2 research outputs found
QADHA’ PUASA TATHAWWU’ (SUNNAH) STUDI KOMPARATIF MENURUT IMAM ABU HANIFAH DAN IMAM AL-SYAFI’I
Dalam penulisan skripsi ini dilatarbelakangi oleh dua orang tokoh yang
berpengaruh yaitu Imam Abu Hanifah dan Imam Al-Syafi’i yang mempunyai
pandangan yang berbeda mengenai hukum qadha’ puasa tathawwu’ (sunnah).
Penulis mengambil pokok permasalahan sebagai berikut:Pertama, bagaimana
pendapat Imam Abu Hanifah dan Imam Al-Syafi’i mengenai hukum qadha’ puasa
tathawwu’ (sunnah). Kedua, bagaimana dalil yang digunakan Imam Abu Hanifah
dan Imam Al-Syafi’I mengenai hukum qadha’ puasa tathawwu’(sunnah) dan cara
mereka mengistinbatkan hukum. Ketiga, bagaimana analisa fiqh muqaranah
terhadap pendapat Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi’i mengenai hukum qadha’
puasa tathawwu’ (sunnah).
Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum Islam normatif yang
dilakukan dengan menggunakan library research, yaitu dengan mengambil dan
membaca serta menelaah literatur-literatur yang berhubungan dengan penelitian
ini. Sumber data yang penulis gunakan adalah sumber data primer yang terdiri
dari bahan hukum primer, bahan hukum skunder dan bahan hukum tersier. Bahan
hukum primer yang penulis gunakan adalah sebagai rujukan utama ialah kitab alMabsuth
karya Imam Sarkhasi dan kitab al-Umm karya Imam Syafi’i. Bahan
hukum skunder ialah buku-buku atau literatur-literatur yang berkait tentang
masalah yang diteliti. Bahan hukum tersier adalah kamus bahasa Arab dan alQuran.
Pendekatan yang penulis gunakan adalah penulisan ini adalah dengan
menelaah konsep-konsep atau teori-teori yang dikemukakan oleh Imam Abu
Hanifah dan Imam Al-Syafi’i, seterusnya menggunakan pendekatan perbandingan
hukum, yaitu denga membandingkan pendapat Imam Abu Hanifah dan Imam AlSyafi’i
mengenai
hukum
qadha’
puasa
tathawwu’
(sunnah).
Hasil kajian mendapatkan bahwa dalam masalah hukum qadha’
puasa tathawwu’ (sunnah) ini kedua tokoh tersebut sama-sama teguh dengan
argument masing-masing. Mereka menggunakan dalil Al-Quran yang sama dalam
Surah Muhammad ayat 33 dan hadits yang berbeda dengan menggunakan metode
yang berbeda. Di sini, Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa hukum
qadha’puasa tathawwu’ (sunnah) perlu diqadha apabila dibatalkan. Beliau
memahami dalil tersebut secara umum. Alasannya, berdasarkan dalil yang
digunakan dalam ayat alquran yang difahami secara umum apabila telah
melaksanakan perlu disempurnakan. Kemudian dalil hadits yang digunakan Imam
Abu Hanifah berpendapat bahwa hukum qadha’ puasa tathawwu’(sunnah) itu
perlu diqadha’ karena ia berpendapat Rasulullah menyuruh Aisyah dan Hafshah
mengqadha’ puasa sunnah yang mereka batalkan. Hadits ini yang diriwayatkan
oleh Tirmidzi. Sedangkan Imam Al-Syafi’i berpendapat bahwa hukum qadha’
puasa tathawwu’ (sunnah) disunnahkan untuk mengqadha’nya. Karena dalil
dalam ayat alquran secara khusus dan hadits yang digunakan Imam Syafi’i bahwa
hukum qadha’ puasa tathawwu’ (sunnah) itu disunnahkan, hal ini didasarkan atas
hadits Rasulullah tentang orang yang berpuasa disunnahkan untuk
mengqadha’kan puasa sunnah. Hadits ini juga diriwayatkan oleh Muslim.
Seterusnya untuk permasalahan tentang hukum qadha’ puasa tathawwu’ (sunnah)
penulis mendukung argumentasi dari Imam Al-Syafi’i. Bahwa hukum qadha’
puasa tathawwu’ (sunnah) apabila dibatalkan ia disunnahkan untuk
mengqadha’nya. Di sini, penulis juga menggunakan kaidah “Ta’arudh Adillah”
dengan menyelesaikan dengan kaedah “Tarjih” (dalil syar’i yang tidak mungkin
untuk dikompromikan).Setelah dikaji dan diteliti, maka ilmu indikasi penulis
lebih cenderung memilih untuk menggunakan pendapat Imam Al-Syafi’i
Hydrothermal Liquefaction Of An Industrial Biomass Waste: Brewer’s Spent Grain (Bsg)
This research examines the use of hydrothermal liquefaction (HTL) process for a treatment of
biomass industrial waste. Brewer’s spent grain (BSG) is a source of lignocellulose that has a potential to be used for chemicals and fuels production, thereby reducing the reliance on fossil sources. There are relatively few investigations on using BSG in this system; hence, the
development of new techniques to valorise this agro-industrial waste is of a great interest as BSG is available in large quantities throughout the year.Two modes of HTL have been
investigated to determine the effects of using the BSG with high moisture content. The first
mode used the BSG as received without pre-treatment while the second mode used the dried
BSG mixed with pure water. The BSG conversion, water-soluble oil (WSO) yield and liquid
product generation were measured for both modes. The liquid products were also analysed to
determine the types and concentration of valuable products obtained via HTL. The
characterisation of the BSG reveals that the moisture content of the BSG is 74.7wt.% while the
FTIR spectra confirms the presence of cellulose, hemicellulose and lignin in the BSG. In
addition, the comparison between the two HTL modes indicates that the direct HTL gives better
BSG conversion, higher WSO yield and higher valuable products concentration. Therefore, it
is concluded that BSG has a high potential to be converted into valuable products via direct
HTL without pre-treatment. This opens a new opportunity for a sustainable alternative to waste
valorizatio