54 research outputs found

    TINGKAT KESUKAAN PANELIS TERHADAP PENYEDAP RASA ALAMI HASIL SAMPING PERIKANAN DENGAN EDIBLE COATING DARI KARAGENAN

    Get PDF
     Product of fish procecing industry called “juice water†contain a lot amino acid compound. The aim of this study was analyze sonsory characteristic of natural condiment made from†juice water†by product of fishery industry , coated  with karagenan edible. The method of this study of natural condimenent coated karagenan coating where assessed by trained panelis using by sensory attributes (odor, colour apparance and  taste).The result indicate potencial of natural condiment for seasoning development.This research aims to be able to produce natural flavor that made from raw material of liquid waste of stew and coating with edible coating of carrageenan. A natural flavor enhancer, as a food additive, needs to be done a hedonic organoleptic analysis to see the panelist's preference for natural flavorings. The results of a hedonic organoleptic test show that taste and odor are preferred over the texture and appearance of the natural flavorings

    Kualitas Organoleptik dan Isotermis Sorpsi Air (ISA) Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis L.) Presto Asap Cair

    Get PDF
    Skipjack tuna is widely consumed by the people in North Sulawesi in many forms. One famous product is Cakalang Fufu or Smoked Skipjack. Conventional smoked skipjack fish processing has many shortcomings i.e.  longer processing time and the presence of tar residues and aromatic polycyclic hydrocarbon compounds (benzo(a)pyrene) which are harmful to human health. The use of liquid smoke is safer since the concentration of liquid smoke can be controlled. Additionally,  it is equipped with a cooking method to produce fish with soft fins and bones so that it can be directly consumed. The purpose of this study was to obtain the best formula in the process of making liquid smoked skipjack. Two concentrations of liquid smoke 0.8% and 1.2, three various cooking time using pressure cooker presto (60, 90 and 120 minutes), and  two ways of administering liquid smoke were used as treatments. Sensory hedonic test, duo-trio test, MSI test, moisture content, pH and phenol value were measured in this study.The results showed that  the best formula in this study was to soaked skipjack tuna in 1.2% liquid smoke, cooked with pressure cooker for 90 minutes and then heated at a temperature of 150°C for 30 minutes.  The Duo Trio Test results showed that skipjack tuna in 0,8% and 1.2% liquid smoke concentration either by soaked the fish in advance and cooked by pressure cooker, or cooked by pressure cooker in liquid smoke were tastier than conventional smoked fish samples.Moisture Sorption Isotherm (MSI) test results show that all skipjack tuna with liquid smoke, at RH> 60% will begin to absorb the water, so packaging is needed in this part. The MSI Oswin curve model accurately describes the actual curve with an MRD value of 7.5

    Penerapan Pengasapan Cair Pada Pengolahan Abon Roa (Hemirhamphus SP.) Dan Pampis Cakalang (Katsuwonus Pelamis L) Dan Mutu Mikrobiologis Produk Yang Dikemas Modified Atmospheric Packaging (Map)

    Get PDF
    Smoked Garp fish and smoke Skipjack a typical processed product in North Sulawesi. Roa smoke and smoke Skipjack can be further processed into abon Roa and Skipjack pampis, abon fish are foods processed fish flavored, processed by boiling and frying obtain dry product, while pampis fish is processed product of smoke Skipjack flavored and obtain the product half wet. The purpose of this study is to see and observe the presence of bacteria on the product abon Roa and Skipjack pampis are packed Modified Atmospheric Packaging (MAP) and stored at room temperature for 30 days. Total Plate Count (TPC),total of Salmonella sp., total E. coli and total Vibrio sp. observed every 10 days, at 0, 10, 20, and 30 days of storage. Based on observations Total Plate Count, abon Roa and Skipjack pampis can last for 30 days with the highest TPC value of 6.3x104 CFU/g and still be consumed. While Total Salmonella sp, total E. coli and total Vibrio sp. indicates a negative value to the day to 30 has a negative value. Keyword: Microbiological quality, abon Roa, Skicjack pampis, MAP packaging. Roa asap dan Cakalang fufu merupakan produk olahan ikan asap khas Sulawesi Utara. Roa asap dan Cakalang fufu dapat diolah lebih lanjut menjadi abon roa dan pampis cakalang, abon ikan merupakan jenis makanan olahan ikan yang diberi bumbu, diolah dengan cara perebusan dan penggorengan yang memperoleh produk kering, sedangkan pampis ikan adalah produk olahan dari cakalang fufu yang diberi bumbu dan memperoleh produk setengah basah. Tujuan penelitian ini yaitu untuk melihat dan mengamati keberadaan bakteri pada produk abon Roa dan pampis Cakalang yang dikemas Modified Atmospheric Packaging (MAP) dan disimpan pada suhu ruang selama 30 hari. Angka Lempeng Total (ALT), total Salmonella sp, total E. coli dan total Vibrio sp diamati setiap 10 hari yaitu pada 0, 10, 20, dan 30 hari penyimpanan. Berdasarkan hasil pengamatan Angka Lempeng Total, abon Roa dan pampis Cakalang dapat bertahan selama 30 hari dengan nilai ALT tertinggi 6,3x104 CFU/g dan masih bisa dikonsumsi. Sedangkan Total Salmonella sp, total E. coli dan total Vibrio sp menunjukkan nilai negatif sampai pada hari ke 30 memiliki nilai negatif

    Studi Teknik Penanganan Ikan Mas (Cyprinus Carpio-l) Hidup Dalam Wadah Tanpa Air

    Full text link
    Ikan mas merupakan salah satu sumber protein hewani yang digemari oleh masyarakat.Berbagai upaya telah dilakukan pada USAha budidaya ikan mas untuk peningkatan produktivitasnya, diantaranya adalah pemasaran ikan. Pemasaran ikan biasanya dilakukan dalam keadaan ikan hidup. Pemasaran atau pengangkutan ikan dalam keadaan hidup merupakan salah satu mata rantai dalam USAha perikanan. Pada dasarnya, ada dua metode transportasi ikan hidup, yaitu sistem basah atau dengan menggunakan air sebagai media dan sistem kering atau menggunakan media tanpa air. Sistem basah dianggap tidak praktis dan tidak efisien karena memiliki banyak kelemahan baik dalam volume maupun biaya sehingga diperlukan cara yang lebih praktis dan efisien yaitu penanganan sistem kering. Pada transportasi ikan hidup dengan sistem kering perlu dilakukan proses penanganan atau pemingsanan terlebih dahulu. Metode pemingsanan ikan dapat dilakukan dengan cara menggunakan zat anestesi atau dapat juga menggunakan penurunan suhu. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh tingkat mortalitas terendah dengan metode pemingsanan, penyimpanan dan penyadaran kembali yang standar.Metodologi yang digunakan yaitu Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial dengan 2 perlakuan yaitu perlakuan metode pemingsanan yang terdiri atas 2 taraf (pemingsanan dengan suhu ±8°C, pemingsanan dengan suhu ±8°C + minyak cengkeh konsentrasi 0,02%) dan perlakuan lama penyimpanan yang terdiri atas 5 taraf (0, 2, 4, 6, 8 jam) dengan menganalisis keragamannya menggunakan perhitungan annova dan teknik laboratorium. Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 2 kali. Variabel yang diamati meliputi waktu kecepatan pingsan, kondisi fisiologis saat proses pemingsanan, waktu penyadaran kembali dan tingkat mortalitas ikan.Hasil penelitian menunjukkan waktu dan suhu pemingsanan yang optimum dengan penyimpanan terlama 6 jam didapat waktu 11,03 menit dengan suhu 8°C dengan media penyimpanan yang tepat digunakan adalah media sekam padi. Waktu penyadaran yang optimal dengan penyimpanan terlama 6 jam didapat waktu 11,27 menit pada suhu 8°C. Berdasarkan metode pemingsanan, penyimpanan dan penyadaran kembali, tingkat mortalitas terendah yaitu 45,85% didapat dengan menggunakan metode pemingsanan menggunakan suhu 8°C dengan penyimpanan terlama 6 jam.____________________________________________________________________________

    Kandungan Total Fenol Dalam Rumput Laut Caulerpa Racemosa Yang Berpotensi Sebagai Antioksidan

    Full text link
    Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan total fenol dari ekstrak methanol rumput laut Caulerpa racemosa kering dan mempelajari aktivitas antioksidan yang diekstrak dengan methanol dari C. racemosa kering. Pada ekstrak methanol C. racemosa setelah diidentifikasi dengan beberapa uji yang diterapkan seperti uji total fenol, uji aktivitas antioksidan DPPH, uji FRAP dan uji pengkelat ion membuktikan bahwa adanya aktivitas antioksidan yang berada di dalam ekstrak. Dapat dilihat dari hasil pengujian pada setiap uji yang dilakukan berturut turut: pada uji total fenol didapat hasil 1335,59, 2165,62, 2624,62 mg GAE/gr, uji aktivitas antioksidan metode DPPH didapatkan nilai 31,33, 31,00 dan 30,88 % penghambatan, uji FRAP didapatkan nilai berturut-turut 46,76, 46,31, 46,62 mg/ml dan uji pengkelat ion didapatkan nilai 63,79, 64,22, 65,52%. Pada pengujian kandungan total fenol tidak berkorelasi positif dengan aktivitas antioksidan yang terdapat dalam ekstrak C. racemosa. Hal ini dikarenakan tidak semua senyawa fenol yang diekstrak dalam pelarut methanol merupakan senyawa fenol yang dapat berfungsi sebagai antioksidan yang dapat dilihat pada pengujian aktivitas antioksidan berbanding lurus dengan pengkelat ion

    STUDI TEKNIK PENANGANAN IKAN MAS (CYPRINUS CARPIO-L) HIDUP DALAM WADAH TANPA AIR

    Get PDF
    Ikan mas merupakan salah satu sumber protein hewani yang digemari oleh masyarakat.Berbagai upaya telah dilakukan pada usaha budidaya ikan mas untuk peningkatan produktivitasnya, diantaranya adalah pemasaran ikan. Pemasaran ikan biasanya dilakukan dalam keadaan ikan hidup. Pemasaran atau pengangkutan ikan dalam keadaan hidup merupakan salah satu mata rantai dalam usaha perikanan. Pada dasarnya, ada dua metode transportasi ikan hidup, yaitu sistem basah atau dengan menggunakan air sebagai media dan sistem kering atau menggunakan media tanpa air. Sistem basah dianggap tidak praktis dan tidak efisien karena memiliki banyak kelemahan baik dalam volume maupun biaya sehingga diperlukan cara yang lebih praktis dan efisien yaitu penanganan sistem kering. Pada transportasi ikan hidup dengan sistem kering perlu dilakukan proses penanganan atau pemingsanan terlebih dahulu. Metode pemingsanan ikan dapat dilakukan dengan cara menggunakan zat anestesi atau dapat juga menggunakan penurunan suhu. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh tingkat mortalitas terendah dengan metode pemingsanan, penyimpanan dan penyadaran kembali yang standar.Metodologi yang digunakan yaitu Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial dengan 2 perlakuan yaitu perlakuan metode pemingsanan yang terdiri atas 2 taraf (pemingsanan dengan suhu ±8°C, pemingsanan dengan suhu  ±8°C + minyak cengkeh konsentrasi 0,02%) dan perlakuan lama penyimpanan yang terdiri atas 5 taraf (0, 2, 4, 6, 8 jam) dengan menganalisis keragamannya menggunakan perhitungan annova dan teknik laboratorium. Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 2 kali. Variabel yang diamati meliputi waktu kecepatan pingsan, kondisi fisiologis saat proses pemingsanan, waktu penyadaran kembali dan tingkat mortalitas ikan.Hasil penelitian menunjukkan waktu dan suhu pemingsanan yang optimum dengan penyimpanan terlama 6 jam didapat waktu 11,03 menit dengan suhu 8°C dengan media penyimpanan yang tepat digunakan adalah media sekam padi. Waktu penyadaran yang optimal dengan penyimpanan terlama 6 jam didapat waktu 11,27 menit pada suhu 8°C. Berdasarkan metode pemingsanan, penyimpanan dan penyadaran kembali, tingkat mortalitas terendah yaitu 45,85% didapat dengan menggunakan metode pemingsanan menggunakan suhu 8°C dengan penyimpanan terlama 6 jam.____________________________________________________________________________

    Karakteristik Mutu Bakso Ikan Tuna dengan Penambahan Tepung Agar-Agar

    Get PDF
    The quality of fish balls is one of the indicators used in the food industry, this study aims to analyze the best quality of tuna fish balls with the addition of gelatin flour by increasing the analysis of water content, ash content, crude fiber content and organoleptic. The method that will be used in this research is descriptive exploratory with 4, namely the addition of agar-agar flour (T0), the addition of 6g of gelatin flour (T1), the addition of 8g of agar-agar flour (T2) and the addition of 10g of agar-agar flour (T3 ). The results of data analysis showed that the addition of agar-agar flour was able to improve the quality of tuna fish balls, the addition of 10g agar-agar flour was the best treatment with a round and neat shape of meatballs with a distinctive smell of tuna and jelly with a strong gel texture and does not break when folded, water content is 72.57%, ash content is 0.62%, crude fiber is 29.61%.Keywords:    Tuna fish balls, water content, ash content, crude fiber, organoleptic, gelatinous flour. Peningkatan mutu bakso ikan merupakan salah satu indikator yang digunakan dalam industri pangan, penelitian ini bertujuan menganalisis karakteristik mutu terbaik bakso ikan tuna dengan penambahan tepung agar-agar dengan menganalisis kadar air, kadar abu, kadar serat kasar dan organoleptik. Metode yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif eksploratif dengan 4 perlakuan yaitu tanpa penambahan tepung agar-agar (T0), penambahan tepung agar-agar 6g (T1), penambahan tepung agar-agar 8g (T2) dan penambahan tepung agar-agar 10g (T3). Data hasil analisis menunjukkan bahwa penambahan tepung agar-agar mampu meningkatkan mutu dari bakso ikan tuna, perlakuan penambahan tepung agar-agar 10g merupakan perlakuan yang terbaik dengan bentuk bakso yang bulat dan rapi dengan aroma bau khas ikan tuna dan agar-agar dengan tekstur gel yang kuat dan tidak patah bila dilipat, kadar air 72,57%, kadar abu 0,62%, serat kasar 29,61%.Kata kunci:  Bakso ikan tuna, kadar air, kadar abu, serat kasar, organoleptik, tepung agar-agar

    Testing Frozen Tuna Histamine As Raw Material For Canned Fish In Pt. Sinar Pure Foods International Bitung City

    Get PDF
    Bitung City is known as an industrial city, one of the fishing industries that is currently developing. There is a canned fish industry using tuna as raw material, which is export-oriented because the market potential of canned tuna is so large and spread in various countries in the world, becoming an export opportunity for canned tuna exporters in Indonesia, especially the canned tuna industry in Bitung city. Considering that developed countries are very sensitive in terms of the quality and safety of their products, so that the standards set are often not in line with some industries, so that it can lead to rejection of Indonesian fishery products in importing countries. The purpose of this study was to determine the histamine content in canned tuna raw materials at PT. Sinar Pure Foods International. Histmain value values from 2 samples of yellowfin tuna (Thunnus allbacares), and 1 sample of bigeye tuna (Thunnus obeseus) after passing the histamine testing process. Bigeye tuna (Thunnus obesus) with a size of 1kg, on the tail (RA), abdomen (RB), and head (RC) did not exceed 4ppm. The highest histamine content in the 1 kg large eye tuna (Thunnus obesus) sample was located in the abdomen (RB). While the lowest histamine content is located in the tail (RA). This proves that the fastest increase in histamine occurs in the stomach area (RB) which results can be considered very low because it is in the range of numbers below 4 ppm. yellowfin tuna (Thunnus Allbacares) with a size of 1.4 kg, on the tail (MA), stomach (MB), and head (MC) did not exceed 4ppm. The highest histamine content in yellowfin tuna (Thunnus Allbacares) samples measuring 1.4 kg was located in the abdomen (MB). While the lowest histamine content is located in the tail (MA). This proves that the fastest increase in histamine occurred in the abdominal area (MB) of 1.4 kg yellowfin tuna. yellowfin tuna (Thunnus Allbacares) with a size of 1.8 kg, on the tail (EA), stomach (EB), and head (EC) did not exceed 4ppm. The highest histamine content in yellowfin tuna (Thunnus Allbacares) samples measuring 1.8 kg was located in the abdomen (EB). While the lowest histamine content is located in the tail (EA). This proves that the fastest increase in histamine occurred in the abdominal area (EB) of 1.8 kg yellowfin tuna. This is in line with the standards set at the company, the standard for frozen tuna raw materials is 30 ppm and for canned fish 50 ppm, the increase in histamine content of the 3 samples studied, namely bigeye tuna 1kg, yellowfin tuna 1.4kg, and 1.8 kg yellowfin tuna has the same pattern, namely, histmin content is very easily formed in the belly of the fish Keywords: Tuna, Histamine, Canning Abstrak Kota Bitung dikenal sebagai kota industri salah satu industri perikanan yang saat ini sedang berkembang. Terdapat industri ikan kaleng menggunakan bahan baku ikan tuna, yang berorientasi pada ekspor karena potensi pasar ikan tuna kaleng yang begitu besar dan tersebar di berbagai negara di dunia menjadi sebuah peluang ekspor bagi eksportir ikan tuna kaleng di Indonesia khususnya industri ikan tuna kaleng di kota Bitung. Mengingat negara maju sangat peka dalam hal mutu dan keamanan produknya, sehingga standar yang ditetapkan sering tidak sejalan dengan beberapa industri, sehingga dapat menyebabkan penolakan produk perikanan Indonesia di negara importir. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui kandungan histamin pada bahan baku ikan tuna kaleng di PT. Sinar Pure Foods International. Nilai kadar histmain dari 2 sampel ikan tuna madidihang (Thunnus allbacares), dan 1 sampel ikan tuna mata besar (Thunnus obeseus) setelah melewati proses pengujian histamin. Tuna mata besar (Thunnus obesus) dengan ukuran 1kg, pada bagian ekor (RA), perut (RB), dan kepala (RC) tidak melewati 4ppm. Kandungan histamin tertinggi pada sampel ikan tuna mata besar (Thunnus obesus) ukuran 1kg terletak pada bagian perut (RB). Sedangkan kandungan histamin terendah terletak pada bagian ekor (RA). Hal ini membuktikan bahwa kenaikan histamin paling cepat terjadi pada area perut (RB) hasil yang di dapat terbilang sangat rendah karna berada di kisaran angka dibawah 4 ppm. tuna madidihang (Thunnus Allbacares) dengan ukuran 1,4kg, pada bagian ekor (MA), perut (MB), dan kepala (MC) tidak melewati 4ppm. Kandungan histamin tertinggi pada sampel ikan tuna madidihang (Thunnus Allbacares) ukuran 1,4kg terletak pada bagian perut (MB). Sedangkan kandungan histamin terendah terletak pada bagian ekor (MA). Hal ini membuktikan bahwa kenaikan histamin paling cepat terjadi pada area perut (MB) dari ikan tuna madidihang ukuran 1,4kg. tuna madidihang (Thunnus Allbacares) dengan ukuran 1,8kg, pada bagian ekor (EA), perut (EB), dan kepala (EC) tidak melewati 4ppm. Kandungan histamin tertinggi pada sampel ikan tuna madidihang (Thunnus Allbacares) ukuran 1,8kg terletak pada bagian perut (EB). Sedangkan kandungan histamin terendah terletak pada bagian ekor (EA). Hal ini membuktikan bahwa kenaikan histamin paling cepat terjadi pada area perut (EB) dari ikan tuna madidihang ukuran 1,8kg. Hal ini sejalan dengan standar yang di tetapkan pada perusahan tersebut, standar untuk bahan baku ikan tuna frozen 30 ppm dan untuk ikan kaleng 50 ppm, kenaikan kandungan histamin dari 3 sampel yang di teliti yaitu tuna mata besar 1kg, tuna madidihang 1,4kg, dan tuna madidihang 1,8kg memiliki pola yang sama yaitu, kandungan histmin sangat mudah terbentuk pada bagian perut ikan. Kata Kunci : Ikan Tuna, Histamin, Pengalenga
    • …
    corecore