11 research outputs found
ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DI KAWASAN KOTA LAMA KOTA KUPANG
Perkembangan kota yang terjadi di Kota Kupang terlihat dengan semakin berkembangnya perekonomian di segala sektor. Perdagangan dan jasa juga memegang peranan penting dalam meningkatkan pertumbuhan perekonomian. Bertambahnya tingkat pertumbuhan penduduk juga merupakan dampak dari suatu perubahan kota yang menunjukkan banyaknya aktivitas yang terjadi di dalam kota tersebut yang pada akhirnya membutuhkan lahan yang banyak untuk permukiman. Perkembangan kota juga akan mengakibatkan konversi terhadap lahan-lahan hijau, sehingga peran lahan hijau tersebut menjadi prioritas. Penelitian ini betujuan untuk : 1). Menganalisis luas dan sebaran ruang terbuka hijau di Kota Lama Kota Kupang; 2). Menganalisis jumlah kebutuhan ruang terbuka hijau di Kota Lama Kota Kupang berdasarkan luas kawasan, jumlah penduduk, dan karbon dioksida yang dihasilkan; 3). Mengidentifikasi apakah luas dan sebaran RTH di Kota Lama Kota Kupang telah sesuai terhadap kebutuhan luas kawasan hijau berdasarkan: (a). persentase luas (Permendagri No. 1 tahun 2007 dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.05/PRT/M/2008); (b). luasan perkapita (Simonds,1983); dan (c). isu penting pada suatu kota; 4) Mengidentifikasi kesesuaian jumlah dan sebaran RTH berdasarkan Masterplan RTH Kota Kupang terhadap Kondisi RTH di Kota Lama; 5) Model Pengembangan ruang terbuka hijau untuk memenuhi kebutuhan RTH di Kota Lama Kota Kupang, Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif dengan menganalisis data-data biofisik berupa luas wilayah, data jumlah penduduk, dan jumlah kendaraan di Kota Kupang untuk merumuskan model pengembangan RTH. Kondisi Eksisting RTH yang terdapat di Kelurahan LLBK hanya terdiri dari : a) RTH Publik berupa : Taman kota pantai Kopan, Taman Tugu- Terminal, Halaman Gereja Kota Kupang, Parkiran terbuka Jalan Siliwangi, Sempadan Pantai, Sempadan Sungai. Luasan RTH Publik mencapai 0,14 Ha atau sebesar 11,29 % dari luas Kawasan Kota Lama. Sedangkan berdasarkan pedoman dari UU no. 26 tahun 2007 maka luas RTH Publik yang dibutuhkan sebesar 20% adalah 0,24 Ha ; b). RTH Privat : Pekarangan seluas 745 m2 dan Taman Atap sebesar 200 m2 = 945 m2 atau 0,091 Ha atau sebesar 7,25% dari luas Kawasan Kota Lama. Sedangkan berdasarkan pedoman dari UU no. 26 tahun 2007 maka luas RTH Privat yang dibutuhkan sebesar 10% adalah seluas 0,12 Ha. Hasil Analisis kebutuhan luasan RTH Kawasan Kota Lama didapat kebutuhan RTH berdasarkan Luas wilayah adalah sebesar 0,37 Ha, berdasarkan Jumlah Penduduk adalah sebesar 0,18 Ha, berdasarkan Kebutuhan Oksigen adalah sebesar 0,38 Ha, berdasarkan Netralisasi Karbon Dioksida adalah sebesar 1,05 Ha
Perkembangan Konsep Desain Ken Yeang Tahun 1980 - 2010
Specifically, the objectives of this research are as follows analyzing Ken Yeang's architectural design works to obtain: concept & type, typological level, and process of type. The goal is to get 1) existing design methods; 2) types of pre-existing building projects; 3) functional typologies of the existing types, and adapted to the new design; and 4) the characteristics of the development of the design concept in the period of work from 1980 - 2010. This research uses the method of content analysis by studying the thoughts and text information of Ken Yeang's architectural works. The interpretation principle uses four principles (Sumarlan, 2003 quoted by Jerobisonif, 2011), namely: 1) Personal Interpretation Principle; 2) Locational Interpretation Principle; 3) Temporal Interpretation Principle; and 4) Analogy Interpretation Principle. The results showed that the two main approaches used in the design were; 1) a bioclimatic approach which is a form of physical integration which means that the building must pay attention to the physical characteristics of the place. This approach emphasizes low-energy and passive by focusing on the comfort of the occupants, and 2) The ecomimicry design approach which is a form of systemic integration, which means integration with processes in natural places with the human built environment and temporal integration by calculating the resources and materials used. Furthermore, in the development of Ken Yeang's design concept, there was an evolution in the development of design thinking from consideration of the response to climate and local conditions - response to climate and environment - response to climate, environment and ecology in general.Penelitian ini secara spesifik menganalisis karya-karya desain arsitektur Ken Yeang untuk mendapatkan konsep dan tipe, level tipologikal, dan proses dari tipe. Tujuannya adalah untuk mendapatkan: 1) metode perancangan yang telah ada; 2) tipe dari proyek bangunan yang telah ada sebelumnya; 3) functional typologies dari tipe yang telah ada sebelumnya, dan disesuaikan dengan desain yang baru; dan 4) ciri perkembangan konsep desain dalam masa berkarya tahun 1980 - 2010. Penelitian ini mengggunakan metode content analysis dengan mempelajari pemikiran dan informasi teks karya-karya arsitektur Ken Yeang. Prinsip penafsiran menggunakan empat prinsip (Sumarlan, 2003 dikutip Jerobisonif, 2011), yaitu: 1) Prinsip Penafsiran Personal; 2) Prinsip Penafsiran Lokasional; 3) Prinsip Penafsiran Temporal; dan 4) Prinsip Penafsiran Analogi. Hasil penelitian menunjukan dua pendekatan utama yang digunakan dalam desain, yaitu; 1) pendekatan bioklimatik yang merupakan wujud physical integration yang berarti bangunan harus memperhatikan karakteristik fisik dari tempat. Pendekatan ini menekankan pada low-energy dan passive dengan memfokuskan pada kenyamanan penghuni, dan 2) Pendekatan desain ecomimicry yang merupakan wujud systemic integration, yang berarti integrasi dengan proses pada tempat alami dengan lingkungan binaan manusia dan temporal integration dengan menghitung sumber daya dan material yang digunakan, perbandingan dan penggantinya. Selanjutnya dalam perkembangan konsep desain Ken Yeang, terjadi evolusi perkembangan pemikiran desain dari pertimbangan respon terhadap iklim dan kondisi lokal - respon terhadap iklim dan lingkungan - respon terhadap iklim, lingkungan dan ekologi secara meluas
Konsep dan Metode Desain Arsitektur Richard Meier
Richard Meier is an architect in the late 20th century who was born on October 12, 1934 in Newark, New Jersey. Richard Meier studied at Cornell University's Department of Architecture and graduated in 1957. During his work in the field of architecture, Richard Meier has produced dozens of works, both built and unbuilt. His work is built in various places in the world. Richard Meier has always maintained consistency in his work by rejecting new trends that have emerged in modern architecture and always maintaining his philosophical design. This study aims to obtain the concepts and design methods of Richard Meier's architecture which are useful as precedents for educational and professional architectural activities. This research uses content analysis method by studying the thoughts and text information of Richard Meier's architectural works. The principle of interpretation uses four principles (Sumarlan, 2003 quoted by Jerobisonif, 2011), namely: 1) Principles of Personal Interpretation 2) Principles of Local Interpretation 3) Principles of Temporal Interpretation, and 4 (Principles of Analogy Interpretation. The results of the study found that the design concepts that Richard Meier always used were: 1) Clarity: namely clarity through the creation of a balance of space, form, light and how to create it to achieve the purpose of existence, and not an illusion. 2) Dramatic treatment of light: the ability to filter light through the complexity of the volume of the building and the use of white to reflect light to create a dramatic space. 3) Architecture of Connection: which is to create a connection between building parts and architecture that is contextual to the environment. While the methods used are: 1) Composing basic geometric shapes in the plan, 2) Using a cylindrical shape as a link 3) Using a grid pattern 4) Using day lighting 5) Creating connectivity between spaces 6) Creating architectural relationships with the surrounding environment 7) Repetitioning architectural elements. The consistency of the application of these design concepts and methods can be seen in the works taken, namely: House in Old Westbury, Douglas House, and Westchester House.Richard Meier adalah seorang arsitek pada akhir abad 20 yang lahir pada tanggal 12 Oktober 1934 di Newark, New Jersey. Richard Meier sekolah di Jurusan Arsitektur Universitas Cornell dan lulus pada tahun 1957. Selama berkarya dalam bidang arsitektur Richard Meier telah menghasilkan puluhan karya, baik yang terbangun maupun yang tidak terbangun. Karyanya dibangun di berbagai tempat di dunia. Konsistensi selalu dijaga Richard Meier dalam karyanya melalui penolakan terhadap tren-tren baru yang muncul pada arsitektur modern dan selalu menjaga desain filosofisnya. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan konsep dan meode desain arsitektur Richard Meier yang bermanfaat sebagai preseden untuk kegiatan pendidikan dan profesional bidang arsitektur. Penelitian ini mengggunakan metode content analysis dengan mempelajari pemikiran dan informasi teks karya-karya arsitektur Richard Meier. Prinsip penafsiran menggunakan empat prinsip (Sumarlan, 2003 dikutip Jerobisonif, 2011) yaitu : 1) Prinsip Penafsiran Personal 2) Prinsip Penafsiran Lokasional 3) Prinsip Penafsiran Temporal, dan 4( Prinsip Penafsiran Analogi. Hasil penelitian mendapatkan Konsep desain yang selalu digunakan Richard Meier yaitu : 1) Clarity : yaitu kejelasan lewat penciptaan keseimbangan ruang, bentuk, cahaya dan bagaimana menciptakannya untuk mencapai tujuan keberadaan, dan bukan ilusi. 2) Dramatic treatment of light : yaitu kemampuan menyaring cahaya melalui kompleksitas volume bangunan dan penggunaan warna putih untuk memantulkan cahaya sehingga tercipta ruang yang dramatis. 3) Architecture of Connection : yaitu menciptakan Keterhubungan antar bagian bangunan dan arsitektur yang kontekstual terhadap lingkungan. Sedangkan Metode yang digunakan yaitu :1) Mengkomposisikan bentuk geometrik dasar dalam denah, 2) Menggunakan bentuk silinder sebagai penghubung 3) Penggunaan pola grid 4) Penggunaan daylighting 5) Menciptakan keterhubungan antar ruang 6) Menciptakan hubungan arsitektur dengan konteks lingkungan sekitarnya 7) Melakukan repetisi elemen-elemen arsitektur. Konsistensi penerapan Konsep dan Metode desain tersebut dapat dilihat pada karya yang diambil yaitu : House in Old Westbury, Douglas House, , dan Westchester House
Konsep dan Metode Desain Arsitektur Bernard Tschumi
Born in Lausanne, Bernard Tschumi (1944) can be considered one of the main interpreters of deconstructionism. Early in his career, Tschumi focused on criticism and problems in architecture with a multidisciplinary approach (borrowing from music and film). This study aims to obtain Bernard Tschumi's architectural design concepts and methods that are useful for precedents for architectural education and professional activities. This research refers to the view that architectural objects can have the same value as objects that result from a repetitive activity. And even deliberately made so that it can be repeated forever. That is, an architectural object not only produces a repetition, but also results from a repetition. This research uses content analysis method by studying the conceptual thinking and design methods of architect Bernard Tschumi through literature are divided into: Group I, in the form of theoretical works from Bernard Tschumi and Group II, in the form of architectural works. The results of the study found that Bernard Tschumi revealed that architecture is about disjunctive of spaces, events and movements. This opinion is then raised in several main concepts that can be grouped into: 1) Space & events, 2) Plan, juxtaposition, overlay, 3) Vectors & Envelopes, 4) Concept, context, content, 5) Form - Concept. And to apply theory and concepts into design, Tschumi uses several methods, namely: 1) Cross Programming; 2) Transprogramming; 3) Dispogramming; 4) Transformation; 5) Superimposition; 6) Combination; 7) Disjunction; 8) Cinegram-montage.Dilahirkan di Lausanne, Bernard Tschumi (1944) dapat dianggap sebagai salah satu penafsir utama dekonstruksionisme. Pada awal karirnya, Tschumi berfokus pada kritik dan masalah dalam arsitektur dengan pendekatan multidisiplin (meminjam dari musik dan film). Penelitian ini betujuan untuk mendapatkan konsep dan metode desain arsitektural Bernard Tschumi yang bermanfaat bagi preseden untuk kegiatan pendidikan dan profesional bidang atsitektur. Penelitian ini merujuk kepada pandangan bahwa objek-objek arsitektural dapat memiliki nilai yang sama dengan objek yang dihasilkan dari sebuah aktivitas yang bersifat pengulangan. Dan bahkan sengaja dibuat agar untuk seterusnya dapat diulangi lagi. Artinya, sebuah objek arsitektural bukan saja menghasilkan sebuah pengulangan, melainkan juga dihasilkan dari sebuah pengulangan. Penelitian ini mengggunakan metode content analysis dengan mempelajari pemikiran konsep dan metode desain arsitek Bernard Tschumi lewat literatur yang terbagi dalam: Kelompok I, berupa karya-karya teoritis dari Bernard Tschumi dan Kelompok II, berupa karya-karya arsitektural. Hasil penelitian menemukan bahwa Bernard Tschumi mengungkapkan bahwa arsitektur adalah mengenai space (ruang), event (peristiwa) dan movement (pergerakan) yang disjunctive. Pendapat ini kemudian dimunculkan dalam beberapa konsep utama yang dapat dikelompokkan menjadi: 1) Space & event, 2) Plan, juxtaposition, overlay, 3) Vectors & Envelopes, 4) Concept, context, content, 5) Form – Concept. Dan untuk mengaplikasikan Teori dan konsep kedalam desain, Tschumi menggunakan beberapa metode yaitu: 1) Cross Programming; 2) Transprogramming; 3) Dispogramming; 4) Transformation; 5) Superimposition; 6) Combination; 7) Disjunction; 8) Cinegram-montage
Perancangan Concert Hall di Kota Atambua dengan Pendekatan Mekanisme Akustik
Atambua is the capital of Belu Regency which is located directly adjacent to the State of Timor Leste. In the last two years, Atambua has presented various types of musical activities, especially musical performances, both traditional and modern. The music performance always got enthusiasm from the local community, outside the region and even outside the State of Timor Leste. However, there is still no have a place to accommodate all activities related to organizing technically feasible musical performances, the functions, acoustics and facilities. Concert halls are the best for accommodating all activities related to musical performances. The designing of a concert hall is to purpose design a concert hall for the city of Atambua by paying attention to proper acoustics and comfort for all building users. The application of the analogy architecture of acoustic mechanisms in concert hall design is expected to provide comfortable acoustics, technically feasible, functional, and to present a visually attractive building.Atambua merupakan ibukota Kabupaten Belu yang letaknya berbatasan langsung dengan Negara Timor Leste. Dalam dua tahun terakhir Atambua menghadirkan berbagai jenis kegiatan seni musik khususnya pertunjukan musik baik tradisional maupun modern. Pertunjukan musik yang diadakan mendapat antusias dari masyarakat baik daerah maupun luar daerah bahkan luar Negara (Timor Leste). Meskipun demikian, belum tersedia wadah khusus untuk mewadahi semua kegiatan yang berkaitan dengan penyelenggaraan pertunjukan musik yang layak secara teknis, fungsi, akustika maupun fasilitas. Concert hall merupakan sarana terbaik untuk mewadahi semua kegiatan yang berkaitan dengan pertunjukan musik. Tujuan dari perancangan concert hall di Kota Atambua adalah merancang sebuah concert hall untuk Kota Atambua dengan memperhatikan akustik yang layak dan kenyamanan bagi semua pengguna bangunan. Penerapan tema analogi mekanisme akustik pada perancangan concert hall diharapkan dapat memberikan akustik yang nyaman, layak secara teknis, fungsi, serta mampu menyajikan bangunan yang menarik dari segi visual
Desain Korean Cultural Center di Kota Kupang
One of the influences from globalization in the culture sector is the appearance of a phenomenon that known as "hallyu" or the Korean wave. The products of hallyu consist of music, film, drama, and others always present Korean cultural content as one of the strategies of the Korean government in promoting its cultures. The phenomenon spread through national television and the internet has attracted the fascinated of the people in Indonesia, including East Nusa Tenggara, ranging from children, teenager, and adult. This fascinate raises the desire to be able to visit the land of ginseng and feel the atmosphere there. However, the distance and the limited resources are obstacles to make it real. South Korea as the country of Hallyu has cooperated with Indonesia since 1966. The cooperation also intertwined with East Nusa Tenggara in various sectors, including the sectors of education, religion, business, and others. The creation of a place to introduce Korean culture is deemed necessary not only as a response to the Korean wave (hallyu) but also as a response to the cooperation relations that have been established between South Korea and East Nusa Tenggara. The main purpose of the Korean Cultural Center is to introduce Korean culture through education, information and entertainment. Therefore, the main facilities created so those that can accommodate the activities of it. Meanwhile to present the Korean atmosphere, the applies of Korean thematic theme is a design that visually the presents of Korean characteristics, both on the exterior and interior of the building and includes traditional and modern elements from South Korea. The characteristics of the Korean thematic building concepts processed by a transformation process.Salah satu pengaruh globalisasi dalam bidang kebudayaan adalah munculnya fenomena yang dikenal dengan istilah “hallyu” atau Korean wave. Produk hallyu berupa musik, film, drama, dan sebagainya selalu menghadirkan konten-konten kebudayaan Korea sebagai salah satu strategi pemerintah Korea dalam mempromosikan kebudayaannya. Fenomena yang disebarkan melalui televisi nasional dan internet tersebut telah menarik minat masyarakat umum Indonesia termasuk Nusa Tenggara Timur mulai dari kalangan anak-anak, remaja, maupun dewasa. Ketertarikan ini menimbulkan keinginan untuk dapat mengunjungi negeri ginseng dan merasakan suasana di sana. Namun jarak dan keterbatasan sumber daya menjadi penghalang terwujudnya keinginan tersebut. Korea Selatan sebagai negara asal hallyu telah menjalin kerjasama dengan Indonesia sejak tahun 1966. Kerja sama tersebut juga terjalin dengan provinsi NTT dalam berbagai bidang, diantaranya bidang pendidikan, keagamaan, bisnis, dan lain-lain. Pengadaan sebuah wadah untuk memperkenalkan kebudayaan Korea dirasa perlu bukan hanya sebagai respon terhadap pengaruh Korean wave (hallyu) tetapi juga sebagai respon terhadap hubungan kerja sama yang sudah dibangun antara Korea Selatan dengan Nusa Tenggara Timur. Tujuan utama Korean Cultural Center adalah memperkenalkan budaya Korea melalui pendidikan, informasi, dan hiburan. Fasilitas utama dalam desain ini adalah untuk menampung aktivitas dari tujuan utama tersebut. Sementara itu untuk menghadirkan suasana Korea, diterapkan perancangan yang Tematik Korea yaitu desain yang secara visual menghadirkan karakteristik, baik pada eksterior maupun interior bangunan serta meliputi unsur tradisional dan modern dari Korea Selatan. Ciri dari Tematik Korea tersebut dituangkan dalam bentukan bangunan dengan proses transformasi desain
PERANCANGAN KORIDOR TEDIS - KETAPANG SATU KOTA KUPANG (Studi T.A.Perancangan Universal Design Fasilitas Koridor Suatu Konsep)
Zona pejalan kaki dalam suatu bentuk koridor yang dirancang dengan baik bukan hanya merupakan indikator sebuah kota yang baik, akan tetapi juga merupakan salah satu bentuk kekuatan daya tarik sebuah pusat kota. Sebagai pusat kota Kupang kawasan Tedies Ketapang satu kota Kupang memiliki beberapa ruang yang berorientasi pada pejalan kaki. Salah satunya adalah jalur pejalan kaki yang berada di koridor kawasan Tedies dan jalan Siliwangi kota Kupang. Perancangan tidak hanya berfokus pada desian ruang yang dapat dipergunakan oleh semua orang, akan tetapi juga membawa orang kembali ke kehidupan sosial, mengintegrasikan kembali ke dalam masyarakat dengan lingkungan yang lebih aman dan bebas hambatan. Prinsip-prinsip perancangan yang diterapkan dalam setiap perancangan untuk berkelanjutan (sustainability) serta menciptakan masa depan yang lebih hijau, lebih baik dan lebih layak. Penelitian ini bertujuan untuk merancang koridor kawasan Tedis-ketapang satu kota Kupang dengan pendekatan universal desain. Dimana prinsip-prinsip desain/perancangan universal desain yang diintegrasikan dengan pedoman perencanaan, penyediaan dan pemanfaatan prasarana dan sarana jaringan pejalan kaki di kawasan Tedies-Ketapang satu di kota Kupang.
 
Pengembangan Objek Wisata Pantai Oesain di Pantai Selatan Kabupaten Kupang
In 2020 the South Coast tourism object of Kupang Regency in the Amarasi Barat region had increased tourism development with a high level of domestic visitors tourists from Kupang City. The management involves Village Owned Enterprises (BUMDES) of Tubafu Beach and Puru Beach, managed by the Church in Haubenkase Beach. However, Oesain Beach with an area of 10 Hain Merbaun Village, has not been appropriately managed. The Government of Merbaun Village has built several facilities, but they were damaged due to the natural conditions of the South Coast. Based on its conditions, it is necessary to develop marine tourism based on natural conditions in the South Coast of The Kupang Regency. The research method used is the index of beach tourism suitability, wind-friendly tropical architecture, coastal vegetation arrangement coastal security systems in tourist areas. The research results are 1) the coastal tourism suitability index shows that the South Coast area of Timor Island is very potential and meets the criteria to be developed as a unity South Coast tourist area and there two criteria in its development, namely the risk of wind or high waves and current speeds that can reach 0,36 m/s; 2) application of tropical architecture can answer the adaptation of buildings to coastal conditions combined with wind-friendly designs; 3) vegetation arrangements can be planted to reduce or filter wind, dust, heat; 4) beach security can be designed by making lifeguard towers according to beach conditions and providing flags or warning signs based on the level of its vulnerability.Perkembangan objek wisata Pantai Selatan Kabupaten Kupang, wilayah Amarasi Barat mengalami perkembangan wisata dan tingkat kunjungan tinggi dari wisatawan Domestik Kota Kupang pada tahun 2020. Pengelolaannya melibatkan Badan Usaha Milik Desa (BUMDES) di Pantai Tubafu dan Pantai Puru, Pengelolaan oleh Gereja di Pantai Haubenkase, sedangkan Pantai Oesain Desa Merbaun dengan luasan 10 Ha belum dikelola dengan baik. Pemerintah Desa Merbaun telah membangun beberapa fasilitas namun mengalami kerusakan akibat kondisi alam Pantai Selatan. Memperhatikan kondisi tersebut diperlukan pengembangan wisata Pantai Oesain berbasis kondisi alam di Pantai Selatan, Kabupaten Kupang. Metode penelitian yang digunakan adalah indeks kesesuaian wisata pantai, arsitektur tropis ramah angin, penataan vegetasi pantai dan sistem pengamanan pantai di kawasan wisata. Hasil penelitian berupa; 1) indeks kesesuaian wisata pantai menunjukan kawasan Pantai Selatan Pulau Timor sangat potensial dan memenuhi kriteria untuk dikembangkan sebagai kesatuan kawasan wisata Pantai Selatan dan ada 2 kriteria yang menjadi perhatian dalam pengembangannya yaitu resiko bencana angin atau gelombang tinggi dan kecepatan arus yang bisa mencapai 0,36 m/det; 2) penerapan arsitektur tropis dapat menjawab adaptasi bangunan terhadap kondisi pantai dipadu dengan desain ramah angin; 3) penataan vegetasi dapat ditambahkan untuk mengurangi atau memfiltrasi angin, debu dan panas; 4) keamanan pantai dapat dirancang dengan membuat menara penjaga pantai sesuai kondisi pantai serta menyediakan bendera atau rambu peringatan menurut tingkat kerawanannya
SOSIALISASI DAN PENDAMPINGAN PENGEMBANGAN KEPARIWISATAAN DI DESA NUNKOLO, NUSA TENGGARA TIMUR
ABSTRAKNusa Tenggara Timur (NTT) dikenal akan keanekaragaman budaya dan keindahan alamnya yang dihasilkan dari kehadiran beragamnya suku yang ada. Desa Nunkolo, sebagai sebuah komunitas pedesaan, menawarkan pengalaman otentik tentang adat istiadat, sosial budaya, arsitektur tradisional, dan kehidupan sehari-hari yang khas. Potensi yang dimiliki tersebut menjadi dasar perlunya menciptakan kesadaran di antara pemerintah daerah, para tetua adat, dan masyarakat terhadap keunikan yang dimiliki sehingga menjadi langkah awal untuk melindungi dan melestarikan arsitektur tradisional sonaf (istana raja) dan aset budaya lainnya. Tujuan kegiatan pengabdian ini dilaksanakan adalah untuk menciptakan kesadaran masyarakat desa tentang keberagaman potensi warisan budaya yang dimiliki untuk dilestarikan serta dikembangkan sebagai potensi pariwisata dan menjadikannya sebagai arahan pengembangan desa wisata. Kegiatan ini dilakukan dengan metode ceramah (sosialisasi), diskusi, serta tanya jawab mengenai pengidentifikasian dan pentingnya melestarikan serta memanfaatkan potensi yang ada sebagai atribut produk pariwisata. Setelah kegiatan ini dilaksanakan dilakukan evaluasi menganai upaya yang dilakukan oleh masyarakat dan pemangku kepentingan. Hasil dari kegiatan ini adalah meningkatnya animo masyarakat dalam menyadari potensinya sebagai desa wisata untuk dikembangkan serta kesadaran untuk menjaga dan melestarikan budaya yang ada. Kata kunci: desa wisata; potensi pariwisata; Nusa Tenggara Timur; warisan budaya. ABSTRACTEast Nusa Tenggara (NTT) is known for its cultural diversity and natural beauty resulting from the presence of various ethnic groups. Nunkolo Village, as a rural community, offers an authentic experience of customs, socio-culture, traditional architecture and daily life. This potential is the basis for the need to create awareness among local government, elders, and the community of its uniqueness as a step towards protecting and preserving the traditional architecture of the sonaf (king's palace) and other cultural assets. This service activity aims to create awareness in the village community about the diversity of potential cultural heritage owned to be preserved and developed as tourism potential and make it a direction for developing a tourist village. In order to conduct this activity, the method used was lecture (socialization), discussion, question and answer regarding the identification of existing potential as an attribute of tourism products and the importance of preserving and utilizing that potential. In addition to this activity, an evaluation was conducted regarding the efforts made by the community and stakeholders. The result of this activity is the community's increasing interest in realizing the existing potential as a tourist village to be developed as well as the awareness to maintain and preserve the existing culture. Keywords: tourism village; tourism potential; East Nusa Tenggara; cultural herritage
Konsep dan Metode Desain Zaha Hadid
Zaha Hadid was the first female architect to receive the Pritzker Architecture Prize in 2004. Some of Zaha Hadid's works since her career as an architect include Eli and Edythe Broad Museum; Michigan State University, (2008-); CMA CGM Tower, Marseille, France, (2007-2009); and Bridge Pavilion (2008). Apart from working in the field of architecture, Zaha Hadid also holds many exhibitions in the field of architecture and art, including Design Museum, London (2007); Ma10 Mx Protetch Gallery, Chelsea, NYC (2006); Solomon R. Guggenheim Museum, New York (2006); and MAK - Museum fĂĽr Angewandte Kunst or Museum of Applied Arts, Vienna (2003). This study aimed to analyze the architectural design works of Zaha Hadid to obtain: concept and type, typological level, and process of type. The goal is to get: (1) existing design methods; (2) the type of pre-existing building project; and (3) functional typologies of pre-existing types. This research uses the content analysis method by studying the thoughts and text information of Zaha Hadid's architectural works. The principle of interpretation uses four principles (Sumarlan, 2003, quoted by Jerobisonif, 2011), namely: (1) the principle of personal interpretation; (2) the principle of locational interpretation; (3) the principle of temporal interpretation; and 4) the principle of analogical interpretation. The results show that the theory used by Zaha Hadid is Virtuoso of Elegance which is realized in the design by the following methods: (1) fragmented geometry; (2) distortion and deformation; (3) fluid organizational system; and 4) color is the building with light. This concept and method can be said to be characteristic of Zaha Hadid's architectural design work.Zaha Hadid merupakan arsitek wanita pertama yang menerima penghargaan Pritzker Architecture Prize pada tahun 2004. Beberapa karya Zaha Hadid sejak dia berkarir sebagai seorang arsitek, antara lain: Eli and Edythe Broad Museum; Michigan State University (2008-); CMA CGM Tower, Marseille, France (2007-2009); dan Bridge Pavilion (2008). Selain berkarya dibidang arsitektur, Zaha Hadid juga banyak menggelar pameran atau exhibition dibidang arsitektur dan seni, diantaranya: Design Museum, London (2007); Ma10 Mx Protetch Gallery, Chelsea, NYC (2006); Solomon R. Guggenheim Museum, New York (2006); dan MAK - Museum fĂĽr angewandte Kunst or Museum of Applied Arts, Vienna (2003). Tujuan penelitian ini adalah menganalisis karya-karya desain arsitektur Zaha Hadid untuk mendapatkan: konsep dan tipe, level tipologikal, dan proses dari tipe. Tujuannya adalah untuk mendapatkan: (1) metode perancangan yang telah ada; (2). tipe dari proyek bangunan yang telah ada sebelumnya; dan (3) functional typologies dari tipe yang telah ada sebelumnya. Penelitian ini mengggunakan metode content analysis dengan mempelajari pemikiran dan informasi teks karya-karya arsitektur Zaha Hadid. Prinsip penafsiran menggunakan empat prinsip (Sumarlan, 2003 dikutip Jerobisonif, 2011), yaitu: (1) prinsip penafsiran personal; (2) prinsip penafsiran lokasional; (3) prinsip penafsiran temporal; dan 4) prinsip penafsiran analogi. Hasil penelitian menunjukkan teori yang digunakan oleh Zaha Hadid adalah Virtuoso of Elegance yang diwujudkan dalam desain dengan metode: (1) fragmented geometry; (2) distortion and deformation; (3) fluid organisational system; dan (4) colour is the building with light. Konsep dan metode ini dapat dikatakan sebagai ciri karya desain arsitektural Zaha Hadid