32 research outputs found
Pengaruh Konsentrasi Natrium Sitrat dan Waktu Perendaman terhadap Karakteristik Fisik Nasi Liwet Instan
Nasi liwet instan menjadi salah satu inovasi pangan yang dibutuhkan masyarakat
karena penyajiannya singkat. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh variasi
konsentrasi perendaman dan lama waktu perendaman natrium sitrat terhadap
karakteristik fisik nasi liwet instan. Pemilihan perlakuan terbaik menggunakan metode
Multiple Atribut Zeleny. Tahapan penelitian secara garis besar meliputi perendaman beras
dengan variasi waktu perendam 2, 4 dan 6 jam serta bahan perendam 2%, 5% dan 8%.
Dilanjutkan proses pencucian, pemasakan menggunakan rice cooker disertai dengan
penambahan bumbu liwet, pembekuan pada freezer -4áµ’C selama 24 jam, proses thawing
dan terakhir pengeringan dengan oven 60áµ’C. Rancangan percobaan yang digunakan
adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL). Hasil pengujian ini didapatkan nilai rendemen
berkisar antara 89,64 –92,26%. Waktu rehidrasi antara 4,55 – 7,91 menit (seduh) dan
8,52 – 10,67 menit (rice cooker) dengan densitas kambanya sebesar 0,413 – 0,581
gr/mm. Volume pengembangan nasi liwet instan ialah 66,26 – 91,24%. Tingkat kekerasan
berkisar antara 431 – 1496 gram/mm. Kadar air sebesar 5,83 – 7,03 % dan nilai kadar
abu antara 4,11 – 4,45 %. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variasi konsentrasi
natrium sitrat berpengaruh nyata terhadap semua parameter pengujian. Lama waktu
perendaman juga berpengaruh nyata terhadap seluruh parameter pengujian kecuali
pengujian kadar abu. Interaksi kedua faktor tersebut hanya berpengaruh pada volume
pengembangan dan kadar air. Perlakuan terbaik dalam pembuatan nasi liwet instan
adalah pada sampel Na-sitrat 5% : 4 jam dengan waktu rehidrasi paling singkat yakni 4
menit 33 detik, densitas kamba sebesar 0,432 gr/ml yang mendekati spesifikasi
Pemerintah Amerika Serikat untuk beras pasca tanak, volume pengembangan paling
tinggi (91,24%), tingkat kekerasan yang baik (1157 gr/mm) serta kadar air paling rendah
(5,8276%
Pendinginan Vakum Pada Madu Dengan Pompa Vakum Sistem Jet Air Dalam Upaya Menekan Kerusakan Mutu Madu
Proses penanganan pasca panen madu sangat kompleks dan berbeda
dengan proses penangan pascapanen buah-buahan. Dimana tahapan proses dalam
penanganan pascapanen madu adalah pemanenan, pemisahan madu dari sarang,
penyaringan, pemanasan (pasteurisasi dan evaporasi), pendinginan dan
pengemasan. Pendinginan madu setelah proses pemanasan perlu dilakukan,
apabila madu langsung dikemas dalam kondisi masih panas maka akan merusak
kemasan dan menyebabkan kandungan madu tercemar oleh kerusakan bahan
kemasan akibat suhu madu yang masih panas. Pendingin vakum adalah teknik
pendinginan dengan prinsip evaporasi yaitu menurunkan titik didih air berdasarkan
tekanan vakum didalam ruang pendingin. Penelitian ini akan membahas tentang
pengaruh penggunaan pendingin vakum pada proses pendinginan madu. Tujuan
dari penelitian ini adalah untuk menganalisis secara mekanis proses pendinginan
cepat dan mengetahui hasil kualitas madu yang diproses menggunakan pendingin
vakum sistim jet air. Parameter analisa mekanis pendinginan yang dikaji meliputi
lama waktu proses, laju penurunan suhu, dan tekanan maksimum terendah.
Sedangkan parameter kualitas madu yang diamati diantaranya kadar air, viskositas,
keasaman (pH), kerapatan massa jenis, derajat brix, enzim diatase dan gula
pereduksi. Suhu pasteurisasi yang digunakan adalah 63oC, suhu tersebut digunakan
sebagai titik awal suhu pendinginan. Suhu tersebut didinginkan hingga tekanan
vakum menunjukan titik maksimum terendah. Pada proses pendinginan vakum
dilakukan sebanyak 3 kali dengan variasi input yaitu 12,5% V/V, 25% V/V, dan 50%
V/V tabung pendingin yang digunakan. Dalam hal ini volume tabung yang digunakan
adalah 1000 ml, sehingga banyak nya sampel yang digunakan adalah 125ml, 250ml,
dan 500ml. Sedangkan untuk pendinginan konvensional (kontrol) perlakuan dan
jumlah sampel yang digunakan sama dengan pendinginan vakum. Sampel yang
digunakan adalah madu hutan multi flora yang diperolah dari hutan Riau, Indonesia
Pengaruh Resting Time Adonan Terhadap Karakteristik Fisikokimia Amplang Cumi-Cumi Hasil Penggorengan Dua Tingkat (Two-Steps Frying)
"Amplang crackers is a typical food of the Eastern Borneo
region, using mackerel as a raw material. In general, amplang
crackers is made from fish or marine products that have high protein.
Squid amplang is one of the diversified products of squid. This study
uses the frying amplang in two steps frying to produce a low water
content of amplang. Then to obtain other physicochemical
characteristics of squid amplang, the dough moisture content factor
affects the final amplang result. So that research is done on the effect
of resting time dough during making squid amplang. This study used a
non-factorial Completely Randomized Design (CRD). This study aims
to determine the squid amplang cracker’s physicochemical
characteristics based on differences in the resting time of the dough
and to find out the best treatment in making squid amplang crackers
from various treatments.
The research results showed that the dough resting time had no
significant effect on the physicochemical characteristics of squid
amplang crackers, including moisture content, swellability, hardness,
and protein content. Overall, the characteristics of squid amplang
crackers have complied with SNI 7762:2013. Squid amplang has a
moisture content between 0.98 – 1.65% (wb), the swellability is
between 514.01 – 710.21%, the hardness value is between 24.57 –
33.49 N the protein content is between 6,06 – 12,16%. In this research,
the best characteristics of squid amplang crackers are obtaining at 6
hours of resting time. Squid amplang with a resting time of 6 hours
resulted in moisture content of 0.98% (wb), swellability of 514.01%,
hardness value of 30.71 N, and protein content of 12,16%. The best
treatment was selected based on the smallest moisture content value,
the largest swellability, the smallest hardness value, and the highest
protein content. In the manufacture of squid amplang crackers, resting
time treatment did not need to be considered to obtain the best results.
Analisis Kelayakan Teknis Dan Ekonomi Teknik Pada Produksi Keripik Tempe (Studi Kasus Di UKM Keripik Tempe “ROHANI” Sanan Malang)
Kegiatan usaha kecil dan menengah (UKM) menjadi bagian yang tidak bisa dilepaskan dalam aktivitas ekonomi masyarakat kota Malang. Adanya kesamaan produk yang dihasilkan oleh pelaku UKM antara satu dengan yang lainnya di kampung Sanan, menimbulkan persaingan yang cukup kompetitif dalam penjualan keripik tempe. Kemajuan perekonomian yang terus berkembang menuntut para pelaku usaha untuk terus meningkatkan usahanya dari segi kualitas produk yang dihasilkan. Produk yang berkualitas didukung dengan teknologi dan alur finansial yang baik. Untuk menilai kedua hal tersebut, dilakukan Analisis Kelayakan Teknis dan Analisis Ekonomi Teknik. Berdasarkan Analisis Kelayakan Teknis pada UKM ROHANI berdasarkan CPPOB dimana aspek lokasi, bangunan, bahan, pengawasan proses, laboratorium, karyawan, produk akhir, pengemas, label dan keterangan produk, pengangkutan sesuai dengan ketentuan CPPOB. Sedangkan sanitasi, mesin dan peralatan, pemeliharaan dan program sanitasi, dokumentasi dan pencatatan, pelatihan, penarikan produk, dan pelaksanaan pedoman belum memenuhi syarat CPPOB. Berdasarkan Analisis Aspek Ekonomi Teknik yang diperoleh dari UKM ROHANI Sanan yang terdiri dari harga jual yang didapatkan dari margin laba sebesar 45% HPP adalah Rp. 9.562/bungkus. Break Event Point berdasarkan unit produk UKM ROHANI adalah 39.183 unit/tahun dan lama periode pengembalian dari total investasi yang dilakukan oleh UKM ROHANI sebesar lima tahun. Hingga didapatkan nilai R/C Ratio sebesar 1,44 yang berarti usaha tersebut dapat dikatakan efisien & menguntungkan
Pengaruh Metode Pretreatment Blanching Terhadap Sifat Fisik dan Kadar Vitamin C Pada Buah Jambu Biji Varietas Kristal (Psidium guajava Linn.)
Buah jambu biji banyak dimanfaatkan menjadi olahan
pangan antara lain jus buah, selai, fruit leather, dan manisan
kering. Tahap pembuatan manisan yang sangat menentukan
kerusakan vitamin dan mineral adalah perebusan atau hot water
blanching. Sehingga untuk meminimalkan kehilangan vitamin C
diharapkan dapat menggunakan metode blanching yang lain
seperti menggunakan alat microwave. Salah satu teknik
pretreatment blanching ialah microwave blanching. Penelitian ini
bertujuan untuk menganalisis pengaruh perbedaan metode hot
water blanching, microwave blanching + pendampingan air,
microwave blanching + air, dan microwave blanching tanpa air
terhadap sifat fisik (kadar air, susut bobot dan pengerutan,
tekstur, warna) dan kadar vitamin C serta organoleptik pada
jambu kristal
Pemodelan Kinetika Perubahan Kadar Air dan Karakterisasi Pengeringan Bunga Telang (Clitoria ternatea) Menggunakan Alat Pengering Tipe Rak
Bunga telang (Clitoria ternatea) merupakan tanaman yang dapat tumbuh didaerah tropis seperti Indonesia. Bunga ini sering dianggap tanaman liar, namun kenyataannya memiliki banyak potensi farmakologi seperti antioksidan, antibakteri, antiinflamasi, antidiabetes, serta immunomodulator. Oleh karena itu proses pengeringan dilakukan menggunakan alat pengering tipe rak agar kualitas bahan tetap terjaga secara fisik maupun kandungannya. Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk menganalisa karakteristik serta menentukan model pengeringan yang sesuai pada pengeringan bunga telang dengan menggunakan alat pengering tipe rak pada empat tingkat suhu yaitu 30,40,50 dan 60 °C. Pengulangan dilakukan sebanyak tiga kali sehingga jumlah total sampel karakteristik pengeringan ada 12 sampel. Proses pengeringan pada tiap suhu dilakukan selama 24 jam dan dibagi setiap harinya selama 8 jam kemudian berhenti ketika mencapai penurunan kadar air konstan. Karakteristik yang diperoleh berupa kadar air, dan laju pengeringan kemudian digunakan untuk mencari nilai Moisture Ratio (MR). Nilai MR yang didapat kemudian akan dibandingkan dengan MR prediksi yang didapat dari model matematika, apabila nilai MR prediksi dan MR perhitungan mendekati, maka model pengeringan tersebut dikatakan dapat memprediksi karakteristik pengeringan bahan. Model pengeringan lapisan tipis yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya Newton, Logarithmic, Two-term exponential, Midili, Henderson and Pabis, dan Modified Page. Selain membandingkan nilai MR prediksi dengan MR perhitungan, validasi yang dapat dilakukan yaitu melihat nilai Coefficient of Determination (COD atau R2) paling tinggi, chisquare (X2), dan Root Mean Square Error (RMSE) yang rendah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu pengeringan yang digunakan, laju pengeringan akan semakin tinggi dan waktu pengeringan semakin pendek. Nilai aktivitas antioksidan bunga telang kering semakin tinggi seiring bertambahnya suhu pengeringan. Perhitungan total perbedaan warna pada sampel menunjukkan apabila perbedaan warna dapat dibedakan oleh mata manusia secara langsung. Model Midilli merupakan model pengeringan paling sesuai dalam mendeskripsikan kurva pengeringan bunga telang menggunakan alat pengering tipe rak pada keempat variasi suhu pengeringan
Pengaruh Metode Electroosmosis Dewatering Terhadap Kadar Air Madu, Kadar Abu Dan Total Padatan Terlarut (TDS) Pada Madu Multiflora
Salah satu jenis madu berdasarkan jenis nektar bunga yang diambil lebah adalah madu multiflora. Madu multiflora merupakan jenis madu yang berasal dari berbagai jenis nektar bunga. Rata-rata madu yang dihasilkan di Indonesia memiliki kadar air diatas 22%. Madu dengan kadar air diatas 22% terancam mengalami fermentasi yang akan mempengaruhi rasa dan aromanya. Fementasi yang terjadi pada madu akan menurunkan kadar gula total dalam madu. Salah satu penyebab kenaikan kadar air madu adalah kelembaban lingkungan ketika madu di panen maupun disimpan. Madu merupakan bahan pangan yang memiliki sifat higroskopis, sehingga mampu menyerap air dari lingkungannya. Semakin banyak air yang diserap maka kadar air didalamnya akan semakin naik. Salah satu cara untuk mengatasi masalah kadar air madu adalah dengan pengolahan menggunakan metode electroosmosis dewatering. Metode ini akan menurunkan kadar air dalam suatu bahan dengan mengalirkan listrik searah (DC). Listrik searah akan menarik air dalam madu menuju eletroda negatif, sehingga air dapat dikeluarkan dari dalam madu. Pada penelitian ini menggunakan tegangan 350 V dengan sampel madu multiflora sebanyak 100 gram serta lama waktu perlakuan 1,5 jam, 2 jam dan 2,5 jam. Metode penelitian yang digunakan yaitu Rancangan Acak Lengkap (RAL). Selanjutnya dilakukan analisis data menggunakan metode Analysis of Varian (ANOVA) dan dilanjutkan dengan Uji Duncan Multiple Range Test (DMRT). Berdasarkan Uji Analisis Sidik Ragam (ANOVA) dengan taraf kepercayaan (α) =5% didapatkan hasil bahwa lama perlakuan metode electroosmosis dewatering berpengaruh nyata terhadap kadar air, kadar abu dan total padatan terlarut. Pada Uji Lanjut Duncan dengan taraf kepercayaan (α) =5% perlakuan 2,5 jam berpengaruh nyata terhadap kadar air, kadar abu dan total padatan terlarut (TDS)
Analisa Isotermal Sorpsi Air dan Panas Isosterik pada Rimpang Kencur Bubuk (Kaempferia galanga)
Kencur (Kaempferia galanga) merupakan salah satu jenis tanaman dalam famili
Zingiberaceae sebagai tanaman obat bagi kebanyakan masyarakat Indonesia.
Pemanfaatan kencur umumnya sebagai obat tradisional, bermanfaat untuk obat batuk,
mual, asma, dan maag. Kencur dalam kondisi segar umumnya memiliki umur simpan
yang relatif pendek, karena pengaruh suhu dan RH lingkungan yang tidak sesaui dapat
menyebabkan produk cepat rusak dan terjadi pembusukan. Pengolahan kencur untuk
memperpanjang umur simpan produk dilakukan dengan membuatnya dalam bentuk
bubuk.
Penelitian dilakukan untuk menentukan isotermal sorpsi air dan panas isosterik
dari rimpang kencur bubuk dengan menggunakan metode gravimetri statis. Penelitian
menggunakan larutan garam jenuh KOH, MgCl2, CaCl2, NaCl, dan KCl. Penelitian
menggunakan sampel adsorpsi dan desorpsi, suhu perlakuan yang digunakan adalah 27,
37, dan 47°C dengan rentang aw 0,07-0,82. Model oswin merupakan model matematika
terbaik dalam menggambarkan perilaku isotermal sorpsi air rimpang kencur bubuk pada
suhu 27°C, model GAB merupakan model matematika terbaik dalam menggambarkan
isotermal sorpsi air rimpang kencur bubuk pada suhu 37 dan 47°C,dengan kurva tipe 2
sigmoidal berdasarkan uji ketepatan (R2, P, dan RMSE). Panas isosterik dapat
digambarkan dengan menggunakan persamaan empiris, qst desorpsi = 39,179e-31,7x dan
qst adsorpsi = 2,332e-16,72x
Pengaruh Metode Electroosmosis Dewatering terhadap Kadar Air, Kadar Abu dan Total Padatan Terlarut (TDS) pada Madu Multiflora
Salah satu jenis madu berdasarkan jenis nektar bunga yang diambil lebah adalah madu multiflora. Madu multiflora merupakan jenis madu yang berasal dari berbagai jenis nektar bunga. Rata-rata madu yang dihasilkan di Indonesia memiliki kadar air diatas 22%. Madu dengan kadar air diatas 22% terancam mengalami fermentasi yang akan mempengaruhi rasa dan aromanya. Fementasi yang terjadi pada madu akan menurunkan kadar gula total dalam madu. Salah satu penyebab kenaikan kadar air madu adalah kelembaban lingkungan ketika madu di panen maupun disimpan. Madu merupakan bahan pangan yang memiliki sifat higroskopis, sehingga mampu menyerap air dari lingkungannya. Semakin banyak air yang diserap maka kadar air didalamnya akan semakin naik. Salah satu cara untuk mengatasi masalah kadar air madu adalah dengan pengolahan menggunakan metode electroosmosis dewatering. Metode ini akan menurunkan kadar air dalam suatu bahan dengan mengalirkan listrik searah (DC). Listrik searah akan menarik air dalam madu menuju eletroda negatif, sehingga air dapat dikeluarkan dari dalam madu. Pada penelitian ini menggunakan tegangan 350 V dengan sampel madu multiflora sebanyak 100 gram serta lama waktu perlakuan 1,5 jam, 2 jam dan 2,5 jam. Metode penelitian yang digunakan yaitu Rancangan Acak Lengkap (RAL). Selanjutnya dilakukan analisis data menggunakan metode Analysis of Varian (ANOVA) dan dilanjutkan dengan Uji Duncan Multiple Range Test (DMRT). Berdasarkan Uji Analisis Sidik Ragam (ANOVA) dengan taraf kepercayaan (α) =5% didapatkan hasil bahwa lama perlakuan metode electroosmosis dewatering berpengaruh nyata terhadap kadar air, kadar abu dan total padatan terlarut. Pada Uji Lanjut Duncan dengan taraf kepercayaan (α) =5% perlakuan 2,5 jam berpengaruh nyata terhadap kadar air, kadar abu dan total padatan terlarut (TDS)
The Effect of Time and Oil Use in Air Frying Method on The Physical and Chemical Quality of French Fries
Kentang goreng adalah makanan ringan yang sebagian besar terdiri dari kentang. Produk olahan ini berupa kentang beku setengah matang. Proses teknologi pembuatan kentang goreng terdiri dari penggorengan. Menggoreng adalah pengolahan makanan yang biasanya dilakukan untuk menyiapkan makanan dengan cara memanaskan makanan dalam wajan yang berisi minyak. Proses ini bertujuan untuk menghasilkan produk yang lembut dan renyah. Selain itu, juga meningkatkan rasa, warna, nutrisi, dan daya tahan produk akhir. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh deep fried dan airfrying serta metode penggorengan terbaik pada kentang goreng menggunakan beberapa atribut Zeleny. Penelitian dilakukan di Laboratorium Rekayasa Proses Pascapanen dan Pangan, Jurusan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya. Tahapan penelitian terdiri dari preparasi sampel, analisis kadar air, analisis warna, analisis tekstur, dan analisis kadar lemak. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan dua faktor. Hasil analisis menunjukkan bahwa kadar air berkisar antara 26,85-45,56%. Tingkat keringanan yang diperoleh berkisar antara 64.437-68.660. Kemerahan yang diperoleh berkisar antara 0,013-4,780. Kekuningan yang diperoleh berkisar antara 21,32-35,54. Perbedaan warna yang diperoleh berkisar antara 4.567-10.603. Kekerasan yang diperoleh berkisar antara 120,83 hingga 559,8 g. Springiness berkisar antara 1,15-2,82 mJ. Kekenyalan yang diperoleh berkisar antara 0,33-3,98 mm. Nilai gummi yang diperoleh berkisar antara 28,6-213,43 g. Kekompakan yang diperoleh berkisar antara 0,2 hingga 0,41. Kandungan lemak yang diperoleh berkisar antara 5,78-22,42%. Metode penggorengan tanpa air selama 13 menit paling baik untuk menggoreng kentang goreng. Perlu dikembangkan penelitian tentang karakteristik kimiawi metode penggorengan lain (protein, karbohidrat, dan asam lemak bebas) agar konsumen organoleptik dapat mengetahui perbedaan lainnya