18 research outputs found

    Struktur komunitas ikan karang di perairan Pulau Maitara, Kota Tidore Kepulauan. Provinsi Maluku Utara

    Get PDF
    ABSTRAKKawasan pesisir Pulau Maitara memiliki potensi mangrove, lamun dan terumbu karang. Ekosistem terumbu karang menyediakan tempat hidup untuk berbagai jenis organisme laut. Ikan karang merupakan organisme laut yang mendiami karang untuk dijadikan sebagai tempat tinggal. Perairan pulau Maitara kaya akan keanekaragaman karang tetapi data dan informasi untuk ikan karang masih sangat sedikit. Tujuan penelitian untuk memperoleh data struktur komunitas ikan karang. Penelitian dilakukan pada April 2018. Metode pengambilan data ikan karang menggunakan metode underwater visual census (UVC).Pengambilan data kualitas air dilakukan pada setiap stasiun pengamatan. Analisis data ikan karang meliputi kelimpahan, keanekaragaman jenis, dominansi dan keseragaman jenis. Hasil penelitian menunjukan parameter lingkungan perairan mendukung kehidupan terumbu karang dan biota perairan. Identifikasi ikan karang ditemukan 8 famili, 19 genus dan 54 spesies dengan total individu 460 ekor. Ikan karang ditemukan tiga kelompok yakni ikan indikator, ikan target dan ikan mayor. spesies dari genus Chaetodon banyak ditemukan dibandingkan dengan yang lain. Kelimpahan ikan karang berdasarkan stasiun pengamatan diperoleh stasiun I yakni 0,51 ind/m2, stasiun II 0,39 ind/m2 III yaitu 0,41 ind/m2. Kelimpahan ikan indikator adalah 0,50 individu/m2, ikan target 0,77 ind/m2 dan ikan mayor 0,05 ind/m2. Indeks keanakeragaman ikan ditemukan secara keseluruhan masuk dalam kategori tinggi, nilai indek dominansi yang ditemukan memperlihatkan dominansi yang rendah dan indeks keseragaman jenis menunjukan bahwa komunitas dalam keadaan stabil.Kata kunci : Dominansi, ikan karang, kelimpahan, keanekaragaman, keseragaman, pulau Maitara dan underwater visual census

    PENILAIAN KONDISI MENGGUNAKAN METODE HEMISPHERICAL PHOTOGRAPHY PADA EKOSISTEM MANGROVE DI PESISIR DESA MINALULI, KECAMATAN MANGOLI UTARA. KABUPATEN KEPULAUAN SULA, PROVINSI MALUKU UTARA

    Get PDF
    Minaluli Village has the availability of mangrove ecosystem resources in coastal areas. The availability of evenly distributed mangrove ecosystems can have a direct impact on the community. Determination of mangrove status conducted previously using conventional methods such as transect quandrat and spot check. Hemispherical photography method is one of the new methods used and developed in Indonesia. The study was conducted in July 2018 in Minaluli Village, North Mangoli District, Sula Islands Regency. North Maluku Province. The research objective is to obtain information on the condition of the mangrove ecosystem using the Hemispherical photography method. The results of the study obtained measurements of environmental parameters showed that environmental ecological conditions support the existence of mangroves. Morphological identification was obtained as many as 8 species from 3 families. Station I found  82% mangrove cover presentation value, for station II found  77% cover presentation, at station III found a presentation found 78% while at station IV found a presentation of mangrove cover 72%. The total presentation of mangrove cover obtained in the solid category, based on the standard criteria for mangrove damage. The density of the mangrove ecosystem obtained shows high density at each station. Based on the standard criteria for damage, the density of mangroves in this location is in the medium to very dense category with a value range between 1,067-2,022 trees / ha. Important value index (INP) analysis of each type of mangrove found a range of values ​​between 31.73-95.55 The highest value index of the highest species was found in the Rhizophora stylosa type with a value of 95.55% then Rhizophora apiculata with a value of 95.08%, Rhizophora mucronata namely 81.05%, Xylocarpus granatum is 45.68, Ceriops stagal with value of 40.83%, Sonneratia alba with a value of 36.27 and Bruguiera gymnorhiza 31.73%.Desa Minaluli memiliki ketersedian sumberdaya ekosistem mangrove di wilayah pesisir. Ketersediaan ekosistem mangrove yang merata dapat memberikan dampak secara langsung kepada masyarakat. Penelitian penentuan status mangrove yang dilakukan sebelumnya menggunakan metode konvensional seperti transect kuandrat dan spot chek. Sehingga diperlukan suatu pembaharuan metode yang digunakan. Metode hemispherical photography merupakan salah satu  metode yang baru digunakan dan dikembangkan di Indonesia. Penelitian  dilaksanakan pada bulan Juli tahun 2018 di Desa Minaluli, Kecamatan Mangoli Utara, Kabupaten Kepulauan Sula.  Provinsi Maluku Utara. Tujuan penelitian memperoleh informasi kondisi ekosistem mangrove dengan menggunakan metode Hemispherical photography. Hasil penelitian memperoleh pengukuran parameter lingkungan menunjukan bahwa kondisi ekologi lingkungan mendukung keberadaan mangrove Identifikasi morfologi diperoleh sebanyak 8 jenis dari 3 famili. Stasiun I terdapat nilai presentasi tutupan mangrove 82%, untuk stasiun II ditemukan presentasi tutupan 77%, pada stasiun III ditemukan nilai presentasi 78% sedangkan pada stasiun IV ditemukan presentasi tutupan mangrove 72%. Total presentasi tutupan mangrove yang diperoleh masuk dalam kategori padat, berdasarkan kriteria baku kerusakan mangrove. Kerapatan ekosistem mangrove yang diperoleh memperlihatkan kerapatan yang tinggi pada setiap stasiun Berdasarkan kriteria baku kerusakan, maka kerapatan mangrove di lokasi ini masuk dalam kategori sedang hingga sangat padat dengan nilai kisaran diantara 1.067-2.022 pohon/ha. Analisis indeks nilai penting (INP) setiap jenis mangrove ditemukan kisaran nilai diantara 31,73-95,55 Indeks nilai penting spesies yang tertinggi ditemukan pada jenis Rhizophora stylosa dengan nilai 95,55 kemudian Rhizophora apiculata dengan nilai 95,08, Rhizophora mucronata yakni 81,05, Xylocarpus granatum yaitu 45,68, Ceriops stagal dengan nilai 40,83, Sonneratia alba dengan nilai 36,27 dan Bruguiera gymnorhiza 31,73

    Perhitungan Nilai Digital Radiansi Berdasarkan Band Pada Citra Alos Avnir-2 Di Wilayah Sidangoli Dehe Kecamatan Jailolo Selatan Kabupaten Halmahera Barat

    Get PDF
    Citra satelit yang digunakan dalam penelitian ini adalah Citra ALOS AVNIR-2 dengan resolusi spasial 10 m dan terdiri atas empat band yang terdiri atas tiga band merupakan spektral visible (cahaya tampak) dan satu gelombang merupakan spektral infrah merah. Cakupan area dari citra ALOS AVNIR-2 yang digunakan dalam penelitian ini adalah wilayah Sidangoli Dehe Kecamatan Jailolo Selatan Kabupaten Halmahera Barat. Adapu tujuan dari penelitian ini adalah menentukan nilai digital radiansi pada citra ALOS AVNIR-2 di Wilayah Sidangoli Dehe. Metode yang digunakan dalam penelitian ini merupakan aplikasi algoritma dalam pengolahan dan analisis citra. Sebelum melakukan koreksi radiansi citra maka harus dilakukan pengolahan awal terhadap citra yang meliputi koreksi atmosferik, koreksi geometric, dan komposit citra. Hasil dari penelitian ini merupakan citra radiansi yang telah dikoreksi secara matematis dengan model algoritma melalui transformasi dari Nilai Digital (DN) yang merupakan bilangan berbasis 28. Nilai digital citra radiansi tersebut terintegrasi secara langsung dengan histogram sehingga dapat divisualisasikan melalui julat gelombang spektral. Citra dari hasil penelitian ini diketahui bahwa nilai digital radiansi masing-masing band dari Citra ALOS AVNIR-2 yaitu band 1 dengan nilai 0 – 110 wm-2sr-1 μm-1, band 2 dengan nilai 0 – 121 wm-2sr-1 μm-1, band 3 dengan nilai 0 – 111 wm-2sr-1 μm-1, dan band 4 dengan nilai 0 – 170 wm-2sr-1 μm-1

    Komunitas Epifit Berdasarkan Kedalaman Perairan Laut pada Daun Lamun di Pulau Maitara, Provinsi Maluku Utara

    Get PDF
    Seagrasses are  habitat of various types of sea animals, including association epiphytic in rhizoma, leave and steam. Research about community structure microepiphytic based on depth and ecology index, important as community conditions information. The goal research for  ecology index analysis microepiphytic based on depth  sea and seagrasses community condition. Sample collections epiphytic on seagrass leave used 1x1 meters quadrant based on depth. Epiphytic sample cutted and scraped in leave surface, than into to bottles sample contain 70% alcohol. The research method used line trasect 50 meters toward sea. The result founded 23 genus epiphytic with biodiversity medium, low dominance and high uniformity.Padang lamun menjadi habitat bagi banyak organisme laut, diantaranya  epifit yang hidup berasosiasi dengan  lamun dengan cara menempel pada rhizoma, batang dan daun lamun. Penelitian tentang struktur komunitas mikroepifit berdasarkan kedalaman dan indeks ekologi lamun penting dilakukan untuk memberikan penjelasan tentang kondisi komunitas khususnya di perairan laut Pulau Maitara. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis indeks ekologi mikroepifit berdasarkan kedalaman perairan dan kondisi komunitas lamun di perairan pulau Maitara. Pengambilan sampel epifit pada daun lamun menggunakan kuadran 1x1 meter berdasarkan kedalaman. Sampel epifit diambil menggunakan cutter dengan cara mengikis perlahan permukaan daun lamun, kemudian dimasukan kedalam botol sampel berisi alkohol 70%.  Metode penelitian menggunakan garis transek sepanjang 50 meter kearah laut pada setiap stasiun.  Hasil penelitian di ditemukan 23 genus epifit dengan tingkat keanekaragaman sedang pada setiap kedalaman, dominansi rendah dan keseragaman tiap kedalaman tinggi

    STRUKTUR KOMUNITAS MANGROVE DI DESA TEWE, KECAMATAN JAILOLO SELATAN, KABUPATEN HALMAHERA BARAT PROVINSI MALUKU UTARA

    Get PDF
    Ekosistem mangrove merupakan habitat hidup serta tempat berkembang bagi biota bentik dan ikan. Aktivits dikawasan pesisir desa Tewe sangat tinggi, sehingga memberikan dampak pada ekosistem mangrove. Pemanfaatan tidak berkelanjutan memberikan pengaruh terhadap jumlah dan sebaran mangrove. Informasi tentang nilai ekologi mangrove sangat penting, guna memberikan gambaran kondisi mangrove saat ini. Pengambilan contoh mangrove, di lakukan dengan menggunakan metode transect quadrant dan spot check. Hasil penelitian diperoleh ketebalan hutan mangrove dikawasan Desa Tewe berdasarkan pengamatan adalah 412 meter (Stasiun I),  389  meter (Stasiun II), 367 meter (Stasiun III). Komposisi jenis hutan mangrove dari hasil pengamatan dan identifikasi diperoleh sebanyak 9 jenis dari 5 famili. Hasil analisis  menunjukan struktur komunitas hutan mangrove di Desa Tewe berdasarkan indeks ekologi (nilai kerapatan, frekuensi jenis, tutupan dan nilai penting)  baik, sedangkan keanekaragaman spesies masngrove termasuk dalam kategori sedang. Akan tetapi aktivitas pemanfaatan perlu mendapatkan perhatian khusus, sehingga kelestarian dan kehadiran mangrove tetap terjaga. Selain itu  perlu suatu pendekatan pada masyarakat untuk membantu memberikan informasi terhadap peran, manfaat dan juga strategi pengelolaan serta pelestarian mangrove kedepan.Kata kunci : Desa Tewe, indeks ekologi, ekosistem mangrove , spot check , transect quadran

    DISTRIBUSI SPASIAL DAN TEMPORAL FITOPLANKTON DI PERAIRAN LAUT TROPIS

    Get PDF
    ABSTRACTPhytoplankton are aquatic organisms that are free to float following the movement of the current. The distribution of phytoplankton is widespread throughout the body of water, both in rivers, estuaries, lakes, reservoirs, beaches and oceans. Water quality conditions will affect the presence of phytoplankton in certain waters. The purpose of this review article is to examine the types of phytoplankton that are spatially and temporally distributed and the physicochemical factors that affect the spatial and temporal distribution of phytoplankton in tropical waters. Assessing the spatial and temporal distribution of phytoplankton in tropical waters sourced from the latest national and international scientific journals and as a reference source of information for further research. The study in this paper is a literature review or literature study originating from the latest national and international scientific journals, with a focus on studying several research results that are relevant to the research topic, the study material is adjusted to the research data. The study area (tropical and subtropical) includes Indonesia, Malaysia, China, Brazil and India. The Bacillariophyceae class is found in all waters both spatially and temporally. The distribution of phytoplankton is spatially influenced by the presence of nutrients, then temporally the highest is found in the dry season. The distribution of phytoplankton is influenced by physical and chemical parameters of the waters (dissolved oxygen, temperature, salinity, pH, suspended solids/SPM, nitrate and phosphate) especially the presence of nutrients. Keywords: Phytoplankton, Distribution, Spatial and Temporal, Tropical WatersABSTRAKFitoplankton merupakan organisme akuatik yang bebas melayang mengikuti pergerakkan arah arus. Distribusi fitoplankton tersebar luas di seluruh badan perairan baik di sungai, muara, danau, waduk, pantai maupun samudera. Kondisi kualitas perairan akan mempengaruhi keberadaan fitoplankton di perairan tertentu. Tujuan review artikel ini mengkaji jenis fitoplankton yang terdistriusi secara spasial dan temporal serta faktor-faktor fisika kimia yang mempengaruhi distribusi spasial dan temporal fitoplankton di perairan tropis. Mengkaji distribusi spasial dan temporal fitoplankton di perairan tropis yang bersumber dari berbagai jurnal terbaru ilmiah nasional dan internasional serta sebagai sumber rujukan informasi untuk penelitian selanjutnya. Kajian pada tulisan ini merupakan telaah literatur atau studi pustaka yang berasal dari berbagai jurnal ilmiah terbaru nasional dan internasional, dengan fokus kajian beberapa hasil penelitian yang relevan dengan topik penelitian, materi kajian disesuaikan dengan data penelitian. Wilayah lokasi penelitian (tropis dan subtropis) meliputi Indonesia, Malaysia, Cina, Brazil dan India.Kelas Bacillariophyceae ditemukan di seluruh perairan baik secara spasial dan temporal. Distribusi fitoplankton secara spasial di pengaruhi keberadaan nutrien, kemudian secara temporal tertinggi ditemukan pada musim kemarau. Distribusi fitoplankton dipengaruhi parameter fisika dan kimia perairan (Oksigen terlarut, suhu, salinitas, ph, padatan tersuspensi/SPM, nitrat dan fosfat) tertutama keberadaan unsur hara.Kata kunci: Fitoplankton, Disitribusi, Spasial dan Temporal, Perairan Tropi

    Pola Sebaran dan Kelimpahan Hiu Berjalan Halmahera (Hemiscyllium halmahera) di Teluk Weda Maluku Utara, Indonesia

    Get PDF
    The Halmahera walking shark is a nocturnal species that lives at the bottom of waters and is a species endemic to North Maluku. Weda Bay is one of the largest bays on the island of Halmahera and contains marine resources and high diversity. The aims research was analyze the distribution pattern and abundance of Halmahera walking shark at that location. The research was conducted in September - November 2020. The sampling in Weda Bay, is carried out in two methods, (1) catch of nets with a mesh size of 2,5 cm stretched from the mangrove ecosystem, seagrass to coral reefs with a length of ± 50 meters and a height of 1,5 meters, (2) hand sampling equipment namely the sample catch it by hand with transect area (50x50m2) or 0,25 ha using basic diving equipment (snorkeling) to a depth of 3 meters at high tide in the night. Distribution pattern data analysis used Morisita Index and abundance analysis used reef fish abundance equation. Results the research found 28 individuals, namely 17 females and 11 males. There are 2 distribution patterns of the Halmahera epaullette shark, namely Grouping and Random. The clustered distribution pattern is found at stations 1, 2 and 4, while the random distribution pattern is found at station 3. Overall the distribution pattern of the Halmahera walking shark in Weda Bay is grouped. The highest abundance of Halmahera walkingshark was at station 1, namely 17,33 ind/ha and the lowest abundance at stations 3 and 4 was 5,33 ind/ha. The highest abundance is at station 1, this is because the habitat is still very good from the mangrove, seagrass and coral reef ecosystems to find food and the growth of the Halmahera walking shark.Hiu Berjalan Halmahera merupakan spesies nokturnal yang hidup di dasar perairan dan merupakan spesies endemik Maluku Utara. Teluk Weda merupakan salah satu teluk terluas di pulau Halmahera dan menyimpan sumberdaya perairan serta keanekaragaman tinggi. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui analisis pola sebaran dan kelimpahan Hiu Berjalan Halmahera, yang dilaksanakan pada September - November 2020. Pengambilan sampel di Teluk Weda, dilakukan dengan dua cara yaitu (1) menggunakan jaring dengan ukuran mata jaring 2,5 cm yang dibentangkan dari ekosistem mangrove, lamun sampai terumbu karang sepanjang ± 50 meter dan tinggi 1,5 meter, dan (2) menggunakan metode hand sampling equipment yaitu sampel ditangkap menggunakan tangan dengan luasan transek jelajah (50x50m2) atau 0,25 ha menggunakan alat selam dasar (snorkeling) sampai kedalaman 3 meter pada saat pasang di waktu malam hari. Analisis data pola sebaran menggunakan Indeks Morisita dan kelimpahan menggunakan persamaan kelimpahan ikan karang. Hasil penelitian dapat ditemukan 28 individu, yaitu 17 individu betina dan 11 individu jantan. Terdapat 2 pola sebaran dari Hiu Berjalan Halmahera, yaitu mengelompok dan acak. Pola sebaran mengelompok ditemukan pada stasiun 1, 2 dan 4, sedangkan pola sebaran acak terdapat pada stasiun 3. Secara keseluruhan pola sebaran Hiu Berjalan Halmahera di Teluk Weda adalah mengelompok. Kelimpahan Hiu Berjalan Halmahera tertinggi berada di stasiun 1 yaitu 17,33 ind/ha dan kelimpahan terendah pada stasiun 3 dan 4 yaitu 5,33 ind/ha. Kelimpahan tertinggi berada pada stasiun 1, hal ini dikarenakan habibat yang masih sangat baik dari ekosistem mangrove, lamun dan terumbu karang untuk mencari makan dan pertumbuhan Hiu Berjalan Halmahera

    Keragaman Genetik dan Filogenetik Kepiting Biola (Uca Spp.) di Pesisir Pantai Jailolo, Kabupaten Halmahera Barat

    Get PDF
    The types of crabs that inhabit coastal and mangrove areas are violin crabs (Uca spp.). The research genetic aspects is important to be able to explain the current status of crabs. The research location in the villages of Payo (geothermal water area) and Tuada (tourist sites). Sampling was done purposively, namely the mangrove area that received the flow of geothermal water sources (Payo Village = 4 samples) and the mangrove area that did not get any influence (Tuada Village = 2 samples). Amplification of Biola crab DNA (Uca Spp.) using primer jgLCO1490 and jgHCO2198 Sequences were analyzed with MEGA5 (Molecular Evolutionary Genetic Analysis) software, genetic distance, DnaSP 4.0 diversity of haplotype (Hd) and nucleotide diversity (π). and Network 4.6 haplotype distribution. Enviromental parameters collected include (temperature, pH land, pH water, salinity and substrate). The results environmental parameters show that differences values at two locations. Identification species crab found family Ocypodidae, genus Uca with species of perplexa, annulipes, crassipes and lactea. The results of genetic matching were found, similar to the results of morphological identification. Genetic diversity was found highly with nucleotides  and haplotype varitions. Phylogenetic reconstruction of Uca Spp crabs shows the kinship that occurs between species, although there is a gap (gap) between different species of location. Genetic distance and Fixation Index (Fst) analysis which also shows genetic proximity between species and strong genetic flow between species, despite different locations.  Jenis kepiting yang mendiami wilayah pesisir dan mangrove adalah kepiting biola (Uca spp.). Penelitian tentang aspek genetik begitu penting untuk dapat menjelaskan status kepiting saat ini. Lokasi penelitian di desa Payo (Daerah sumber air panas bumi) dan Tuada (Lokasi wisata). Sampling dilakukan secara purposive yaitu  area mangrove yang mendapatkan aliran sumber air panas bumi (Desa Payo = 4 sampel) dan tidak mendapatkan pengaruh (Desa Tuada =  2 sampel). Amplifikasi DNA kepiting Biola (Uca spp) menggunakan primer jgLCO1490 dan jgHCO2198 Sekuen dianalisis dengan software MEGA5 (Molecular Evolutionary Genetic Analysis), jarak genetik, DnaSP 4.0 keanekaragaman haplotype (Hd) dan keanekaragaman nukleotida (π) dan Network 4.6 distribusi haplotipe. Parameter lingkungan diukur meliputi (suhu, pH air, pH tanah, salinitas dan substrat). Hasil pengukuran parameter lingkungan memperlihatkan perbedaan nilai kedua lokasi. Identifikasi jenis kepiting ditemukan famili Ocypodidae, genus Uca dengan spesies  perplexa, annulipes, crassipes dan lactea.. Keragaman genetik sangat tinggi dengan jumlah nukleotida dan haplotipe yang bervariasi. Rekonstruksi filogenetik memperlihatkan kekerabatan terjadi antar spesies, meskipun terdapat adanya jarak (Gap) antar spesies yang berbeda lokasi. Analisis jarak genetik dan analisis Fixation Index (Fst) yang juga memperlihatkan adanya kedekatan genetik dan aliran genetik yang kuat antar spesies, meskipun berbeda lokasi
    corecore