional dengan biaya sebesar Rp. 2.269.651.094,- dalam waktu 78 hari

    Perancangan Strategi Pengembangan Industri Di Kabupaten Tangerang Berbasis Kompetensi INTI

    Full text link
    The research purpose is to find core competence of Tangerang region for region development. Analythic Hierarchy Process (AHP) method is used to identify the core competence. Data collection is conducted through Focus Group Discussion (FGD) and quesioner by relevant experts. The result shows that Tangerang region core competence is textile and product textile industry.Interpretive Structural Modeling (ISM) then is used to develop the strategy for region development. While the strategy for development is 3 stages such as early stage through policy devepoment, main stage through machinery restructuring and human resource development, and final stage through productivity improvement and cluster strengthening

    Perancangan Peta Jalan Pengembangunan Industri Hasil Pertanian Pada Wilayah Kabupaten Dengan Metode VRISA Dan Rantai Nilai

    Get PDF
    .Industry development is an alternative in social welfare improvement of a region. This research was conducted to develop a road map of industry development in Kabupaten Bengkayang, West Kalimantan. VRISA (Value, Rare, In-imitabillity, Substitutability and Appropriability) framework used to determine appropriate industrial products to be developed. Based on value chain method, the development strategy was constructed into main value chain and supporting value chain strategy. Output of analysis showed that corn-based product was preferred by VRISA framework, so it needs to be developed as appropriate industry for Kabupaten Bengkayang. There are three stages of industrial development in the corn-based industry, namely initial phase (basic foundation establishment), main phase (implementation), and final stage (harvesting). Time frame for all stages takes five years

    Analisis Industri Telekomunikasi Di Indonesia

    Full text link
    Penelitian ini mengkaji struktur, perilaku, dan kinerja industri telekomunikasi di Indonesia khusunya untuk layanan telekomunikasi jaringan tetap kabel, nirkabel, dan jasa komunikasi bergerak GSM. Penelitian dilakukan dengan periode waktu 5 tahun mulai tahun 2002 hingga 2007. Metode penelitian yang digunakan terutama adalah pendekatan Structure Conduct Performance (SCP). Hasil penelitian menunjukkan bahwa struktur industri jaringan tetap kabel adalah monopoli, sementara struktur kedua industri lainnya adalah oligopoli. Penelitian juga dilakukan untuk melihat secara lebih detail perilaku dan kinerja masing-masing pelaku dalam industri telekomunikasi. Perilaku industri menunjukkan bahwa industri jaringan tetap kabel menerapkan strategi diskriminasi harga dengan biaya iklan atau pemasaran yang lebih rendah dari selular, industri jaringan tetap nirkabel menerapkan limit pricing dan diskriminasi harga dengan investasi sebesar 20% pada biaya iklan atau pemasarannya, dan industri jasa komunikasi bergerak menetapkan price fixing dengan biaya iklan atau pemasaran yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan jaringan tetap kabel. Analisis kinerja ketiga industri ini menunjukkan bahwa segmen kabel Telkom masih lebih rendah dibandingkan segmen selular, sementara untuk jaringan tetap nirkabel (CDMA), kinerja Telkom masih lebih rendah dibandingkan Bakrie
    corecore